Anda di halaman 1dari 88

Sulaman Rindu

Bianglala Redup 2008


A. R.

Bertiti hari di bianglala redup


Seiring menampak senyuman dewi senja
Mengalir amarah, rindu, dan asa
Berasal kucuran luka menganga
Pedih terbarut berbalur bisa nista
Aduhai keluh dalam tawa komedi
Menepis untaian rindu dendam
Berkarat di sahara gersang nan hampa
Karena antara dua hati, satu kilas mata
Membumbung lalu terampas di cadas
Dalam tidurnya bantalan duri
Membekap sang dara sunyi jelita
Biru dan bisu…
Entah kemilau jadi
Laksana bianglala menjelang awan
pergantungan
Sehabis balada putih
Namun kini ia redup
Dan entah untuk kian meredup
Bilakan dicampak buat terenggut
Banjarbaru, 20 Pebruari 2003

Kelana Budi
1
Sulaman Rindu

A.R.
2008
Wahai kelana budi
Engkau datang dari pelosok negeri
Hanya untuk mengaih kehidupan suci
Secercah asamu menanti mekar seri

Wahai kelana budi


Kau lalui jalan dengan menampi sunyi
Tapak-tapak duri menggores langkah itu
Tak hirau walau meratap rayui

Wahai kelana budi


Intiplah tiang pengharapanmu
Sukakan dalam derai rengekmu
Kikis segala kesumat pendera

Wahai kelana budi


Jemput daku setelah jaga mimpi pateri
Aku menanti di hiasan tangga azali

Banjarbaru, 6 Juli 2003

Untuk yang Buta


Azeli Riswan

28
Sulaman Rindu

Mengapa harus ada caci


dan liur basi terbuang percuma 2008
bila ada insan buruk rupa
Tak bisakah ia sedikit harga diberi?

Mata dunia selalu buta


bila membedakan antara emas dan kuningan
parasnya serupa kilauan
bila terpendar cahaya

Seorang pecundang nampaknya raja


bila mahkota ia punyai
padahal nyata bulusnya

Seorang pertapa nampaknya hina sahaja


karena tak bersayap uang kertas
dan berenang di telaga permata
padahal mungkin ia punyai bahagia

Engkau memang buta untuk selamanya

Banjarbaru, 6 Juli 2003

Pengamen dan Kacung kecil


A.R.

Menguak malam dipinggiran mini kota


Disebuah café kelas bontot
Kerlap terangguk mengusung malam kelam
Terdampar seorang pengamen jalanan
Dan kacung kecilnya disana
Ia sedang melantun lagu liris
Gitar tua didekapnya erat seolah kasih menghiba
Merengkuh kecongkakan malam rajam
27
Sulaman Rindu

Tatap matanya teramat kosong


2008 Dan entah karena perut yang terlanjur kosong
Bukan pop ataupun blues yang dinadakan
Namun balada diri yang jelata
Dan sebuah kejujuran walau itu untuk cacing perut
Coba bandingkan dengan seorang pejabat
Yang terlalu buta tuli sumpah serapah rakyat
Polos hati mereka yang ngilu
Saat ini tiada mengingat mereka pada mobil dan rumah
yang wah!
Ataupun sekedar pakansi1 berhura-hura
Dengan uang rakyat
Yang mereka maui cuma sahaja
Meniti hari dengan sesuap kasih
Oh pertunjukan nyanyi mereka telah usai
Si kacung gesit menampikan topi lusuhnya
Berharap recehan tersisa
Nyata binarnya matanya yang terang
Menantang pandangan kotor yang menggerayang
Mereka pergi dengan rona wajah tak terlukisi
Banjarbaru, 6 Juli 2003

Bila Dia tahu


A.R.

Lorong waktu telah menghantarkan daku


sebegini letih
Memaknai setiap desir yang terbuhul
Dengan nada sumbang di buaian menafi
Dimana arus menjegal kaki yang tiada daya
Hingga terseret ke hilir jauh
Dan jauh di sudut titik
Apalah arti mulia yang dipahat diprasasti
28
Sulaman Rindu

Namun hampa nyata direngkuh


Kembalikan jiwa yang pongah 2008

Menantang dengan nada membusung


Bukan jiwa yang lemah menghiba
Bukankah itu lebih adanya?
Andai waktu mengulang ekornya
Seribu satu dosa bisakah ditebusi lagi?
Tidak mungkin sejadinya ia
Angin semakin menderu
Menggulung debu yang terombang
Apakah ranting pohon itu patah serta merta?
Mungkin yang bisa menjawab hanya ia sendiri
Karena ia hanya pura-pura bisu
Sedemikian itu sebab embun enyah untuk
mencumbunya
Teregas pula akan daunnya
Andai dia mau tahu
Banjarbaru, 6 Juli 2003
Pengakuan Hamba
Azeli Riswan

Ya, Rabbi…
Kemana ku lari?
Berpaling dari wajah-Mu
Bila aku masih berada di naungan langit-Mu
Dan setiap nafas kau yang beri

Ya, Rabbi…
Kemana lagi kucari?
Perintang hatiku
Bila aku telah mabuk oleh manis cinta-Mu
Namun hanya aku telah menafi

27
Sulaman Rindu

Di tetes embun pagi


2008 Ku dapati asma-Mu
Pun gunung batu kutemui jejak itu lestari

Ya, Rabbi…
Sujud rukukku tak pantas kau puji
Tak pantas sekali aku mewarisi
Kesenangan sorga-Mu
Pun tak aku kuasa menahan azab siksa nerakamu
Besar sekali pengharapanku
Akan keampunan-Mu
Karena aku tahu hanya Kau lah
Yang maha Pengampun

Banjarbaru, 6 Juli 2003

Mama
A.R.

Mama…
Luapan nafasmu tiada lagi memburu
Pukulan jantung pun telah surut
Beku dalam remang fajar
Sontak nyaliku
Sebuah warta tentangmu
Di pagi 1 Januari 2004
Di pembaringan kesakitanmu
Telah kau kulaikan nyawa
Terjaga oleh tarian tuan izrail si Pencabut
Hijrah ke dimensi kilauan cahaya
Hadirat Rabbil Alamin

Ketiadaanku di sisi cinta harap mu


Lalai aku atas cintaku kepadamu
Tiada banjir air mata
Hanya iringan do’a menggiringmu

Tatkala suatu sore awal zulkaidah


28
Sulaman Rindu

Kesekian mohon pamitku


Engkau yang terbujur 2008
Aku dengar keluhmu
Tatap kasihmu
Menelanjangi pedih ngiluku
Tiada menanda suatu perceraian hayati
Memekarkan bunga hitam
Di taman selaksa mimpi

Mama
Disana dirimu
Semoga beri restu aku selalu
Dengan amanat cintamu
Yang kujaga
Terkirim salam rindu ini untukmu

Pecinta Lara
A.R.

Aku memang pecinta penuh lara


Yang telah buta oleh parasnya
Tiada pengobatnya
Selain bisikan merdumu kekasih hati

Tiada siang kerontang


Tiada malam gemintang
Yang ada hanya parasmu

Terseok aku di tengah gurun


Tak aku temui jejakmu wahai kekasih
Hamparan pasir terserak oleh amukan badai
Hanya tinggal kelebat bayangmu
Menghimpun segenap kerinduan ini
Dan bila datang deruan angin
Aku tanyakan dimana si penebar cinta sembunyi
Dipelosok manakah?
27
Sulaman Rindu

2008 Biarpun hanya seulas kerling pandanganmu


Aku sangat dahaga cintamu
Ataukah aku akan sekarat menantimu menyambut
kerinduanku kepadamu
Banjarbaru, 7 Maret 2004

Dua Tahun yang lalu


A. R.

Dua tahun sudah


Senang dan duka mewarnai perjalanan ini
Tangis dan tawa meronai wajahku
Kenangan manis masih aku rasakan
hingga kini
Disaat bersama dirimu
Namun itu hanya dua tahun yang lalu

Sungguh tak bisa kumenjauh


Dari cintamu yang telah pikat hatiku
Bagaimana aku bisa melupakanmu
Bila namamu tak terhapus
dari debaran hati ini yang rapuh

Telah kucoba mencari cinta yang lain


namun membuat lukaku semakin dalam
Aku selalu tenggelam dalam suatu sesalan
tentangmu
mengapa ini terjadi
tidak terbersit kah aku di hatimu?
berlalu begitu saja kah cintamu kepadaku?
28
Sulaman Rindu

Aku hanya bisa meratap diri 2008

Disaat malam yang sunyi


Hendak kemana aku tumpahkan
Segunung rindu

Bintang
A. R.

Di dalam kotak segi empat


Ada jiwa murung bermenung
terkurung

Langkah jejak membumbung


diantara lubang angin
Menguntit sang bintang
Hanya satu telihat kilauan

Dengan nafas alun petik bunga


harap
Detak yang kian mengilu
memeras
Setiap seratus dalam satu
Menjelang tunai sebuah janji
27
Sulaman Rindu

2008

1000 melankolia
A. R.

Seribu hariku tanpamu


Seribu rindu mendendam di kalbu
Seribu cinta terbiar
Seribu harap menjulangkan manis kenangan
Seribu do’a lafazdkan mantra lara

Seribu sesalan perih terbalurkan


Seribu tawa sandiwara
Seribu tangis amis kemis
Seribu mimpi tabur duri

Seribu ilusi mekarkan inspirasi


Seribu puisi penyanjung cinta
Seribu langkah terlampaui

Namun ku tetap disini


Seribu hariku tuk menanti
Sang dara hati
28
Sulaman Rindu

Seribu tak pasti


Tak kan renggut nyanyi pecinta sepi 2008

Mekar di genggaman
A. R.

Segenggam cinta yang kupunya


Sanggupkah ditumbuhkan diterik nan
gersang
Bilakah awan mendatangkan hujan
Atau hembusan bayu yang
menggundahkan awan
Aku tiada mengetahui
Aku hanya punya segenggam itu
Walau tanpa kusemaikan
Biar mekar ia digenggaman
Meski tanpa curah sang hujan
Karena tersadar aku
Hujan panas hanya menggelar pelangi
indah
Tiada pernah dapat menitinya
Elok dirasa
Hampa dinyata…

27
Sulaman Rindu

2008

Mai
A. R.

Mai…
Kau adalah jiwa di tiap bait soneta
Ketiadaan makna tanpamu
desir kalimah kucipta
Tiada rasa dan asa manjakan gelora
Mai…
Di sudut mata sendumu
Kujelajahi lirik romansa
Pulas halus bahasamu
ungkapkan seribu satu puisi
Karena kau pancarkan aura suci
Dari khasanah paras lentik geraian hatimu
Merawankan kuasa denyut buluh nadiku

Mai…
Tak ingin kau kuibarati kuntum bunga
hanya aroma tebar pesona
menghilang dihembusan angin selatan
Tak inginku kau bak bintang
tiada daya aku menjelang kilaunya
pun tak mau kau jadi si bianglala
yang semarak sejenak
namun bermuram pula akhirnya

Mai…
Tetaplah kau sebagai bait perinduku
Karena kau dan aku adalah satu nafas-Nya
Selama bara cinta itu masih menyala

28
Sulaman Rindu

Banjarbaru, 8 Juli 2003


2008

Sulaman Rindu
A. R.

Dermaga ujung murung


Telah aku labuhkan hati dibatas ini
Bersama riak gelombang sungai
martapura
Liukan angin penari yang menerpa
dua wajah
Menyatukan nafas hangat kita
Pandang mata lepas mengekor
Setiap bahtera yang lampaui
Memecahkan buih

Dermaga ujung murung


Ada sulaman rindu disana
Disaat semua itu sirna kini
Ku rindu pada tonggak-tonggak yang
masih kukuh berdiri
Ketika kau tinggalkan sendiri aku dan
dia dalam ketermanguan
Diantara riuhnya

Dermaga ujung murung


Kini nafasku sepertiga yang sisa
Tak sedalam saat itu
Masih bisakah aku nanti
menjengukmu
Di saat rentaku

27
Sulaman Rindu

Atau apakah dirimu akan mengubah


2008
wajah tenangmu
Hingga yang ada keterasingan
Bukan yang dulu pesonamu

Dermaga ujung murung


Kau lukiskan cinta kasih kami
disandaran tidurmu
Dan arus cerita ini hingga ke hulu
Barito

Banjarbaru , 21 Desember 2003

28
Sulaman Rindu

2008

Pahlawan
A. R.

Pahlawan
Bukan foto yang digantungkan
Atau patung yang dikeramatkan
Deretan lencana dan piagam
Bukan sekedar pengabadian itu
Namun dia yang mengisi setiap jengkal dengan
nilai perjuangan
Hidup dan mati adalah satu tujuan

Pahlawan
Engkau akan meratap
Engkau akan menjerit
Melihat negeri ini terkoyak
Dijamah kerakusan

Pahlawan
Anak cucumu telah banyak melupakan engkau
Padahal telah engkau tunaikan pengorbanan
Kau hanya dilihat sebagai prasasti mati
Tiada guna seremonia
Bila nilai perjuangan terus dikhianati
27
Sulaman Rindu

2008
Lianganggang, 23 Agustus 2004

Kalah
A. R.

Di lentera bentang senja


Surya memadam binarnya
Kicau pipit menadakan tembang ditengah lalang

Peraduan di sebuah sabana


Berselimut asap mengumbar sunyi

Aku pengelana sesat jalan


Kegamangan menyeret langkah terseok
Gundah mengundang kelam membayang
Mengapa jalan simpang dipilih?

Aku terkapar kalah


Lihatlah aku di Barat tenggelam
Hampa yang aku rengkuh melenguh

Aku kalah…
Sungguh sangat kalah
Semua penjuru menghunjamku
Ejek senang mereka lontarkan
Laksana lakonan demi kesenangan ditumbalkan

Dengan pohon randu di padang rumput ini pun aku


terhina malu
Ia tegak membusung
Sedang aku perkasa namun terjerembab dalam
28
Sulaman Rindu

Karena aku kalah


2008

Dan keegoisanku tak sanggup menopang ringkih ku


Teramat banyak aku mengeluh kesah
Aku ada di sudut penantian masa
Jelang malam terusik rindu pulang
Kunantikan esok pagi
Sabana hijau corak biasnya

Lianganggang, 05 September 2004

Ya Rabb
A. R.
27
Sulaman Rindu

Duhai ya Rabb
2008 Hanya engkaulah yang Haq
Hamba hanyalah putaran nisbi
Ruang dan waktu tiada mengikatmu
Karena kau berdiri atas kuasa-Mu
Sedangkan hamba hanya onggokan
Yang bergantung belas kasihmu
Ya Rahman

Telah kutiti nafas kesekian dalam gemulai diri-Mu


Sejauh ku memandang
Tak nampak bayangku sendiri
Sungguh teramat kerdil aku di dalam keagungan-Mu

Hamba tetaplah sesuatu yang nisbi berkarat oleh masa-Mu


Engkau jua Maha Mutlak adanya
Berpangkal akan segalanya pada-Mu Ya Rabb

Nyata buta mataku setelah keadaan melihat


Nyata tuli pendengarku untuk lagi mendengar
Bebal hatiku karena penuh kubangan noda
Hilang warasku tanpa-Mu
Aku menggelayut dalam genggaman-Mu

Entah rasa yang mati


Memalingkan wajah kotor ku
Aku tidak kehilangan asa
Penuh derita rindu mendendam
Jauh dari Mu wahai kekasih

Duhai Maha Keindahan


Jangan jauhkan aku dari-Mu barang sedetik
Sungguh nyata siksa azabku kutanggungkan
28
Sulaman Rindu

Bermula harapku adanya diri-Mu


Jangan jadikan sesembahan selain Engkau 2008
Tiada elok mereka dibandingkan-Mu
Walau teramat malu aku mengaku sebagai hamba-Mu
Namun hidup dan matiku tetapkanlah disisi-Mu

Lianganggang, 23 Agustus 2004

Buhul
A. R.

Duhai…..
Yang namanya terbuhul dalam
sukma ku
Sampai sudah kah nafas cinta
menyapamu?

27
Sulaman Rindu

2008 Aku selalu dan selalu talikan


harap
dalam penantian mabuk rinduku
Ku pecinta pengagum untai
senyummu
Tentang mu
hunjamkan rawan hati dalam
tabuh sunyi
Kering kata ucap ku puji gerik mu
Derita menanti berasap asa
Walau tak tau artiku
Hati yang satu telah hilang
olehmu
Oh aura hidup ku

Martapura, 15 April 2006

My beloved
N.N.

28
Sulaman Rindu

My beloved….
When I meet you, I’ll tell you
2008

How dearly I love you

My beloved…
How will I survive those nights
How will I survive these days…
How will I survive the lonelies without
you?

My beloved…
A painful solitude suffuses me…
The days and nights I think of
you

My Beloved…
In my eye I will hold you
In my heart I will hide you

My beloved…
Someday I’ll tell you what I’m
going through
I’ll tear out my heart for you to
see

27
Sulaman Rindu

Sekian Untukmu
2008 A. R.

Sayang…
Sekian waktu ku berjalan dalam sunyi
Sekian kumenanti bayang indah tentang dirimu
Sekian sudah pasti aku slalu mencintaimu
Slalu dalam hati kecilku

Sekian ketiadamaafanmu
Sekian pedih ini terasa

Sekian masa, kau buatku berbunga


Masa yang lain kau timpakan derita

Sekian rinduku menggumpal jadi salju


Sekian hariku tanpamu
Sekian rinduku dihapus haru biru
Sekian asa kukumpul jadi satu
Hanya untukmu…

Sekian cintaku tak hirau olehmu


Sekian ku mencoba mencinta satu yang lain
Sekian takutku akan cinta

Sekian tentangmu ingin membuatku selalu tahu


Sekian namamu
Sekian suara lembutmu
Sekian parasmu
28
Sulaman Rindu

Sekian debaran jantungku


Sekian hela nafasku 2008

Sekian gilaku padamu


Sekian kebimbanganku
Sekian arti yang tak kutau

Sekian kenangan yang hanya jadi milikku


Sekian nista dirimu terhadapku
Sekian sandiwara cinta pelangi

Sekian sabarku
Sekian kepongahanmu
Sekian kepecundangan diriku
Sekian luka yang kau torehkan

Sekian kepura-puraan cinta sejati


Sekian kepahitan cinta kita

Sekian kesendirianku
Sekian keberatanku untuk melupakanmu
Sekian mimpiku di awan bersamamu

Sekian detik kegelisahan jiwaku memikirkanmu


Sekian kehausan pada bayanganmu yang tak pasti
Sekian harapanku adanya sinar harapan
Sekian kesanggupanku untuk menantimu

Sekian sesalanku
Sekian kisah cinta lama kita
27
Sulaman Rindu

biar usang terbakar senja


2008

Sekian kepedulianku tentangmu


Sekian dayaku untuk mencintaimu, merinduimu,
memujamu
Sekian siksa hati ini
Sekian saja cintaku

Lianganggang, 2 oktober
2007

Maret
A. R.
Maret itu…
Dua insan telah disatukan
dalam satu ikatan suci mahligai biru
layar telah mereka kembangkan
mengarungi bahtera hidup
28
Sulaman Rindu

tuk lampaui pulau harapan


2008
Sementara…
ada insan yang tersisihkan
tiada kemeriahan yang turut dirasakan
hanya sebuah kemuraman

Alunan nafas melambat


manakala impian terpatahkan
sayap cinta berhamburan
terbangkan bulu-bulu pengharapan

Tiada pun daya


yang ada rasa
ketika tersadarkan
bahwa ini sebuah suratan
ataukah jalan panjang menuju kebahagiaan?

Sedikit sesal terkuak


diantara berjuta kata
yang tak terucap

Ragawi boleh kan terbelenggu


nurani kan menembus ruang dan waktu
masih ada hari esok
meski dalam penantian sunyi
“I Always Love You”

Lianganggang, 22 Pebruari 2008


Bunga
A. R.

Bunga…
Kau mekar di taman mimpi yang terbuang sunyi
Harummu melangkahkan kaki ku tuk mendekat
Meski dengan seribu luka
Ku coba untuk hampiri kesemerbakanmu

27
Sulaman Rindu

Bunga…
2008 Kau pengobat hatiku yang selalu terenyuh
Kau sayap pengharapanku yang pernah
patah
Kau air yang memadamkan rindu
dendamku
Izinkanlah ku ada bersama keelokanmu

Bunga…
Meski ku malu untuk tahu apa artinya cintamu
Namun ku selalu mencoba untuk membawamu dalam
mimpi indahku bersamamu

Bunga…
Dengan apakah rasa terima kasihku
Karena ku hanya punya cinta yang usang
Cukupkah itu untuk mu?

Bunga…
Semoga nafas kita satu
Dan selamanya tetap satu
Lianganggang, 2 Maret 2008

Malam Sang Perindu


28
Sulaman Rindu

By: AR
Kala malam mengambang
2008

Ku diperaduan senyap tergolek hilang asa asmara

Kala sosok indah itu datang

Ku hanya bisu tiada terucap kata

Namun dalam hati ini terus berkumandang

Segenap rindu yang tak bertautkan sayang

Walau hanya sekerat bara, namun cinta ini masih berpijar

Ku selalu kalah terkapar bersimbahkan ratap sesalan

Aku, engkau dan masa lalu

Terus mengikat diriku dalam keterasingan keramain

Kala kuncup hati ini luruh oleh magis mu

Gelora angan menebar rayuan pilu

Betapa gunungnya harapan cinta tak mampu merubah suatu suratan

Hidupku, hidupmu adalah pilihan

Pilihan untuk menang ataukah jadi pecundang

Land. Ulin 25 Desember 2008

Cerpen

27
Sulaman Rindu

2008
By: Azeli Riswan

M asa final test telah usai, artinya liburan sudah menjelang dan

tidak ada lagi hari-hariku seperti biasa yang dipenuhi aktivitas bejibun

sebagai mahasiswa kedokteran. Rasanya aku ingin segera pulang ke rumah,

berkumpul dengan keluarga,setelah sekian lama berpisah. Pokoknya aku

ingin lepas sejenak dari berbagai kesibukan, untuk menikmati lagi suasana

kampung halaman yang sudah membayang di pelupuk mata.

28
Sulaman Rindu

Gunung-gunung yang hijau berbaris, aliran sungai Amandit meliuk


2008
menuju ke hilir senantiasa dilewati rakit-rakit bambu yang ditanjak oleh

anak-anak suku Dayak Meratus. Hutannya juga masih perawan ditumbuhi

aneka pepohonan seperti kayu manis, kemiri, durian, manggis, cempedak,

dan lainnya. Disertai satwa yang hidup tak terusik dalam habitatnya.

Semuanya merawankan hatiku untuk cepat pulang. Akankah

suasananya tidak berubah, seperti dulu sewaktu aku masa kecil.

“Tidak menunggu pengumuman hasil ujian dulu, Wan?” kata Rifyal,

teman satu kos, ketika melihatku berkemas-kemas.

“Entar aja,”jawabku singkat.

“Buru-buru sekali, apa karena sudah ditungguin sama calon yang di

kampung?”selorohnya.

“Calon apa?” kataku balik bertanya.

“Lho, katanya sudah dijodohin sama anak Pak Lurah.”

“Aih, kamu jangan asal ngarang gitu. Sudahlah, kalau kamu nggak ada

kerjaan mending anterin aku ke terminal,” kataku ketika selesai menyusun

barang bawaanku ke dalam tas ransel.

“Oke bos!. Tapi jangan lupa oleh-olehnya kalau sudah balik lagi

kesini,” pintanya.

“Beres!” jawabku. Sungguh kasihan pikirku si Rifyal, liburan

semester ini, dia belum bisa pulang. Untuk pulang ke Jambi daerah asal

Rifyal harus menempuh jarak yang sangat jauh dari pulau Kalimantan ini.

Mungkin masalah biaya, waktu dan tenaga menjadi kendala, sehingga butuh

dipikir ulang untuk pulang kesana kalau tidak benar-benar perlu.


27
Sulaman Rindu

Kira-kira tiga jam perjalanan darat akhirnya aku tiba di Kandangan,


2008
sebuah kota kecil nan asri berjarak 130 km dari Banjarmasin, ibukota

propinsi.

Jantung kota Kandangan dibelah oleh sungai Amandit yang mengalir

dari kaki pegunungan meratus. Untuk mencapai kampungku, Hulu Banyu,

harus ditempuh lagi menggunakan angkutan pedesaan jurusan kecamatan

Loksado. Dari Kandangan yang merupakan ibukota kabupaten menuju

Loksado berjarak 40 km akan memakan waktu tempuh kurang lebih satu

jam.

“Hei!. Kamu yadi kan?” sergahku takjub begitu akan duduk di dekat

kursi sopir taksi yang kunaiki.

“Wandi!” sebutnya tak kalah terkejut.

Pertemuan seketika antara dua orang sahabat yang lama tidak

bersua menggugah banyak nostalgia. Sepanjang perjalanan tak lepas

mengungkapkan cerita-cerita saat kami masih sama-sama bersekolah di

sekolah lanjutan dengan segala kenakalannya kala itu. Jika mengingatnya

kembali sungguh membuat geleng-geleng kepala sendiri, karena kalau

dipikirkan sekarang perilaku kami itu kadang terasa bodoh dan memalukan.

Ah, masa remaja itu.

&&&

Kedatanganku disambut suka-cita oleh Bapak dan kedua adikku, Madi

dan Masriah. Kulihat dirumah terdapat kampil-kampil berisi duku dan

rambutan. Rupanya Bapak akan membawanya ke Kandangan untuk dijual.


28
Sulaman Rindu

Sekarang memang lagi musim buah-buahan, hampir setiap warga disini


2008
mempunyai kebun. Jadi, kalau lagi musim panen akan kebanjiran oleh

berbagai macam buah-buahan itu.

Sebetulnya ada pengumpul yang datang dari Kandangan untuk

membeli buah-buahan langsung di kebun pemiliknya. Hanya saja harga yang

ditawarkan tentu akan lebih murah apabila dibandingkan kita sendiri yang

menjualnya ke pasar.

Selintas suasana rumah ini tampak tak semarak tanpa kehadiran ibu.

Yah, ibu memang sudah meninggal satu tahun silam, ia terkena suatu

penyakit parah dan sempat beberapa hari opname di rumah sakit. Dan kala

itu pada hari kedua kondisinya semakin membaik setelah perawatan

intensif. Aku cuma satu hari dapat menjaganya di sana, karena keburu balik

ke Banjarbaru disebabkan aku sedang menghadapi ujian semester.

Tetapi ternyata kehendak Tuhan berkata lain. Pada hari ketiga

kondisi ibu tiba-tiba saja kembali memburuk dan pada akhirnya ia

meninggal dunia tanpa kehadiranku disisinya, sungguh suatu penyesalan

dariku. Namun yang menambah kesedihanku adalah tuduhan keluarga dari

pihak ibu yang mengatakan bahwa ibu telah kena kutukan leluhur. Dikatakan

penyebabnya adalah keengganan ibu untuk menjadi dukun beranak,

sedangkan seharusnya ibu lah yang mesti mewarisi kemahiran itu

berdasarkan aturan silsilah keturunan pihak ibu tersebut.

Oh, sungguh sekejam itu kah sebuah kutukan, pikirku. Bukankah aku

yang akan meneruskan cita-cita luhur itu sebagai seorang dokter pada

nantinya. Ah, dikutuk leluhur katanya.


27
Sulaman Rindu

&&&
2008
“Wan, jenguk lah kakek Daud, beliau sedang terbaring sakit di

rumahnya,”kata Bapak saat pulang dari menyadap karet.

“Sejak kapan beliau itu sakit, Pak?”

“Sudah beberapa hari yang lalu sekujur tubuhnya lumpuh.”

“Baiklah, saya akan menjenguk kakek setelah shalat Zhuhur nanti.”

Kakek Daud adalah famili ibuku. Dengan menyusuri pinggir sungai

Amandit mengarah ke selatan aku menuju rumah beliau yang ada di balik

bukit itu kurang lebih 1 km dari rumahku yang ada di sisi utaranya.

Gemericik sungai laksana gemuruh hujan yang tak henti.

Kudapati kakek Daud tengah terbaring lunglai tanpa bisa bergerak,

ia dikelilingi oleh anak cucunya.

“Ayo, masuk saja wan!” suruh nenek Asnah ketika melihatku di

ambang pintu rumahnya.

“Kakek kenapa, Nek?” tanyaku.

“Anu, dua hari yang lalu sewaktu pagi bangun tidur kakek langsung

terjatuh dan tidak bisa menggerakkan kaki dan tangannya .”

“Mungkin kakek kena stroke,” kataku mencoba mendiagnosis karena

apa yang dikatakan nenek Asnah tadi layaknya ciri-ciri serangan stroke.

“Bukan itu Wan karena karena kata dukun, kakek terkena murka

arwah leluhur yang kuburannya lupa ia rawat dengan baik,” bantah nenek

Asnah lebih mempercayai ujaran seorang dukun dibandingkan pendapatku.

“Malam sebelum kakek sakit, ia pernah mengigau menyebut-nyebut

kuburan leluhur yang terletak di hutan Enau. Jadi sekarang aku menyuruh
28
Sulaman Rindu

si Pardin mendatangi kuburan itu untuk memberi sesajen,” kata nenek


2008
sangat percaya dengan keyakinannya.

“Menurut saya sebaiknya kakek cepat kita bawa ke rumah sakit di

kota, disana beliau akan dirawat lebih baik, Nek!” usulku.

“Tidak Wan, keluarga telah memutuskan akan tetap merawat kakek

disini sampai kutukan itu berakhir,” cegahnya.

“Kalau masalah biaya jangan nenek risaukan karena akan saya

rundingkan dengan bapak,” kataku coba memberi solusi, kalau itu yang

menjadi kendala pihak keluarga yang melarang kakek di rawat di rumah

sakit.

Namun saranku tadi sepertinya tak digubris. Aku Cuma bisa kasihan

melihat kondisi kakek Daud, karena ia dibiarkan tanpa perawatan yang

memadai dengan keadaan menderita penyakit yang separah itu.

Ini adalah sebuah kutukan atas kelalaian, titik! Pikir mereka. Dan

mereka pun akan menerima begitu saja nasib itu hingga ajal mungkin akan

menjelang tubuh yang telah terbaring ringkih tiada berdaya. Ah, nafasku

terasa begitu sesak.

Ya Allah, untuk apa aku menjadi dokter jikalau belum bisa menolong

sesama yang memerlukan uluran tanganku. Apakah aku begitu tak berdaya

menghadapi semua ini?.

&&&

Tak tertolong. Kakek Daud telah dijemput kereta ajal, isak tangis

keluarga mengiringi pemakaman beliau. Aku Cuma berdiri mematung

mengamati dari kejauhan di balik rumpun bambu yang tumbuh di pinggiran


27
Sulaman Rindu

sungai Amandit. Aku merasa begitu hampa dengan ketidakberdayaan untuk


2008
mengubah situasi yang semestinya dapat aku tangani.

Menguak dibenakku pertanyaan, apakah profesi dokter dapat aku

jalankan di kemudian hari semulia yang kuidam-idamkan? Akankah aku

dapat menjawab kutukan itu?. Semoga.

Bukit Dieng, 18 November 2004

Cerpen

By: Azeli Riswan

28
Sulaman Rindu

2008

S ejak dari tadi pemuda itu hanya duduk melongo pada dermaga

kecil di pinggiran sungai Martapura, yakni Dermaga Ujung Murung. Nampak

serius benar ia berpikir, entah juga hanya melamun atau ada seseorang

yang sedang ditunggunya. Namun sepertinya tidak karena tatap matanya

begitu kosong dalam kehampaan tak tentu tujuan. Hiruk pikuk pelabuhan

itu tak dihiraukannya, pun panas terik matahari yang memanggang kota

seribu sungai Banjarmasin.

Riak gelombang sungai yang ditimbulkan perahu yang lewat menyapu

bibir daratan, warnanya keruh kecoklatan, jelas sekali pencemarannya.

Tetapi di sepanjang pinggiran sungai ini beribu-ribu orang yang tinggal,

mereka beraktivitas dilakukan disini mulai dari mandi, mencuci, memasak,

sampai membuang kotoran, ih sangat kotor. Tapi mau kemana lagi, tokh

hidup mereka bergantung disana.

Berjam-jam telah berlalu dan ia pun belum ingin beranjak juga. Har

memang punya kenangan tersendiri akan tempat ini, seakan mau ia

menapaktilasi cerita semalam yang indah sekaligus teramat getir.

27
Sulaman Rindu

“Oouh…”katanya melenguh hampa, mungkin kata itu yang sedikit bisa


2008
mengeluarkan kesumpekan jiwanya.

Terbayang kata-kata Mar silam. “Aku ingin membuktikan kepada

semua orang kalau aku bukanlah tipe cewek yang cengeng,” ujar Mar

bergelora.

“Maksudmu bagaimana kau membuktikannya?” tanya Har bingung

ucapan gadis itu.

“Aku belum selesai bicara, langsung kau serobot saja,” protes Mar.

“Sabar manis…, jangan naik darah dulu, OK sekarang aku akan

mendengarkanmu,” kata Har meredam emosi Mar yang dikenal memang

agak emosian. Har memahami temperamen temannya itu, mereka menjalin

pertemanan sudah sejak bangku SD sampai selesai SMU selalu satu

sekolah. Tiada lain yang bernama Mar adalah seorang cewek yang tomboy

walau sebenarnya cantik, ia sangat risih kalau harus makai rok, maunya

pakai jins belel, ia juga anti dengan kosmetik, jago dalam bermain basket

dan beladiri karate, juga tak ketinggalan gak pernah absen kalau urusan

berkelahi untuk mempertahankan prinsip yang ia punya meski lawannya itu

adalah cowok. Gimana cowok mau mencoba pedekate, salah-salah kena

bogeman dari Mar, sehingga cowok yang bisa berteman dekat dengannya

adalah cowok yang benar-benar memahami karakter Mar seperti Har.

“Aku akan mendaftar di Kepolisian tahun ini, aku yakin akan

diterima,”kata Mar mantap.

28
Sulaman Rindu

“Ngapain jadi Polwan, orang tua kamu kan punya perusahaan yang
2008
bonafid?” tanya Har. Mar memang anak satu-satunya dari seorang

pengusaha batubara yang terkenal di kota ini.

“Memangnya menjadi polisi untuk menjadi kaya, justru karena aku

sudah kaya maka aku tidak perlu duit lagi sehingga tugasku adalah sebagai

aparat penegak hukum yang jujur,” kata Mar berusaha menepis ucapan Har

tadi yang merendahkannya.

“Bukan begitu Mar masalahnya aku takut…,” kata Har tidak

melanjutkan kalimatnya.

“Takut apa?” tanya Mar.

“Aku takut… ah aku jadi malu ngomongin ke kamu,” ujar Har.

“Katakan sekarang saja Har atau kau akan…” ancam Mar sembari

mengepalkan tangannya siap melepaskan pukulan karatenya kepada Har.

“Aku takut kalau kau menjadi seorang Polwan lantas aku nggak bisa

naksir kamu,” seloroh Har dan malah Mar tak urung melepaskan pukulannya

ke arah pundak Har.

“Dasar mata keranjang, teman sendiri juga mau diembat,” ujar Mar

cemberut namun sebenarnya ia menahan tawanya.

Selayang kenangan itu menindih perasaan Har kini. Seluruh dunia

berduka untuk peristiwa bencana tsunami di Aceh dan Har adalah salah

satu yang sangat nestapa atas kejadian tersebut. Mar adalah salah satu

korban yang direnggut nyawanya oleh kedahsyatan bencana itu. Begitu ia

ditempatkan di bumi Serambi Mekah, saat itu juga diri Mar seolah

dipersembahkan masuk daftar kematian Malaikat Izrail.


27
Sulaman Rindu

Belum hapus dari ingatan Har detik-detik terakhir persuaan mereka,


2008
tatkala sehari sebelum Mar berangkat dalam penugasaan ke propinsi paling

utara pulau sumatera tersebut. Har sudah merasa bahwa hari itu adalah

pertemuan untuk kali yang penghabisan. Sehingga, perasaan yang selama ini

dipendamnya ingin diungkitnya saat momen itu juga, meski dengan

mengerahkan segala keberaniaan.

“Kamu sakit ya Har ?” Mar mengamati Har yang sepertinya nampak

tidak tenang dihadapan Mar.

“Ya sedikit kurang enak badan,” Har mencoba berbohong untuk

menutupi kecemasan dalam hati. Ada beban sebesar gunung yang dipikul,

ingin terus terang sekarang kepada Mar tapi lidah Har terasa berlipat

kelu. Dan perasaan yang ingin diungkapkan menjadi tertahan di

tenggorokan, hanya batinnya berujar,”Aku inginkan kau menjadi yang

terindah di hatiku.”

“Mar!” kata har pelan.

“Iya Har,” ujar Mar menanti kata Har lebih lanjut.

Mereka berpandangan beberapa lama, akhirnya keberanian Har

terkumpul untuk bisa mengatakan perasaan yang terdalam. “Mar akhir-

akhir ini aku merasakan ada sesuatu perasaan yang lain di hatiku,”ungkap

Har.

“Maksud kamu apa Har?” tanya Mar masih belum paham.

“Aku sayang dan cinta kamu Mar,” ujar Har yang pada akhirnya bisa

meluahkan segenap beban itu.

“Apa kamu bilang barusan?” tanya Mar tidak percaya.


28
Sulaman Rindu

“Aku sayang dan cinta kamu,” ulang Har sekali lagi.


2008
Mar menatap dalam mata Har seakan menelusuri kesungguhan

ungkapan hati dari Har tadi, lalu dia berujar,”Bukankah selama ini kita

berteman, tidak cukupkah persahabatan kita?” tanya Mar.

“Ya aku tahu Mar, tetapi jauh di dalam relung hatiku aku tidak bisa

mendustai perasaanku sendiri bahwa aku sangat mencintaimu dan semoga

persahabatan diantara kita semakin menjadi indah, maukah kau menerima

uluran cintaku?.”

“Aku juga ingin bilang bahwa aku tidak dapat menolak cintamu

karena aku telah jatuh cinta kepadamu dalam persahabatn kita selama ini”

jawab Mar.

Perasaan Har berbunga mengetahui cintanya ternyata tidak

bertepuk sebelah tangan, dengan spontan Har meraih tangan Mar dan

menciumnya lalu meletakkan tangan itu di dada kiri Har. “Mar coba kau

rasakan debaran jantung ini, dalam setiap detakan adalah tertulis

namamu,” ujar Har puitis.

“Ah kamu gombalin aku,”canda Mar menarik tangannya dari dada

Har.

“Suer,”kata Har.

“Yah mana ada jantung bisa menuliskan kata cinta,” ujar Mar

mendebat.

“Ada dong, buktinya aku mengungkapin perasaan ke kamu dengan

jantung berdebar-debar, tapi…” ujar Har menyetop kata-katanya.

“Tapi apa Har?” tanya Mar penasaran.


27
Sulaman Rindu

“Tapi karena aku takut kena bogem mentah kamu,” canda Har.
2008
“Iya deh mau-mau kamu aja, pokoknya kamu harus janji jangan

macem-macem ketika aku tinggalin, awas nanti kalau ketahuanku melirik

cewek yang lain pasti dapat hadiah bogem,” ujar Mar mewanti-wanti.

Semua cerita dirampas oleh kedahsyatan tsunami, berai tanpa

bekas. Ini adalah cerita kesedihan diantara beribu tangis pilu.

Dengan berada di dermaga in mungkin Har dapat menghibur-hibur

lara, karena disinilah kenangan itu tersimpan dan semasa kecil mereka

sering melepaskan keceriaan menonton setiap kapal atau kelotok yang

melintas. Debur sungai martapura menciptakan keindahan selayang masa

bahagia.

“Permisi!” dan suara seorang cewek yang baru datang tidak didengar

Har.”Permisi boleh saya duduk disini?” katanya lebih keras sehingga

memecah lamunan Har.

“Oh ya, ya silakan!” suara Har gelapan karena ia tersadar oleh suatu

suara lembut cewek.

Agak salah tingkah Har ada di samping cewek yang tidak dikenalnya,

bukan karena kebetulan ia berwajah manis, namun khayalan menjadi buyar.

Kebisuan tercipta, walau mereka ada di tempat yang sama masing-masing

disibukkan oleh alam pikirannya.

Keadaan seperti itu sungguh tak mengenakkan bagi Har, seakan beku

ditengah kegerahan siang berdebu. Hanya angin dari seberang yang

menghempaskan kesejukan ke wajah. Sesekali Har meliukkan mata kearah

cewek manis di sebelahnya, namun demikian tak selayang pun ia membalas


28
Sulaman Rindu

tatapan. Ia tengah asyik sendiri mengutak-atik HP di tangannya. Nada-


2008
nada tombol HP yang dipencet mengalun dengan suara tak merdu,tet…

tet..tet.., yah hanya pengulangan yang membosankan untuk didengar.

Kadang ia terlihat girang manakala nada pesan masuk berbunyi, entah siapa

kah orang yang bercengkrama dengannya melalui pesan udara itu.

Har mencoba memberanikan diri untuk memulai menyapa.”Maaf kalau

boleh tau, siapa yang sedang kamu tunggu?”

“Kamu berbicara kepada saya?” tanyanya berhenti memencet HP.

Dan Har dibuat celingukan, perasaan Har dari tadi Cuma mereka berdua

yang duduk dikursi tunggu itu, kemudian dijawab Har dengan anggukan.

“Saya sedang menunggu paman,” jawabnya, setelah itu berdiam lagi,

dia tidak menanyakan apa-apa kepada Har.

Beberapa saat kebisuan tercipta kembali, dan perhatian Har juga

teralih pada sebuah tongkang yang menarik gundukan batubara melintas di

depan. Emas hitam itu akan dibawa ke luar Kalimantan setelah

meninggalkan kerusakan di daerah penambangannya.

Tiba-tiba cewek disebelah Har angkat bicara.”Kamu sendiri sedang

menunggu siapa?”

“Tak ada,”jawab Har singkat saja.

“Ehhm,”gumamnya.”Lalu untuk apa kamu berlama-lama hanya

memandang ke kejauhan itu?” lanjutnya untuk menuntaskan keheranan atas

jawaban singkat Har barusan.

“Tempat ini sangat berarti buat saya karena tersimpan kenangan

indah disini,” tutur Har nelangsa.


27
Sulaman Rindu

“Kenangan yang bagaimana, romantiskah?,” telisiknya


2008
“Boleh dibilang begitu,”jawab Har.

“Kamu kerja apa?” ujar Har mengkorek.

“Begitu pentingkah?” tanyanya balik.

“Maaf kalau pertanyaanku itu menurut kamu mengganggu privasi,”

kata Har merasa kurang enak.

“Saya adalah seorang guru,” jawabnya mau mengalah.

“Sebuah pekerjaan yang sungguh mulia,” ungkap Har.

“Semua pekerjaan itu mulia asal pekerjaannya itu benar dan

dibarengi niat baik dan dedikasi yang tinggi,”jelasnya diplomatis.

“Seorang guru memang sungguh mulia, ibuku adalah juga seorang

guru dan saya bangga dengannya sehingga pernah terlintas cita-cita untuk

sepertinya.”

“Pekerjaan kamu sendiri apa?”

“Sebegitu pentingkah?” ujar Har menirukan perkataan teman

ngobrolnya itu. Tak dinyana tawanya pun pecah mendengar ungkapan Har

seperti itu dan Har ikut tertawa sehingga kebekuan yang ada menjadi

sedikit mencair.

Har mulai terkesan kepada…waduh ketinggalan menanyakan namanya,

kenapa tanya sana sini dulu, apakah Har sudah terhipnotis oleh pembawaan

cewek itu yang menampakkan aura kecantikan bidadari.

“Nama kamu siapa?” kata har makin lekat memandang.

“O iya kita belum mengetahui nama satu sama lain,”jawabnya

mengiyakan kealpaan mereka.


28
Sulaman Rindu

“Namaku Har,”jelas Har sambil mengulurkan tangannya.


2008
“Aku Nayna,” balasnya menyambut jabat tangan dari Har.

“Layla!” ulang Har padahal salah menyebutkan.

“N-A-Y-N-A, ingat itu,” eja Nayna untuk membenarkan telinga Har

yang agak tersumbat.

“Nayna” ulang har sekali lagi.

“Nah itu baru benar,” ujar Nayna girang

Sebuah speed-boat merapat di pelabuhan, satu persatu penumpang

dengan dibimbing sang pengemudi naik ke atas pelabuhan. Tiba-tiba Nayna

beranjak dari duduknya.

“Mau kemana?” tanya Har masih ingin berlama-lama mengobrol.

“Itu pamanku sudah datang,” sembari menunjuk seorang laki-laki

paruh baya yang berjalan kearah mereka dan melambaikan tangannya

kepada Nayna, ia pun menyongsongsongnya.

“Kapan kita bisa ketemu lagi?” tanya Har karena ada sesuatu

perasaan yang mengambang.

Nayna sejenak menoleh,”Kapan saja ada takdir yang akan

mempertemukan kita lagi,”tersenyum penuh makna kepada Har. Amboi…

hati Har laksana terbang ke awan.

&&&

Sore Sabtu…

Toko Buku Gramedia akhir pekan begini sungguh ramai dikunjungi

oleh pembeli. Mungkin ada yang cuma liat-liat alias pura-pura mau beli,

mungkin juga ada yang berniat mengutil, namun tentunya banyak orang yang
27
Sulaman Rindu

betul-betul akan membeli buku.. Har termasuk yag terakhir, ia tengah


2008
sibuk memilah-milih di bagian kumpulan buku sastra yang ada di pojok

ruangan. Rasanya semua buku ini bagus judulnya dan pengen diborong saja,

tetapi ia berencana akan membeli dua buah buku saja.

Tak sengaja sebuah buku dijatuhkan, dengan menjongkok Har

berusaha memungutnya di lantai. Akan tetapi ketika ia bangkit, tiba-tiba

Nayna telah ada di hadapan.

“Hah takdir !” pekik Har teringat ucapan itu, ia tersenyum bisa

berjumpa dengan Nayna kembali.

Nayna juga tersenyum manis. “Ampun Ya Tuhan aku tidak kuasa

untuk tidak mengagumi pesona itu,” batin Har berbicara.

“Percaya kan apa yang kubilang dulu kita akan bertemu lagi oleh

karena takdir,” ungkap Nayna.

“Itu memang tak bisa dipungkiri Nay, Tuhan adalah pencipta

skenario yang Maha Hebat.” jawab Har.

“Kamu kulihat sangat asyik memilih-milih buku?” tanya Nayna.

“Iya memang perlu mengisi otak dengan bacaan ini agar tidak

dirasuki oleh pikiran yang sempit. Sendirian ya kamu tadi kesini Nay?”

harap Har.

“Tidak kok, tadi aku bersama denga Rifki.” Jawab Nayna.

“Rifki itu siapa Nay ?” tanya Har agak jealous karena ternyata

Nayna ditemani oleh seorang lelaki.

“Dia adalah tunanganku,” jawab Nayna dengan mengernyitkan

senyumnya.
28
Sulaman Rindu

“Ada apa Har?” tanya Nayna manakala melihat Har termenung.


2008
“Tidak ada apa-apa?”cepat-cepat Har menguasai dirinya dan

menyimpan kegelisahan di hati dengan pura-pura sibuk membuka lembaran

buku ditangannya.

“Rif kesini sebentar!”ujar Nayna kepada seseorang lelaki perlente

yang berada di rak sebelah.

“Ya Nayna!” jawabnya seraya mengembalikan buku yang dipegang ke

rak asalnya.

“Dia adalah Har, teman baruku yang ketemu kemarin di

pelabuhan,”ujar Nayna memperkenalkan Har kepada Rifki.

Keduanya berjabat tangan, meski sejak dari tadi Har sudah jealous

waktu mendengar namanya disebut, apalagi melihat orangnya langsung di

hadapan.

“Sekarang kita pulang yuk!” ajak Nayna kepada Rifki.

“Sudah ketemu buku yang dicari?” tanya Rifki.

“Sudah,”jawab Nayna.

Har hanya mereguk air liur menyaksikan mereka berdua kelihatan

mesra.

”Kami duluan ya Har, bye!” ujar Nayna berlalu cepat dengan lelaki

itu. Senyum yang menggelorakan, ibarat selayang awan datang maka

selayang pula merembeskan perih.

&&&

Idul Adha tahun ini Har dan keluarga jauh hari sudah berada di

kampung kakek-nenek yang ada di Kandangan. Mereka berkunjung lebih


27
Sulaman Rindu

awal untuk bersilaturrahmi dengan sanak famili, hal itu dimungkinkan


2008
karena kedua orang tua Har sedang cuti, sedangkan adik-adik Har juga pas

liburan sekolah. Keadaan liburan kali ini lebih berkesan karena mereka

dapat berlama-lama menikmati suasana kampung halaman dengan

meninggalkan himpitan kepenatan dan kepadatan di kota.

Waktu liburan yang cukup panjang membuat mereka tak perlu lagi

tergesa-gesa mudik lebaran dibandingkan dengan biasanya yang hanya bisa

satu hari. Adalah suatu kebiasaan muda-mudi disana pada hari kedua atau

ketiga lebaran tidak afdal rasanya kalau tidak rekreasi ke berbagai objek

wisata, misalnya hiking, bisa juga ke pantai, itu tergantung keinginan

masing-masing. Kebetulan Har mempunyai sepupu yang sepantaran

dengannya yakni Kemal, anak Tante Nur, ia dan temannya mengajak Har

untuk piknik. Mereka berencana pergi ke Nagara, suatu kecamatan di

kabupaten Hulu Sungai Selatan. Disana mereka akan menonton perlombaan

dayung perahu Naga, katanya even itu rame karena diikuti oleh perwakilan

berbagai daerah di Kalimantan Selatan sehingga even tersebut menjadi

agenda wisata tahunan di daerah ini.

Kegundahan hati Har sedikit bisa juga terobati dengan menonton

pertunjukan, diantara beratus-ratus penonton yang menyoraki para

pendayung perahu Naga yang dengan semangatnya mengayuhkan dayung

untuk mencapai garis finish yang terdepan.

Har juga tak ketinggalan bersorak untuk menyemangati tim yang ia

dukung, yah ia mendukung tim perahu naga merah yang bernomor 4, entah

kenapa ia begitu yakin bahwa tim itu yang akan menang. Dugaannya tak
28
Sulaman Rindu

meleset ternyata tim itu lah yang akhirnya memenangkan perlombaan


2008
dayung perahu naga tahun ini.

Tanpa Har sadari, dari belakang ada seseorang yang menghampiri

kearah Har. Har merasa ada sebuah tangan yang menggamit pundaknya,

maka ia pun menoleh. Dan tak disangka Nayna sudah ada dibelakangnya

dengan senyuman yang terkembang. Sebuah pertemuan yang tidak

direncanakan, mengapakah ia selalu datang layaknya angin, batin Har

menjadi girang dengan adanya momen itu.

“Mengapa kau juga ada disini Nayna?” tanya Har dengan keheranan,

namun juga ada perasaan senang laksana seorang pengembara di tengah

gurun yang dahaga lalu menemukan suatu oase. Amboi.

“Karena takdir,” ungkapnya jenaka. Tapi kemudian ia

menjelaskan,”aku disini mengunjungi keluarga ibu ku.

“O jadi keluargamu berasal dari daerah sini, dimana Rifki?” tanya

Har tak melihat adanya tunangan Nayna itu.

“Ia mudik ke rumah mertuanya.”

“Mertuanya?” gumam Har bingung.

“Iya. Orang tua istrinya,”jelas Nayna.

“Kau?” Har semakin bingung.

“Aku sepupu Rifki, perkataaku yang kemarin itu janganlah kau

tanggapi karena aku cuma sedang bercanda kepadamu,” tandasnya.

“Aku jadi ngerti sekarang,” Har memahami ucapan Nayna.

27
Sulaman Rindu

Selayang awan yang menyelimuti mentari kini telah sirna. Bumi


2008
kembali berbinar oleh cahayanya. Esok mungkin ada atau tiada, tidak ada

yang tahu.

Bukit Dieng, 12 Januari 2005

Cerpen

By: Azeli Riswan

28
Sulaman Rindu

2008

L ama aku mematung di depan cermin, memandang wajah yang

setiap hari dijadikan topeng. Ah, kerut-kerut dimuka nampak begitu

kentara kini, sudah tidak segar lagi dibandingkan dulu. “Sudah sebegini tua

kah diriku?” tanyaku pada cermin yang hanya mampu memantulkan parasku

sendiri.

Waktu yang aku rasakan begitu cepat saja berlalu, dan tak bisa

untuk mengejarnya. Namun di usia yang menginjak kepala tiga ada sesuatu

yang kurang dalam kehidupanku. Memang benar hampir segalanya kuraih.

Karier sebagai penulis cukup membumbungkan namaku, dari segi materi

tidak kurang karena aku penulis yang produktif. Berapa banyak tulisan yang

27
Sulaman Rindu

kuhasilkan berupa puisi, esai, cerpen dan novel sudah tak terhitung,
2008
sehingga aku cukup puas manakala tulisan itu dibaca ataupun tidak oleh

orang lain. Yah aku sudah larut dalam dunia ini, itulah arah tujuan hidupku

yang aku harus selalu konsisten.

Kapan titel kelajangan akan dilepaskan?. Aku tidak bisa menjawabnya

sekarang, may be yes or may be no, nun di lubuk hati sebenarnya terkadang

iri juga menyaksikan teman seumuran telah berkeluarga dan mempunyai

anak dua atau tiga, mereka kelihatan bahagia menjalani kehidupan dengan

adanya anak dan istri dalam setiap langkah yang mereka tempuh.

Pendamping yang setia disaat senang maupun bahagia.

Apakah aku menjadi begitu introvert terhadap lingkungan pergaulan

lawan jenis. Entahlah, namun yang jelas keasyikanku dengan pena tak ada

bandingannya, ia dan tumpukan kertas tulisan seolah menjadi kekasih setia.

Ketika dirundung duka ataupun bahagia tak pernah mengkhianati, pokoknya

ia selalu setia mendengar keluh jiwaku. Atau kah aku telah terobsesi

dengan mendrmatisir hidup menjadi alur cerita karangan sendiri.

Perasaan kesunyian itu selama ini berhasil ditekan gejolaknya agar

tak meluap seperti lumpur Lapindo, tak kubiarkan menghancurkan aku.

Namun akhir-akhir ini bagaikan air bah yang tak terbendung lagi menjebol

bendongan yang kukuh. Aku hampa, terus dibujuk oleh sunyi. Semua itu

menguras banyak energi dan pikiranku, perasaan dikejar-kejar oleh

bayangan mengerikan mengenai keakhiran hidup tanpa seseorang yang

menemani. Akan tetapi disatu sisi yang lain merajalela trauma

membekaskan parut di dalam sanubari.


28
Sulaman Rindu

“Salah sendiri mengapa kau tidak menikah dengan May,” suara dari
2008
yang bernama dendam menyemprotkan bisa beracun. Itu sungguh bagian

masa lalu yang kelam, alasan May sungguh tepat dan rasional memilih

pasangan hidupnya seperti Randi seorang pengusaha kaya, dibandingkan

dengan diriku diwaktu itu hanya seorang pengangguran. Bukankah cinta

hanya menjadi nomor kedua setelah berumahtangga, nomor satunya adalah

kecukupan materi.

Memang sempat juga aku terpukul menghadapi kenyataan pahit

perpisahan. Kemana-mana terasa bagaikan tanpa disertai roh yang pergi

dari kehidupan ragawi, sehingga kadang antara pikiran dan gerak tak lagi

seiring. Dan ibu lah yang paling mencemaskan aku akan menjadi depresi.

Maka ia pun mati-matian berusaha mencarikan jodoh untukku. Namun tak

satu jua yang berkenan di mataku. Memang dunia ini akan sempit manakala

kita dihinggapi oleh hati yang sempit.

Seiring bergulirnya waktu, rasa itu hilang, semuanya baik- baik saja

karena aku bisa menerima kenyataan. Mengapa aku mesti menyesali sesuatu

yang sudah terjadi, tiada guna. Seharusnya terucap terima kasihku

untuknya karena ia bagaikan obor yang senantiasa memberikan cahaya

inspirasi.

&&&

Bête pikirku melihat halaman muka sebuah koran yang isinya saban

hari menampilkan gambar orang yang berlumuran darah karena kecelakaan.

Apa tidak ada tulisan lain, kok hanya bisa menulis berita yang itu-itu saja,

atau hanya untuk mencari agar korannya laku. Aku tak berminat
27
Sulaman Rindu

membacanya, yang dilihat cuma judul doang lantas diletakkan dengan


2008
perasaan dongkol. Koran kayak ini pantasnya dijadikan bungkus kacang,

nggak mutu ocehku dalam hati.

“Ada apa mas sedari tadi saya amati kelihatan kesal?” ujar gadis

penjaga kios koran itu kepadaku tiba-tiba.

“Ah nggak, aku sedang mencari sesuatu, cuma belum jua ketemu,”

jawabku sembari berusaha menyembunyikan kekesalan itu dengan

tersenyum hingga maunya sih mirip dengan senyum close-up ting! silau

men…. Tak disangka-sangka malah ia tertawa menyaksikan ekspresiku

seperti itu.

“He he he,” ia tertawa dan kontan terhenti dengan menutup

mulutnya ketika wajahku bersemu merah membeliakkan mata kearahnya.

“Ada yang lucu?” tanyaku merasa tersinggung. Emangnya gue badut

apa.

“Maaf ya aku tertawa bukan maksud mengejek, tapi begitu melihat

ekspresi muka mas seperti tadi aku tidak bisa menahan ketawa,” jelasnya.

“Mas sudah berisitri kan?” ujarnya mengalihkan pembicaraan.

“Apa hubungannya dengan tertawamu tadi?” kataku ketus. “Lantas

bagaimana kamu tau aku sudah punya istri?” lanjutku lagi.

“Saya melihat dari wajah mas yang nampak begitu kebapak-bapakan.”

“Ha ha ha,” kini giliranku yang tertawa karena meningkahi

terkaannya yang salah. Kebapak-bapakan katanya, o rupanya wajahku itu

yang membuat dia tertawa, mungkin kumis yang kubiarkan tumbuh ini

menyiratkan aku ini adalah orang tua.


28
Sulaman Rindu

“Lho malah ikut ketawa?” tanyanya bingung.


2008
“Kamu ini lucu, aku yang masih perjaka tulen dikira sudah kawin,

gimana sih?”

“Jadi masih singel, emangnya berapa usia mas?”

Kuacungkan 3 jari yang menandakan usiaku sudah menginjak kepala

tiga.

“Kenapa masih belum menikah?”. Aduh cerewet juga ini orang,

emangnya dia wartawan infotainment gosip kali, terus mencecar kemasalah

pribadi orang.

“Nggak ada calon,” jawabku singkat, kemudian mengeluarkan uang

pas untuk membayar majalah yang kubeli.

“Kita belum kenalan mas,” ucapnya sambil mengulurkan tangan ketika

melihatku akan berbalik pergi.

“Aku Emma,” sebutnya.

“Aku Rangga,” kataku menyambut jabat tangannya.

“Apa pekerjaan mas?” ah rupanya belum habis juga pertanyaannya

kepadaku.

“Penulis.”

“Pantas mas terus serius mikirnya,” pujinya.

Baru pertama kali aku ketemu sama jenis manusia kayak ini, mau tau

aja urusan orang lain, lain kali jangan lagi deh. Aku tersenyum simpul dan

geleng-geleng kepala berlalu pergi dari hadapannya.

Bukan kali ini saja terjadi ada orang yang salah menafsirkan diriku

lebih tua dari umur sebenarnya. Mereka yang hanya melihat dari segi
27
Sulaman Rindu

fisikku yang agak kurusan dan wajah yang cekung akan salah mengira
2008
umurku.

&&&

Entah berapa lama aku tertidur berbalut kain kapan di dalam perut

bumi ini. Tiba-tiba saja menjadi terjaga oleh suatu suara Sangkakala yang

getarannya maha dahsyat sehingga mampu mengembalikan rohku ke dalam

badan kasar yang terbentuk kembali setelah ribuan tahun usang di dalam

kubur.

Semua manusia keluar dari kuburnya dengan berbagai macam bentuk

rupa menurut tabiatnya di dunia, ada yang berjalan dengan kepalanya, ada

yang perutnya sebesar rumah, ada juga yang lidahnya panjang menjulur ke

tanah, sungguh sangat menyeramkan. Namun tidak ada gunanya aku

memperhatikan orang lain, karena nasibku sendiri belum diketahui walau

pasti akhirnya masuk surga, tapi kan ada dua kemungkinan yakni masuk

surga langsung, atau masuk surga tapi transit dulu di neraka.

Kegamangan luar biasa menyelimuti jiwa, bukan kah aku akan diadili

di hadapan Tuhan. Tentu perhitungan amalku tidak akan meleset walau

sebesar zarrah, karena Allah Maha Cepat hisabnya dan Maha Adil.

Bagaimana jika ternyata dosa yang kuperbuat lebih banyak daripada

pahala, apakah Allah akan mengazab aku di neraka. Peluh mengalir deras

dari sekujur tubuh dengan tak henti-hentinya dan matahari terasa begitu

dekat di ubun-ubun.

Semua manusia menunggu harap cemas untuk ditimbang amalnya.

Nampak bersaf-saf, tak terlihat tepi barisan itu karena saking banyaknya
28
Sulaman Rindu

manusia yang pernah hidup di dunia, dari zaman Nabi Adam hingga kiamat
2008
terjadi, tak bisa dibayangkan banyaknya. Perawakan badanku yang kecil

bagaikan tertelan oleh samudra manusia.

Proses pengadilan ini sangat cepat, belum sempat mata berkedip

giliran berikut menyusul. Tak ada bandingannya dengan kecepatan cahaya

sekalipun. Sekarang giliranku. Setelah aku dihadapkan pada pengadilan

riwayat kehidupanku dibacakan. “Rangga, lahir di Banjarmasin 1 Ramadhan

1405 Hijriyah dan dicabut rohnya oleh Izrail dengan sebab serangan

jantung pada 15 Syawal 1450 Hijriyah, pekerjaan di dunia adalah penulis.

Timbangan amal baik lebih besar dari pada amal buruk sehingga ditetapkan

sebagai penghuni surga.”

Plong sudah hatiku, kemudian kitab amal diserahkan dari sebelah

kanan. Kegembiraan tak bisa digambarkan lagi saat itu, aku akhirnya

ditakdirkan Tuhan untuk menjadi salah satu penghuni surga.

Yoo hoi! Aku melenggang kangkung menuju surga melewati Sirathal

Mustaqim, sedangkan dibawahnya adalah jurang neraka yang apinya

bergemuruh menjilat keatas. Banyak orang yang tergelincir, jembatan itu

sangat kecilnya seperti besar rambut yang dibelah tujuh.

Malaikat Ridwan dan para Bidadari yang cantik-cantik mengelu-

ngelukan di pintu surga. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara yang luar

biasa menggetarkan,”Hai Ridwan jangan biarkan ia memasuki surga-Ku!”

“Maha Suci Engkau Ya Rabb, apa yang terjadi dengan manusia ini?”

tanya Malaikat Ridwan bingung.

27
Sulaman Rindu

“Dia telah mendustakan agama karena melalaikan sunnah untuk


2008
berumah tangga, sehingga ia termasuk orang yang ingkar kepada Rasulnya

dan berarti menentang Aku. Maka sepantasnya lah ia mendapat azab

neraka.” Terperangah aku oleh suatu hal kecil yang telah terlupakan, namun

itu ternyata menghalangi untuk masuk ke surga.

Tidaaaaaaaaak!!!!!!!!!!!!!!!!!! “ jeritku sekuat jiwa raga ketika Malaikat

Malik menyeretku dengan sangat kasar kemudian membuangku ke neraka.

“Astagfirullah!” pekikku tiba-tiba terbangun dari tidur, jantung

berdegup kencang dan tubuh bersimbah dengan keringat.” Astagfirullah

Astagfirullah,” bibirku mengucap istigfar lagi.

Aku terduduk di tepi tempat tidur merenungkan mimpi barusan,

cahaya rembulan menyelisip ke dalam kamarku melewati kaca jendela.

Rembulan masih memicing tinggi di langit, berarti malam juga masih

panjang dan pagi belum akan terpancar. Bukankah Allah masih memberikan

jatah oksigen untuk bernapas hingga detik ini, ya napas ini belum beku, tapi

entah besok hari. Mengapa aku dengan sisa umur tidak memanfaatkannya

untuk membina mahligai rumah tangga yang diimpikan setiap orang. Why

not?.

Bila perlu aku aku akan berburu jodoh melalui Biro jodoh yang ada,

atau aku akan mengamati sekelilingku kalau ada yang pantas untuk

dijadikann teman hidup dari dunia hingga ke akhirat kelak.

Bukit Dieng, 15 Desember 2004

28
Sulaman Rindu

Cerpen
2008

By:Azeli Riswan

27
Sulaman Rindu

2008
M enguak malam di pinggiran kota Banjarbaru. Kerlap-kerlip

terangguk mengusung malam yang kelam, terdamparlah Yan di sebuah Café

yang acapkali jadi tempat ngumpul ia dan teman-temannya komunitas

Angkatan 2002 Fakultas Kedokteran UNLAM, namun kali ini ia hanya

seorang diri berteman sunyi. Sedari tadi pikirannya lagi tak tentu arah,

sehingga tak disadari ia terus memutarkan-mutarkan sedotan di mulut

gelas jus mangga yang dipesannya tadi, roti bakar coklat dihadapannya juga

terbiar dingin.

Dia memang tengah dihanyutkan kegalauan dari dua arus yang

masing-masing hendak mengombang-ambingkan pikirannya. Terjadi konflik

perasaan yang hebat dan salah satu pilihan harus ditetapkan. Yan berpikir

ia harus memenangkan perang batin ini meski dengan mengorbankan salah

satu kepentingan.

Nailah, nama itu yang memberikan beban serasa menjunjung sebiji

gunung. Harus kah dia indahkan saja seorang Nailah demi cita-cita

kemanusiaannya sebagai dokter kelak. Yan menyesalkan sikap Nailah,

mengapa Nailah tidak mengerti juga bahwa kealpaan Yan untuk memberikan

perhatian akhir-akhir ini dan menomorduakannya lebih disebabkan karena

kepadatan kegiatan kuliah dan organisasi, jadi bukan sebuah kesengajaan

seperti yang telah menjadi tuduhan Nailah. Mengapa tak jua Nailah

mengerti terhadap penjelasan Yan. Nailah sungguh egois karena hanya

menginginkan diri Yan untuknya saja.

28
Sulaman Rindu

&&&

Dua hari yang lalu…


2008

Tiba-tiba HP Yan berbunyi, ternyata yang menghubungi adalah

Nailah. “Hallo sayang sekarang ada dimana?” sapa mesra Nailah di seberang

sana.

“Aku ada di kampus, ada apa?,” jawab Yan.

“Lo bukankah hari ini hari minggu, sayang gak ada kuliah kan?” tanya

Nailah bingung.

“Iya memang gak ada kuliah, tapi sekarang lagi mempersiapkan buat

acara Dies Natalis Fakultas besok,” jelas Yan.

“Sayang lupa ya kalau hari ini sudah janji mau menemani aku

shopping dan nonton?” ujar Nailah mulai kesal.

Begitu terperanjatnya Yan, wah berabe nih gue sampai lupa bahwa ia

pernah berjanji kepada Nailah seperti itu,” batin Yan

“Ee.. i..iya Nailah maaf ya aku sungguh kelupaan, maafin aku honey,”

rayu Yan.

“Dasar lupa janji, belum jadi professor aja sudah pelupa,” lontar

Nailah diiringi suara tit HP yang dimatikan tanpa permisi. Yan mencoba

menghubungi balik Nailah namun ternyata HP Nailah sedang tidak

diaktifkan. Yan tak tahu harus berbuat apa.

&&&

Idaman Park at the sunset…

“Ayolah honey please maafkan aku,” ujar Yan memohon kepada

Nailah.
27
Sulaman Rindu

“Mengucapkan kata maaf memang mudah, tetapi memastikan agar


2008
kesalahan tak terulang kesekian kali seperti halnya saat ini adalah begitu

sukarnya bagiku,” bantah Nailah.

“Mengertilah honey.. apa yang kulakukan ini adalah demi masa depan

kita juga,” bujuk Yan.

“Kamu yang seharusnya yang harus lebih mengertikan aku karena

sebagai kekasih aku sangat butuh perhatian darimu Yan. Mengapa kau

selalu tak ada disaat aku memerlukan kasihmu,” keluh Nailah. Kemudian

dengan nada suara berat seperti ingin menahan tangisnya Nailah pun

berkata,”Aku sudah sering kecewa melihat ulahmu, kutahankan hatiku,

namun kau selalu memberikan aku janji kosong.”

Yan terdiam, apa yang diungkapkan oleh Nailah benar adanya, tapi

tidak terpikir kah oleh Nailah bahwa Yan tidak pernah inginkan keadaan

hubungan mereka runyam seperti sekarang, hanya masalah waktu yang

belum terselesaikan.

“Sudahlah aku tidak ingin lebih sakit hati lagi karenamu, maka dari

itu mulai detik ini hubungan kita berakhir!” tegas Nailah.

“Nailah!” pekik Yan. Lalu Yan memegang kedua pundak Nailah dan

menggoncang-goncangkannya.”Sadar kah apa yang telah engkau ucapkan,

semudah itukah kau ucapkan kata putus?. Berilah aku satu kesempatan lagi

untuk memperbaiki hubungan kita seperti yang dulu lagi,” pinta Yan sambil

menatap kedua mata Nailah untuk meyakinkan kesungguhan hatinya.

28
Sulaman Rindu

“Aku sudah cukup sabar denganmu Yan, jadi tolong kamu memahami
2008
diriku dan jika kamu mau melihatku bahagia biarkanlah aku tanpamu saja?”

jawab Nailah seraya menepis tangan Yan dari pundaknya.

Kalau itu yang dimaui Nailah apa boleh buat. Tokh Yan sadar bahwa

kekerasan hati Nailah tidak mudah untuk dilunakkan, Yan sudah mengenal

betul karakter Nailah selama mereka menjalani hubungan.

&&&

At the Campus….

“Yan entar sabtu ini kelompok PBL (Program Belajar Lapangan) kita

ada agenda lo!” ujar Yuni mengingatkan Yan yang sering lupa.

“O iya aku baru ingat, berarti dua hari lagi dong!” ungkap Yan karena

hari ini sudah hari Kamis.

“Betul. Masak kamu lupa sih, kan kita punya rencana untuk

menindaklanjuti hasil survey kita kemarin mengenai keadaan kesehatan

masyarakat desa binaan kelompok kita,” terang Yuni lagi.

“Lantas?” tanya Yan.

“Kamu bisa bareng kelompok kita kan?”

“Gimana ya?” suara Yan sambil berpikir.

“Kamu harus ikut, masak kamu nggak care dengan kelompok kita,

kelompok yang lain aja sudah memulai kegiatan mereka,” tandas Yuni.

“Iya aku usahakan,” jawab Yan ragu.

“Pokoknya harus ikut, awas kalau enggak!” tegas Yuni.

&&&&

Banjarmasin at the afternoon…


27
Sulaman Rindu

Sudah setengah jam duduk di halte, namun bus yang ditunggu belum
2008
juga nongol. Suara derum mesinnya yang khas seperti kaleng rombengan

pun juga tidak terdengar dari kejauhan.

“Aduh!” dalam hati Yan mengomel. Ia merasa diburu waktu karena

jam tangannya sudah menunjukkan pukul 12. 30 WITA, sedangkan

rencananya pukul 13.45 nanti ada rapat organisasi Badan Eksekutif

Mahasiswa (BEM) membahas mengenai kegiatan bakti sosial sunatan

massal. Yan adalah ketua Bidang Pengabdian Masyarakat BEM Fakultas

Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, sehingga kegiatan

ini merupakan wilayah tanggung jawabnya dalam organisasi kampus

tersebut.

Kalau mau cepat berangkat adalah dengan naik angkutan umum, tapi

ongkosnya lebih mahal dibandingkan naik bus mahasiswa. Seandainya saja

gak lagi kanker alias kantong kering, sebenarnya Yan mau saja memilih

angkutan umum daripada berjejal di dalam bus yang aromanya bercampur

dan membuat vertigo atau puyeng tujuh keliling.

Seorang perempuan pengemis paruh baya dengan menggendong anak

kecil menyorongkan kaleng kearah Yan.

“Nak mohon sedekah mudahan dimurahkan rezekinya,” rayu

perempuan pengemis.

“Lewat aja bu,” ujar Yan merasa terganggu, tak tau Yan lagi bête.

“Ayolah nak kasihanilah anak saya ini kelaparan,” ujarnya memelas

seraya memperlihatkan anak di dalam gendongannya yang kurus kering,

tulang dadanya nampak menonjol, matanya cekung dan kepalanya kelihatan


28
Sulaman Rindu

lebih besar dari pada badan. Yan menjadi kasihan lalu spontan
2008
mengeluarkan dompetnya yang kempis, diambilnya uang ribuan diantara

lembaran uang ribuan sisa uangnya bulan ini, lalu ia berikan kepada wanita

itu.

Perempuan pengemis itu berlalu dari hadapan dan melanjutkan

usahanya untuk mengais penghidupannya lewat menadahkan tangan

mengharapkan belas kasih orang lain yang peduli mereka.

Yan pun jadi berpikir, ternyata masih banyak orang susah di negeri

ini, buktinya masih ada kasus malnutrisi seperti anak tadi. Katanya

Indonesia adalah negeri yang gemah ripah loh jinawi, yah benar aja untuk

orang-orang yang berkuasa dan memanfaatkan kekuasaan yang sebetulnya

diamanahkan rakyat untuk kepentingan mereka, tapi disalahgunakan untuk

kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Sungguh merajelala tikus-tikus

yang rakus dengan uang rakyat. Pantas saja Indonesia kian carut-marut,

BBM terus-terusan naik sehingga sangat mencekiki leher rakyat, rakyat

sudah mencoba berhemat dengan mengencangkan ikat pinggang, apa jadi

nggak mampus sekalian. Entar listrik ikut naik dan otomatis sembako juga

akan naik, mau gimana lagi rakyat ini yang semakin sengsara saja kehidupan

dan penghidupannya, weleh weleeh. Memang benar republik ini adalah

sebuah republik yang benar-benar maboek (BBM).

&&&

“Permisi!” tiba-tiba dua orang pengamen mendekati meja Yan. Tak

dinyana bagaikan bara yang disiram air, lamunan Yan pun mengepulkan asap.

27
Sulaman Rindu

Belum hilang keterkejutan Yan, pengamen yang memegang gitar dan diiringi
2008
anak kecil disampingnya itu berucap,”Boleh kami menyanyi?”

Tanpa dijawab ia langsung mengalunkan lirik-lirik lagu dari sebuah

band yang sedang digandrungi anak muda sekarang yaitu Samson (but

without Delilah). Gitar tua didekatnya dengan erat seolah jiwanya disitu

merengkuh kecongkakan malam yang merajam mereka dengan kesusahan.

Tatap mata pengamen itu kelihatan kosong, entah karena perut yang

kosong melompong dan berteriak-teriak demo meminta keadilan.

Bila yang tertulis untukku adalah yang terbaik untukmu

Kan ku jadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku

bla bla bla…

Pengamen itu sungguh pas banget menakan lagu tersebut seperti

penyanyi aslinya. Mungkinkah dia juga sedang fraktur hepar alias patah

hati. Entahlah, tapi yang pasti dengan gejring-gejring menyanyikan lagu

mereka mengharapkan adanya recehan sisa dari orang-orang yang masih

mau menatap kemelaratan mereka, bukan pandangan kotor merasa jijik.

Nyanyi mereka selesai, si kacung kecil gesit menyorongkan topi

lusuhnya untuk meminta honor dari lagu yang dibawakan.

Yan mengeluarkan uang ribuan, ia sudah merasa terhibur karena lagu

itu cukup mengena di hati disaat Yan mengalami patah hati. Meski ada

sesuatu yang terenggut di salah satu sisi hatinya dengan kehilangan

seorang Nailah yang telah lama dengannya menjalin hubungan, tokh dunia

juga tidak akan berakhir dengan kejadian tersebut. Walau tak akan mudah

bagi Yan meninggalkan jejak cinta yang pernah terukir di sanubari suci.
28
Sulaman Rindu

2008

Cerpen

By: Azeli Riswan

27
Sulaman Rindu

2008

M alam kini hanya tinggal seperempat, namun aku tak jua kunjung

bisa memejamkan mata di pembaringan. Sebenarnya suasananya sangat

mendukung untuk cepat lena karena diluar hujan sedang deras sehingga

menciptakan selimut dingin, ditambah badan ini pun terasa sangat lelah

karena akhir-akhir ini aku sering mengambil kerja lembur sampai larut

malam, tapi walau begitu semua itu tidak bisa merayu mataku

mengembangkan layar dipulau kapuk. Yah, aku selama ini mengidap insomnia

dan masalah yang tak kunjung terpecahkan dapat memperberat gejala itu.

Semua itu terasa sungguh sangat menyiksa dan turut menggerogoti fisikku,

aku menjadi kurus karena seringkali tidak mempunyai nafsu makan.

28
Sulaman Rindu

Saat ini yang kurasakan menjadi serba salah, berbaring kesamping


2008
tidak enak, telentang juga rasa tak karuan, apalagi posisi tengkurap makin

membikin susah bernapas saja. Akhirnya aku bergegas bangun dari

pembaringan untuk melaksanakan shalat tahajud daripada bengong tak

menentu. Air wudhu yang kubalurkan diwajah memberi kesejukan yang

meresap ke pori sampai kerelung hatiku yang gersang. Kuhamparkan

sajadah di pinggir pembaringan dan kuhamparkan sukmaku keharibaan

Rabbul Izzati yang senantiasa terjaga mengawasi setiap saat perbuatan

makhlukNya. Keampunan dan rida-Nya lewat untaian do’a senantiasa aku

idam-idamkan, karena tidak ada hal yang melebihi dari apapun.

Pertemuan yang tidak disangka-sangka tadi siang masih membuat

aku penasaran. Seseorang yang sangat aku kenal, bahkan sudah menjadi

bagian dari hidupku yang tak terlupakan. Riani, nama itu sudah terpateri di

dalam memori jangka panjangku, dan tak bisa lagi untuk aku hapuskan. Dia

teman baikku sejak masa sekolah dan saat kuliah pun walau berbeda

jurusan masih terjadi persahabatan diantara kami Terakhir kali aku

ketemu dirinya kira-kira empat tahun yang lalu pada waktu yang tak

berpihak kepadaku. Suatu hari terjadi perselisihan diantara kami mengenai

suatu fakta yang ingin aku beberkan kepadanya, namun dia tidak bisa

terima manakala hal itu adalah suatu kenyataan pahit dan dianggapnya aku

iri hingga ujung-ujungnya persahabatan itu dia putuskan.

Dia seperti membenciku dan seakan menutup diri untuk kutemui,

ketika kutelpon HP nya selalu dimatikan dan SMS dariku pun tak pernah

mendapat balasan. Aku juga sudah berusaha bersilaturrahmi kerumahnya,


27
Sulaman Rindu

tetapi hanya orang tuanya yang menemaniku mengobrol. Sebegitu bencikah


2008
dirinya kepadaku, aku hanya ingin membuat dia bahagia sebagai seorang

sahabat, namun maksud baikku itu ternyata tidak dia pahami. Oh Riani.

---&---

“Riani !” panggilku takjub ketika berpapasan dengan seorang wanita

yang sedang mendorong trolly penuh barang belanjaan di Hypermart.

Wanita yang kusebut namanya tadi menoleh, diwajahnya ada

keheranan yang sama sesaat, namun ia buru-buru memalingkan muka kearah

lain mengacuhkan panggilan dariku, padahal aku yakin dia memang Riani.

Namun aku tidak putus asa, kudekati saja Riani walau dia terus saja

berjalan acuh dengan keberadaanku disampingnya.

Sekali lagi aku memanggilnya,”Riani! “ dan sama seperti tadi ia tak

jua menggubrisku. “Tolonglah bicara kepadaku, aku ingin kita ngomong baik-

baik untuk menyelesaikan masalah kita “lanjutku lagi.

“Memangnya tadi kamu lagi ngapain?!”meski dengan nada ketus

akhirnya dia mau bicara juga.

“Berikan aku waktumu sebentar untuk itu,” pintaku.

“Tidak bisa. Kamu nggak lihat ya aku sedang sibuk belanja,”ujarnya

naik pitam.

“Biar aku yang dorong trolly- nya,” timpalku.

“Tidak usah!” kata Riani seraya menyibakkan tanganku dari pegangan

trolly ketika aku berusaha mengambilnya dari tangan Riani.

“Please, bagaimana kalau kita bicara di Solaria sana saja,” usulku.

28
Sulaman Rindu

Ajakan dariku malah dijawab Riani dengan sorot matanya yang tajam
2008
menukik kedalam hatiku pertanda dia tidak senang dengan kata-kataku

barusan yang tetap ngotot.

“Riani, harus kah kita tidak bertegur sapa seperti selama ini, bukan

kah kita dapat menyelesaikan salah persepsi diantara kita berdua yang

membuat persahabatan ini renggang, kita bukan anak kecil lagi,” jelasku

menggugah kesadaran nuraninya.

Riani terdiam, tampaknya dia sedang menimbang kata-kataku

barusan, kemudian dia berkata,”Baiklah, tapi aku hanya punya waktu

sebentar saja ya Wan ”ujarnya melunak.

“Iya tidak apa-apa, yang penting kita berdua bisa berbicara dengan

kepala dingin dan hati lapang,” ungkapku dengan nada senang karena pada

akhirnya dia mau menerima ajakanku.

”Aku mau membawa belanjaanku ke mobil, Wan apa kamu mau ikut

membantu atau menunggu saja?” tanya Riani, menurutku tentu saja aku

tidak akan membiarkannya begitu saja tanpa membantu memuat belanjaan

yang seabrek gitu.

“Iya, mari aku bantu,”jawabku langsung.

Ketika kami sudah duduk berdua, aku malah bingung harus mulai

bicara darimana lagi. Hal ini terbaca oleh Riani, lantas dia berujar,”Kamu

kok diam, apa yang hendak kamu jelaskan tadi?”desaknya.

“Oh iya, kabar kamu sekarang baik-baik saja kan?” tanyaku memulai

pembicaraan kami ditengah perasaanku yang tak karuaan dihadapannya,

entah mengapa aku begitu gugup.


27
Sulaman Rindu

Pertanyaanku itu tak langsung dijawabnya, sepertinya ada sesuatu


2008
beban yang tersimpan dihati Riani.

“Haruskah aku menjawabnya?” katanya balik bertanya.

“Aku cuma ingin tau langsung darimu, aku masih peduli kepadamu

kok.”

Dia malah menundukkan wajahnya, adakah sesuatu yang menjadi

sesalannya. Aku menunggu ia angkat bicara, sesaat suasana hening tanpa

kata yang terucap diantara kami. Aku memandang sekilas kearahnya, hatiku

berdecak, dia masih terlihat cantik seperti dulu, tiada banyak yang

berubah, hanya mungkin kedewasaan yang bertambah.

Tiba-tiba dia mengucapkan kata,”Ternyata kata-katamu dulu tentang

Herlan itu benar, aku menyesal hanya menuruti emosiku.”

Dulu aku memang pernah membuka segala boroknya Herlan di depan

Riani ketika ia dilamar oleh Herlan untuk diperistrinya. Aku hanya tidak

ingin Riani sahabatku terjebak oleh kehidupan Herlan yang gelap. Aku tahu

benar siapa itu Herlan, dia itu pecandu narkoba, suka bermain perempuan,

dan sangat kasar. Rupanya segala yang kubeberkan itu dianggap Riani

mengada-ada dan terlalu lancang mencampuri urusannya, dengan emosinya

dia memutuskan persahabatan kami. Riani telah termakan bujuk rayu

Herlan, mungkin dia silau dengan kekayaan orang tua Herlan yang seorang

direktur sebuah bank swasta.

“Tapi kamu masih dengan Herlan kan?” kataku ingin tahu lebih

banyak.

28
Sulaman Rindu

“Beberapa bulan yang lalu dia meninggal dunia di kamar sebuah hotel
2008
karena overdosis, dia bersama wanita panggilan, dan yang dia tinggalkan

hanya rasa malu dan anak di dalam kandungan ini”cerita Riani sambil

mengusap perutnya yang agak membuncit.

“Sudahlah semuanya telah terjadi. Aku juga minta maaf atas sikapku

tempo hari yang terlalu bersemangat untuk meyakinkanmu tentang Herlan,

aku hanya tidak ingin engkau menderita.”

“Iya Wan, aku sudah dapat memahami tindakanmu. Aku juga minta maaf

atas sikapku kepadamu, aku menghindar karena aku malu terhadapmu,”

“Sekarang aku pengen dengar cerita tentang dirimu. Berapa anakmu

sekarang? ”

Sontak aku tertawa atas pertanyaan itu.”Punya istri aja belum,

gimana mau punya anak. Kalau anak tetangga sih banyak,” candaku.

“Kami masih belum beristri juga?” tanya Riani tak percaya.

“Masa aku bohong, kecuali kamu mau jadi istriku?” candaku lagi.

“Ih tidak tau malu, emangnya kamu bercita-cita kawin dengan

janda?” katanya mengejek aku.

“Aku serius nih, gimana?” lontarku.

“Aku tak pantas lagi untukmu, sudahlah kita ngomongin topik yang

lain aja,” kilahnya.

“O ya. Minggu depan aku akan pergi kesuatu tempat yang jauh untuk

bekerja disana beberapa tahun lamanya.

“Kemana?”

“Jeddah.”
27
Sulaman Rindu

“Lumayan jauh, tapi tak mengapa semoga saja itu yang terbaik
2008
untukmu. Selamat ya dan semoga disana kamu baik-baik saja.” harap Riani.

Itulah kata-kata yang terakhir kudengar dari mulut Riani menyudahi

pertemuan setelah sekian lama tidak berjumpa dan persahabatan kami yang

sempat terputus lama kini tersambung lagi.

---&---

Jeddah, 10.00 pagi

Ponsel ku berdering, kulihat yang menghubungi adalah Riani.

“Assalamualaikum,” kataku mengucap salam kepadanya.

“Waalaikum salam, gimana kabarnya disana, sehat-sehat saja kan?”

“Alhamdulillah, meski agak sedikit pilek, mungkin lagi penyesuaian

dengan hawa padang pasir disini. Kamu gimana kabarnya juga, sudah periksa

kandungan?” tanyaku ingin tahu tentang kehamilannya.

“Iya baru kemarin periksa ke dokter, katanya adanya sedikit

masalah dengan posisi plasenta janinnya, do’akan ya agar aku bisa

melahirkan dengan selamat nanti,” pinta Riani kepadaku agak sedikit cemas.

“Iya ntar kalau aku umrah, aku akan berdo’a di depan Baitullah dan

semoga anakmu nanti menjadi anak yang saleh.”

“Makasih ya atas harapannya, iya deh aku cuma pengen tau kabar

mu saja, jaga kesehatannya, aku disini berharap kita bisa ketemu lagi

ketika kamu sudah pulang ke tanah air. Sudah dulu ya, assalamualaiukum.”

tutupnya.

“Waalaikum salam,” balasku menutup pembicaraan.

---&---
28
Sulaman Rindu

Hujan duit di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri.
2008
Pepatah itu ada benarnya, walau dengan gaji sangat besar yang kuterima

kalau dibandingkan dengan kerja di tanah air, tapi disatu sisi ada yang

hilang yakni kehangatan keluarga. Ya, disini aku tidak begitu kenal banyak

orang, semuanya seperlunya saja. Ketika shalat di mesjid sering ketemu

dengan orang-orang Indonesia sesama perantauan, disana bisa saling

sharing tentang berbagai hal. Perasaan sama-sama jauh di negeri orang lah

yang mungkin merekatkan diantara orang-orang seperti kami ini. Walau

sering rindu keluarga namun semuanya baik-baik saja sampai saat ini pun.

Kalau perasaan itu memuncak seringkali aku menelpon kerumah, tak

lupa juga kepada Riani. Dia juga acapkali menghubungiku, itulah yang dapat

menghibur-hibur hatiku. Aku tumpahkan uneg-uneg, dia merupakan

pendengar yang baik, diselingi tawa lepasnya yang khas bila dia kuajak

bercanda. Tapi kadangkala kami saling ngotot bila tak bersesuaian

pendapat, rupanya kami masih belum berubah masih seperti yang dulu saja,

suka keras kepala bila masing-masing merasa dirinya adalah benar.

Pokoknya sampai sama-sama kehabisan energi karena cape berargumen.

---&---

Mekkah al Mukarramah...

Setelah enam bulan bekerja di Jeddah aku berkesempatan untuk

melaksanakan ibadah umrah ke Mekkah, sesuatu hal yang sangat

menyenangkan dan menambah kesyukuran kepada Allah sebab selagi kecil

aku sudah bercita-cita untuk ke tanah suci ini dan atas pertolongan dari-

Nya barulah sekarang aku diberi kesempatan berada di Baitullah. Seperti


27
Sulaman Rindu

janji dulu aku mendo’akan semua keluarga di depan Baitullah, termasuk


2008
Riani yang tak pernah aku lupakan. Suatu waktu aku berkunjung kepada

paman, salah satu sepupu bapak yang sudah lama menetap disini, selain

untuk bersilaturrahmi, juga menyampaikan pesan dari bapak mengenai

warisan tanah dari orang tua beliau. Ternyata warisan itu sudah beliau

niatkan untuk diwakafkan, begitu pesan beliau untuk disampaikan kepada

bapak.

HP ku berdering ketika aku sedang berjalan pulang sehabis shalat

Ashar di Masjidil Haram menuju hotel. “Assalamualaikum,”sapaku sudah

mengetahui kalau yang menghubungi adalah Riani.

“Waalaikum salam. Bagaimana ibadah umrahnya apakah berjalan

lancar dan berkesan?” tanya Riani.

“Iya alhamdulillah Riani, bagaimana keadaan kesehatanmu?” tanyaku.

“Aku baik-baik saja, InsyaAllah sebentar lagi aku akan melahirkan,”

tuturnya.

“Rencananya kamu kasih nama apa anakmu itu?”

“Masih bingung juga sih mencari nama yang cocok,”ungkapnya.

“Iya gak apa-apa, ntar aja masih bisa kok,”usulku.

---&---

Terakhir kali itulah kami ada komunikasi, beberapa bulan lamanya

telah berlalu, dan aku tidak mengetahui kabar lagi tentang Riani. Ia tiada

pernah lagi menghubungiku, pun ketika aku hubungi ponselnya selalu tidak

aktif. Mengapakah seperti ini, hatiku bertanya-tanya, apakah dia sudah

melahirkan sehingga sangat sibuk mengurus bayinya dan tidak sempat


28
Sulaman Rindu

memberi kabar kepadaku, pikirku. Aku berharap suatu saat dia mau
2008
menelponku, aku sudah rindu mendengarkan celotehnya dan juga

kengototannya.

Kehidupanku terus berjalan seperti biasa, aku sudah melewati lebih

separuh masa kontrak kerjaku disini. Kira-kira tinggal beberapa bulan lagi

aku harus bekerja disini, semuanya terasa berjalan lambat karena

melakukan sesuatu serba sendiri. Aku kuat-kuatkan hatiku menghadapi

beban pekerjaanku, tokh setelah ini aku akan kembali juga ke tanah air.

Ada sejuta rencana di benakku yang akan aku wujudkan, aku berencana

meminang Riani, aku tau dia adalah sahabatku, tapi hatiku berkata bahwa

ada sesuatu yang lain ditengah persahabatan itu. Aku belum mengutarakan

niatku ini kepadanya, semoga saja dia mengerti bahwa keinginan ini datang

dari hati yang suci dan karena Allah.

---&---

Beberapa hari menjelang kepulangan…

Aku menelpon kerumah mengabarkan tentang rencana kepulanganku

ke tanah air dan itu disambut sukacita oleh orang tua dan adikku.

Dibenakku sudah kepikiran tentang oleh-oleh apa yang akan kubawa ketika

pulang dari tanah suci.

“Apakah Bapak mengetahui keadaan Riani?” tanyaku kepada Bapak

ingin sekali tau kabarnya Riani.

“Astagfirullah, bapak lupa mengabarkannya ke kamu,” jawab beliau.

Aku penasaran dengan kata bapak seperti itu dan ada perasaan tak

enak.”Memangnya ada apa dengan Riani, Pak?”


27
Sulaman Rindu

“Beberapa waktu yang lalu Ia melahirkan dan mengalami perdarahan


2008
yang hebat sehingga jiwanya tak tertolong,” jelas bapak.

“Jadi ia telah tiada?” kataku tak percaya tentang kenyataan

itu.”Innalillahi wa innailaihi rajiun, oh Riani,” aku syok dan tak dapat

berkata-kata apa lagi setelah mendengar kabar tersebut.

---&---

Pusara Riani…

Aku hanya terpaku di depan pusara Riani yang bisu, mungkin dia

mendengar jerit batinku yang pilu. Mengapa harus berakhir seperti ini, ah

begitu malang nasibmu Riani dan alangkah lebih malang lagi nasibku yang

engkau tinggalkan. Padahal segala sesuatunya sudah aku persiapkan untuk

menyuntingmu. Tapi ternyata Tuhan belum mengizinkan untuk kita bersatu

dalam ikatan suci yang jadi mimpiku kepadamu selama ini. Apakah daya

karena Tuhan mempunyai rencana yang lebih baik. Maafkan aku tak disana

saat kau berjuang meregang nyawa, inginku aku dapat menemanimu selalu.

Tak dapat tidak aku menahan kesedihan hingga akhirnya meneteskan

air mata kepedihan yang tak dapat kubendung lagi lajunya menggasak sisi

hatiku yang rapuh.

“Sudahlah nak,mari kita pulang,” bujuk ibu Riani yang menemaniku

menziarahi pusara anaknya, kuletakkan seikat bunga diatas pusaranya,

semoga kau temukan ketenangan di alam sana. Aku tak akan melupakanmu

walau itu hanya sebagai kenangan yang pahit, namun aku minta restumu

untuk dapat tegar melangkah merengkuh hariku yang kau tak ada

disampingku lagi.
28
Sulaman Rindu

Sabana, 2 Februari 2007


2008

Cerpen

27
Sulaman Rindu

2008

BY: AZELI RISWAN

D engan kecepatan tinggi Billy menggeber motor Ninja nya. Spido

meter menunjukkan bahwa kecepatan yang sedang ia tempuh adalah 100

km/jam yang berarti berada di zona merah kecepatan. Kalau sudah berada

di zona merah ini berarti si pengendara juga harus siap-siap untuk diangkut

mobil ambulans.

Beralasan memang mengapa Billy segitu gilanya melarikan motornya, ia

terburu-buru hendak ke Banjarmasin untuk mengikuti interview. Wusss….

28
Sulaman Rindu

Billy menyalip mobil truk di depannya. Masih dengan hati yang seperti

dikejar-kejar ia juga melewati traffic light di perempatan yang sedikit lagi


2008

akan menyala berwarna merah. Polisi lalu lintas yang berjaga di pinggir

jalan memelototi Billy, namun tak dihiraukannya. Ah sekali-kali boleh aja

bandel, pikir Billy

Ketika mau menyalip mobil sedan di sebuah tikungan tiba-tiba dari

depan muncul mobil yang lain. Sungguh tak ia perhitungkan akan ada mobil

yang datang, dan jarak antara dua mobil itu tiada memungkinkan untuk

dilewati motor Billy, sedangkan dia sudah terlanjur ingin mendahului

sehingga motor yang dikendarainya dengan kecepatan tinggi menabrak

belakang mobil yang didepannya. “Gedubraakk… Billy bagai terbang lalu

jatuh terpental ke samping jalan sehingga berguling-guling dan motornya

beselancar di aspal.

Penglihatannya menjadi berbintang-bintang kemudian rohnya bagai

tersedot dari kepala oleh kekuatan dari luar yang sangat dahsyat.

Tubuhnya berputar-putar tak karuan di lorong hitam dan membuatnya

hilang tak berbentuk, ia pun lupa segalanya. Entah dimana kah dia sekarang.

******

At the Hospital

“Hallo. Tante, ini Merry.”ujar gadis bertampang manis dan berambut

panjang sebahu itu bersuara di telpon.

“O ya kamu kah itu sayang. Ada apa kamu tumben pagi-pagi menelpon

tante?” suara lembut wanita yang dipanggil tante itu oleh Merry.

27
Sulaman Rindu

“Anu, tante,” jawab Merry agak ragu dengan apa yang hendak ia
2008
katakan kepada tante Nurul, ibunya Billy.

“Kok, kamu kayaknya sungkan mengutarakan sama tante. Ada apa sih?”

Dengan menghilangkan keraguannya pun Merry berkata,”Tante tolong

sabar ya, sekarang ini Billy ada dirumah sakit karena kecelakaan.”

“Astaga Billy kenapa kamu seperti itu, tante tidak salah dengar kan

sayang?. Ya udah tante mau ke rumah sakit,”kata wanita dengan berusaha

menahan kekagetannya atas peristiwa yang menimpa anak bungsu

tersayang.

“Tapi tante jangan nyetir mobil sendiri, tadi Bimbim berangkat mau

menjemput tante,”jelas Merry.

“Iya sayang, terima kasih ya sudah memberitahukan tante.” balas

tante Nurul kepada teman baik anaknya.

******

“Byuur…” tiba-tiba tubuh Billy tercebur ke dalam sebuah telaga yang

airnya sangat dingin. Saking dinginnya air telaga itu seperti meremukkan

seluruh tulang. Cukup lama tubuh Billy mengambang tanpa bergeming. Dan

sekujur tubuh Billy serasa tersetrum oleh arus listrik berkekuatan tinggi.

Arus tersebut terus menjalar melewati ujung saraf kemudian dengan

kecepatan nol koma nol detik terus menjalar ke otak.

Cret cret..luar biasa dari otak berhamburan lah percikan arus listrik

balik menuju organ-organ vital. Seketika tubuh Billy bergerak dan

gerakannya itu membuat ia akan tenggelam, namun refleks menyebabkan ia

mengayuhkan tubuhnya untuk berenang mencapai ke tepian telaga.


28
Sulaman Rindu

Billy akhirnya hidup lagi, akan tetapi Billy berada di dimensi lain
2008
antara hidup dan mati. Sebuah dimensi yang tak dikenal sebelumnya, Billy

kini berada di dimensi ketiga, entah dimana tempatnya.

Manakala Billy kebingungan oleh barusan apa yang terjadi, datang

seseorang berjubah putih bersih dan mukanya memancarkan cahaya

menyilaukan. Ia meraih tangan Billy untuk membantunya berdiri dari

pinggir telaga itu.

“Siapakah Anda?” tanya Billy mencoba mengenali orang tersebut.

“Aku adalah penjaga taman ini,” tuturnya berwibawa.

“Taman apakah ini,” ujar Billy tambah bingung.

“Ini adalah taman roh.”

“Taman roh?”

“Ya, kamu berwujud roh sekarang karena jasadmu sudah tidak bisa

menyatu dengan rohmu. Disini kamu tinggal sementara sampai kamu

diputuskan apakah akan menuju alam kematian yang berarti rohmu keluar

selama-lamanya dari jasad, ataukah rohmu akan di kembalikan ke jasadmu

sehingga kau mempunyai kesempatan kedua untuk hidup di dunia,”

ungkapnya.

“Kembalikan aku ke dunia,” pinta Billy.

“Tidak bisa sekarang, karena yang memutuskan nanti adalah hakim

atas mandat dari Tuhan. Dan semua itu tergantung perbuatan-perbuatanmu

dahulu,” bantah orang berjubah itu. Lalu ia berucap lagi,”Sekarang aku akan

mengantarkan ke rumah sementaramu disini, silahkan,”katanya seraya

membimbing Billy berjalan. Namun jalan orang itu ternyata bukan dengan
27
Sulaman Rindu

mengayunkan kaki, melainkan seperti ditiup angin begitu saja dan Billy pun
2008
ikut melayang ringan di atas rerumputan yang tertata harmonis.

******

Di taman itu Billy berkenalan dengan banyak orang dari berbagai

belahan dunia yang mengalami nasib yang sama, yaitu roh mereka

tercerabut tiba-tiba dari jasad sehingga tak tau jalan pulang. Walaupun

Billy sudah banyak berkenalan dengan berbagai orang, tetap saja hal itu

tidak bisa membuatnya betah menikmati keadaan di taman roh itu. Ia

sering berjalan tanpa arah dan tujuan. Ia banyak melamun memikirkan apa

yang akan terjadi selanjutnya. Hingga pada suatu hari di tengah

perjalannanya yang tanpa arah itu di tengah keramian taman roh itu, tanpa

sengaja ia menabrak seorang gadis yang juga terlihat sama galaunya

dengan Billy. Gadis itu tidak menghiraukan peristiwa tabrakan tersebut, ia

terus saja berjalan. Tapi Billy seperti tidak bisa membiarkan gadis itu

berlalu begitu saja tanpa Billy terlebih dahulu meminta maaf atas

kecerobohannya. Ia menccoba memanggil gadis itu namun ia tetap tak

menghiraukannya. Ia terus saja berjalan….

Billy terus juga mengejarnya, bukan karena ia terpesona atas

kecantikan gadis tersebut, melainkan karena ia seperti pernah mengenal

wajah itu, entah dimana?.

Billy tidak bisa mengejarnya. Ia ingin terus mengejar tapi gadis itu

terus menghindar. Billy berhenti mengejar untuk saat itu, dan ia tidak akan

berhenti hanya sampai disitu. Ia akan menunggu mungkin di waktu lain ia

akan bisa menemui gadis itu lagi, entah kenapa ia merasa yakin.
28
Sulaman Rindu

******
2008
Hari berikutnya Billy masih mencari gadis itu. Ia telah berjalan

berkeliling, hasilnya nihil adanya yang didapat. Ia tidak putus asa, ia tetap

saja berusaha mencari, walaupun sebenarnya ia merasa lelah. Ditengah

kelelahannya, ia merasa perlu meregangkan otot sekedar untuk

mengumpulkan tenaga lagi. Ia menemukan kursi taman, lalu duduk disana

dengan pikiran yang masih diselimuti pertanyaan besar. Siapakah gadis itu

sehingga kakiku serasa dipaksa berjalan untuk mencarinya? Adakah dia

adalah seorang bidadari?. Setelah lama Billy termenung duduk di kursi

taman itu ia pun tertidur.

Sesungguhnya dari tadi ada seseorang di kejauhan yang terus

mengamati gerak-gerik Billy. Ia adalah gadis yang beberapa hari ini dicari

Billy dengan susah payah namun tidak ketemu. Namanya adalah Mayda, si

gadis berwajah indo dan berasal dari Manado. Ketika hidup di dunia, ia

hampir saja diperkosa oleh sang pacar, namun ia melawan dan

membenturkan kepalanya ke dinding, rohnya pun melayang.

Saat bertubrukan dengan Billy beberapa hari yang lalu sebenarnya ada

sesuatu ketertarikan batin dalam diri Mayda, perasaannya seakan-akan

telah pernah mengenal Billy. Namun perasaan itu sangat sulit dijelaskan,

apa, dimana dan kapan. Keanehan itulah yang mendorong Mayda untuk juga

mencari Billy, hingga akhirnya menemukan Billy sedang berada di taman.

Perlahan-lahan Mayda mencoba mendekati Billy yang tertidur pulas,

lalu duduk disampingnya menunggu Billy terjaga dari alam tidurnya.

Beberapa saat Mayda hanya bisu sendiri, diamatinya dengan seksama Billy
27
Sulaman Rindu

dari ujung rambut sampai ujung kaki, hatinya berdecak pada sosok pria itu.
2008
Mayda menjadi yakin bahwa Billy seolah pernah begitu dikenalnya, meski

tak bisa menjelaskan alasan itu semua.

Tiba-tiba saja datang angin yang berdebur kencang merontokkan

dedaunan dan menerbangkannya dengan riuh. Billy terbangun oleh

hempasan angin yang mengenai wajahnya. Belum selesai kekagetannya, Billy

tamba kaget ketika dilihatnya Mayda yang selama ini dicarinya sudah

berada disampingnya.

“Hah kau!” tunjuk Billy.

“Ya aku” jawab Mayda singkat.

Billy tak percaya akan apa yang sedang disaksikannya, lalu ia mencubit

kulitnya sendiri untuk meyakinkan kalu yang sedang terjadi hanyalah

sebuah mimpi. Ah ternyata cubitan itu terasa sakit.

“Jangan takut teman, aku adalah sesuatu yang nyata,” ungkap Mayda

menjawab kebingungan Billy saat itu.

“Syukurlah,” kata Billy.

“Namaku Mayda,” kata gadis itu dan Billy sudah kedahuluan Mayda

ketika ia juga akan menanyakan nama.

“Aku Billy,” respon Billy.

“Maafkan aku telah mengganggu tidurmu,” tutur Mayda.

“Tidak apa-apa, justru aku sampai disni karena sedang mencari kamu,”

jawab Billy.

28
Sulaman Rindu

“Benarakah, kenapa?” ujar Mayda takjub karena mereka ternyata


2008
telah sama-sama mencari karena ada sesuatu perasaan aneh yang

menggelantung di relung hati mereka.

“Iya. Aku ingin minta maaf atas kesalahanku ketika menubruk kamu,

mengapa waktu itu kamu cepat berlalu?” tanya Billy mrngingat peristiwa

itu.

“Maafkan aku telah membuat kamu bingung, sebenarnya aku juga

mencari kamu karena seperti ada ajakan dari dalam hatiku untuk melakukan

itu, seakan kita pernah berjumpa sebelumnya,” jelas Mayda.

“Aku juga merasakan keganjilan yang sama, segenap jiwaku merasa

tersedot ketika bertemu kamu pada kejadian tubrukan yang tidak

disengaja itu, maka dari itu aku mengejarmu,” tandas Billy.

“Bukankah kita sedang berada di taman roh yang seyogyanya bila

disini jika dua manusia bersahabat, maka dalam kehidupan di dunia

ditakdirkan akan bersahabat pula, sebaliknya jika disini bermusuhan, maka

juga akan bermusuhan,” cerita Mayda.

“Ya aku serasa pernah membaca mengenai hal itu disebuah buku

sewaktu di dunia,” ujar Billy menanggapi.

“Tapi entahlah, yang pasti sekarang kita terjebak diantara dua

dimensi yakni kehidupan dan kematian, berarti kita berada di dimensi

ketiga,” analisis Mayda dengan smart dan hal itu membuat Billy kagum pada

cewek yang baru dikenalnya dalam sebuah dimensi tersendiri.

Semenjak pertemuan di taman itu lah diantara keduanya telah terjalin

persahabatan, mencoba untuk saling berbagi satu sama lain dalam


27
Sulaman Rindu

kegamangan jiwa mereka yang terjepit di dimensi yang asing. Mayda


2008
menyukai Billy karena ia selalu mau mendengarkan keluh kesah batinnya.

Dirasakannya ada ketenangan yang belum pernah ia rasakan bila berada

bersama Billy.

******

Suatu waktu di taman roh…

“Kapan ya kita bisa pulang, aku sudah rindu dengan mama dan papa,”

ujar Mayda mengungkapkan perasaann hatinya yang terpendam.

“Sabar aja May, pasti kita akan kembali,” hibur Billy meski ia juga tak

tahu nasibnya bagaimana nantinya.

Namun sontak wajah Mayda memerah seperti bara api.”Tidak, aku

lebih baik mati saja dari pada harus kembali ke dunia dan berjumpa dengan

si Joni brengsek itu,” ujarnya berapi-api.

“Ayolah May jangan kau kobarkan dendammu itu lagi, anggaplah ini

merupakan bagian dari hidup kita yang tak semua orang pernah

mengalaminya,” bujuk Billy.

“Tapi..” kata May ragu.

“Sudah lah May,” angguk Billy

“Kalau kau ada di sampingku aku merasakan suatu ketenangan,” ujar

May seraya menyandarkan kepalanya di bahu Billy.”Aku ingin kau selamanya

menjadi temanku, berjanji lah untukku Billy” bisik Mayda

Billy pun menatap mata bening Mayda lalu berkata,”Aku janji, May.”

28
Sulaman Rindu

&&&
2008
Tujuh hari sudah berlalu, namun Billy masih terbaring koma. Orang-orang

terdekat bergantian menjagainya di rumah sakit. Yang paling terpukul

dengan kejadian ini adalah Tante Nurul karena Billy anak tersayangnya. Dia

begitu setianya menunggui Billy yang membisu, dan hal itu membuatnya

tampak begitu pucat karena kurang tidur. Sejak suaminya meninggal, Billy

lah tumpuan kasih sayang tante Nurul.

&&&

Hari ke sembilan…

Ditengah puncak kerinduannya untuk kembali, tiba-tiba orang

berjubah itu datang kembali kepada Billy. Ada sesuatu yang ingin

disampaikan olehnya saat itu. “Anak muda nasibmu telah diputuskan, kau

akan dikembalikan ke jasadmu oleh karena perbuatan baikmu,” tuturnya.

“Serr..” hati Billy pun melambung setinggi awan.”Benar kah apa yang

anda bilang tadi, aku akan hidup kembali menjadi manusia,tapi mengapa?”

tanya Billy.

“Sekarang lah saatnya,” tanpa basa-basi ditariknya tubuh Billy, lalu

dilemparkannya seperti melempar kerikil ke atas langit.

Sekejap itu juga roh Billy menyatu dengan jasadnya yang lama

terpisah. Billy membuka mata, dilihatnya orang-orang tersayang di

sampingnya. “Bil

ly kau telah sadar, nak,” kata tante Nurul girang seraya memeluk Billy. Do’a

27
Sulaman Rindu

yang tak henti-hentinya dipanjatkan untuk meminta dan memohon ampun


2008
kepada Tuhan, rupanya sudah dijawab. Wanita paruh baya itu dengan

harunya mencucurkan air mata.

“Mama..,” Hanya kata itu yang terucap dari bibir Billy karena ia juga

tak luput dari isak tangis.

“Tenanglah Billy,” ujar Merry memberi support. Merry lah yang selama

Billy koma dengan rajinnya menjenguk setiap hari. Ia memang benar-benar

sahabat sejati, tak diragukan lagi.

“Katakan lah nak apa yang kau inginkan sekarang ini,” tanya tante

Nurul.

“Mayda..” ungkap Billy dengan terbata.

“Siapa Mayda itu?” tanya mereka bingung, kok aneh-anehnya Billy

bilang pertama kali adalah hal itu. Hanya Billy yang tahu siapa kah Mayda,

dimensi ketiga yang bisa menjawab. Yah setelah dia sungguh-sungguh sehat

nanti dia akan mencari gadis itu walau mencari sampai ke Manado karena ia

ingin menepati janjinya.

28

Anda mungkin juga menyukai