Anda di halaman 1dari 5

NANGGRO ACEH DARUSSALAM / NAD RUMAH ADAT TRADISIONAL : RUMOH ACEH

Rumoh Aceh Nenek moyang kita sudah merancang bangunan yang peduli pada kondisi alam sekitarnya dengan membuat rumah yang tahan gempa. Rumah tradisional Aceh oleh warga setempat disebut rumoh Aceh. Bentuknya seragam, yakni persegi empat memanjang dari timur ke barat. Konon, letak yang memanjang itu dipilih untuk memudahkan penentuan arah kiblat. Dari segi ukir-ukiran, rumoh Aceh di tiap-tiap kabupaten di Provinsi NAD tidaklah sama. Masing-masing punya ragam ukiran yang berbeda. Menurut Mohammad Isa, warga desa Lamsiem, saat ini jumlah rumah tradisional di kampungnya makin berkurang karena biaya yang diperlukan untuk membuat rumoh Aceh sudah jauh lebih mahal dibandingkan membangun rumah biasa/modern. Biaya perawatannya pun tak kalah menguras kantung. Warga yang kebanyakan hidup sebagai pekerja, akhirnya memilih untuk membangun rumah modern. Kenyataan seperti itu sudah terjadi sejak 30 tahun lalu. Padahal pada waktu lampau mayoritas warga di pemukiman rata-rata tinggal di rumah tradisional yang terbuat dari kayu dan beratap rumbia itu. Bahkan mereka yang berkecukupan, menghias rumah kayunya dengan ukir-ukiran dan ornamen lain. Sedangkan warga yang hidup pas-pasan, cukup membangun rumah kayu tanpa ukiran dan ornamen. Tidak aneh, sebab hingga 1980-an warga masih mudah mendapatkan kayu sehingga biaya untuk membangun rumoh Aceh waktu itu terjangkau. Tapi, saat ini biaya untuk membangun rumah tradisional sudah dua kali lipat dari biaya rumah modern.

Rumah Balai Batak Toba(Sumut)


Suku Batak terdiri dari enam kelompok Puak yang sebagian besar menempati daerah Sumatera Utara, terdiri dari Batak Karo, Simalungun, Pak-Pak, Toba, Angkola dan Mandailing. Suku Batak Toba adalah masyarakat Batak Toba yang bertempat tinggal sebagai penduduk asli disekitar Danau Toba di Tapanuli Utara. Pola perkampungan pada umumnya berkelompok. Kelompok bangunan pada suatu kampung umumnya dua baris, yaitu barisan Utara dan Selatan. Barisan Utara terdiri dari lumbung tempat menyimpan padi dan barisan atas terdiri dari rumah adat, dipisahkan oleh ruangan terbuka untuk semua kegiatan sehari-hari. Rumah adat Batak Toba berdasarkan fungsinya dapat dibedakan ke dalam rumah yang digunakan untuk tempat tinggal keluarga disebut ruma, dan rumah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan (lumbung) disebut Sopo. Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Dinding dari papan atau tepas, lantai juga dari papan sedangkan atap dari ijuk. Tipe khas rumah adat Batak Toba adalah bentuk atapnya yang melengkung dan pada ujung atap sebelah depan kadang-kadang dilekatkan tanduk kerbau, sehingga rumah adat itu menyerupai kerbau. Punggung kerbau adalah atap yang melengkung, kaki-kaki kerbau adalah tiang-tiang pada kolong rumah. Sebagai ukuran dipakai depa, jengkal, asta dan langkah seperti ukuran-ukuran yang pada umumnya dipergunakan pada rumah-rumah tradisional di Jawa, Bali dan daerahdaerah lain. Pada umumnya dinding rumah merupakan center point, karena adanya ukirukiran yang berwarna merah, putih dan hitam yang merupakan warna tradisional Batak. Ruma Gorga Sarimunggu yaitu ruma gorga yang memiliki hiasan yang penuh makna dan arti. Dari segi bentuk, arah motif dapat dicerminkan falsafah maupun pandangan hidup orang Batak yang suka musyawarah, gotong royong, suka berterus terang, sifat terbuka, dinamis dan kreatif. Ruma Parsantian didirikan oleh sekeluarga dan siapa yang jadi anak bungsu itulah yang diberi hak untuk menempati dan merawatnya. Di dalam satu rumah dapat tinggal beberapa keluarga , antara keluarga bapak dan keluarga anak yang sudah menikah. Biasanya orangtua tidur di bagian salah satu sudut rumah. Seringkali keluarga menantu tinggal bersama orangtua dalam rumah yang sama. Rumah adat Batak Toba pada bagian-bagian lainnya terdapat ornamen-ornamen yang penuh dengan makna dan simbolisme, yang menggambarkan kewibawaan dan kharisma. Ornamenornamen tersebut berupa orang yang menarik kerbau melambangkan kehidupan dan semangat kerja, ornament-ornamen perang dan dan sebagainya. Teknik ragam hias terdiri dari dua cara, yaitu dengan teknik ukir teknik lukis. Untuk mengukir digunakan pisau tajam dengan alat pemukulnya (pasak-pasak) dari kayu. Sedangkan teknik lukis bahannya diolah sendiri dari batu-batuan atau pun tanaga yang keras dan arang. Atap rumah terbuat dari ijuk yang terdiri dari tiga lapis. Lapisan pertama disebut tuham-tuham ( satu golongan besar dari ijuk, yang disusun mulai dari jabu bona tebalnya 20 cm dan luasnya 1x1,5 m2). Antara tuham yang satu dan dengan tuham lainnya diisi dengan ijuk agar permukaannya menjadi rata.

Ragam Rumah Gadang Rumah gadang mempunyai nama yang beraneka ragam menurut bentuk, ukuran, serta gaya kelarasan dan gaya luhak. Menurut bentuknya, ia lazim pula disebut rumah adat, rumah gonjong atau rumah bagonjong (rumah bergonjong), karena bentuk atapnya yang bergonjong runcing menjulang. Jika menurut ukurannya, ia tergantung pada jumlah lanjarnya. Lanjar ialah ruas dari depan ke belakang. Sedangkan ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang. Rumah yang berlanjar dua dinamakan lipek pandan (lipat pandan). Umumnya lipek pandan memakai dua gonjong. Rumah yang berlanjar tiga disebut balah bubuang (belah bubung). Atapnya bergonjong empat. Sedangkan yang berlanjar empat disebut gajah maharam (gajah terbenam). Lazimnya gajah maharam memakai gonjong enam atau lebih. Menurut gaya kelarasan, rumah gadang aliran Koto Piliang disebut sitinjau lauik. Kedua ujung rumah diberi beranjung, yakni sebuah ruangan kecil yang lantainya lebih tinggi. Karena beranjung itu, ia disebut juga rumah baanjuang (rumah barpanggung). Sedangkan rumah dan aliran Bodi Caniago lazimnya disebut rumah gadang. Bangunannya tidak beranjung atau berserambi sebagai mana rumah dan aliran Koto Piliang, seperti halnya yang terdapat di Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Koto. Rumah Gadang adalah sebutan untuk rumah adat Suku Minangkabau yang merupakan rumah tradisional yang terdapat di provinsi Sumatera Barat Indonesia. Rumah ini yang juga disebut oleh masyarakat (kaum) setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebutkan dengan nama Rumah Baanjung. Lokasi hamparan rumah tradisional minangkabau dari barat ke timur, sementara jumlah kamar ada tiga, lima, tujuh, sembilan serta bisa mencapai 17 kamar. Konstruksi atap berbentuk tanduk merupakan ciri khas dari bangunan tradisoinal urang awak itu sendiri. Atap tampak seperti tanduk kabau (kerbau) dengan empat hingga enam puncak atap menyimbolkan makna dari nilai-nilai bangunan tersebut, sepanjang rumah dan titik dari samping ke depan untuk pintu depan dan tangga. Untuk memperluas bentuk konstruksi, tidak ada hubungan apapun sudut kanan ke pilar dengan bar horizontal rumah. Kedua, bar horisontal atas dan bawah bangunan.

BALAI SALASO JATUH


Balai salaso jatuh adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Sesuai dengan fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama

antara lain : Balairung Sari, Balai Penobatan, Balai Kerapatan dan lainlain. Bangunan tersebut kini tidak ada lagi, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu, sedangkan yang menyangklut keagamaan dilakukan di masjid.

Ciri - ciri Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.

Puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang disebut Salembayung atau Sulobuyung yang mengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Artikel rumah adat Riau ini terlalu singkat atau mungkin kurang lengkap. Bagi Anda yanglebih tahu mengenai seluk arsitektur rumah adat silakan dilengkap, apabila terdapat khilaf dipersilakan perbaiki.

RUMAH ADAT TRADISIONAL : RUMAH PANGGUNG Rumah adat panggung

merupakan bentuk dari rumah yang sudah tidak asing lagi bagi arsitek maupun

masyarakat indonesia karena pengenalan panggung rumah sudah ada adat dari

jaman dahulu yang hingga kini masih ada secara turun temurun. Rumah adat

panggung banyak dijumpai untuk kawasan sumatra,

kalimantan, dan sulawesi. Terkadang terdapat pertanyaan mengapa harus panggung dalam hal bentuk rumah adat di kalimantan, bentuk terkadang dipengaruhi oleh kondisi kawasan/site yang ada disekitar bangunan rumah panggung. seperti rumah adat kaliman (betang) didirikan dengan bentuk yang panggung dikarenakan malihat kawasan yang dataran rendah dari daerah kalimantan yang berpotensi banjir, maka untuk mencari solusi tinggal masyarakat lebih memilih dengan bentuk rumah yang panggung. Dimana juga terdapat fungsi lain dari rumah anggung selain terhindar dari banjir juga lahan/tanah yang tepat berada dibawah rumah dapat digunakan sebagai daerah resapan air. Jika beberapa aspek dari rumah adat panggung ini diaplikasikan kedalam desain rumah, maka dengan adanya bentuk rumah yang panggung bisa menguragi banjir yang ada denga menambah jumlah daerah/lahan resapan tanpa mengganggu habitat kehidupan masyarakat yang ada khususnya untuk daerah jakarta yang rawan akan banjir.

Anda mungkin juga menyukai