Anda di halaman 1dari 37

Gangguan pendengaran akibat bising adalah Penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari, karena

belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.

Bising berpengaruh terhadap masyarakat terutama masyarakat pekerja yang terpajan bising, sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain gangguan pendengaran, gangguan fisiologi lain serta gangguan psikologi. Gangguan fisiologi dapat berupa peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal, vasokonstriksi pembuluh darah, penurunan peristaltik usus serta peningkatan ketegangan otot. Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Keadaan ini sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi secara spontan. Gangguan psikologi dapat berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan melelahkan. Hal tersebut diatas dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan komunikasi dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan keselamatan .

Upaya peningkatan kualitas hidup penderita diterapkan tidak hanya mencoba meningkatkan fungsi pendengaran dengan berbagai cara dan alat serta evaluasinya tetapi juga mencakup peningkatan kemampuan berkomunikasi dengan cara-cara yang lain seperti latihan membaca bibir dan lainnya. Dalam hal ini perlu dilakukan suatu upaya penilaian kemampuan berkomunikasi yang komprehensip. Kemudian penetapan bentuk pelatihan berkomunikasi untuk mengatasi pandangan buruk umum yang dialami oleh penderita gangguan pendengaran serta orientasi penggunaan alat Bantu dengar, pelatihan fungsi pendengaran, latihan membaca bibir dan berkomunikasi melalui alat telekomunikasi seperti telepon.

Untuk mengurangi angka terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB / NIHL) diperlukan usaha-usaha penanggulangan NIHL baik secara promotif, preventif, dan rehabilitatif. Dalam mengupayakan usaha tersebut diperlukan kerjasama yang terpadu dari baik masyarakat itu sendiri, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pemerintah dalam hal ini institusi kesehatan.

Masyarakat melalui para kader perlu dilibatkan secara aktif dan inovatif terutama pada tingkat promotif. Lini kesehatan terdepan misalnya Puskesmas, Balai Kesehatan, dll memiliki peran yang besar baik di tingkat promotif, serta deteksi dini terjadinya NIHL.

Di lain pihak jumlah spesialis THT di Indonesia berjumlah 700 orang. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah lebih kurang 214,1 juta jiwa, tentu jumlah tersebut masih sangat kurang. Untuk meningkatkan penanggulangan NIHL maka diperlukan pengetahuan, pengenalan, dan pencegahan NIHL oleh masyarakat bersamasama kader dan tenaga kesehatan. Selain itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi tenaga kesehatan di lini terdepan untuk mendiagnosis NIHL ANALISIS SITUASI

Epidemiologi

Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai negara. Sedikitnya 7 juta orang ( 35 % dari total populasi industri di Amerika dan Eropa ) terpajan bising 85 dB atau lebih. Ketulian yang terjadi dalam industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa.

Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Barrs melaporkan pada 246 orang tenaga kerja yang memeriksakan telinga untuk keperluan ganti rugi asuransi, ditemukan 85 % menderita tuli saraf, dan dari jumlah tersebut 37 % didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz. Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai risiko terpajan bising , dengan perkiraan 25 % dari jumlah yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun. Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survai yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terusmenerus selama 5-10 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Hendarmin dan Hadjar tahun 1971, mendapatkan hasil bising jalan raya (Jl.MH.Thamrin, Jakarta) sebesar 95 dB lebih pada jam sibuk.

Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising antara 85 105 dB, dengan masa kerja rata-rata 8,99 tahun. Lusianawaty mendapatkan 7 dari 22 pekerja ( 31,8%) di perusahaan kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara 84,9 108,2 dB. Purnama pada penelitian dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya mendapatkan 26 dari 32 pengemudi mengalami tuli akibat bising, 14 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap awal dan 12 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap lanjut. Rerata intensitas bising bajaj pada kelompok kasus tersebut adalah 101,42 dB dengan lama pajanan kerja 12,37 tahun dan 98,5 dB pada kelompok kontrol dengan lama pajanan kerja 8 tahun. Bashiruddin pada penelitian pengaruh bising dan getaran pada fungsi keseimbangan dan pendengaran mendapatkan rerata intensitas bising bajaj pada beberapa frekuensi adalah 90 dB dengan intensitas maksimum 98 dB dan serata akselerasi getar adalah 4,2 m/dt. Hal ini melebihi nilai ambang batas bising dan getaran yang diperkanankan. Kombinasi antara bising alat transportasi dengan sistem suspensi dan gas buang yang buruk seperti bajaj dan bising jalan raya menyebabkan risiko gangguan pendengaran pengemudi kendaraan tersebut menjadi lebih tinggi.

Demografi

Gambaran populasi berdasarkan kelompok umur, kelompok pekerjaan, status sosial, dan status pendidikan. Agar dapat secara efektif mengatasi NIHL, ada beberapa pertanyaan yang harus terlebih dahulu dicari jawabannya, antara lain : 1. 2. 3. 4.

Seberapa besar jumlah penderita NIHL di suatu daerah ? Bagaimana proporsi penduduk didaerah tersebut ? Bagaimana dengan tingkat pengetahuan penduduk didaerah tersebut ? Untuk menurunkan prevalensi NIHL, perlu diketahui sarana dan SDM yang tersedia. Infrastuktur

Sumber Daya:

Jumlah Dokter Spesialis THT Jumlah Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi Jumlah Dokter Perusahaan (Dokter Kesehatah Kerja) Jumlah Dokter Umum dan tenaga paramedis terlatih Jumlah Tenaga Swadaya Masyarakat (kader terlatih)

Sarana dan Fasilitas


Rumah Sakit yang memiliki fasilitas diagnostik fungsi pendengaran (Audiometer) Puskesmas yang memiliki alat diagnostik fungsi pendengaran (Audiometer), corong telinga, otoskop/ senter, garputala). Target

Menurunkan 50% angka gangguan pendengaran akibat bising pada tahun 2010

Indikator o Jumlah Dokter Umum yang dilatih o Jumlah paramedis yang dilatih o Jumlah kader/ guru yang dilatih o Frekuensi kegiatan promosi yang dilakukan dalam periode tertentu o Jumlah pekerja terpajan bising yang diperiksa setiap tahun o Frekuensi pemeriksaan pekerja terpajan bising o Jumlah pekerja terpajan bising yang dideteksi menderita NIHL o Jumlah kasus NIHL yang dilaporkan

ALTERNATIF PENANGGULANGAN Program akan berhasil apabila tersosialisasi dengan baik, sehingga setiap orang yang terkait dengan upaya penanggulangan NIHL (masyarakat, pemerintah setempat, tenaga medis) dapat menjalankan perannya masing-masing setelah mengetahui masalah yang dihadapi serta tujuan yang hendak dicapai.

Melakukan penyuluhan kepada kader, tokoh masyarakat serta masyarakat itu sendiri tentang NIHL mengenai pengertian, gejala, penyebab, dampak dan penatalaksanaan. Advokasi pada pemerintah setempat (PEMDA) untuk memfasilitasi serta menyediakan anggaran untuk memperbaiki maupun melengkapi infrastruktur. Melakukan pendekatan kepada pengusaha serta organisasi swadaya masyarakat untuk saling bekerja sama dalam menanggulangi masalah yang dihadapi pekerja / masyarakat yang terpajan bising. Melakukan analisis situasi, menetapkan tujuan serta evaluasi berkala. Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader untuk melakukan deteksi dini dan rujukan Pelatihan dokter kesehatan kerja untuk meningkatkan upaya deteksi dan intervensi dini.

KEBISINGAN : adalah bunyi yang tidak dikehendaki. Bunyi didengar sbg rangsangan pada telinga oleh getaran melalui media elastis. Kualitas bunyi ditentukan oleh FREKUENSI dan INTENSITAS. Frekuensi adalah jumlah getaran perdetik (Herz=Hz)

Intensitas adalah arus energi persatuan luas (dB) Pengukuran kebisingan dg soundlevel meter.
. Definisi

Tuli akibat bising (TAB) adalah tuli sensorineural yang terjadi akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama.(18)
2.5.2. Faktor yang Mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan yaitu intensitas kebisingan, frekwensi kebisingan, lamanya waktu pemaparan bising, kerentanan individu, jenis kelamin, usia dan kelainan di telinga tengah.(10, 18) Tuli sensorineural dapat disebabkan oleh toksin (seperti arsen dan quinine) dan antibiotika seperti streptomisin yang dapat merusak koklea.(12 )
2.5.3. Patogenesis

Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.(10)
2.5.4. Gambaran Klinis

14 Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan

dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.(5, 10)

Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced hearing loss ) adalah bersifat sensorineural, hampir selalu bilateral, jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ).(10,
19)

Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang dengar menetap ( permanent
threshold shift). Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas

70 dB SPL atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi (explosif) atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel rambut, stria vaskularis, dan lainnya.(7,8) Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan, kerusakan telinga dalam mula-mula 15

terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz, dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 15 tahun.

Selain pengaruh terhadap pendengaran (auditory ), bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.(10)
2.5.5. Diagnosis

Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea dan biasanya mengenai kedua telinga. Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya mendekatkan telinga ke orang yang berbicara, berbicara dengan suara menggumam, biasanya marah atau merasa keberatan jika orang berbicara tidak jelas, dan sering timbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsung perlahan-lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh pekerja bersangkutan; untuk itu informasi mengenai kendala komunikasi perlu juga ditanyakan pada pekerja lain atau pada pihak keluarga.(2, 5, 10)

Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar sampai gendang telinga. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga karena agen fisik lainnya, gangguan telinga karena agen toksik dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran.

2.6. Sound Level Meter ( SLM )

SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya. Alat ini mengukur kebisingan antara 30 130 dB dan dari frekwensi 20 20.000 Hz. SLM dibuat berdasarkan standar ANSI ( American National Standard Institute ) tahun 1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi yaitu A, B dan C yang menentukan secara kasar frekwensi bising tersebut.

Jaringan frekwensi A mendekati frekwensi karakteristik respon telinga untuk suara rendah yang kirakira dibawah 55 dB . Jaringan frekwensi B dimaksudkan mendekati reaksi telinga untuk batas antara 55 85 dB. Sedangkan jaringan frekwensi C berhubungan dengan reaksi telinga untuk batas diatas 85 dB.(10)
2.7. Audiometri

Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometer, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai.(20 )

Alat yang dikenal sebagai audiometer, dikembangkan pada awal 1920-an, mencontoh rangkaian oktaf dari skala C seperti pada garputala. Intensitas nada dapat dipertahankan pada tingkat tertentu, tidak seperti garputala dimana intensitas nada segera berkurang setelah dibunyikan. Nada dapat pula diinterupsi sesuai kehendak, atau intensitas dapat dilemahkan pada interval tertentu dengan hambatan elektris, dengan demikian intensitas bunyi dapat dihitung. Hanya tinggal menambahkan satuan intensitas, suatu notasi decibel dan kontunuitas intensitas, dan lahirlah suatu era modern audiometri nada murni.(8) 18 Simbol audiometer

Normal Tuli konduksi Tuli akibat bising Gambar 2.7 Audiogram

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada di atas. Grafiknya terdiri atas skala desibel. Suara dipresentasikan dengan earphone (air
conduction) dan skull vibrator (Bone conduction). Bila

19 terjadi air bone gap maka diindikasikan adanya CHL (Conduction hearing Loss). Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL (Sensorineural Hearing Loss).(21)

Pada pemeriksaan audiometri, pasien menggunakan headphone sesuai dengan telinga yang diperiksa (warna merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri). Pemeriksaan dimulai pada frekwensi 1000 Hz, selanjutnya 2000 Hz, 4000 Hz & 8000 Hz. Kemudian dilanjutkan pemeriksaan pada 1000Hz dan menurun (500 Hz, 250 Hz, 125 Hz). Pada masing- masing frekuensi pemeriksaan ambang dengar dimulai dengan intensitas diatas perkiraan ambang dengarnya, selanjutnya diturunkan sampai pasien tidak mendengar stimulus bunyinya (tidak menunjuk jari). Ambang dengar pasien adalah intensitas terkecil yang dapat didengar oleh pasien.(22) Pemeriksaan audiometri dilakukan pada ruangan kedap suara atau jika tidak ada dapat digunakan ruangan yang sunyi.(23 )* http://www.scribd.com/doc/37021269/REFERAT-Noise-Induced-Hearing-Loss
2003 Digital by USU digital library 1 GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING Dr. Andrina Yunita Murni Rambe Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL ) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.1,2 Tuli akibat bising merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah

presbikusis.3,4 Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga. 1,5 Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.
1,2

Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi.6,7 Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala.7 ANATOMI Labirin ( telinga dalam ) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosa os temporal.8,9 Labirin terdiri dari : 1. Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea. 2. Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea. Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan diresorbsi pada sakkus endolimfatikus.8,9 Vestibulum Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval, berukuran 5 x 3 mm dan memisahkan koklea dari kanalis semisirkularis. 8,9 Pada dinding lateral terdapat foramen ovale ( fenestra vestibuli ) dimana footplate dari stapes melekat disana. Sedangkan foramen rotundum terdapat pada lateral bawah. Pada dinding medial bagian anterior terdapat lekukan berbentuk spheris yang berisi makula sakkuli dan terdapat lubang kecil yang berisi serabut saraf vestibular inferior. Makula 2003 Digital by USU digital library 2 utrikuli terletak disebelah belakang atas daerah ini. Pada dinding posterior terdapat muara dari kanalis semisirkularis dan bagian anterior berhubungan dengan skala vestibuli koklea.10 Kanalis Semisirkularis Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan lateral yang membentuk sudut 90 satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran, berdiameter antara 0,8 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipat pada bagian ampula. Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan posterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki vestibulum.8,10 Koklea Terletak didepan vestibulum menyerupai rumah siput dengan panjang 30 35 mm. Koklea membentuk 2 - 2 kali putaran dengan sumbunya yang disebut modiolus yang berisi berkas saraf dan suplai darah dari arteri vertebralis.8,10 Kemudian serabut saraf ini berjalan ke lamina spiralis ossea untuk mencapai sel-sel sensorik organ Corti. Koklea bagian tulang dibagi dua oleh suatu sekat. Bagian

dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea, sehingga ruang yang mengandung perilimfe terbagi 2 yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membran yang tipis yang disebut membran Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media ( duktus koklearis ). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari N. koklearis dan organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus Reuniens. Organ Corti terletak diatas membran basilaris yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan 3 baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh limbus.8,10,11 Sakulus dan utrikulus Terletak didalam vestibulum yang dilapisi oleh perilimfe kecuali tempat masuknya saraf didaerah makula. Sakulus jauh lebih kecil dari utrikulus tetapi strukturnya sama.10 Sakulus dan utrikulus ini berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulo-sakkularis yang bercabang menjadi duktus endolimfatikus dan berakhir pada suatu lipatan dari duramater pada bagian belakang os piramidalis yang disebut sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.9 Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang dikelilingi oleh sel-sel penunjang yang terletak pada makula. Pada sakulus terdapat makula sakuli dan pada utrikulus terdapat makula utrikuli.9 Perdarahan Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang 2003 Digital by USU digital library 3 merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu : 8-10 1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus. 2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea. 3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.8 Persarafan N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar

meatus akustikus internus terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion spirale.9 FISIOLOGI PENDENGARAN Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe dan membran basalis ke arah bawah dan perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar. Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok, dan dengan terdorongnya membran basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang N. VIII, kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.1 FISIOLOGI VESTIBULER Kanalis semisirkularis merupakan alat keseimbangan dinamik dan terangsang oleh gerakan yang melingkar, sehingga kemana saja arah kepala, asal gerakan itu membentuk putaran, maka gerakan itu akan tertangkap oleh salah satu, dua atau ketiga kanalis semisirkularis bersama-sama. Pada manusia, kanalis semisirkularis horizontal yang mempunyai peran dominan oleh karena manusia banyak bergerak secara horizontal.12 Utrikulus dan sakulus merupakan alat keseimbangan statik, yang terangsang oleh gerak percepatan atau perlambatan yang lurus arahnya, dan juga oleh gravitasi. Utrikulus terangsang oleh gerakan percepatan lurus dalam bidang mendatar, sedangkan sakulus terangsang oleh gerakan percepatan lurus dalam bidang vertikal.12 2003 Digital by USU digital library 4 Dalam keadaan diam, gravitasi berpengaruh terhadap utrikulus maupun sakulus. Hubungan sistem vestibuler dengan otot-otot mata erat sekali, sehingga semua gerakan endolimfe selalu diikuti oleh gerakan bola mata. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainan sistem vestibuler bisa menimbulkan gejala pada sistem tubuh yang bersangkutan. 12 DEFINISI Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki.1,6 Dari definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising.6 Sedangkan secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekwensi.1 Cacat pendengaran akibat kerja ( occupational deafness / noise induced hearing loss ) adalah hilangnya sebahagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus dilingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan industri, semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin lama waktu pemaparan kebisingan yang dialami oleh para pekerja, semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkan pada para pekerja tersebut.6,13 KEKERAPAN Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian akibat terpapar bunyi yang keras pada tempat kerjanya.4 Sedangkan Sataloff dan Sataloff ( 1987 ) mendapati sebanyak 35 juta orang Amerika menderita ketulian dan

8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat kerja.5 Oetomo, A dkk ( Semarang, 1993 ) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan pabrik dengan intensitas bising antara 79 s/d 100 dB didapati bahwa sebanyak 74 telinga belum terjadi pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga ( 55,3% ), derajat sedang 17 ( 8% ) dan derajat berat 3 ( 1,4% ). 7 Kamal, A ( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di sekitar kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari pandai besi tersebut menderita sangkaan NIHL.16 Sedangkan Harnita, N ( 1995 ) dalam suatu penelitian terhadap karyawan pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita sangkaan NIHL.17 ETIOLOGI Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :1,3,6,13 1. Intensitas kebisingan 2. Frekwensi kebisingan 3. Lamanya waktu pemaparan bising 4. Kerentanan individu 5. Jenis kelamin 6. Usia 7. Kelainan di telinga tengah 2003 Digital by USU digital library 5 Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan Tabel 1. Intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan sesuai dengan Departemen Tenaga Kerja 1994 1995 ( dikutip dari kepustakaan 2 ) PENGARUH KEBISINGAN PADA PENDENGARAN Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa : 2,13 1. Adaptasi Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan. 2. Peningkatan ambang dengar sementara Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahanlahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing individu. 3. Peningkatan ambang dengar menetap Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram. Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam ( 1 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam

waktu yang cukup lama ( 10 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Akibatnya terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya frekwensi pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000 6000 Hz dan kerusakan alat Intensitas bising ( dB ) Waktu paparan Per hari dalam jam 85 87,5 90 92,5 95 100 105 110 8 6 4 3 2 1 2003 Digital by USU digital library 6 Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada frekwensi 4000 Hz (4 K notch).1,3,4,6 Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri. Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekwensi percakapan ( 500 2000 Hz ). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak dapat mendengar pembicaraan sekitarnya.6 PEMBAGIAN Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu : 5,14,15 1. Noise Induced Temporary Threshold Shift ( TTS ) 2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS ) NOISE INDUCED TEMPORARY THRESHOLD SHIFT ( NITTS ) Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai notch yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch.15 Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat kembali normal. 15 NOISE INDUCED PERMANENT THRESHOLD SHIFT ( NIPTS ) Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat suara bising, dan hal ini disebut dengan occupational hearing loss atau kehilangan pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising

industri.15 Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10 15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada :15 1. tingkat suara bising 2. kepekaan seseorang terhadap suara bising NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah ( 2000 dan 3000 Hz ) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000 6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat. 15 PATOGENESIS Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel 2003 Digital by USU digital library 7 rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak. 18 Perubahan anatomi yang berhubungan dengan paparan bising Dari sudut makromekanikal ketika gelombang suara lewat, membrana basilaris meregang sepanjang sisi ligamentum spiralis, dimana bagian tengahnya tidak disokong. Pada daerah ini terjadi penyimpangan yang maksimal. Sel-sel penunjang disekitar sel rambut dalam juga sering mengalami kerusakan akibat paparan bising yang sangat kuat dan hal ini kemungkinan merupakan penyebab mengapa baris pertama sel rambut luar yang bagian atasnya bersinggungan dengan phalangeal process dari sel pilar luar dan dalam merupakan daerah yang paling sering rusak. Bagaimana energi mekanis ditransduksikan kedalam peristiwa intraseluler yang memacu pelepasan neurotransmitter ? Saluran transduksi berada pada membran plasma pada masing-masing silia, baik didaerah tip atau sepanjang tangkai ( shaft ), yang dikontrol oleh tip links, yaitu jembatan kecil diantara silia bagian atas yang berhubungan satu sama lain. Gerakan mekanis pada barisan yang paling atas membuka ke saluran menyebabkan influks K+ dan Ca++ dan menghasilkan depolarisasi membran plasma. Pergerakan daerah yang berlawanan akan menutup saluran serta menurunkan jumlah depolarisasi membran. Apabila depolarisasi mencapai titik kritis dapat memacu peristiwa intraseluler. Telah diketahui bahwa sel rambut luar memiliki sedikit afferen dan banyak efferen. Gerakan mekanis membrana basilaris merangsang sel rambut luar berkontraksi sehingga meningkatkan gerakan pada daerah stimulasi dan meningkatkan gerakan mekanis yang akan diteruskan ke sel rambut dalam dimana neurotransmisi terjadi. Kerusakan sel rambut luar mengurangi sensitifitas dari bagian koklea yang rusak.

Kekakuan silia berhubungan dengan tip links yang dapat meluas ke daerah basal melalui lapisan kutikuler sel rambut. Liberman dan Dodds (1987) memperlihatkan keadaan akut dan kronis pada awal kejadian dan kemudian pada stimulasi yang lebih tinggi, fraktur daerah basal dan hubungan dengan hilangnya sensitifitas saraf akibat bising. Fraktur daerah basal menyebabkan kematian sel. Paparan bising dengan intensitas rendah menyebabkan kerusakan minimal silia, tanpa fraktur daerah basal atau kerusakan tip links yang luas. Tetapi suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan tip links sehingga menyebabkan kerusakan yang berat, fraktur daerah basal dan perubahan-perubahan sel yang irreversibel.19 PERUBAHAN HISTOPATOLOGI TELINGA AKIBAT KEBISINGAN Lokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga akibat kebisingan adalah sebagai berikut :13 1. Kerusakan pada sel sensoris a. degenerasi pada daerah basal dari duktus koklearis b. pembengkakan dan robekan dari sel-sel sensoris c. anoksia 2. Kerusakan pada stria vaskularis Suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan stria vaskularis oleh karena penurunan bahkan penghentian aliran darah pada stria vaskularis dan ligamen spiralis sesudah terjadi rangsangan suara dengan intensitas tinggi. 3. Kerusakan pada serabut saraf dan nerve ending 2003 Digital by USU digital library 8 Keadaan ini masih banyak dipertentangkan, tetapi pada umumnya kerusakan ini merupakan akibat sekunder dari kerusakan-kerusakan sel-sel sensoris. 4. Hidrops endolimf GAMBARAN KLINIS Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech discrimination ) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.4 Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise induced hearing loss ) adalah : 14 1. Bersifat sensorineural 2. Hampir selalu bilateral 3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ) Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB. 4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan. 5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz. 6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 15 tahun. Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.1-3,12,13 DIAGNOSIS Didalam menegakkan diagnosis NIHL, ahli THT harus melakukan anamnesis

yang teliti, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan audiologik.18 Dari anamnesis didapati riwayat penah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun. Sedangkan pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan.1,2 Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positip, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga.1,2 Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang biasanya terjadi dalam 8 10 tahun pertama paparan.5 Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi ( umumnya 3000 6000 Hz ) dan pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik ( notch ) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.1,2,5 Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI ( Short Increment Sensitivity Index ), ABLB ( Alternate Binaural Loudness Balance ) dan Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen ( recruitment ) yang khas untuk tuli saraf koklea.1,2 Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh bising dan hubungannya dengan pekerja, maka seorang dokter harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut : 6 2003 Digital by USU digital library 9 1. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya. 2. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja. 3. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran. 4. Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising yang menyebabkan ketulian. 5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja. Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan melakukan pemeriksaan audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram menunjukkan ketulian, maka dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat kerja. 6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial seperti riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnya. PENATALAKSANAAN Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga yaitu berupa sumbat telinga ( ear plugs ), tutup telinga ( ear muffs ) dan pelindung kepala ( helmet ). 1 Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap ( irreversible ), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar ( ABD ). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran ( auditory training ) juga dapat dilakukan agar pasien dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir ( lip reading ), mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi.1,5 PROGNOSIS Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting

adalah pencegahan terjadinya ketulian.1,13 PENCEGAHAN Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja. Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu : 13 1. Pengukuran pendengaran Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu : a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja. b. Pengukuran pendengaran secara periodik. 2. Pengendalian suara bising Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff ( tutup telinga ), ear plugs ( sumbat telinga ) dan helmet ( pelindung kepala ). b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara : - memasang peredam suara 2003 Digital by USU digital library 10 - menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu ruangan yang terpisah dari pekerja 3. Analisa bising Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising, frekwensi bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter . SOUND LEVEL METER ( SLM ) SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya. Alat ini mengukur kebisingan antara 30 130 dB dan dari frekwensi 20 20.000 Hz. SLM dibuat berdasarkan standar ANSI ( American National Standard Institute ) tahun 1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi yaitu A, B dan C yang menentukan secara kasar frekwensi bising tersebut.15 Jaringan frekwensi A mendekati frekwensi karakteristik respon telinga untuk suara rendah yang kira-kira dibawah 55 dB . Jaringan frekwensi B dimaksudkan mendekati reaksi telinga untuk batas antara 55 85 dB. Sedangkan jaringan frekwensi C berhubungan dengan reaksi telinga untuk batas diatas 85 dB. 15 KESIMPULAN 1. Bising dengan frekwensi dan intensitas tertentu dapat menyebabkan ketulian yang berupa tuli saraf dan sifatnya permanen. 2. Pemeriksaan fisik dan pengujian audiometrik mutlak dibutuhkan untuk setiap pekerja yang dilakukan sebelum mulai bekerja dan secara berkala selama bekerja dengan tujuan untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran akibat bising terutama bising industri. 3. Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya menetap dan tidak dapat diobati secara medikamentosa ataupun pembedahan, maka yang terpenting dilakukan adalah pencegahan terjadinya ketulian. 2003 Digital by USU digital library 11 KEPUSTAKAAN 1. Soetirto I. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ). Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1990. h. 37-9.

2. Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan pada Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat Kecelakaan Kerja, Jakarta, 2 Juni, 2001. 3. Stach BA. Clinical audiology an introduction. San Diego : Singular Publishing Group Inc, 1998. h.137-41. 4. Rabinowitz PM.Noise-induced hearing loss.http://www.findarticles.com/ cf_0/m3225/9_61/62829109/print.jhtml 5. Heggins II ,J. The effects of industrial noise on hearing. http://hubel. sfasu.edu/courseinfo/SL98/hearing.html 6. Mahdi, Sedjawidada R. Prosedur penetuan persentase ketulian akibat bising industri. Disampaikan pada PIT Perhati, Bukit Tinggi, 28-30 Oktober,1993. 7. Oetomo A, Suyitno S. Studi kasus gangguan pendengaran akibat bising di beberapa pabrik di kota Semarang. Disampaikan pada PIT Perhati, Bukit Tinggi, 28-30 Oktober,1993. 8. Moore GF, Ogren FP, Yonkers AJ. Anatomy and embryology of the ear. Dalam : Lee KJ, Ed. Textbook of otolaryngology and head and neck surgery. New York : Elsevier Science Publishing,1989.h.10-20. 9. Adenan A. Kumpulan kuliah telinga. Bagian THT FK USU/RS Dr.Pirngadi. Medan. 10. Wright A. Anatomy and ultrastructure of the human ear. Dalam : Gleeson M, Ed. Scott Browns Basic sciences. 6th Ed. Great Britain : ButterworthHeinemann, 1997.h.1/1/28-49. 11. Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. Dalam : Adams GL, Boies LR, Higler PH, Ed. Buku ajar penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.h.27-38. 12. Hadjar E. Gangguan keseimbangan dan kelumpuhan nervus fasial.Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1990. h. 75-7. 13. Oedono RMT. Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang THT. Disampaikan pada PIT Perhati, Batu-Malang, 27-29 Oktober, 1996. 14. Brookhouser PE, Worthington DW, Kelly WJ. Noise-induced hearing loss. http://www.uchsc.edu/sm/pmb/envh/noise.htm 15. Melnick W. Industrial hearing conservation. Dalam : Katz J, Ed. Handbook of clinical audiology. 4th ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994.h.534-51. 16. Nasution AK. Pengaruh kebisingan pada pendengaran pandai besi. Skripsi. Bagian THT FK USU.1991. 17. Harnita N. Pengaruh suara bising pada pendengaran karyawan pabrik gula Sei Semayang di kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Bagian THT FK USU. 1995. 18. Dobie RA. Noise induced hearing loss. Dalam : Bailey BJ, Ed. Head and neck surgery-otolaryngology. Vol.2. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1993.h.1782-91. 19. Alberti PW. Noise and the ear. Dalam : Stephens D, Ed. Scott- Browns Adult audiology. 6th ed. Great Britain : Butterworth-Heinemann, 1997.h.

2/11/1-34.

PENDAHULUAN Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Menurut WHO (1995), diperkirakan hampir 14% dari total tenaga kerja negara industri terpapar bising melebihi 90dB di tempat kerjanya. Diperkirakan lebih dari 20 juta orang di Amerika terpapar bising 85 dB atau lebih. Waugh dan Forcier mendapat data bahwa perusahaan kecil sekitar Sydney mempunyai tingkat kebisingan 87 dB. Di Quebec-Canada, Frechet mendapatkan data bahwa 55% daerah industri mempunyai tingkat kebisingan di atas 85 dB dan menurut survei prevalensi NIHL (Noise Induced Hearing Loss) atau TAB (Tuli Akibat Bising) bervariasi antara 40 50%. Di Indonesia, di pabrik peleburan besi baja prevalensi NIHL 31,55% pada tingkat paparan kebisingan 85 - 105 dB (Sundari,1997). Di perusahaan plywood di Tangerang, prevalensi NIHL 31,81% dengan paparan kebisingan 86.1 108.2 dB (Lusianawaty). Penelitian Zuldidzaan (1995) pada awak pesawat helikopter TNI AU dan AD mendapatkan paparan bising antara 86 117 dB dengan prevalensi NIHL 27,16 %. Penelitian pada pengemudi bajaj (Kertadikara, 1997) mendapatkan bahwa mereka terpapar bising antara 97 101 dB dengan 50% NIHL. Ini diperkuat dengan penelitian Yenni Basiruddin yang mendapatkan tingkat kebisingan dan getar pada pengemudi bajaj melebihi nilai ambang batas. Pada pengukuran bising didapatkan rerata intensitas bising bajaj 91 dB (64 dB - 96 dB), rerata akselerasi getar 4.2m/dt 2. Pada kelompok ini pengemudi yang mengalami gangguan keseimbangan dan pendengaran sebesar 27,43%, gangguan pendengaran saja 17,14% dan gangguan keseimbangan saja 27,71%; jumlah seluruh gangguan mencapai 72,28% dari 350 pengemudi bajaj yang diperiksa. Gambaran di atas memperlihatkan bahwa paparan di atas 85 dB dapat menimbulkan NIHL atau ketulian. Selain itu kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan non-pendengaran seperti susah tidur, mudah emosi, dan gangguan konsentrasi yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja Pencegahan dampak buruk kebisingan memerlukan perhatian dan dukungan semua jajaran di tempat kerja, dari jajaran tertinggi sampai tenaga kerja pelaksana. Penerapan program konservasi pendengaran di tempat kerja bermanfaat untuk mencegah gangguan pendengaran akibat paparan bising. Apa yang disebut kebisingan Frekuensi suara bising biasanya terdiri dari campuran

sejumlah gelombang suara dengan berbagai frekuensi atau disebut juga spektrum frekuensi suara. Nada kebisingan dengan demikian sangat ditentukan oleh jenis-jenis frekuensi yang ada. Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi : 1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo kurang lebih 5dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut. Contoh: dalam kokpit pesawat helikopter, gergaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur pijar, dsb. 2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (misal 5000, 1000 atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji sirkuler, suara katup gas. 3. Bising terputus-putus Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu kebisingan tidak berlangsung terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh kebisingan ini adalah suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang dll 4. Bising impulsif Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Contoh bising impulsif misalnya suara ledakan mercon, tembakan, meriam dll 5. Bising impulsif berulang-ulang Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya pada mesin tempa. Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah bising yang bersifat kontinu, terutama yang memilikis pektrum frekuensi lebar dan intensitas yang tinggi. Untuk melindungi pendengaran manusia (pekerja) dari pengaruh buruk kebisingan, Organisasi Pekerja Internasional /ILO (International Labour Organization) telah mengeluarkan ketentuan jam kerja yang diperkenankan, yang dikaitkan dengan tingkat intensitas kebisingan lingkungan kerja sebagai berikut (Tabel 1). Tabel 1. Batasan waktu dan Pajanan kebisingan Intensitas suara (dB) OSHA Indonesia Jam kerja terpapar 90 85 8 92 6

95 88 4 100 91 2 105 94 1 110 97 0.5 115 100 0.25 atau kurang Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam perhari, seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja no SE.01/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja. PENGARUH BISING TERHADAP KESEHATAN TENAGA KERJA Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. 1. Gangguan fisiologis Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah ( 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. 2. Gangguan psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain. 3. Gangguan komunikasi Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga kerja. 4. Gangguan keseimbangan Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat me-

nimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual. 5. Efek pada pendengaran Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising; namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali. Ketulian akibat pengaruh bising ini dikelompokkan sbb: Temporary Threshold Shift = Noise-induced Temporary Threshold Shift = auditory fatigue = TTS - non-patologis - bersifat sementara - waktu pemulihan bervariasi - reversible/bisa kembali normal Penderita TTS ini bila diberi cukup istirahat, daya dengarnya akan pulih sempurna. Untuk suara yang lebih besar dari 85 dB dibutuhkan waktu bebas paparan atau istirahat 3-7 hari. Bila waktu istirahat tidak cukup dan tenaga kerja kembali terpapar bising semula, dan keadaan ini berlangsung terus menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap harikemudian menjadi ketulian menetap. Untuk mendiagnosis TTS perlu dilakukan dua kali audiometri yaitu sebelum dan sesudah tenaga kerja terpapar bising. Sebelumnya tenaga kerja dijauhkan dari tempat bising sekurangnya 14 jam. Permanent Threshold Shift (PTS) = Tuli menetap - patologis - menetap PTS terjadi karena paparan yang lama dan terus menerus. Ketulian ini disebut tuli perseptif atau tuli sensorineural. Penurunan daya dengar terjadi perlahan dan bertahap sebagai berikut : a. Tahap 1 : timbul setelah 10-20 hari terpapar bising, tenaga kerja mengeluh telinganya berbunyi pada setiap akhir waktu kerja. b. Tahap 2 : keluhan telinga berbunyi secara intermiten, sedangkan keluhan subjektif lainnya menghilang. Tahap ini berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. c. Tahap 3 : tenaga kerja sudah mulai merasa terjadi gangguan pendengaran seperti tidak mendengar detak jam, tidak mendengar percakapan terutama bila ada suara lain. d. Tahap 4 : gangguan pendengaran bertambah jelas dan mulai sulit berkomunikasi. Pada tahap ini nilai ambang

pendengaran menurun dan tidak akan kembali ke nilai ambang semula meskipun diberi istirahat yang cukup. Tuli karena Trauma akustik Perubahan pendengaran terjadi secara tiba-tiba, karena suara impulsif dengan intensitas tinggi, seperti letusan, ledakan dan lainnya. Diagnosis mudah dibuat karena penderita dapat mengatakan dengan tepat terjadinya ketulian. Tuli ini biasanya bersifat akut, tinitus, cepat sembuh secara parsial atau komplit. AKIBAT KETULIAN TERHADAP AKTIVITAS SEBAGAI TENAGA KERJA Akibat ketulian terhadap aktivitas sebagai tenaga kerja dibedakan atas : 1. Hearing Impairment Didefinisikan sebagai kerusakan fisik telinga baik yang irreversible (NIHL/PTS) maupun yang reversible (TTS) 2. Hearing Disability Didefinisikan sebagai kesulitan mendengarkan akibat hearing impairment, misalnya : a. Problem komunikasi di tempat kerja b. Problem dalam mendengarkan musik c. Problem mencari arah/asal suara d. Problem membedakan suara Secara ringkas dapat dikatakan efek hearing impairment terhadap disability berbeda pada setiap individu, tergantung fungsi psikologis dan aktivitas sosial yang bersangkutan. 3. Handicap Ketidakmampuan atau keterbatasan seseorang untuk melakukan suatu tugas yang normal dan berguna baginya. Menurut WHO diklasifikasikan sebagai berikut : a. Orientation handicap (ketidakmampuan/keterbatasan dalam mengikuti pembicaraan) b. Physical independence handicap (ketidakmampuan/ keterbatasan untuk mandiri) c. Occupational handicap (ketidakmampuan/keterbatasan dalam bekerja dan memilih karir) d. Economic self-sufficiency handicap e. Social integration handicap (ketidakmampuan/ keterbatasan

dalam melakukan aktivitas normal harian, seperti respons terhadap alarm atau pesan lisan f. Inability to cope with occupational requirement (ketidakmampuan/keterbatasan yang mengakibatkan berkurangnya penghasilan) Kebisingan sangat merugikan tenaga kerja, terutama bila sampai NIHL dan juga merugikan perusahaan karena performance tenaga kerja yang menurun, biaya kesehatan yang membengkak serta kompensasi bila NIHL karena pekerjaan; oleh karena itu pencegahan terhadap gangguan pendengaran ini perlu diprioritaskan. Program pencegahan ini dikenal dengan istilah Program Konservasi Pendengaran. PROGRAM PENCEGAHAN/ PROGRAM KONSERVASI PENDENGARAN Program pencegahan yang dapat dilakukan meliputi halhal berikut (NIOSH, 1996): 1. Monitoring paparan bising 2. Kontrol engineering dan administrasi 3. Evaluasi audiometer 4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (PPE) 5. Pendidikan dan Motivasi 6. Evaluasi Program 7. Audit Program Manfaat utama program ini adalah mencegah kehilangan pendengaran akibat kerja; kehilangan pendengaran akan mengurangi kualitas hidup seseorang dalam pekerjaannya. Hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha akan lebih baik, angka turn-over karena lingkungan kerja akan rendah. 1. Bagi pengusaha Taat hukum, hubungan baik dengan karyawan, menunjukkan itikad baik, meningkatkan produktivitas, mengurangi angka kecelakaan, mengurangi angka kesakitan, mengurangi lost day dan menaikkan kepuasan karyawan. 2. Bagi karyawan Mencegah ketulian; ketulian akibat bising tidak terasa (tanpa sakit), bersifat menetap (irreversible). Serta bisa mengurangi stres. Untuk melaksanakan program ini diperlukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dukungan manajemen 2. Berupa policy statement 3. Integrated dengan program K3 4. Ada penanggung jawab program yang ditunjuk resmi

Penanggung jawab bekerja sama dengan manajemen dan karyawan membuat Hearing Lost Prevention Plan and Policy. Manajemen dan karyawan konsisten melaksanakan program. 5. SOP dari setiap langkah dalam plan & policy harus jelas 6. Kontraktor dan vendor harus taat pada plan & policy tersebut. Dalam menyusun program konservasi pendengaran ini perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain: 1. Berpedoman bahwa pekerja tetap sehat dalam lingkungan bising. 2. Dilaksanakan oleh semua jajaran, dari pimpinan tertinggi sampai pekerja pelaksana. Komitmen pimpinan dan pekerja sangat penting. 3. Mengurangi dosis paparan kebisingan dengan memperhatikan tiga unsur : a. Sumber: mengurangi intensitas kebisingan (disain akustik, menggunakan mesin/alat yang kurang bising dan mengubah metode proses). b. Media: mengurangi transmisi kebisingan (menjauhkan sumber bising dari pekerja, mengaborsi dan me-ngurangi pantulan kebisingan secara akustik pada dinding, langit-langit dan lantai, menutup sumber kebisingan dengan barrier. c. Tenaga kerja: mengurangi penerimaan bising (penggunaan alat pelindung diri, ruang isolasi. rotasi kerja, jadwal kerja , dan lain-lain). 4. Mempertimbangkan kelayakan teknis dan ekonomis. 5. Utamakan pencegahan bukan pengobatan, proaktif bukan reaktif, kesejahteraan bukan santunan. 6. NAB bukanlah garis pemisah antara sakit dan sehat, namun merupakan pedoman. Penilaian dilakukan dengan memantau kebisingan lingkungan dan kesehatan pendengaran tenaga kerja (IDKI, 1994). Program selengkapnya adalah sebagai berikut: I. MONITORING PAPARAN BISING Tujuan monitoring paparan bising, yang sering juga disebut survei bising, bertujuan untuk : 1. Memperoleh informasi spesifik tentang tingkat kebisingan yang ada pada setiap tempat kerja. 2. Menetapkan tempat-tempat yang akan diharuskan menggunakan APD. 3. Menetapkan pekerja yang harus (compulsory) menjalani pemeriksaan audiometri secara periodik. 4. Menetapkan kontrol bising (baik administratif maupun

teknis). 5. Menilai apakah perusahaan telah memenuhi persyaratan UU yang berlaku. Prinsip monitoring paparan bising : Pengukuran dilakukan oleh pegawai yang mempunyai kualifikasi sebagai berikut : 1. SOP pengukuran harus ada dan jelas. 2. Hasil dikomunikasikan pada manajemen dan pegawai, paling lama dalam waktu 2 minggu untuk Jamsostek di Indonesia : 2 x 24 jam Ada 2 macam monitoring paparan bising : 1. Monitoring pendahuluan Pengukuran bising pendahuluan untuk menentukan masalah yang potensial berbahaya untuk pendengaran, berdasarkan lokasi tempat kerja. Survei ini dilaksanakan jika terdapat kesulitan dalam berkomunikasi, adanya keluhan pekerja bahwa telinga berdengung setelah bekerja. 2. Monitoring bising terperinci Dilakukan berdasarkan hasil monitoring bising pendahuluan, dengan menetapkan lokasi khusus yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Pemeriksaan dilakukan secara terperinci di setiap lokasi. Monitoring bising terperinci dilakukan dalam tiga tahap : a. Pengukuran lingkungan kerja slow response dengan skala A (dB). Buat gambar peta bising (luas < = 93 meter). Bila hasil lebih dari 80 dB maka lingkungan tersebut cukup aman untuk bekerja, sedangkan bila antara 80 92 dB perlu pengukuran dan tindakan lebih lanjut (skala b). b. Pengukuran di tempat kerja (<85 dB) Dilakukan dengan skala B (intensitas bunyi) , pengukuran dengan peta, ukur tempat dan ruang kerja, ukur maximun dan minimumnya., bila lebih dari 85 dB, lakukan tahap selanjutnya c. Lamanya paparan (jumlah jam terpapar) Buat logbook untuk setiap orang berdasarkan job classification, catat lamanya terpapar (sekarang digunakan audiometer). II. KONTROL - engineering dan administratif Kontrol engineering ditujukan pada sumber bising dan sebaran bising; contohnya : 1. Pemeliharaan mesin (maintenance) yaitu mengganti, mengencangkan bagian mesin yang longgar, memberi pelumas secara teratur, dan lain-lain.

2. Mengganti mesin bising tinggi ke yang bisingnya kurang. 3. Mengurangi vibrasi atau getaran dengan cara mengurangi tenaga mesin, kecepatan putaran atau isolasi. 4. Mengubah proses kerja misal kompresi diganti dengan pukulan. 5. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan menggunakan lantai berpegas, menyerap suara pada dinding dan langit-langit kerja. 6. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan udara. 7. Melakukan isolasi operator dalam ruang yang relatif kedap suara. Pengendalian administratif dilakukan dengan cara : 1. Mengatur jadual produksi 2. Rotasi tenaga kerja 3. Penjadualan pengoperasian mesin 4. Transfer pekerja dengan keluhan pendengaran 5. Mengikuti peraturan III. EVALUASI AUDIOMETRI Pengukuran audiometrik sebaiknya dilakukan pada : 1. Pre-employment 2. Penempatan ke tempat bising 3. Setiap tahun, bila bising > 85 dB 4. Saat pindah tugas keluar dari tempat bising 5. Saat pensiun/purna tugas Tipe audiogram : 1. Pre-employment/preplacement/Baseline 2. Annual monitoring 3. Exit Policy mengenai audiogram : 1. Base line atau data dasar : dalam 6 bulan mulai bekerja di tempat bising (85 d A) - untuk baseline 14 jam bebas bising, atau menggunakan APD 2. Annual audiogram

Bagi yang TWA > 85 dBA 3. Evaluasi : setiap tahun dibandingkan dengan base-line - bila STS (Significant Threshold Shift) > 10 dB (rata-rata pada 2000-3000-4000 Hz), maka disebut + (positif) Bila STS (+) maka yang dilakukan adalah : - periksa dokter periksa tempat kerja periksa data kalibrasi alat komunikasikan dengan karyawan tersebut jika karena penyakit, konsulkan ke dokter THT periksa ulang dalam waktu 1 (satu) tahun Bila STS (+) karena pekerjaannya : Bila belum menggunakan APD, diharuskan memakai Bila sudah memakai, beri petunjuk ulang Komunikasikan dengan pegawai dan atasan secara tertulis Bila perlu, konsul THT Lakukan revisi baseline, bila STS persisten atau membaik IV. PENGGUNAAN APD Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan alat pelindung telinga : 1. Kecocokan; alat pelindung telinga tidak akan memberikan perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga rapatrapat. 2. 3. 2. 3. Nyaman dipakai; tenaga kerja tidak akan menggunakan APD ini bila tidak nyaman dipakai. Penyuluhan khusus, terutama tentang cara memakai dan merawat APD tersebut.

Jenis-jenis alat pelindung telinga : 1. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert protector) Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani. Beberapa tipe sumbat telinga : a. formable type b. custom-molded type c. premolded type Sumbat telinga bisa mengurangi bising s/d 30 dB lebih. Tutup telinga (earmuff/protective caps/circumaural protectors) Menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising s/d 40- 50 dB frekuensi 100 8000 Hz. Helmet/ enclosure Menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 d pada frekuensi tinggi Pemilihan alat pelindung telinga : 1. Earplug bila bising antara 85 200 dBA 2. Earmuff bila di atas 100 dBA 3. Kemudahan pemakaian, biaya, kemudahan membersihkan dan kenyamanan Pedoman yang sering digunakan adalah sebagai berikut : TWA/dBA Pemakaian APD Pemilihan APD < 85 Tidak wajib/perlu Bebas memilih 85 89 Optional Bebas memilih 90 94 Wajib Bebas memilih 95 99 Wajib Pilihan terbatas > 100 Wajib

Pilihan sangat terbatas APD ini harus tersedia di tempat kerja tanpa harus membebani pekerja dari segi biaya, perusahaan harus menyediakan APD ini. Cara terbaik sebenarnya bukan penggunaan APD tetapi pengendalian secara teknis pada sumber suara. V. PENDIDIKAN DAN MOTIVASI Program pendidikan dan motivasi menekankan bahwa program konservasi pendengaran sangat bermanfaat untuk melindungi pendengaran tenaga kerja, dan mendeteksi perubahan ambang pendengaran akibat paparan bising. Tujuan pendidikan adalah untuk menekankan keuntungan tenaga kerja jika mereka memelihara pendengaran dan kualitas hidupnya. Lebih lanjut penyuluhan tentang hasil audiogram mereka, sehingga tenaga kerja termotivasi untuk berpartisipasi melindungi pendengarannya sendiri. Juga melalui penyuluhan diharapkan tenaga kerja mengetahui alasan melindungi telinga serta cara penggunaan alat pelindung telinga. VI. EVALUASI PROGRAM Evaluasi program ditujukan untuk mengevaluasi hasil program-program konservasi, dengan sasaran : 1. Review program dari sisi pelaksanaan serta kualitasnya, misalnya pelatihan dan penyuluhan, kesertaan supervisor dalam program, pemeriksaan masing-masing area untuk meyakinkan apakah semua komponen program telah dilaksanakan. 2. Hasil pengukuran kebisingan, identifikasikan apakah ada daerah lain yang perlu dikontrol lebih lanjut. 3. Kontrol engineering dan administratif. 4. Hasil pemantauan audiometrik dan pencatatannya; bandingkan data audiogram dengan baseline untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program. 5. APD yang digunakan. VII. PROGRAM AUDIT 1. 2. Audit Eksternal, dapat dilakukan program audit oleh pihak luar untuk mengetahui cost-effectiveness dan cost-benefit dari program konservasi pendengaran. QQ program (Quality Qontrol Program) dilakukan secara internal, terus menerus untuk menilai efektivitas program konservasi pendengaran. PENUTUP

Mengingat kebisingan dan tuli akibat bising bisa dicegah dengan program konservasi pendengaran, perusahaan sangat dianjurkan untuk menerapkan program konservasi. Tidak saja untuk melindungi pekerja, keuntungan utama perusahaan adalah mendapatkan karyawan yang produktif dan sehat. *http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/144_12ProgramKonservasiPendengarandiTempatKerja.p df/144_12ProgramKonservasiPendengarandiTempatKerja.html

Noise-Induced Permanent Threshold Shift Data yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang pendengaran permanen didapatkan dari laporan-laporan dari pekerja di industri karena tidak mungkin melakukan eksperimen pada manusia. Dari data observasi di lingkungan industri, faktor-faktor yang mempengaruhi respon pendengaran terhadap bising di lingkungan kerja adalah tekanan suara di udara, durasi total pajanan, spektrum bising, alat transmisi ke telinga, serta kerentanan individu terhadap kehilangan pendengaran akibat bising. Memeriksa pendengaran Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea dan biasanya mengenai kedua telinga. Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya mendekatkan telinga ke orang yang berbicara, berbicara dengan suara menggumam, biasanya marah atau merasa keberatan jika orang berbicara tidak jelas, dan sering timbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsung perlahan-lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh pekerja bersangkutan; untuk itu informasi mengenai kendala komunikasi perlu juga ditanyakan pada pekerja lain atau pada pihak keluarga. Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar sampai gendang telinga. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga karena agen fisik lainnya, gangguan telinga karena agen toksik dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran. Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan Schwabach) akan menunjukkan suatu keadaan tuli saraf: Tes Rinne menunjukkan hasil positif, pemeriksaan Weber menunjukkan adanya lateralisasi ke arah telinga dengan pendengaran yang lebih baik, sedangkan pemeriksaan Schwabach memendek. Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas (pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya diwajibkan memeriksa nilai ambang pendengaran untuk frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000 Hz. Bila sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi maka dilakukan pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan adanya kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi akibat kebisingan atau karena sebab yang lain.

Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat menentukan derajat sebenarnya dari gangguan pendengaran yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang pendengaran sementara setelah pajanan terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah menderita gangguan pendengaran permanen. Prosedur pemeriksaan lain untuk menilai gangguan pendengaran adalah speech audiometry, pengukuran impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran fungsional bila dicurigai adanya faktor psikogenik. Untuk itu pemeriksaan gangguan pendengaran pada pekerja perlu dilakukan dengan cara seksama dan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam memberikan kompoensasi. EFEK FISIOLOGIS KEBISINGAN Efek fisiologis kebisingan terhadap kesehatan manusia dapat dibedakan dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Namun perlu diingat, bahwa keadaan bising di lingkungan seringkali disertai dengan faktor lainnya, seperti faktor fisika lain berupa panas, getaran, dan sebagainya; tidak jarang disertai juga dengan adanya faktor kimia dan biologis; mustahil untuk mengisolasi kebisingan sebagai satu-satunya faktor risiko. Efek jangka pendek berlangsung sampai beberapa menit setelah pajanan terjadi, sedangkan efek jangka panjang terjadi sampai beberapa jam, hari ataupun lebih lama. Efek jangka panjang dapat terjadi akibat efek kumulatif dari stimulus yang berulang. Efek jangka pendek Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot-otot berupa kontraksi otot-otot, refleks pernapasan berupa takipneu, dan respon sistim kardiovaskuler berupa takikardia, meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat pula terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitas sampai timbulnya keluhan dispepsia, serta dapat terjadi pecahnya organ-organ tubuh selain gendang telinga (yang paling rentan adalah paru-paru). Efek jangka panjang Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya keseimbangan simpatis dan parasimpatis yang secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya. Secara sederhana, berikut ini respon tubuh terhadap adanya kebisingan

Diagnosis ditegakkan berdasarkan 1.Anamnesis a.umur penderita b.riwayat gangguan pendengaran dalam keluarga c.riwayat penyakit : 1)penyakit telinga yang diderita sebelumnya 2)riwayat trauma sebelumnya 3)gangguan pendengaran datangnya mendadak atau berlahan. 4)Riwayat menggunakan bahan-bahan toksik

5)Apakah mempunyai hobi yang berhubungan dengan bising 6)Apakah ada gangguan keseimbangan d.Riwayat pekerjaan : 1)Apakah pernah atau sedang bekerja di tempat yang bising, apakah pernahada ledakan keras dekat telinga ? 2)Apakah menggunakan alat pelindung telinga ? kalau ya jenis apa ? 3)Selama bekerja, apakah dilakukan pemeriksaan berkala, khususnyapendengaran ? 4)Lama bekerja di tempat bising perhari kerja dan lamanya masa kerja. 2.Pemeriksaan fisik a.Keadaan umum dan pemeriksaan THT lengkap b.Pemeriksaan telinga bagian luar yang mencakup : Liang telinga, apakah ada serumen, sekret, perdarahan Membran timpani, apakah ada tanda-tanda peradangan Otitis Media Akut(OMA), Otitis Media Efusi (OME), Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) c.Pemeriksaan keseimbangan dengan cara : Pemeriksaan keseimbangan sederhana seperti : TesRomberg, Stepping,Nudge, Past pointing dan tes tunjuk hidung . Tes posisi dan tes Perasat Hallpike Tes posturografi (keseimbangan postural) Tes kalori menggunakan elektro nistagmografi (ENG) d.Pemeriksaan pendengaran untuk menentukan : Apakah ada kesulitan ? Apakah jenis kesulitan ?Cara : - tes berbisik jarak 6 meter- tes garpu tala-tes audiometrik e.Pemeriksaan laboratorium f.Pemeriksaan audiometri, dengan persiapan optimal terhadap individu dantempat (16 36 jam bebas pajanan bising). Diagnosis Tuli akibat Bising : 1.Keadaan sebelum kerja : umur, penyakit telinga, pemeriksaan THT,Audiometri. 2.Keadaan bising lingkungan kerja 3.Pekerja : lama pajanan/hari, alat pelindung telinga, pemeriksaan pendengarantiap 6 bulan. 4.Pemeriksaan pendengaran : tes berbisik dalam jarak 6 meter, audiometri nadamurni dengan waktu 16 36 jam bebas pajanan bising, dan perhatikanmalingering.

GANGGUAN KESEIMBANGAN Keseimbangan tergantung dari sistem visual, proprioseptif dan sistem vestibulersendiri. Untuk mempertahankan keseimbangan sedikitnya 2 atau 3 sistem tersebutdapat berfungsi dengan baik. Bentuk gangguan keseimbangan yang seringdijumpai adalah rasa tidak seimbang (sempoyongan), kepala terasa ringan(melayang), vertigo (berputar). Gangguan keseimbangan tersering dijumpaidisebabkan karena gangguan fungsi vestibuler perifer. Hal ini dapat terjadiunilateral atau bilateral dan dapat terjadi kompensasi sentral. Keluhan vertigodapat disertai rasa mual, muntah dan timbulnya nistagmus. Keluhan ini seringberhubungan dengan gangguan pendengaran dan tinitus. Diagnosis gangguan keseimbangan :

1. anamnesis :ditanyakan apakah timbulnya gangguan keseimbangan bila terjadi perubahansikap atau posisi tertentu?. Adakah rasa tidak stabil, takut berjalan ataubertambah buruk pada kegelapan. Apakah ada rasa mual dan muntah. Apakahdisertai gangguan pendengaran atau keluhan berdenging. 2.Pemeriksaan keseimbangan dengan cara : a.Pemeriksaan keseimbangan sederhana seperti : Tes Romberg, ShapRomberg, Stepping, Post pointing dan tes ujung hidung b.Tes posisi dan tes perasat Hallpike c.Tes postugrafi (keseimbangan postural) d.Tes kalori menggunakan elektro nystagmography (ENG).

URAIAN CACAT DAN PENILAIAN TINGKAT CACATA. TELINGA DAN SISTEM PENDENGARAN 1.Tingkat cacat ditentukan dengan mengukur nilai ambang dengar (HearingThreshold Level = HTL), yaitu angka rata-rata penurunan ambang dengan dengandB pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz.Penurunan nilai ambang dengar dilakukan pada kedua telinga 1.1.Telinga normal : Pada pemeriksaan audio metrik ambang dengar tidak melebihi 25 dB dan di dalam pembicaraan biasa tidak ada kesukaran mendengar suara perlahan 1.2.Tuli ringan : Pada pemeriksaan audio-metrik ambang dengar 25 -40 dB dan terdapat kesukaran mendengar. 1.3.Tuli sedang : Pada pemeriksaan audio-metrik terdapat ambangdengar antara 40 55 dB Seringkali terdapatkesukaran untuk mendengar pembicaraan biasa. 1.4.Tuli sedang berat : Pada pemeriksaan audiometri terdapat ambangdengar rata-rata antara 55 - 70 dB. Kesukaranmendengar suara pembicaraan kalau tidak dengansuara keras. 1.5.Tuli berat : Ambang dengar rata-rata antara 70 - 90 dB. Hanyadapat mendengar suara yang sangat keras. 1.6.Tuli sangat berat : Ambang dengar 90 dB atau lebih. Sama sekali tidak mendengar pembicaraan Pelindung pendengaran. 1. Fungsi. Untuk melindungi alat pendengaran (telinga) akibat kebisingan, dan melindungi telinga dari percikan api atau logam-logam yang panas. 2. Jenis. Secara umum pelindungi telinga 2 (dua) jenis, yaitu: a. Sumbat telinga atau ear plug, yaitu alat pelindung telinga yang cara penggunaannya dimasukkan pada liang telinga b. Tutup telinga atau ear muff, yaitu alat pelindung telinga yang penggunaanya ditutupkan pada seluruh daun telinga. 3. Spesifikasi. a. Sumbat Telinga atau ear plug. Sumbatan telinga yang baik adalah yang bisa menahan atau mengabsorbsi bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu saja, sedangkan bunyi atau suara dengan frekwensi untuk pembicaraan (komunikasi) tetap tidak terganggu. Biasanya terbuat dari karet, platik ,lilin atau kapas.

Harus bisa mereduksi suara frekwensi tinggi (4000 dba) yang masuk lubang telinga, minimal sebesar x-85 dba, dimana x adalah intensitas suara atau kebisingan di tempat kerja yang diterima oleh tanaga kerja. b. Penutup Telinga atau Ear Muff. Terdiri dari sepasang (2 buah, kiri dan kanan) cawan atau cup, dan sebuah sabuk kepala (head band) Cawan atau cup berisi cairan atau busa (foam) yang berfungsi untuk menyerap suara yang frekwensinya tinggi Pada umumnya tutup telinga bisa meriduksi suara frekwensi 2800-4000 hz sebesar 35-45 dba Tutup teling harus mereduksi suara yang masuk ke lubang telinga minimal sebesar x- 85 dba, dimana x adalah intensitas suara atau kebisingan di tempat kerja yang diterima oleh tenaga kerja. 4. Cara Pemakaian. a. Sumbat Telinga atau Ear Plug. Pilih ear plug yang terbuat dari bahan yang bisa menyesuaikan dengan bentuk telinga. Biasanya terbuat dari karet atau plastik lunak. Pilih bentuk dan ukuran yang sesuai dengan bentuk dan ukuran dari seluruh telinga si pemakai Cek sumbat telinga, apakah secara fisik dalam keadaan baik (tidak rusak) dan bersih. Tarik daun telinga ke belakang, kemudian masukkan sumbat telinga ke dalam lubang telinga hingga benar-benar menutup semua lubang telinga. Gerak-gerakkan kepala ke atas, ke bawah, ke samping, ke kiri dan ke samping kanan, buka dan tutup mulut, untuk memastikan bahwa sumbat telinga terpakai secara sempurna. b. Penutup Telinga atau Ear Muff. Pilih penutup telinga yang ukurannya sesuai dengan diameter/lebar daun telinga Pastikan ahwa posisi cawan atau mangkuk penutup benar benar melingkupi daun telinga, baik kiri maupun kanan. Bola belum pas (masih ada bagian yang terbuka), sesuaikan dengan pengatur panjang dan pendeknya pengikat kepala (head band) Gerak-gerakkan kepala, ke atas, ke bawah, ke samping kiri dan ke samping kanan, buka dan tutup mulut untuk memastikan bahwa sumbat telinga terpakai secara sempurna.

5. Pemeliharaan. a. Sumbat telinga yang telah di selesai digunakan dibersihkan dengan kain lap yang bersih, basah dan hangat. b. Kemudian keringkan dengan kain lap yang bersih dan kering. c. Setelah bersih dan kering simpan alam kotaknya. d. Simpan kotak tersebut di atas di almari atau tempat penyimpanan yang lain. e. Penutup telinga yang telah selesai digunakan dibersihkan dengan cara diseka dengan kain lap yang bersih. f. Setelah bersih simpan kembali di dalam kotaknya. g. Simpan kotak di almari atau tempat penyimpanan yang lain. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-badiusmian-5204-3bab2.pdf

Prosedur Pengukuran -Posisikan sound level meter pada kedudukan yang merepresentasikan tingkat intensitas bising di tempat itu. -Aktifkan pengukuran dengan mengatur saklar geser pada kedudukan Lo atau Hi. Lo atau Low Intensity berada pada skala 40 s/d 80 dB, sedangkan Hi atau High Intensity berada pada skala 80 s/d 120 dB. -Pencatatan pada satu kedudukan akan terkait dengan pembacaan skala minimum dan skala maksimum. -Ambil jumlah titik kedudukan sebanyak yang diperlukan. Metode Pengukuran & Perhitungan Pengukuran, mengacu pada KepMenLH N0.49/MenLH/11/1996, 3 diantaranya adalah sebagai berikut: - Waktu pengukuran adalah 10 menit tiap jam ( dalam 1 hari ada 24 data) - Pencuplikan data adalah tiap 5 detik ( 10 menit ada 120 data) -Ketinggian microphone adalah 1,2 m dari permukaan tanah

Anda mungkin juga menyukai