Anda di halaman 1dari 2

2/25/2013

Anak Putus Sekolah di Papua : Buramny

S earch...

Anak Putus S ekolah di Papua : Buramnya Pendidikan S etengah Hati


Details
C ategory: P E R E M P UA N DA NA NA K P ublis hed on F riday, 21 A ugus t 2009 11:16 W ritten by V ictor M ambor Hits : 3909

Angka putus sekolah cukup tinggi karena banyak anak di Indonesia dijadikan sumber penghasilan untuk menghidupi keluarga. Mereka datang dari keluarga miskin. (Foto: J UBI/ Saut)

J UB I S eperti kemiskinan yang mencapai 760 ribu, anak putus sekolah di P apua bertengger pula pada angka ribuan. C erminan dari pemberian pendidikan setengah hati. S ecara nasional, jumlah s is wa sekolah dasar (S D) yang terpaks a berhenti sekolah atau drop out (DO ) menunjukkan angka ribuan. Y ayasan C inta A nak B angs a (Y C A B ) mencatat, setiap harinya ada 2.000 anak S D yang DO . Data res mi dari 33 K antor K omnas P erlindungan A nak (P A ) di 33 P rovins i pada 2007, bahkan mencatat, jumlah anak putus s ekolah mencapai 11,7 juta jiwa. Naik dari 2006 sebes ar 9,7 juta anak. M enurut S ekjen K omnas P erlindungan A nak, A rist M erdeka S irait, kala itu, kas us putus sekolah yang paling menonjol terjadi di tingkat S M P , 48 % .S edangkan S D 23 %dan S M A29 % .A kumulasinya mencapai 77 % . Dengan kata lain, jumlah anak us ia remaja yang putus sekolah tak kurang dari 8 juta jiwa. A ngka putus sekolah ini cukup tinggi karena banyak anak di Indones ia dijadikan sumber penghasilan untuk menghidupi keluarga. M ereka datang dari keluarga mis kin, kata M eena K umari A dnani, M anaging Director Y C A B . Ia juga memaparkan, sembilan juta anak dalam kelompok us ia 5-14 tahun terdata s ebagai pekerja anak. S ejak 1999, ditemukan juga 17 juta anak di atas usia 10 tahun masih buta huruf. Di P apua, terjadi di M erauke. V incent M ekiuw, K epala Dinas P endidikan Dasar membenarkannya. S aya jujur s aja, ada peningkatan jumlah anak putus sekolah yang dis ebabkan oleh faktor ekonomi. Dimana anak ikut terlibat untuk memenuhi ekonomi keluarga sehingga kes empatan anak untuk memperoleh pendidikan tidak ada, ujarnya kepada J UB I belum lama ini. S eperti M ekiuw, Unifah R ohsidih, K etua P ersatuan G uru R epublik Indones ia (P G R I), J uni kemarin, dari hasil studi di empat wilayah termasuk P apua B arat, mengatakan, anak-anak usia 9-15 tahun terlibat berbagai jenis pekerjaan yang berakibat buruk terhadap kes ehatan fisik, mental, dan seksual. Unifah mengatakan, awalnya pekerja anak ters ebut hanya membantu perekonomian orang tua, tetapi lama kelamaan terjebak s ebagai pekerja permanen. M ereka akhirnya menikmati hasil pendapatan dan berakibat lebih s ering bolos sekolah dan kemudian drop out, ungkapnya.P enelitian ters ebut merupakan has il kerja s ama dengan InternationalLabour O rganization (ILO ). Temuan selanjutnya, anak bekerja dalam berbagai pekerjaan mulai dari pemulung, penjual koran, petugas parkir liar, pemilah sampah TP A , buruh petani dan perkebunan, pengemis , pembantu rumah tangga, pelayan toko dan restoran, pendorong gerobak di pelabuhan dan pasar, penjual platik di pasar, kuli angkut, penyelam mutiara dan ikan teripang di laut tanpa peralatan, kernet, nelayan, buruh bangunan, penjual sayur, dan menyemir. Lama kerja anak-anak bervariasi antara empat s ampai sembilan jam. P agi hari kerja pukul 6.00-11.00 . S iang mereka s ekolah. S ore hari kerja jam 16.00-19.00 . P endapatan bervarias i antara R p 7 ribu s ampai R p 20 ribu perhari, atau antara R p 35 ribu s ampai R p 100 ribu per minggu, ujarnya. Di J ayapura, sejumlah anak putus sekolah lebih banyak tidak memperoleh bimbingan dari orang tua. M ereka dekat dengan minuman keras. M arthen Dou warga Dok V , mengatakan, baik karena orang tua cerai atau karena s ibuk kerja dan tidak ada lagi waktu untuk memperhatikan anak-anak mereka. A kibatnya kata Douw mereka berkeliaran di kota J ayapura dan sudah mengenal miras s erta mencium A ibon (Lem yang dapat memberi pengaruh mabuk). M ereka bis a dipanggil anak anak aibon, kata Douw. R ombongan mereka s emakin bes ar dengan banyak pula saudaranya yang datang dari Nabire. M as alah ekonomi memang menjadi pendorong tak tertanganinya kasus-kas us putus sekolah. Diluar itu, ada juga kendala teknis yang bers ifat mikro yang menjadi penyebab terhentinya anak bers ekolah. Lokas i yang jauh, hilangnya tulang punggung ekonomi keluarga, s erta pandangan tentang penting atau tidaknya pendidikan kerap menjadi penyebab anak enggan berangkat hingga akhirnya DO . Di wilayah yang secara geografis sangat luas dan aks esnya terbatas, untuk mencapai sekolah yang berjarak puluhan kilometer tentu bukan perkara mudah. M isalnya P apua yang memiliki luas kabupaten dan kota rata-rata ribuan hingga puluhan ribu kilometer persegi. S elain s angat luas, jumlah s ekolahpun terbatas . Dampaknya, pers ebaran tidak merata. K asus putus s ekolah anak di tanah P apua, merupakan s ebuah fenomena yang s eharus nya tidak perlu terjadi jika saja pemerintah dengan cermat melihat bahwa pendidikan adalah kebutuhan mendes ak untuk masa depan dan sebagai Hak asasi manusia, kata O ctovianus Takimai, K etua Umum Ikatan M ahas iswa P apua (IM A P A )B andung. Y ayas an P emuda Insos K abor B iak, Y A P IK B I, berpendapat beda. Dalam laporannya di s itus Y A P IK B I, pendidikan di P apua tidak pernah diprioritaskan. Y A P IK B I, dengan direkturnya A gus tR umbiak menilai, P apua

z.tabloidjubi.com//2604-buramnya-pe

1/2

2/25/2013

Anak Putus Sekolah di Papua : Buramny

s udah s angat lama menjadi provinsi. Namun selalu terbelakang. Tingkat S DM nya juga sangat rendah. P adahal daerah ini memiliki kekayaan yang luar biasa. Kwalitas pendidikan di P apua sangat rendah, ini terjadi pula di B iak. Tingkat pengetahuan anak yang menyeles aikan S D dan S LTP sangat rendah. K arena orang-tua tidak memiliki uang untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah kejuruan, demikian disebutkan. Ternyata mas alah anak putus s ekolah di P apua tidak hanya terjadi di wilayah pes isir. Di pegunungan, dari has il survey W orld V ision Indones ia (W V I), 2007, disebutkan anak S D DO mencapai 40 % . M utu pendidikan J ayawijaya harus ada peningkatan, s urvey kami hanya 78 pers en siswa yang berpartis ipas i di tingkat S M P , kata staf Departemen K omunikas iW V I, E nda B alina. Di P apua B arat, jumlah anak DOberjalan lurus dengan kemiskinan yang mendera warganya. F akta menunjukkan, provinsi dengan tingkat pendapatan rendah cenderung memiliki angka putus sekolah yang juga tinggi. P ada tahun 2007, P apua B arat termas uk dalam lima provins i yang memiliki nilai produk domestik regional bruto (P DR B ) terendah di antara 28 provinsi lain. K ecuali M aluku yang mencatat 1,45 % .P utus S D di wilayah ini, termasuk S ulawesi B arat, M aluku Utara, dan G orontalo, mencapai 3-5 % . Di tingkat S M P , angkanya lebih tinggi lagi, 2-7 % .K ekurang berdayaan secara ekonomi jelas mempengaruhi kelangsungan pendidikan di wilayah dengan Ibukota M anokwari itu. Dengan pendapatan per kapita per tahun R p 3 juta hingga R p 5 juta, bersama dengan tiga wilayah lainnya, total anak putus S M P , hampir mencapai 10.000. S ementara lebih dari 31.000 s iswa S D juga mengalami putus s ekolah. K etua Dewan P embina Dharma W anita P ersatuan (DW P ) Kabupaten K eerom, P apua, F ransis ka Ni M ade S antun W atae, dalam acara penyerahan sertifikat kepada 114 anak putus S D beberapa waktu lalu, mengatakan, Dinas P endidikan dan P engajaran selayaknya harus memperhatikan anak putus s ekolah ters ebut. P ernyataan Ni M ade sepertinya dibuktikan. S ekjen Depdiknas Dodi Nandika, mengatakan, tahun ini Depdiknas menaikkan bantuan sis wa mis kin di s emua level pendidikan. B antuan itu, kata Dodi, langs ung diberikan kepada sis wa. B antuan akan dimanfaatkan untuk keperluan pribadi s iswa. S eperti, membeli s eragam, buku tulis, maupun trans port. Diharapkan bantuan ini dapat mengurangi angka putus sekolah s ecara bertahap. S ehingga, akhirnya tak ada lagi anak putus s ekolah, ujarnya. A ngka putus s ekolah usia 7-13 tahun mencapai 841 ribu dari total 28,1 juta sis wa S D. Total dana yang dialokas ikan Depdiknas s ebesar R p 3 triliun. S ementara anak usia S M P yang tidak dapat mengakses pendidikan sekitar 211.643 orang. Untuk jenjang S D, jumlah penerima bantuan bertambah menjadi 2,2 juta dari sebelumnya 690 ribu anak. Demikian pula dengan S M P .J umlah penerimanya tahun ini sebanyak 998 ribu anak dengan nominal bantuan R p 48 ribu per bulan. Tahun sebelumnya, bantuan diterima sekitar 499 ribu anak. Di jenjang S M A , beasis wa mis kin diberikan untuk 310 ribu anak. Total anggaran yang dialokasikan sebes ar R p 242 miliar per tahun. S ementara untuk s iswa S M K , bantuan diberikan untuk sekitar 928.539 s iswa. Lebih banyak dibandingkan tahun lalu yang jumlahnya s ekitar 700.000 s iswa. B antuan yang diterima s is wa per tahun mencapai R p 780 ribu. A nggaran yang dialokasikan cukup besar mencapai R p 724 miliar. B antuan ini lepas dari s umbangan warga Indonesia dan B elgia s ebesar 7.000 euro untuk membantu anak putus sekolah di Indones ia. Termas uk P apua. (J UB I/ Dom inggus A M am pioper/ JR )

C reated by V ictor M ambor P roperty of P TE lesem Indah-2012

z.tabloidjubi.com//2604-buramnya-pe

2/2

Anda mungkin juga menyukai