Anda di halaman 1dari 3

Dampak Kemiskinan Terhadap Anak: Mewujudkan Masa Depan Yang Lebih Cerah

melalui Kebijakan Perlindungan Anak

Ringkasan Eksekutif

Latar Belakang

UNICEF menganggap bahwa Kemiskinan pada anak menjadi salah satu hambatan
terbesar dalam survive dan pengembangan Anak. Kemiskinan mengabaikan hak asasi anak
yang mendasar. Kemiskinan yang parah dan ekstrem dapat menyebabkan kerusakan
permanen pada anak baik secara fisik maupun mental, menghambaat pengembangan anak,
dan menghambat peluang pemenuhan kebutuhan, termasuk peran yang akan mereka jalankan
seiring bertambah usia baik di keluarga, komunita, maupun masyarakat.

Dalam dekade terakhir, secara substansial situasi anak di Indonesia telah membaik
namun tren nasional masih menunjukan kesenjangan di seluruh geografi di Indonesia.
Komposisi jumlah anak usia 0-17 tahun pada tahun 2022 sebanyak 79.486.424 jiwa dimana
jumlah anak laki-laki sebnayak 51.31% dan anak perempuan sebanyak 48,69%. Prosentase
jumlah anak tertinggi di NTT sebanyak 34,87% dan terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) yaitu 24,49%.

Berikut permasalahan-permasalah kemiskinan pada anak di Indonesia yang dijumpai


antara lain. Pertama, Permasalahan Administrasi penduduk. Anak-anak yang bertempat
tinggal di pedesaan memiliki persentasi kepemilikan akta kelahiran yang lebih rendah
daripada di kota. Di desa sebanyak 85,3% sedangkan di kota 90,91%. Kondisi geografis dan
kesadaran masyarakat sangat berpengaruh pada kepemilikian akta kelahiran. Bahkan,
menurut UNICEF pembuatan Akta Kelahrian gratis tidak berpengaruh terlalu banyak pada
keluarga yang kurang mampu karena harus mengeluarkan biaya tidak langsung yang harus
dikeluarkan. Padahal permasalahan identitas sangat urgent karena akan menghambat anak-
anak mengkases layanan publik seperti pendidikan, Kesehatan, dan bantuan sosial.

Kedua, Pengasuhan Hak Anak. Sebanyak 4,82% anak-anak tidak tinggal dengan
orangtuanya akibat fakor ekonomi dan orangtua bercerai. Kondisi ini menunjukan tingkat
pemenuhan hak jumlah anak terlantar dan anak jalananPerkawinan anak di desa 7,84% di
kota 3,25%

1. Kesehatan (Gizi dan Imunisasi)


status gizi balita di Indonesia yang mengalami wasted tertinggi berada di Provinsi
Maluku yaitu sebesar 12,00 persen, Provinsi Papua Barat sebesar 10,80 persen, dan
diikuti Provinsi Aceh dan Provinsi Maluku Utara masing-masing sebesar 10,70 persen
dan 10,60 persen (Tabel 7.1). Data lainnya menunjukkan bahwa Provinsi Nusa
Tenggara Timur juga menjadi Provinsi dengan status gizi balita yang mengalami
underweight tertinggi yaitu sebesar 29,30 persen. Sementara itu, provinsi Bali
menjadi Provinsi dengan status gizi balita dengan underweight terendah sebesar 7,00
persen, lebih rendah 10,00 persen dari prevalensi underweight balita di Indonesia
secara umum yaitu 17,00 persen
2. Pendidikan
bahwa provinsi dengan Angka Melek Huruf tertinggi adalah Provinsi Kepulauan Riau
(92,66 persen) dan Jawa Timur (92,65), sementara Provinsi Papua menjadi provinsi
dengan Angka Melek Huruf terendah (76,24 persen). Sebanyak sebanyak 14,65
persen anak di perkotaan Provinsi Sulawesi Barat hidup di bawah garis kemiskinan.
memiliki Angka Tidak Bersekolah sebesar 23,33 pada jenjang 16-18 tahun untuk
penduduk di perkotaan. Provinsi Sulawesi Tenggara: memiliki Angka Tidak
Bersekolah sebesar 24,60 persen pada jenjang 16-18 tahun untuk penduduk di
perdesaan. Sementara itu, apabila dikaitkan dengan persentase Angka Melek Huruf
(Gambar 8.3), Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Utara
memiliki persentase Angka Melek Huruf masing-masing sebesar (83,77 persen.
Berdasarkan uraian di atas, tingginya persentase anak bekerja di Provinsi Sulawesi
Barat, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Utara tidak dapat dipisahkan dengan
kondisi perekonomian keluarga,
3. Perkawinan Anak
Penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
tingginya perkawinan anak di Provinsi Sulawesi Barat, di antaranya: (1)
Kekhawatiran orang tua jika anak lambat menikah; (2) Budaya perjodohan; (3)
Ekonomi; dan (4) Akses pendidikan.
4. Korban eksploitasi dan Kekerasan
Tahun 2021 sebanyak 14.517 kasus kekerasan dan 15.971 korban kekerasan
5 provinsi dengan presentase hidup di bawah garis kemiskinan antara lain: Papua
(33,67%), Papua Barat (27,92%), NTT (25,18%), Maluku (22,60%), dan Gorontalo
(19,86%). Dari masing-masing daerah tersebut menempati permasalahan anak yang tinggi:
mulai dari kepemilikan akta kelahiran (Sementara itu, Provinsi Papua Barat memiliki
persentase sebesar 74,74 persen, Nusa Tenggara Timur dengan 65,66 persen, dan Papua
sebesar 45,19 persen),

AGENDA KEBIJAKAN

1. Pembentukan SATGAS Perlindungan Anak tingkat Desa


2.

Anda mungkin juga menyukai