”Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu pun dari
firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur. Maka tahulah seluruh Israel dari Dan
sampai Bersyeba, bahwa kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi TUHAN.”
1 Samuel 3:1-21
5. Samuel merupakan anak dari Hana dan Elkana. Hana merupakan seorang perempuan
yang saat taat kepada Tuhan. Ketika usianya semakin lanjut Hana belum dikaruniai
seorang anak pun. Hati Hana menjadi sedih dan sakit apalagi setaip pergi ke rumah
TUHAN, Penina istri Elkana yang lain menyakiti Hana. Setiap hari, baik pagi maupun
malam, Hana berdoa kepada Tuhan agar ia dapat memiliki seorang anak, bahkan
Hana bernazar kepada Tuhan, jika Tuhan mengaruniakannya seorang anak laki-laki,
ia akan mempersembahkan anak itu menjadi hamba Tuhan seumur hidupnya. Tuhan
pun mendengar doa Hana dan Hana dapat mengandung dan melahirkan seorang anak
laki-laki yang dinamainya Samuel yang berarti “Aku telah memintanya dari pada
TUHAN.”
Setelah Hana menyapih Samuel, dia menitipkan anaknya itu kepada imam Eli agar
iman Eli dapat mendidik Samuel menjadi seorang hamba dan pelayan yang setia
kepada Tuhan. Iman Eli memili dua orang anak yang bernama Hofni dan Pinehas.
Namun, kedua anak imam Eli memiliki sikap yang buruk sehingga mereka tidak
berkenan di hadapan Tuhan. Mereka tidak mengindahkan setiap korban bakaran yang
dibawa untuk Tuhan sehingga makin besarlah dosa mereka. Berbeda dengan Samuel.
Di bawah asuhan imam Eli, Samuel tumbuh menjadi seorang pelayan Tuhan. Pada
saat itu, firman mengenai Tuhan jarang disaksikan dan didengarkan serta penglihatan-
penglihatan jarang terjadi. Imam Eli pun semakin tua dan penglihatannya mulai
kabur. Saat Samuel tidur di dalam bait Suci Tuhan, Tuhan memanggil Samuel.
Namun, karena Samuel belum tahu bahwa yang memanggilnya adalah Tuhan ia
malah mendatangi imam Eli hingga Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali.
Karena terus didatangi oleh Samuel, imam Eli menjadi paham bahwa Samuel telah
dipanggil oleh Tuhan sehingga ia menyuruh Samuel menjawab “Berbicaralah,
TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar,” (1 Samuel 3:9). Lalu, Tuhan datang lagi
menghampiri dan memanggil Samuel dan Samuel menjawab seperti apa yang telah
imam Eli katakan. Tuhan juga berfirman kepada Samuel bahwa Tuhan akan
menghukum Israel dan keluarga imam Eli sebab dosa yang telah dilakukan oleh anak-
anaknya dan ia tidak memaharahi mereka (1 Samuel 3:11-14).
Ketika pagi hari Samuel bangun, Samuel enggan untuk memberitahukan apa yang
Tuhan katakan kepada imam Eli. Namun karena perkataan imam Eli kepadanya,
akhirnya Samuel memberitahukan apa yang dikatakan Tuhan kepadanya dan tidak
menyembunyikan apapun kepada imam Eli. Setelah berkata demikian, imam Eli tidak
memarahi Samuel justru ia menyembah Tuhan akan apa yang dikatakan Samuel
kepadanya. Karena itu juga, Samuel makin besar dan Tuhan menyertai Samuel dan
menemati janji-Nya (1 Samuel 3:19).
Dari cerita mengenai hidup Samuel, kita bisa lihat bahwa Samuel adalah seorang anak
muda yang taat kepada perintah Tuhan. Ia selalu mau belajar dan taat dengan apa
yang imam Eli katakan. Disini, imam Eli bisa kitalihat peranannya sebagai ayah
angkat dari Samuel. Meskipun bukan orang tua kandungnya sendiri, Samuel tetap
mengasihi dan taat dengan apa yang dikatakan oleh imam Eli. Kita juga dapat melihat
bahwa Samuel dapat menempatkan dirinya dan dapat mengetahui apa yang menjadi
prioritas hidupnya. Sebagai anak muda, kita pasti tahu bahwa hal yang paling
diinginkan adalah kesenangan duniawi sama seperti yang Hofni dan Pinehas lakukan.
Namun karena keinginan duniawi mereka inilah, mereka hidup dengan tidak berkenan
di hadapan Allah dan bahkan menjadi perbincangan banyak orang karena sikap buruk
yang mereka tunjukkan. Ini membuktikan bahwa baik tua maupun muda harus
memiliki prioritas dalam hidupnya. Manusia mana sih yang tidak mau hidup dalam
kesenangan? Namun, semua itu ada batasannya tersendiri. Tujuan hidup kita adalah
untuk menyenangkan hati Tuhan. Kita boleh saja mencari kesenangan dunia ini,
namun jangan sampai kita malah melakukan hal yang tidak berkenan di hadapan-Nya
dan justru malah merugikan orang lain karena sikap kita yang tidak baik. Tuhan
melihat setiap apa yang kita lakukan. Bahkan Tuhan pun mengetahui pikiran kita. Ia
sudah mengetahui terlebih dahulu isi hati kita dan apa yang akan kita perbuat
selanjutnya. Ia ingin agar kita hidup menjadi anak yang taat dan takut pada-Nya
dengan tidak selalu mendahulukan keinginan duniawi ini. Pada saat ini kita akan
belajar sikap yang dimiliki oleh Samuel.
Pada hari ini kita diajarkan untuk lebih serius mengerjakan tugas yang kita miliki.
Kita harus tahu sebenarnya apa prioritas utama dalam hidup kita. Kita tidak boleh
selalu mengejar kesenangan duniawi sebab itu adalah tindakan yang tidak
dikehendaki oleh Allah. Selain itu kita diajar untuk menyampaikan sesuatu apa
adanya. Jika memang pesan atau perkataan yang kita sampaikan dapat menyaiti hati
atau merupakaan perkataan yang tidak menyenangkan, kita tetap harus
menyampaikan pesan itu sebab itu merupakan suatu kebenaran yang harus
disampaikan apa adanya sehingga tidak boleh kita tambahi atau bahkan kurangi.
Janganlah justru kita takut untuk menyampaikan kebenaran. Selain itu, kita juga harus
hidup dan dengar-dengarnya akan panggilanNya. Untuk mengetahui makna
panggilanNya dalam hidup kita, kita harus membangun sebuah hubungan yang dekat
dengannya. Salah satu cara untuk dapat membangun hubungan yang dekat dengan
Tuhan yaitu dengan berdoa dan membaca firman. Kiranya hidup kita terbekati oleh
renungan ini. Tuhan Yesus memberkati.
Renungan Malam
6.
Renungan Malam 2
Untuk Apa Menyimpan Dendam dalam Hatimu?
Bacaan: Kejadian 45:1-15
”Lalu dipeluknyalah leher Benyamin, adiknya itu, dan menangislah ia, dan menagis
pulalah Benyamin pada bahu Yusuf. Yusuf mencium semua saudaranya itu dengan
mesra dan ia menangis sambil memeluk mereka. Sesudah itu barulah saudara-
saudaranya bercakap-cakap dengan dia.”
Kejadian 45:14-15
Pernahkah saudara merasa disakiti oleh seseorang bahkan oleh orang yang anda kasihi
atau bahkan oleh keluarga anda sendiri? Jika pernah, sudahkan malam ini saudara
mengampuni mereka yang telah menyakiti saudara? Jika belum, apa alasan anda
untuk tidak mengampuni orang yang telah menyakiti saudara? Jika jawaban saudara
adalah karena orang tersebut telah melakukan kesalahan yang sama secara berulang
dan selalu mengecewakan anada ketika anda telah memaafkannya sehingga pada saat
ini anda tidak dapat memaafkannya, bukankah anda justru menjadi orang yang saat
perhitungan pada saat ini? Memang manusia memiliki batas kesabaran masing-
masing namun bukankah dalam firman Tuhan sudah dikatakan bagi kita untuk selalu
memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Dalam Matius 18:21-22 dikatakan
demikian “Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai
berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku?
Sampai tujuh kali? Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan
sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Dalam Injil Matius
ini sudah jelas dikatakan bagi kita bahwa kita harus selalu mengampuni orang yang
bersalah kepada kita.
Pada saat ini kita akan belajar dari kisah Yusuf. Kita pasti sudah sering mendengar
kisah tentang Yusuf, mulai dari Sekolah Minggu hingga saat Ibadah Minggu di
Gereja. Namun, pada saat ini kita akan belajar lagi tentang kisah Yusuf. Yusuf
merupakan anak dari Yakub dan isteri yang dikasihinya Rahel. Yakub sangatlah
menyayangi Yusuf sehingga seluruh saudara-saudaranya membenci Yusuf. Kebencian
saudara-saudaranya bertambah ketika Yusuf menceritakan mimpinya. Ketika saudara-
saudara Yusuf menggembalakan kambing domba, Yakub menyuruh Yusuf untuk
mengantarkan makanan kepada saudara-saudaranya. Namun, niat baik Yusuf dibalas
dengan kejahatan oleh saudara-saudara Yusuf. Mereka bermufakat untuk mencari cara
bagaimana membunuh Yusuf. Ketika Yusuf datang, mereka langsung menanggalkan
jubah Yusuf dan membuangnya ke dalam sumur kosong yang tidak berair. Yusuf
kemudian dijual oleh saudara-saudaranya sehingga Yusuf bekerja kepada Potifar
sebagai kepala pengawal raja. Penderitaan Yusuf tidak sampai disana saja. Ketika
Yusuf bekerja kepada Potifar, isterinya menjebak Yusuf sehingga Yusuf harus di
penjara. Di dalam penjara Yusuf bertemu dengan juru minuman dan juru roti. Karena
hikmat Tuhan, Yusuf pun dapat menafsirkan mimpi kedua orang itu dengan balasan
Yusuf juga akan dibebaskan dari dalam penjara. Setelah juru minum bebas, ia justru
melupakan Yusuf. Tak berapa lama, Firaun bermimpi dan tidak ada seorang pun yang
dapat menafsirkan mimpi Firaun kecuali Yusuf. Karena hikmat yang telah Tuhan
berikan kepada Yusuf, ia dapat menafsirkan mimpi Firaun dan akhirnya Firaun
melantik Yusuf menjadi penguasa atas seluruh Mesir. Ketika terjadi kelaparan di
seluruh negeri, saudara-saudara Yusuf pergi ke Mesir untuk membeli gandum kepada
Yusuf. Saudara-saudaranya tidak tahu bahwa Yusuf telah menjadi penguasa. Di Mesir
dan pada saat ini mereka sedang berbicara kepada Yusuf. Saat bertemu dengan
saudara-saudaranya lagi apa yang dilakukan oleh Yusuf? Apakah Yusuf membenci
dan menghukum saudara-saudaranya? Tentu tidak. Yusuf justru mengampuni
saudara-saudaranya bahkan Yusuf menangis dengan keras ketika melihat saudara-
saudaranya. Ini telah membuktikan bahwa Yusuf tetap mengasihi saudara-saudaranya
meskipun mereka telah menyakiti Yusuf.
Kita pada saat ini belajar mengampuni dari Yusuf. Ketiaka saudara-saudaranya
menyakiti dia, membencinya, membuangnya bahkan menjualnya, Yusuf sama sekali
tidak membenci saudar-saudaranya. Ia tetap mengasihi saudara-saudaranya dan terus
merindukan mereka. Apa yang dialami Yusuf sangat berat bahkan jauh lebih berat
daripada yang kita alami saat ini. Namun apakah kiat bisa seperti Yusuf yang mau
mengampuni saudara-saudara yang telah menyakitinya? Kita sering kali terpaku pada
perasaan kita saja. Kita sering lupa akan apa yang seharusnya kita perbuat ketika ada
orang yang menyakiti kita. Ketika ada seseorang yang menyakiti kita, kita justru
menyimpan dendam terhadapnya dan tidak mau mengampuni kesalahannya.
Meskipun kita berkata sudah memaafkan, namun kita tidak mau dekat dengan orang
itu lagi.
Renungan Malam 3
Apa Nasib Hidup Kita Berbeda?
Bacaan: Pengkhotbah 9:1-12
”Inilah yang celaka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari; nasib
semua orang sama. Hati anak-anak manusia pun penuh dengan kejahatan, dan
kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan kemudian mereka menuju alam
orang mati. Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena
anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati. Karena orang-orang yang
hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, tak
ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap.”
Pengkhotbah 9:3-5
Pada saat ini, manusia menakar segala sesuatu yang terjadi pada dirinya atau apa yang
ia miliki telah diatur oleh nasib. Bahkan tak sedikit orang melihat peruntungan nasib
berdasarkan Shio atau Zodiak. Jika dalam ramalan mengatakan nasibnya akan buruk
pada hari ini, orang tersebut justru enggan untuk keluar rumah dan bekerja. Bahkan
selalu merasa was-was jika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Lain halnya jika
dalam ramalan dikatakan bahwa orang tersebut akan mengalami nasib yang baik pada
hari ini mulai dari masalah kesehatan, keuangan, pekerjaan bahkan asmara semuanya
dikatakan baik. Orang tersebut akan semangat dalam menjalani harinya karena
percaya nasib baik akan terjadi padanya hari ini. Karena ramalan-ramalan yang belum
tentu benar ini menyebabkan seseorang menjadi lebih percaya kepada apa yang
dibacanya dalam ramalan dibandingkan percaya dan berserah kepada Tuha.
Namun, apakah benar semua yang terjadi dalam kehidupan kita tergantung dari nasib
yang kita alami?
Saya pernah mendengar keluhan tentang seorang ibu yang memiliki suami
penggangguran dan ia yang harus membanting tulang demi menghidupi anak-
anaknya. Ia terus mengeluh dan membandingkan kehidupannya dengan saya. Ada
nada kecewa bahkan marah dalam suaranya. Diakhir perbincangan bahkan ibu itu
menangis tersedu-sedu hingga anak yang digendongnya ikut menangis. Namun, ada
satu hal yang tidak dapat saya lupakan dari perkataan ibu tersebut. Ibu tersebut bekata
seperti ini “Kenapa nasib saya jelek seperti ini. Hidup saya dari dulu sampai sekarang
kok susah terus. Kasihan saya tiap pulang kerja harus melihat anak-anak saya yang
menunggu saya untuk dibuatkan makanan. Saya kerja banting tulang demi anak-anak
berharap nasib anak saya tidak seperti orang tuanya.” Setelah mendengar perkataan
ibu tersebut, saya terus berpikir apakah benar Tuhan menciptakan seseorang dengan
nasib yang berbeda-beda. Kegalauan saya tidak berhenti sampai disana. Beberapa kali
saya melihat bahkan mendengar seseorang berkata “ingin merubah nasib”.
Sebenarnya saya merasa perkataan Ibu tersebut atau orang-orang tentang ingin
merubah nasibnya adalah salah yang benar adalah ingin merubah kehidupan. Setelah
saya membaca Pengkhotbah saya menyadari bahwa nasib setiap orang yang Tuhan
ciptakan adalah sama sebab pada akhirnya kelak akan kembali lagi kepada sang
Pencipta.
Nasib semua orang itu sama tidak ada yang berbeda sebab semua manusia akan mati
dan kembali kepada Bapa di Surga.
Dari pada terus berbicara mengenai nasib yang tiada habisnya, lebih baik kita pahami
dan mengerti terlebih dahulu apa sebenarnya kehidupan yang kita jalani itu.
2. Menikmati hidup
Ketika kita diberikan kesempatan hidup oleh Tuhan, janganlah kita malah
menghabiskan hidup kita untuk membanding-bandingkan hidup kita dengan orang
lain. “Wah enak banget hidupnya gak kaya aku, nasib jelek aja terus yang aku
dapetin.” Jika terus berpikiran seperti itu bagaimana kita bisa menikmati dan
mensyukuri kehidupan yang telah Tuhan berikan bagi kita. Yang Tuhan inginkan
adalah kita mensyukuri segala hal yang terjadi dalam hidup kita dengan tidak menyia-
nyiakan kesempatan yang Ia berikan. Ia juga menginginkan agar setiap apa yang kita
kerjakan, kita kerjakan dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga jangan setengah-
setengah. Ketika seseorang dapat menikmati dan mensyukuri kehidupan yang
dimilikinya, orang tersebut pasti akan mengetahui bahwa hidup yang telah diberikan
Tuhan adalah indah adanya meskipun pada saat ini ia ada dalam kondisi sulit
sekalipun.
3. Kematian
Kematian merupakan fase akhir dalam kehidupan seorang manusia. Kematian yang
pasti akan terjadi merupakan nasib dari setiap orang yang ada di bumi ini. Ketika
seseorang telah mati, ia tidak dapat merasakan apa-apa lagi. Rasa sakit, amarah,
kesenangan dan kenangan telah dilupakannya. Ia tidak dapat merasakan kehangatan
ketika bersama dengan orang yang dikasihi. Ia juga tidak dapat bekerja seperti saat
semasa hidupnya. Kita tidak akan pernah tahu sampai kapan waktu yang diberikan
Tuhan untuk dirinya. Kematian itu seperti pencuri yang waktunya tidak dapat kita
tentukan. Hanya Tuhanlah yang dapat menentukannya. Ketika seseorang akan
mengalami kematian, ia harus mempertanggung jawabkan apa yang telah ia perbuat
semasa hidupnya kepada Tuhan baik itu merupakan perbuatan baik ataupun perbuatan
jahat.
Apapun yang terjadi dalam kehidupan kita saat ini, ingatlah bahwa bukan nasib yang
menentukannya melaikan Tuhan yang menentukan dan mengaturnya. Jangan
menyalahkan nasib bahkan berusaha untuk merubahnya sebab nasih yang kita miliki
tidak dapat kita ubah karena bagaimana caranya agar kita dapat mengubah kematian?
Serahkanlah seluruh hidup dan kehidupan anda kepada Allah sehingga anda lebih bisa
mensyukuri kehidupan yang telah Tuhan berikan. Jangan berhenti berharap dan
berdoa kepadaNya. Tuhan Yesus memberkati.