PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk
menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai
produktivitas setinggi-tingginya. Upaya K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi
risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan. Sebagai
bagian dari ilmu Kesehatan Kerja, penerapan K3 dipengaruhi oleh empat faktor yaitu
adanya organisasi kerja, administrasi K3, pendidikan dan pelatihan,penerapan prosedur
dan peraturan di tempat kerja, dan pengendalian lingkungan kerja.
Dalam Ilmu Kesehatan Kerja, faktor lingkungan kerja merupakan salah satu
faktor terbesar dalam mempengaruhi kesehatan pekerja, namun demikian tidak bisa
meninggalkan faktor lainnya yaitu perilaku. Perilaku seseorang dalam melaksanakan dan
menerapkan K3 sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas keberhasilan K3.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan
dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. gangguan-gangguan yang didapatkan para
pekerja saat bekerja di tempat kerja mereka juga terdapat gangguan yang sangat
berbahaya bagi pekerja jika tempat kerja mereka memiliki tingkat kebisingan yang sangat
tinggi seperti PT.PLN maupun industri-industri lainnya yang dalam berjalannya industri
tersebut menimbulkan kebisingan dengan tingkat yang tinggi kepada pekerjanya yakni
mengenai noice induced hearing loss (NIHL) atau yang lebih dikenal dengan gangguan
pendengaran, terutama kehilangan pendengaran karena bising. Gangguan ini tidak
menyebabkan kematian. Akan tetapi dapat menyebabkan cacat permanen apabila tidak
segera dilakukan pencegahan dini terhadapnya. Berangkat dari ini penulis ingin
membahas lebih jauh mengenai penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan atau
noice induced hearing loss (NIHL). Dengan tujuan memberikan gambaran epidemiologi
penyakit ini walaupun tidak secara mendetail sebab diketahui bahwa pada penyakit akibat
kerja seperti penyakit ini sulit dilakukan studi epidemiologi secara mendalam, paling
tidak tujuan penulisan ini, penulis memberikan gambaran epidemiologi agar nantinya
diketahui gambaran umum, penyebab, klasifikasi, perjalanan penyakit, keadaan penyakit
ini di masyarakat luas, yang nantinya dapat dilakukan pencegahan terhadap penyakit ini
apabila telah diketahui hal-hal yang disebutkan di atas.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan atau Noise Induced
Hearing Loss (NIHL) ?
2. Apa saja klasifikasi dari penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan atau
Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ?
1
3. Apa saja etiologi penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan atau Noise
Induced Hearing Loss (NIHL) ?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan atau
Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ?
5. Bagaimana pathogenesis penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan atau
Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ?
6. Bagaimana epidemiologi penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan atau
Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ?
7. Bagaimana diagnosis/pemeriksaan penunjang penyakit gangguan pendengaran akibat
kebisingan atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ?
8. Bagaimana pencegahan serta pengendalian penyakit gangguan pendengaran akibat
kebisingan atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui definisi penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan atau
Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
2. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan atau
Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan atau
Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan
atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
5. Untuk mengetahui pathogenesis penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan
atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
6. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit gangguan pendengaran akibat kebisingan
atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
7. Untuk mengetahui diagnosis/pemeriksaan penunjang penyakit gangguan pendengaran
akibat kebisingan atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
8. Untuk mengetahui pencegahan serta pengendalian penyakit gangguan pendengaran
akibat kebisingan atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL).
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada
frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak
3
dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah
3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun
setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya
telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram.
Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah
istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang
cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti
sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi
mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat
mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan
degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Akibatnya terjadi kehilangan
pendengaran yang permanen. Umumnya frekwensi pendengaran yang mengalami
penurunan intensitas adalah antara 3000 – 6000 Hz dan kerusakan alat Intensitas bising.
Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada frekwensi 4000 Hz (4 K notch).
1,3,4,6 Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal
tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan
audiometri. Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke
frekwensi percakapan ( 500 – 2000 Hz ). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian
karena tidak dapat mendengar pembicaraan sekitarnya.
C. Klasifikasi Penyakit Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan atau Nioce Induced
Hearing Loss (NIHL)
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas dua kategori yaitu
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (TTS)
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai
perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada
frekuensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch“ yang curam pada
frekuensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch.
Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang
disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran
dapat kembali normal.
4
timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan
pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekuensi yang lebih
rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch
bermula pada frekuensi 3000–6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram
menjadi datar pada frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi
4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian
perkembangannya menjadi lebih lambat.
D. Etiologi Penyakit Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan atau Nioce Induced
Hearing Loss (NIHL)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan antara lain:
1. Intensitas kebisingan
Tabel 1. Intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan sesuai dengan
Departemen Tenaga Kerja 1994 – 1995.
Intensitas bising Waktu paparan
( Db ) Per hari dalam jam
85 8
87,5 6
90 4
92,5 3
95 2
100 1
105 ½
110 ¼
2. Frekuensi kebisingan.
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah
5
mengakibatkan keadaan PTS tanpa melalui proses TTS dalam satu kali paparan (Arts,
1999).
Stadium dini dari tuli akibat paparan bising ditandai dengan kurva ambang
pendengaran yang curam pada frekuensi diantara 3000 dan 6000 Hz, biasanya pertama
kali muncul pada 4000 Hz. Pada fase dini ini penderita mungkin hanya mengeluh tinitus,
suara yang teredam, rasa tidak nyaman di telinga, atau penurunan pendengaran yang
temporer. Keluhan-keluhan ini dirasakan pada saat berada ditempat bising, atau sesaat
setelah meninggalkan tempat bising. Keluhan kemudian akan berangsur menghilang
setelah beberapa jam jauh dari lingkungan bising. Gangguan pendengaran biasanya tidak
disadari sampai ambang pendengaran bunyi nada percakapan yaitu 500, 1000, 2000 dan
3000 Hz lebih dari 25 dB. Awal dan perkembangan tuli syaraf akibat bising lambat dan
tidak jelas. Ketulian selalu bertipe sensorineural dan serupa baik kualitas maupun
kuantitasnya pada kedua telinga. Secara otoskopik, membran timpani tampak normal
(Fox, 1997).
6
dan pada frekuensi 4000 Hz sering didapatkan takik (notch) yang patognomonik untuk
jenis ketulian ini (Soetirto, 2006).
Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (Short Increment Sensitivity Index), ABLB
(Alternate Binaural loudness balance), MLB (monoaural Loudness Balance), audiometri
tutur, hasil menunjukkan adanya fenomena rekrutmen yang patognomonik untuk tuli
saraf koklea. Rekrutmen adalah suatu fenomena dimana telinga yang tuli menjadi lebih
sensitif terhadap kenaikan intensitas bunyi yang kecil pada frekuensi tertentu setelah
melewati ambang dengarnya (Soetirto, 2006). Sebagai contoh, orang yang
pendengarannya normal tidak dapat mendeteksi kenaikan intensitas bunyi sebesar 1 dB
bila sedang mendengarkan bunyi nada murni yang kontinyu, sedangkan bila ada
rekrutmen maka akan dapat mendeteksi kenaikan bunyi tersebut.
H. Pencegahan Penyakit Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan atau Nioce Induced
Hearing Loss (NIHL)
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya
NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja. Program ini terdiri dari 3
bagian yaitu :
1. Pengukuran pendengaran
Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :
a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.
b. Pengukuran pendengaran secara periodik.
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
kebisingan merupakan penyakit akibat kerja yang mana dapat merugikan
kesehatan yang berdampak pada gangguan pendengaran dan bila pemaparan
dalam waktu lama akan menyebabkan
Pengaruh Bising Terhadap Pekerja : Bising berpengaruh terhadap tenaga
kerja, sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara
umum, antara lain gangguan pendengaran, fisiologi lain serta gangguan
psikologi Gangguan fisiologi dapat berupa peningkatan tekanan darah,
percepatan denyut nadi, peningkatan metabolism basal, vasokonstriksi
pembuluh darah, penurunan peristaltic usus serta peningkatan ketegangan
otot. Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem
saraf otonom. Keadaan itu sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan
tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi secara spontan. Gangguan
psikologi dapat berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak diinginkan
dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan
melelahkan. Hal tersebut dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional,
gangguan komunikasi dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung
dapat membahayakan keselamatan tenaga kerja.
ketulian pada dasarnya pengendalian dapat dilakukan pada sumbernya,
perjalanan dan penerimanya.
B. SARAN
Untuk mengurangi angka terjadinya GPAB, diperlukan usaha-usaha baik
secara promotif preventif dan rehabilitatif. Dalam mengupayakan usaha
tersebut diperlukan kerjasama yang baik dari masyarakat dan pemerintah
melalui tenaga kesehatan.
Tindakan pencegahan merupakan hal paling bijak yang dapat kita lakukan
dalam menghadapi masalah GPAB ini. Sejalan dengan ini, Departemen
Tenaga Kerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor: KEP-
51/MEN/1999 telah menentukan batas paparan suara bising yang
diperkenankan. Dengan dikeluarkannya peraturan, pemerintah berusaha
melindungi masyarakatnya yang bekerja ditempat bising. Perlindungan
tersebut diwujudkan dengan pengaturan jam kerja sesuai dengan paparan
bising yang didapat oleh pekerja.
8
DAFTAR PUSTAKA
Soetirto, I., Bashirudin, J., 2006. Tuli Akibat Bising (Noise Induced Hearing
Loss). Dalam: Soepardi, E.A., Iskandar, N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke Lima. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta
Fox, M. S., 1997. Pemaparan Bising Industri dan Kurang Pendengaran. Dalam:
Ballenger, J. J., Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid
dua. Alih bahasa: Staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Binarupa Aksara, Jakarta.