Anda di halaman 1dari 8

APPENDICITIS PENDAHULUAN Apendiks ( apendiks vermiformis ) terletak posteromedial dari caecum pada region perut kanan atas.

Apendiks merupakan sisa dari sekum yang tidak berkembang dan fungsinya tidak diketahui. Apendiks memiliki komponen yang sama dengan usus lain, yang membedakan adalah apendiks kaya dengan jaringan limfoid pada mucosa dan submucosa. Jaringan ini mulai berkembang pada masa awal bayi, mencapai ukuran terbesar pada masa dewasa muda, dan kemudian atrofi secara progesif pada usia lanjut. Apendiks termasuk organ intraperitoneal, walaupun kadang juga ditemukan retroperitoneal. Organ ini tidak mempunyai kedudukan menetap di dalam rongga perut ( rongga retroperitoneal ). Panjangnya 5-10 cm dengan berbagai posisi ( retrocaecal, pelvical, dll ). Walaupun sangat jarang kadang dijumpai pada region kiri bawah. Apendiks mendapat aliran darah dari cabang arteri ileocaecal yang merupakan satu satunya feeding arteri untuk apendiks, sehingga apabila terjadi thrombus akan berakibat terbentuknya ganggren dan berakibat lanjut terjadinya perforasi apendiks. Appendicitis umumnya dengan angka kejadian 7%. Nyeri abdomen dan anoreksia merupakan gejala yang predominan. Pemeriksaan fisik sangat penting untuk menemukan nyeri pada kuadran kanan bawah sewaktu palpasi.pemeriksaan darah lengkap dan urinalisis kadang kadang membantu dalam menegakkan diagnosis appendicitis. Keterlambatan diagnosis appendicitis dapat meningkatkan resiko perforasi dan komplikasi. Angka komplikasi dan kematian lebih tinggi pada anak dan dewasa ( Yopi et.al., 2008 ; Zeller et.al, 2007). DEFINISI Appendicitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendicitis vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendicitis disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dekenal dan digunakan masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Appendicitis akut adalah radang apendiks. Ini dapat disebabkan kerena infeksi atau obstruksi pada apendiks. Obstruksi meyebabkan apendiks menjadi bengkak dan mudah diinfeksi oleh bakteri. Jika diagnosis lambat ditegakkan, dapat terjadi rupture pada apendiks. Sehingga akibatnya terjadi Peritonitis atau terbentuknya abses disekitar apendiks ( Mansjoer et.al., 2005;Sjamsuhidajat et.al., 2005;Yopi Simargi et al., 2008 ). ETIOLOGI Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, benda asing dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica. Adanya obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding

apendiks. Selain infeksi, appendicitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara Hematogen ke apendiks (Mansjoer et.al., 2005 ; Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Yopi Simargi et al., 2008 ). PATOGENESIS Patogenesis appendicitis akut terutama disebabkan oleh inflamasi pada dinding apendiks yang menimbulkan obstruksi lumen apendiseal. Pada sepertiga kasus appendicitis akut memperlihatkan disebabkan juga oleh karena fekalit. Hal itu berdasarkan penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis akut. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Obstruksi mengakibatkan appendicitis akut oleh karena, kapasitas lumen pada apendiks yang normal adalah 0,1 ml. sekresi mucosa yang terus berlanjut sampai 0,5 saja sudah dapat meningkatkan tekanan intralumen sampai 60 cmH2O yang menyebabkan distensi lumen dan mempengaruhi aliran darah balik vena. Apendiks menjadi bengkak, lembek, diliputi oleh eksudat fibrinosa. Lumen apendiks terisi materi pus, mucosa menjadi hipoksia dan terjadi ulserasi. Adanya infeksi bakteri berkaitan dengan cepatnya terjadi Ganggren dan Perforasi. Organisme yang dominan terdapat pada appendicitis akut adalah E. coli dan Bacteroides fragilis, walaupun tidak tertutup kemungkinan bakteri lainnya dapat ditemukan pada Appendicitis Akut ( Wilson, 2005 ). Secara patologi, appendicitis akut dibagi menjadi appendicitis akut stadium awal appendicitis Supurativa akut, dan appendicitis gangrenosa akut tergantung dari beratnya proses inflamasi. Pada stadium awal appendicitis akut, neutrofil hanya ditemukan pada mucosa, submucosa, dan muscularis propria. Pada stadium ini pembuluh darah subserosa membengkak dan terdapat eksudat neutrofil yang menghasilkan reaksi fbrino purulenta di seluruh lapisan serosa. Dengan bertambah buruknya proses inflamasi maka akan terbentuk abes, ulkus, dan focus nekrosis supurativa di dalam dinding apendiks, kondisi ini dikenal dengan appendicitis supurativa akut. Pada appendicitis gangrenosa akut tampak ulkus yang berdarah dan kehijauan pada mucosa, serta nekrosis gangrenosa pada seluruh dinding yang meluas ke serosa, selanjutnya dapat terjadi rupture dan peritonitis supurativa.Kritera histologik untuk diagnosis appendicitis akut adalah terdapatnya infiltrasi neutrofil pada muscularis propria dan adanya proses inflamasi pada dinding muscular. Biasanya juga terdapat infiltrasi neutrofil dan ulserasi pada mucosa. Proses inflamasi dapat meluas ke jaringan lemak atau usus disekitar appendiks (Yopi Simargi, 2008 ). MANIFESTASI KLINIS Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar ( nyeri tumpul ) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi. Apendisitis kadang juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 38,5 derajat celcius (Mansjoer et.al., 2005 ; Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Yopi Simargi et al., 2008 ).

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul: 1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum ( terlindungi oleh sekum ), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. 1. Bila apendiks terletak di rongga pelvis

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang ulang ( diare ). Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya ( Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Zeller et.al., 2007 ).

Begitu pula dengan tanda obturator yang meregangkan obturator internus merupakan tanda iritasi didalam pelvis. Tes obturator dilakukan dengan melakukan rotasi internal secara pasif pada tungkai atas kanan yang difleksikan dengan pasien pada posisi supine. Pemeriksaan darah dapat ditemukan leukositosis ringan, yang menandakan pasien dalam kondisi akut dan appendicitis tanpa komplikasi. Pada leukositosis yang lebih dari 18.000 / mm besar kemungkinan untuk terjadi perforasi ( Yogi Simargi, et al., 2008 ). Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosa, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktuya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi (Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Zeller et.al., 2007). Bagan Hubungan Patofisiologi dan Manifestasi Appendicitis Kelainan patologi Peradangan awal -nyeri tekan kanan bawah Appendicitis Mukosa Radang diseluruh ketebalan dinding Appendicitis komplit, radang peritoneum, Parietal apendiks -genitelia interna,ureter,m.psoas kantung kemih,rectum -Demam sedang,takikardi,mulai leukositosis mayor, -nyeri sentral pindah ke kanan bawah,mual dan muntah -rangsangan peritoneum local (somatic), nyeri pada gerak aktif dan pasif Keluhan dan tanda -Kurang enak ulu hati/ daerah pusat, mungkin kolik

toksik,

Radang alat/jaringan yang menempel padaApendiks Appendicitis gangrenosa Perforasi Pembungkusan Tidak berhasil Berhasil Abses

-Nyeri dan defans muskuler seluruh perut -s.d.a + demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik -masa perut kanan bawah,keadaan umum Berangsur membaik -demam remiten,keadaan keluhan dan tanda setempat umum toksik,

( Sjamsuhidajat et.al., 2005 ) Sensitifitas dan Spesifisitas temuan klinis untuk diagnosis Appendicitis Akut Temuan Sensitivitas % Spesifisitas % Penelitian Tanda: 67 69 Wagner et,al Demam 39 74 Buarding Nyeri tekan 63 pantul Rovsings sign 68 Psoas sign 16 Gejala : 81

57 84 69 58 95 53 37 40 45 69 64 66

Wagner et,al Jahn et,al Jahn et,al Wagner et,al Wagner et,al Jahn et,al Wagner et,al Wagner et,al Wagner et,al

Nyeri kuadran 58 68 kanan bawah Nausea / mual 49 51 Muntah / vomitus 100 Nyeri tiba-tiba sebelum muntah 84 Anorexia

( Erik et.al., 2003 )

DIAGNOSIS 1. 1. Anamnesis

Nyeri / Sakit perut

Ini terjadi karena peristaltic untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula2 daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apa bila telah terjadi inflamasi ( > 6 jam ) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik. Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap anak dengan gejala nyeri abdomen yang belum pernah mengalami apendektomi seharusnya dicurigai menderita apendisitis. Anak yang sudah besar dapat menerangkan dengan jelas permulaan gejala nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Anak dapat menunjuk dengan satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang pernah nyeri dan sekarang dimana yang nyeri. Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis terpimpin seperti misalnya: a. Bagaimana hebatnya nyeri ?

b. Apakah nyerinya mengganggu anak sampai tidak mau main atau anak tinggal di tempat tidur saja ? c. d. e. Apakah nyerinya sampai menyebabkan anak tidak mau masuk sekolah ? Apakah anak dapat tidur seperti biasa semalam ? Apakah pagi ini makannya baik dan cukup seperti biasa ?

Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki. Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi n.vagus

Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis apendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria Obstipasi karena penderita takut mengejan

Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi

Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi. Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang beragam. Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan apendiks retroileal bisa menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri spermatika dan ureter 1. 2. Pemeriksaan fisik

Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing ( Rovsing Sign ). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Blumberg ( Blumberg Sign ). Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendiksitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetauhi letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulakan nyeri. Sedagkan pada uji obturator dilakukan gerakan flexsi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.abturator internus yang

merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan kenimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika (Simpson et.al.,2006; Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Zeller et.al., 2007). 1. 3. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000 20.000/ml ( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat 16

Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum ( Mittal et.al.,2005; Zeller et.al., 2007).

Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective. Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang nampak di kuadran kanan bawah abdomen. USG : pada kasus appendicitis akut akan nampak adanya : adanya struktur yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks nampak jelas, dapat dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm, adanya gambaran target, adanya appendicolith, adanya timbunan cairan periappendicular, nampak lemak pericecal echogenic prominent. CT scan : diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan dinding appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement gambaran dinding appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran perubahan inflamasi periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory fat stranding, phlegmon, free fluid, free air bubbles, abscess, dan adenopathy CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 100% dan 96 97%, serta akurasi 94 100%. Ct-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut: Ultrasonografi CT-Scan Sensitivitas 85% 90 100% Spesifisitas 92% 95 - 97% Akurasi 90 94% 94 100% Keuntungan Aman Lebih akurat relatif tidak mahal Mengidentifikasi abses dan flegmon lebih baik Dapat mendignosis kelainanMengidentifikasi lain pada wanita apendiks normal lebih baik Baik untuk anak-anak Kerugian Tergantung operator Mahal Sulit secara tehnik Radiasi ion Nyeri Kontras Sulit di RS daerah Sulit di RS daerah 4. Histopatologi Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis apendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi apendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan opersi Riber et al, pernah meneliti variasi diagnosis histopatologi apendisitis akut (Yopi Simargi et al., 2008 ).

Definisi histopatologi apendisitis akut: Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di 1 lapisan epitel. 2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel. Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam 3 lapisan epitel. Sel granulosit diatas lapisan serosa apendiks dengan abses 4 apendikuler, dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa. Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses 5 mukosa dan keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis. TATALAKSANA Bila dari hasil diagnosa positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendiktomi dapat dilakukan dalam dua cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian atau terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotic, maka dapat dipertimbangakan. (Erick et.al.,2003; Grace et.al.,2007; Sjamsuhidajat et.al., 2005). Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa masa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Masa periapendikuler Masa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan / atau lekuk usus halus.

Anda mungkin juga menyukai