Anda di halaman 1dari 7

MENJELAJAH LANTAI SAMUDRA

Oleh: Fitriany Amalia Wardhani, Galih Anitasari, Aquarista Nur Atwi 2008

Membaca judul diatas pasti anda membayangkan perjalanan didasar laut dengan menggunakan kapal selam ditemani oleh ikan dan satwa laut lainnya. Namun siapa sangka pada kenyataannya lantai samudra yang kami jelajahi kali ini berada di atas bukit. Lantai samudera yang telah berumur jutaan tahun tersebut merupakan batuan rijang yang tersingkap dengan baik di permukaan bumi yang terletak di kawasan cagar alam geologi Karangsambung. Karangsambung terletak 19 km di sebelah utara Kebumen, Jawa Tengah, yang dikelilingi oleh perbukitan yang terdiri dari berbagai macam batuan dan di lembahnya mengalir sungai Luk Ulo. Kawasan yang penuh perbukitan tersebut merupakan cerminan sejarah masa lampau. Bukti adanya pertemuan 2 lempeng dapat disaksikan di Karangsambung melalui singkapan-singkapan batuan yang mencerminkan asal batuan tersebut. Selain itu terdapat bentuk-bentuk morfologi fenomena alam lain yang menarik yang jarang sekali dijumpai di daerah lain. Hal tersebut membuat Karangsambung menjadi cagar alam geologi dan menjadi pusat kajian ilmu kebumian dan ilmu pengetahuan lainnya di Indonesia. Sejarah Geologi Kawasan Karangsambung Bumi terdiri dari kepingan lempeng-lempeng benua dan lempeng-lempeng samudra yang selalu bergerak diatas massa yang cair yang disebut dengan astenosfer atau mantel. Pergerakan kepingan lempeng-lempeng tersebut merupakan akibat dari arus konveksi yang terjadi di astenosfer. Pada batas-batas lempeng, kedua lempeng yang bertemu dapat saling menjauh (divergen), bertumbukan (konvergen), ataupun bergeseran (transform). Di masa lampau jauh sebelum peradaban manusia, daratan yang kini menjadi India terpisah pada 110 juta tahun yang lalu dan bergerak relatif cepat ke utara. Di belahan bumi selatan, Australia memisahkan diri dari Afrika. Lempeng Australia bergerak relatif ke utara dan menabrak Lempeng Eurasia. Cikal bakal kepulauan yang akan menjadi Indonesia terjadi pada 60 juta tahun yang lalu dimana sebagian material berasal dari bagian bumi selatan. Karangsambung merupakan zona batas antara lempeng Eurasia dengan lempeng IndoAustralia pada Zaman Pra Tersier. Pada kawasan ini terdapat berbagai macam batuan yang

merupakan hasil dari tumbukan antar 2 lempeng, misalnya batu basalt, gabro, dan serpentinit yang merupakan kepingan batuan batuan pembentuk lempeng samudra dan batuan asal perut bumi yang lebih dalam. Batuan sedimen yang disebut rijang adalah penghuni dasar samudra. Didalam batuan ini dijumpai makhluk renik yang hidup pada puluhan juta tahun yang lalu dan sekarang telah menjadi fosil. Fosil tersebut adalah Radiolaria. Masing-masing batuan itu berkumpul dan dan masing masing menyimpan rekaman sejarah geologi pembentukan batuan tersebut. Perjalanan Menuju Lantai Samudra Fieldtrip Karangsambung kali ini merupakan bagian dari acara Kajian Karakteristik Bentang Alam Karangsambung yang diadakan oleh Geographic Study Club (GSC) Fakultas Geografi UGM. Perjalanan diawali dari kampus LIPI menuju lokasi pertama sungai Luk Ulo yang berada 150 m dari jalan ke arah barat. Pada lokasi ini terdapat batuan-batuan berukuran kerikil sampai bongkah yang beraneka ragam dan beberapa diantaranya termasuk ke dalam Formasi Karangsambung. Pada bukit di sebelah selatan terdapat bukit yang bernama Bukit Pesanggrahan. Di bukit tersebut terdapat singkapan batuan berupa batuan sedimen. Bukit Pesanggrahan merupakan bukit dengan batuan konglomerat dan berfungsi sebagai fragmen di Kompleks Karangsambung. Jenis batuan yang terdapat di tepi Sungai Luk Ulo bermacammacam, mulai dari batuan beku, sedimen, sampai metamorf karena batuan-batuan tersebut merupakan produk erosi dari melange. Melange merupakan percampuran batuan hasil proses subduksi. Salah satu dari batuan yang bermacam-macam tersebut adalah batuan sedimen yaitu Konglomerat Polemik. Konglomerat Polemik memiliki warna coklat kehitaman dan memiliki tekstur klastik karena terdiri dari fragmen-fragmen batuan. Semen yang ada pada batuan konglomerat merupakan semen karbonat. Fragmen yang ada pada batuan konglomerat ini bermacam-macam sehingga dinamakan konglomerat polemik. Batuan konglomerat bersifat massif karena tidak ditemukan adanya retakan. Batuan ini memiliki sortasi yang sangat buruk, dengan tingkat kebundaran rounded. Batuan yang memiliki kebundaran rounded

mengindikasikan bahwa batuan tersebut terdapat jauh dari sumber.

Gambar 1. Lokasi 1, Sungai Luk Ulo

Setelah beberapa menit menginterpretasi sungai Luk Ulo, perjalanan dilanjutkan menuju lokasi selanjutnya yang berada pada sisi tembok depan Kampus LIPI, Karangsambung (sebelah barat laut). Singkapan ini terletak tepat di sebelah jalan raya. Pada singkapan terdapat pohon bercabang dua. Singkapan batuan ini berupa bongkah. Singkapan ini berumur Eosen (40-50 juta tahun yang lalu).
U

Gambar 2. Batugamping fosilan (batugamping nummulites)

Jenis batuan pada singkapan ini adalah batuan sedimen dengan warna coklat terang. Memiliki tekstur klastik dan berstruktur berlapis. Batugamping Nummulites ini diendapkan di laut dangkal. Pada batuan ini terdapat fosil Numulites sp., yaitu binatang laut yang di laut dangkal dan termasuk dalam kelompok foraminifera besar dengan bentuk seperti koin.

Batugamping Nummulites memiliki komposisi mineral CaCO3 (berbuih jika terkena HCl). Singkapan batuan ini telah mengalami pelapukan hasil dari pelarutan oleh air dan terdapat rekahanrekahan atau kekar akibat dari proses tektonik. Lokasi ketiga berada di arah utara Kampus LIPI yang terletak di tepi Sungai Luk Ulo yang berada di bawah jembatan. Pada singkapan ini terdapat batuan sedimen yaitu rijang. Rijang yang terdapat pada singkapan batuan tersebut pada bagian bawah merupakan lipatan sedangkan pada bagian atas dan bagian yang lain memiliki lapisan yang tegak. Hal tersebut disebabkan karena ada gaya yang sangat besar yang menyebabkan lapisan batuan menjadi tegak. Lapisan batuan rijang telah mengalami beberapa pengulangan gaya tektonik. Minimal ada tiga kali proses tektonik regional yang menyebabkan deformasi batuan yang diukur dari arah boudinage. Arah gaya yang paling tua merupakan arah gaya utara-timur (N-E) yaitu ke arah pegunungan Meratus. Kemudian arah yang paling muda merupakan arah barat-timur.Arah-arah tersebut dipengaruhi oleh proses subduksi.

Gambar 3. Batu Rijang

Lokasi pengamatan selanjutnya berada di bukit Wagirsambeng yang berada di kecamatan Karanggayam. Sebelum mencapai puncak bukit Wagirsambeng, di sebelah kiri jalan setapak dijumpai singkapan berupa lempung berwarna hitam yang memiliki struktur bersisik (scaly clay). Lempung bersisik ini dapat berfungsi sebagai matriks dari batuan-batuan di Karangsambung. Struktur sisik pada batu lempung diakibatkan oleh proses subduksi yang terjadi di daerah Karangsambung jutaan tahun yang lalu. Pada saat terjadi subduksi, lempung bersisik akan

bercampur dengan batuan-batuan melange lainnya sehingga batu lempung sebagian terubah menjadi berstruktur sisik.

Gambar 4. Lempung Bersisik

Pada lokasi selanjutnya, terdapat pula singkapan batuan sedimen yang merupakan perselingan antara batu rijang dengan batugamping merah yang berada diatas bukit sebelum sampai ke puncak bukit Wagirsambeng. Singkapan batuan tersebut merupakan lantai samudera yang terbentuk sekitar 81 juta tahun yang lalu. Batugamping tidak mudah terlihat karena mudah lapuk. Tanah disekitarnya merupakan hasil pelapukan dari batu rijang dan batugamping. Permeabilitas batuan pada daerah Wagirsambeng cukup rendah, oleh karena itu daerah di sekitar singkapan merupakan daerah run off. Kedua jenis batuan sedimen ini diendapkan di bawah zona CCD, diatas lantai samudera. Pada zona CCD, CaCO3 masih berkembang tetapi fosil tidak berkembang karena cangkang fosil telah larut di zona tersebut. Batugamping merah dengan batu rijang dapat dibedakan dengan cara memberi larutan HCl atau asam klorida di kedua permukaan batuan. Apabila batuan berbuih jika terkena HCl, maka batuan tersebut merupakan batugamping merah, karena HCl hanya akan bereaksi jika batuan mengandung unsur karbonat, sedangkan pada batu rijang HCl tidak akan bereaksi.

Gambar 5. Batu Rijang di Bukit Wagirsambeng

Lokasi terakhir berada diatas bukit di Wagirsambeng. Pada singkapan ini dapat terlihat morfologi Amphiteather. Amphiteather merupakan morfologi lembah antiklin yang telah tererosi. Ditengah morfologi amphiteather terdapat sungai. Pada sungai tersebut terdapat kelokakelokan yang dipengaruhi oleh struktur dan litologi. Hal tersebut dikarenakan batuan pada teras sungai merupakan batuan yang resisten sehingga sungai tidak dapat mengerosi teras sungai tersebut dan membentuk kelokan pada sungai. Point bar yang terbentuk dan hanya berkembang di Karangsambung termasuk ke dalam sungai dewasa. Di sebelah utara Sungai Luk Ulo terdapat patahan atau sesar yang diindikasikan merupakan patahan naik. Patahan tersebut berada dibalik Gunung Parang. Setelah pengamatan diatas bukit berakhir, peserta kegiatan pun kembali ke kampus LIPI. Geowisata Karangsambung Karangsambung merupakan cagar alam geologi yang merupakan cerminan sejarah masa lampau yang menunjukkan proses-proses tektonik yang berlangsung dari awal pembentukan bumi sampai sekarang. Selain terdapat singkapan batuan yang merupakan bukti dari proses-

proses yang terjadi di masa lampau, Karangsambung juga dapat menjadi obyek geowisata yang sangat menarik untuk dikunjungi karena memiliki berbagai fenomena alam yang menakjubkan. Oleh karena itu, Karangsambung merupakan tempat yang baik untuk mempelajari ilmu kebumian maupun untuk berwisata sekaligus.

Anda mungkin juga menyukai