Anda di halaman 1dari 12

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU YANG MEMPUNYAI

BALITA USIA (0 - 5) TAHUN MENGENAI STUNTING DI


KAMPUNG ASTANA GIRANG RW 05 DESA SUKAJAYA
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEMBANGUNAN
KECAMATAN TAROGONG KIDUL
KABUPATEN GARUT
TAHUN 2019

PROPOSAL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai


Gelar Ahli Madya Keperawatan

Pitri Yuliani
NIM: 0179025

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
GARUT
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia Salah satu dari masalah pertumbuha dan perkembangan


anak baik dimasa kehamilan ataupun masa perkembangan balita adalaha
tentang pemenuhan kebutuhan gizi. Masalah kekurangan gizi pada anak balita
memerlukan penanganan yang serius. Salah satu masalah akibat defisiensi gizi
yang perlu mendapat perhatian yang adalah gangguan pertumbuhan
tinggi/panjang badan yang biasa dikenal dengan istilah Stunting. WHO
memperkirakan bahwa secara global, lebih dari seperempat anak di bawah usia
5 tahun mengalami hambatan pertumbuhan, sehingga berisiko tinggi
mengalami kematian ( UNICEF, 2012: Ramakrishnan U, 2009).1

Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal
tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi
kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak
tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus
dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya. 2

Stunting masih merupakan satu masalah gizi di Indonesia yang belum


terselesaikan. Stunting akan menyebabkan dampak jangka panjang yaitu
terganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual, serta kognitif. Anak
yang terkena stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk diperbaiki sehingga

1
Desa, Pembangunan Daerah Kementrian Tertinggal dan Transmigrasi, Buku Saku Desa Dalam
Penanganan Stunting,Jakarta,2017, hlm.4.
2
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anaka Kerdil (Stunting),Jakarta ,2018, hal 11
akan berlanjut hingga dewasa dan dapat meningkatkan resiko keturunan dengan
berat badan lahir yang rendah (BBLR)

Menurut WHO tahun 2016, prevalensi balita stunting di dunia sebesar


22,9% dan keadaan gizi balita pendek menjadi penyebab 2,2 juta dari seluruh
penyebab kematian di seluruh dunia. Hampir setengah tingkat kematian pada
anak-anak di bawah lima tahun di Asia dan Afrika disebabkan oleh kekurangan
gizi. Ini menyebabkan kematian tiga juta anak per tahun.3

Grafik 1.1
Prevalensi Balita Pendek di Asia
prevalensi 2005-2017

60
50
40
30
20
10
0
Timor Indon Bangl Bhuta Myan Korea Maldi Sri Thaila
India Nepal
Leste esia adesh n mar Utara ves Lanka nd
Prevalensi 50.2 38.4 36.4 36.1 35.8 33.6 29.2 27.2 20.3 17.3 10.5

Prevalensi

Menurut data WHO, pada tahun 2017 sebanyak 22,2% (sekitar 150,8
juta) balita di dunia mengalami stunting; 55% diantaranya berasal dari Asia.
Indonesia Merupakan Negara ke-3 dengan prevalensi stunting tertinggi di
regional Asia Tenggara dengan rata-rata prevalensi 2005-2017 adalah 36,4%

3
https://www.sciencedirect.com/science/article/piii/S1877050917320938 di akses pada 15 Desember
2019 pukul 12:36
(sekitar 9 juta balita). Dengan demikian, 1 dari 3 anak Indonesia mengalami
stunting.4

Menurut World Health Organization (WHO) Child growth Standart, stunting


didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi
badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD5

Berdasarkan Data WHO tahun 2016, di wilayah Asia Tenggara


prevelensi balita stunting mencapai 33,8%. Pada tahun 2011, Indonesia berada
di peringkat lima dari 81 negara dengan jumlah anak stunting terbesar di dunia
yang mencapai 7.547.000 anak. Indonesia dilaporkan memiliki jumlah anak
stunting yang lebih besar dari beberapa Negara Afrika, seperti Ethopia,
Republik Demokratif Kongo, Kenya, Uganda, dan Sudan. Selama tahun 2007-
2011, Indonesia dilaporkan memiliki anak-anak dengan berta badan sedang,
berat badan rendah, dan berat badan berlebih yang masing-masing mencapai
13%, 18% dan 14%. Pada tahun 2012 angka kematian anak di bawah lima tahun
di Indonesia mencapai 152.000.6

Prevalensi balita stunting di Indonesia masih fluktuatif sejak tahun 2007-2017.


Prevalensi balita stunting di Indonesia pada tahun 2007 adalah 36,8% tahun
2017 sebesar 35,6%, tahun 2013 sebesar 37,2% dan tahun 2017 sebesar 29,6%.
Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan
masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Karenannya persentase balita
pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehtan yang harus
ditanggulangi. Dibandingkan beberapa Negara tetangga, prevalensi balita

4
https://www.kompasiana.com/drastrid/5cf4c94c0d823015495f01be/bukan-hanya-pendek-anak-
stunting-juga-tidak-cerdas di akses pada 14 Desember 2019 Pukul 22:21 WIB
5
Loya RRP dan Nuryanto N.Pola asuh pemberian makan pada bayi stunting usia 6-12 bulan di kab.
Sumba tengah, NTT, journal of nutrition college, 2017, vol.6 no.1 hal 84
6
Op.cit hlm
pendek di Indonesia juga tertinggi dibandingkan Myanmar (35%), Vietnam
(23%), Malaysia (17%), Thailand (16%), dan singapura (4%).7

Global Nutrition Report 2016 mencatat bahwa prevalensi stunting di


Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara. Dalam laporan
sebelumnya, Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 17 negara yang
mengalami beban ganda gizi, baik kelebihan maupun kekurangan gizi.1 Di
kawasan Asia Tenggara, prevalensi stunting di Indonesia merupakan tertinggi
kedua, setelah Cambodia.8

Stunting dan kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 HPK di
samping berisiko pada hambatan pertumbuhan fisik dan kerentanan anak
terhadap penyakit, juga menyebabkan hambatan perkembangan kognitif yang
akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di masa
depan. Stunting dan masalah gizi lain diperkirakan menurunkan produk
domestik bruto (PDB) sekitar 3% per tahun.9

Gambar 1.1.
Distribusi Geografis Prevalensi Stunting menurut Provinsi

7
Kementrian Kesehatan RI, Situasi Balita Pendek, Jakarta, Kementrian Kesehtan ri, 2016
8

http://tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%25202018/Stranas%2520Percepatan%2520Pencegahan
%2520Anak%2520Kerdil.pdf&ved=2ahUKEwiu5-
LT5LfmAhV4xjgGHbNSC50QFjAAegQICBA&usg=AOvVaw3yxFtx53V808gacj1mmYyT di akses
pada 15 Desember 2019 pukul 20:57 Wib
9
Ibid hlm 11
Keterangan:
<20%
20-30%

30-40%
>40%
Sumber: Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, 2018

Berdasarkan Riskesdas 2018 (Gambar 1.1.), sebanyak 2 provinsi


mempunyai prevalensi stunting di atas 40%, yang tergolong sangat tinggi; 18
provinsi mempunyai prevalensi stunting antara 30-40 % yang tergolong tinggi.
Hanya Provinsi DKI Jakarta yang mempunyai prevalensi stunting di bawah
20%, yang tergolong sedang dan rendah. Selain stunting, prevalensi kurus
(wasting) di beberapa kabupaten/kota juga sangat tinggi, yaitu di atas 15%
(Riskesdas 2013). Hal ini mengindikasikan besarnya kasus kekurangan gizi
akut, dengan risiko kematian yang sangat tinggi, yaitu 11 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak normal.10 Sedangkan Jawa Barat berada di urutan
ke 18 dengan persentase balita sangat pendek 11,7% dan 19,4% balita pendek.
Adapun perbandingan persentase balita stunting di Pulau Jawa adalah sebagai
berikut:

Tabel.1.1
Prevalensi Balita Sangat Pendek dan Pendek di Pulau Jawa Tahun 2018

No Provinsi Sangat Pendek Pendek Jumlah


1. Banten 9,6% 17,0% 26,6%
2. Jawa Barat 11,7% 19,4% 31,1%
3. Jawa Tengah 11,2% 20,1% 31,3%
4. Jawa Timur 12,9% 19,9% 32,8%
5. DKI Jakarta 6,1% 11,5% 17,6%

10
Ibid, hal 24
Sumber : 11

Tabel di atas memperlihatkan distribusi kasus balita sangat pendek dan

pendek di Pulau Jawa tertinggi di Provinsi Jawa Timur dengan 12,9% balita

sangat pendek dan 19,9% balita pendek sedangkan di Jawa Barat sebanyak

11,7% balita sangat pendek dan 19,4% balita pendek.

Di Jawa Barat terdapat 10 Kabupaten/Kota yang masuk dalam 100

Kabupaten/Kota prioritas Stunting di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Tabel.1.2
Jumlah Kasus Stunting di 10 Kabupaten/Kota Prioritas Stunting
di Jawa Barat 2017

No Kabupaten/Kota Jumlah Balita


Stunting
(jiwa)
1. Bandung 137.156
2. Garut 100.964
3. Karawang 80.891
4. Bandung Barat 76.148
5. Cirebon 71.712
6. Tasikmalaya 69.401
7. Subang 55.360
8. Indramayu 52.636
9. Sumedang 37.970
10. Kuningan 36.672
Sumber : 12

11
Profil Kesehatan Indonesia 2018
12
TNP2K, 2017, “Pemilihan 10 Desa Prioritas di 100 Kabupaten/Kota Prioritas Penanganan
Kemiskinan dan Stunting” diakses dari http://www.cegahstunting.id/wp-content/uploads/2018/04/8.-
160-kab-kota-prioritas-desa-2019_FINAL_ rev.4-2.pdf pada 17 November 2018 pukul 08:46
Tabel di atas memperlihatkan prevalensi kasus stunting di 10

Kabupaten/Kota prioritas stunting Provinsi Jawa Barat tertinggi di Bandung

sebanyak 137.156 balita mengalami stunting dan terendah di Kuningan

sebanyak 36.672 balita mengalami stunting, sedangkan di Garut sebanyak

100.964 balita mengalami stunting.

Berdasarkan data stunting dari Dinas Kesehatan Kabupaten Garut. Data

yang dihimpun, di kabupaten Garut terdapat 10 kecamatan dengan jumlah kasus

stunting tertinggi di dalamnya, yaitu:

Tabel.1.3
Jumlah Kasus Stunting di 10 Kecamatan
di Kabupaten Garut 2018
NO PUSKESMAS L P L+P
KABUPATEN 6.803 5.425 12.228
1 Cikajang 506 380 886
2 Limbangan 471 295 766
3 Karangpawitan 332 293 625
4 Karangmulya 313 259 572
5 Guntur 302 232 534
6 Cisompet 260 253 513
7 Bayongbong 244 242 486
8 Pembangunan 268 201 469
9 Leuwigoong 193 177 370
10 Cilawu 201 168 369

Sumber:13

Berdasarkan tabel di atas, Puskesmas Pembangunan menempati urutan


ke delapan dari jumlah 10 kasus stunting tertinggi di Kabupaten Garut, dengan

13
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Garut 2018
jumlah keseluruhan 469 anak menderita stunting. Jumlah anak stunting
tertinggi berada di cakupan wilayah Puskesmas Cikajang dengan jumlah
kesuluruhan 886 anak dan urutan 10 terendah berada di wilayah Puskesmas
Cilawu dengan jumlah keseluruhan 369 anak stunting.

Puskesmas Pembangunan yang berlokasi di Jl. Pembangunan No.226


termasuk puskesmas yang memiliki jumlah anak stunting terbanyak jika
dibandingkan dengan puskesmas lain yang berbatasan dengan wilayah kerja
Puskesmas Pembangunan. Seperti Puskesmas Tarogong dengan jumlah
keseluruhan anak stunting 15 orang, dan jika jika di lihat ke arah utara ada
Puskesmas Haurpanggung dengan jumlah keseluruhan anak stunting 19 orang.

Kelurahan Sukajaya dengan jumlah penduduk 15982 jiwa dengan 4552


kepala keluarga terbagi dalam 19 RW, dan salah satunya RW 05 Kampung
Astana Girang yang dekat lingkungan kampus dan merupakan lingkungan
mahasiswa yang penuh dengan aktfitas yang berhubungan dengan akademis.
Kampung Astana girang RW 05 yang terdiri dari 4 RT dengan jumlah
populasi…...orang, di dapatkan hasil bahwa banyak anak balita yang memiliki
tinggi tubuh kurang dari normal atau menderita stunting.

Setelah mendapat data mengenai Stunting, peneliti melanjutkan studi


pendahuluan pada tanggal 17 Desember 2019 di lokasi Kampung Astana
Girang RW 05, Peneliti melakukan wawancara kepada 10 ibu yang memiliki
balita. Dari wawancara didapatkan hasil 4 ibu diantaranya menjawab benar
bahwa stunting yang lebih umum disebut penyakit kerdil atau pertumbuhan
tinggi badan anak kurang dari normal, penyebabnya karena kurangnya asupan
gizi dalam jangka yang lama, dengan ditandai tumbuh kembang anak lambat,
tingginya kurang di banding anak lain yang seusia nya, efek nya yaitu anak
menjadi kurang berprestasi di sekolah, dan jika anak sakit penyembuhannya
lebih lama di banding yang lainnya. Sedangkan 6 ibu mengaku hanya pernah
mendengar sepintas tanpa pengetahuan yang jelas mengenai apa itu stunting,
gejala dan dampak yang ditimbulkan.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti


tentang “Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Memiliki Balita Usia 0-5 Tahun
Mengenai Stunting Di Kampong Astana Girang RW 05 Desa Sukajaya Wilayah
Kerja Puskesmas Pembangunan Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut
Tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan
masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu
Yang Memiliki Balita Usia (0-5 Tahun) Mengenai Stunting di Kp. Astana
Girang RW 05 Desa Sukajaya Wilayah Kerja Puskesmas Pembangunan
Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut Tahun 2019?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Memiliki
Balita Usia (0-5 Tahun) Mengenai Stunting di Kp. Astana Girang RW
05 Desa Sukajaya Wilayah Kerja Puskesmas Pembangunan Kecamatan
Tarogong Kidul Kabupaten Garut Tahun 2019
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Memiliki
Balita Usia (0-5 Tahun) Mengenai pengertian Stunting di Kp.
Astana Girang RW 05 Desa Sukajaya Wilayah Kerja Puskesmas
Pembangunan Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut Tahun
2019
2. Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Memiliki
Balita Usia (0-5 Tahun) Mengenai dampak atau akibat Stunting di
Kp. Astana Girang RW 05 Desa Sukajaya Wilayah Kerja Puskesmas
Pembangunan Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut Tahun
2019
3. Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Memiliki
Balita Usia (0-5 Tahun) Mengenai cara pengobatan dari efek
Stunting yang di timbukan di Kp. Astana Girang RW 05 Desa
Sukajaya Wilayah Kerja Puskesmas Pembangunan Kecamatan
Tarogong Kidul Kabupaten Garut Tahun 2019
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang
Stunting, serta dapat dijadikan bahan acuan lebih lanjut pada penelitian
selanjutnya, selain itu juga menjadi sebuah nilai tambahan bagi
pengetahuan ilmiah dalam bidang kesehatan terutama dalam pemberian
gizi pada anak.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai pertimbangan bagi
perawat untuk mengoptimalkan fungsi dan peran perawat sebagai
Health Educator bagi masyarakat. Secara khusus manfaatnya antara
lain:
1. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Menambah ilmu pengetahuan terutama mengenai
perkembangan ilmu pengetahuan dalam ilmu keperawatan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan
untuk memperluas wawasan mahasiswa mengenai stunting dan
dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai data
dasar bagi puskesmas untuk intervensi dan implementasi lebih
lanjut.

4. Untuk Tempat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai data


dasar bagi peneliti lainnya yang ingin melanjutkan penelitian dengan
lingkup yang sama.

5. Bagi Responden Penelitian

Bisa menambah wawasan mengenai stunting dan sebagi


bahan masukan dan informasi kepada ibu mengenai stunting yang
dapat di cegah dengan pemberian gizi seimbang.

6. Bagi Peneliti

Sebagai bentuk pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh di


bangku kuliah. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai
referensi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah
pengetahuan masyarakat mengenai stunting.

Anda mungkin juga menyukai