Anda di halaman 1dari 10

( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.

net

ANALISIS TARIF INSTALASI BEDAH SENTRAL BERDASARKAN UNIT COST DI RSUD Dr ADNAAN WD PAYAKUMBUH TAHUN 2010 Nydia Maya Putri1 dr.Adila Kasni Astiena,MARS2 Drs. Yudri Bufia, M.Kes2

1. Karyawan RSUD Dr Adnaan WD 2. Dosen Program Pascasarjana Universitas Andalas

ABSTRAK Dalam Permendagri No 61 Tahun 2007 tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dijelaskan bahwa pola tarif rumah sakit ditetapkan berdasarkan biaya satuan (unit cost). Penghitungan unit cost sangat penting sebagai evaluasi biaya dan dasar dalam penentuan tarif. RSUD Dr. Adnaan WD telah ditetapkan sebagai BLUD namun dalam penetapan tarif belum berdasarkan unit cost termasuk Instalasi Bedah Sentral (IBS) yang merupakan pelayanan unggulan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tarif IBS berdasarkan unit cost. Rancangan penelitian ini adalah kualitatif desain studi kasus yang dilaksanakan pada bulan Mei-September 2011. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari data realisasi anggaran biaya tahun 2010. Proses penelitian ini terdiri dari: pengumpulan data biaya investasi, biaya operasional dan biaya pemeliharaan di unit penunjang dan unit produksi. Dilakukan pendistribusian biaya dengan metode double distribusi untuk mendapatkan unit cost. Tarif yang berlaku saat ini (untuk pasien umum, askes dan jamkesmas) dihitung margin sesungguhnya kemudian dibandingkan dengan unit cost. Selanjutnya menghitung tarif sesuai ketentuan Perwako yaitu jasa sarana/unit cost 60% dan jasa pelayanan/margin 40%. Hasil penelitian didapatkan komponen biaya operasional merupakan biaya tertinggi dalam pelayanan tindakan operasi di IBS. Perbandingan tarif yang berlaku terhadap unit cost/jasa sarana untuk tindakan operasi (besar, sedang dan kecil) pada setiap kelas perawatan,didapatkan tarif umum lebih rendah dari unit cost/jasa sarana sedangkan untuk tarif Askes dan Jamkesmas lebih tinggi dari unit cost/jasa sarana. Margin/Jasa pelayanan untuk pasien umum tidak ada bahkan merugi 32% jika dibandingkan aturan pola jasa pelayanan, sedangkan untuk pasien Jamkesmas dibawah pola jasa pelayanan (7% dan 24%), namun untuk pasien Askes lebih tinggi (32-65%) dari pola jasa pelayanan.

Disarankan kepada pihak manajemen rumah sakit melakukan penyesuaian tarif Peraturan Walikota agar sesuai dengan komponen jasa sarana dan jasa pelayanan dimulai dengan pembentukan tim tarif, pengajuan usulan tarif ke Balaikota dan sidang dengan DPRD. Kata kunci: biaya, metode double distribusi, unit cost, margin, tariff

The Analysis of Central Surgery Installation Tariff Based on Unit Cost A Case Study at Dr. Adnaan WD Hospital

ABSTRACT

In the rules of Home Ministry no. 61 the year of 2007 about The Region Public Service and regulation no. 44 the year of 2009 about hospital, it was clearly stated that the hospital tariff formula was based on unit cost. The calculation of unit cost was very important as a budget evaluation and the basic in tariff determination. Dr. Adnaan WD hospital has been pointed as the region public service. On the other hand, the tariff calculation has not been based on the unit cost, including the Central Surgery Installation (IBS). The purpose of this study is to analyze IBS tariff based on unit cost. The research design was qualitative design-case study, conducted in May- September 2011. The secondary data from the realization data of 2010 budget was used. The reesrach process consisted of the collection of investation budget data, opeartional budget and maintenance budget at supporting and production unit. The budget distribution with double distribution method was applied to get unit cost. The available tariff (general patients, health insurance and public health quarantee) was calculated as the real margin, then it was compared to unit cost.Then, tariff calculation based on the Mayor regulation; 60 % for facility service and 40% for profit. The research result showed that the operational budget was the highest budget in operational action service (large, medium, small). At all care classes, it was found that the genral tariff was lower than unit cost/facility service. No care service and even 32 % lost compared to care service form. For public health quarantee patient

was below the care service (7% and 24 %), but it was higher (32-65%) for health insurance patient. It is suggested that the hospital management to implement the tariff adaptation with mayor regulation in order to be related to facility and care service components started from establishing of tariff team, proposing the tariff to mayor, and meeting with parliament members.

Keywords: budget, double distribution method, unit cost, margin, tariff

Latar Belakang Laksono (2004), mengatakan infrastruktur keuangan rumah sakit pemerintah sangat buruk karena belum ada pemahaman bahwa sistem keuangan harus berdasarkan sistem akutansi yang benar. Seiring dengan dikeluarkannya PP No 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum (BLU) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 61 Tahun 2007 tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) menuntut rumah sakit harus berbenah terutama dari segi keuangan dan akuntabilitasnya. Pengelolaan sumber daya baik manusia, material, peralatan dan teknologi dan keuangan harus dilaksanakan secara tepat, efektif dan efisien sehingga rumah sakit mampu mengelola biaya secara komprehensif. Hal ini juga dijelaskan Agastya (2009), bahwa Rumah Sakit Badan Layanan Umum Daerah memiliki kewenangan pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang dikelola secara otonomi dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala koorporasi. Hal ini merupakan tantangan bagi pengelola rumah sakit untuk melakukan terobosan-terobosan dalam menggali sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional dan pengembangan rumah sakit. Terobosan itu dapat dilakukan antara lain dengan mengoptimalkan penerimaan dari unit-unit pelayanan medis salah satunya Instalasi Bedah Sentral dan penunjang medis melalui penentuan tarif berdasarkan perhitungan biaya satuan (unit cost). Untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya perlu sistem yang memadai pengaturan tarif agar rumah sakit mampu bertahan ditengah-tengah persaingan yang ketat. Tarif merupakan imbalan atas jasa yang diberikan Badan Layanan Umum Daerah termasuk imbalan hasil yang wajar dari investasi dana, dapat bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan. Semua rumah sakit

pemerintah maupun rumah sakit swasta yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, dituntut untuk memiliki hasil perhitungan biaya satuan (unit cost) sebagai dasar penetapan tarif. Namun kenyataannya sebagian besar tarif pelayanan yang berlaku saat ini di banyak rumah sakit pemerintah belum dihitung berdasarkan biaya satuan pelayanan. Disamping itu, banyak kebijakan tarif yang sudah bertahuntahun tidak dinaikkan. Dengan permasalahan yang terkait dengan tarif belum dihitung berdasarkan unit cost. Maka perurnusan masalah yang diajukan dalarn penelitian ini untuk mengetahui besarnya unit cost dari tarif yang berlaku di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Adnaan WD Payakumbuh. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran unit cost dari tarif Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Adnaan WD Payakumbuh.

Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif desain studi kasus. Penelitian untuk mendapatkan gambaran unit cost pada tindakan operasi sebagai dasar analisis tarif Instalasi Bedah Sentral di RSUD Dr Adnaan WD Payakumbuh tahun 2010. Instrumen penelitian adalah formulir isian data sekunder realisasi biaya RSUD Dr Adnaan WD pada Januari s/d Desember 2010 yang telah disiapkan terdiri dari data: biaya investasi, biaya operasional dan biaya pemeliharaan. Melakukan telaah dokumen dan pengamatan kegiatan pelayanan di Instalasi Bedah Sentral. Selanjutnya melakukan penghitungan unit cost dengan metode double distibusi, kemudian dilakukan analisa tabel dan analisa isi berdasarkan Perwako tahun 2008. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini didapatkan bahwa biaya total Instalasi Bedah Sentral pada tahun 2010 Rp 2.271.993.728 yang terdiri dari biaya penyusutan investasi Rp. 134.098.929, biaya operasional Rp. 2.109.861.361, biaya pemeliharaan Rp. 28.083.438. Penghitungan biaya dilakukan secara full costing. Hasil perhitungan unit cost tindakan operasi dengan metode double distribusi berdasarkan kelas perawatan adalah: Kelas III: operasi besar Rp.1.647.781, sedang2 Rp.1.153.447, sedang1 Rp 659.112 dan kecil Rp 395.467. Kelas II: operasi besar Rp.2.043.249, sedang2 Rp.1.318.255, sedang1 Rp.823.891 dan kecil Rp. 527.290. Kelas I: operasi besar Rp.2.306.894, sedang2 Rp.1.647.781, sedang1 Rp.1.054.580 dan kecil Rp. 659.112. VIP: operasi besar Rp.2.867.139, sedang2 Rp.2.043.249, sedang1 Rp.1.318.225 dan

kecil Rp. 823.891. Tarif Instalasi Bedah Sentral RSUD dr Adnaan WD berdasarkan Peraturan Walikota tahun 2008 menyatakan bahwa komponen tarif di terdiri dari jasa sarana 60% dan jasa pelayanan 40% untuk seluruh pendapatan dari pelayanan rumah sakit baik tarif umum, Askes dan Jamkesmas. Analisis tarif berlaku Instalasi Bedah Sentral berdasarkan unit cost adalah: tarif umum rugi (tarif < unit cost/jasa sarana dengan margin/jasa pelayanan 0 %), tarif Askes untung (tarif > unit cost/jasa sarana dengan margin/jasa pelayanan antara 32% hingga 65%) dan tarif Jamkesmas untung (tarif > unit cost/jasa sarana dengan margin/jasa pelayanan tindakan laparatomi 7% dan appendiktomi 24%). Pembahasan Komponen Biaya Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk barang atau modal yang berhubungan dengan pembangunan maupun pengembangan fisik dan kapasitas produksi yang kegunaan atau manfaatnya bisa berlangsung satu tahun atau lebih. Sabarguna (2007) menjelaskan bahwa yang termasuk didalam biaya investasi meliputi pembiayaan untuk tanah, gedung, alat dan profesional. Setiap tahun dilakukan penghitungan biaya penyusutan investasi. Agastya (2009) mengatakan penyusutan dilakukan karena nilai investasi akan semakin menurun dari waktu ke waktu. Penghitungan dilakukan dengan metode garis lurus berdasarkan pedoman standar akutansi rumah sakit. Pada hasil penelitian didapatkan biaya penyusutan investasi Instalasi Bedah Sentral RSUD Adnan WD 5% dari total biaya Instalasi Bedah Sentral. Menurut penulis pentingnya penyusutan biaya investasi disebabkan karena investasi sebagai alat penanaman modal yang akan berpengaruh pada jangka panjang, artinya di dalam biaya investasi harus diketahui berbagai komponen biaya terkait mutu dan kelayakan alat serta dapat meninjau masalah yang berkaitan dengan Instalasi Bedah Sentral, terutama kamar operasi yang sangat berhubungan dengan perkembangan alat dan teknologi canggih. Seharusnya dengan menghitung dan menganggarkan biaya penyusutan secara tepat maka permasalahan tersebut dapat dicegah dan efisiensi dan efektifitas biaya anggaran dapat dicapai. Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya yang diperlukan untuk menjalankan atau melaksanakan kegiatan barang modal dalam suatu proses produksi sehingga menghasilkan produk yang diinginkan Laksono (2004) mengatakan biaya operasional merupakan komponen terbesar pembiayaan dikeluarkan dan sangat tergantung kepada banyaknya kegiatan atau output yang dihasilkan. Artinya, semakin banyak

produksi/kegiatan akan mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan biaya operasional. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat diatas, biaya operasional merupakan komponen biaya tertinggi (94 %) dari total biaya Instalasi Bedah Sentral dimana komponen gaji merupakan biaya tertinggi (33%). Berdasarkan hal ini manajemen sebenarnya harus bisa membuat kebijakan yang bisa meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Sehingga biaya gaji yang tinggi diikuti dengan peningkatan kinerja karyawan dan rumah sakit. Seperti melakukan motivasi pada karyawan melakukan budaya 5 S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan dan Santun) pada saat melakukan pelayanan sehingga kunjungan dapat meningkat, pendapatan dapat meningkat dan biaya gaji menjadi optimal. Namun apabila dilihat lebih rinci lagi biaya operasional seperti listrik, air, telepon, cetak, dan alat tulis kantor, merupakan biaya yang bisa diefisienkan karena tergantung pada perilaku karyawan. Banyak hal-hal kecil yang apabila dilakukan secara rutin akan dapat memberikan penghematan biaya yang signifikan sehingga juga akan membuat biaya operasional rendah dan unit cost juga rendah. Biaya Pemeliharaan Menurut Laksono (2004) biaya pemeliharaan adalah biaya yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kapasitas barang investasi agar barang tersebut bertahan lama sehingga memperpanjang waktu untuk berproduksi. Artinya, alat yang dipakai harus dilakukan pemeliharaan. Hal ini didukung pendapat Sabarguna (2007) pentingnya biaya pemeliharaan karena bertujuan untuk menjamin alat dan sarana siap pakai, biaya akan lebih murah dibandingkan perbaikan yang terlalu berat dan menunjang mutu keamanan dan kepuasan pasien. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa biaya pemeliharaan gedung, alat medis, alat non medis dan kendaraan adalah 1% merupakan biaya asli dan pembebanan seluruh biaya pemeliharaan tahun 2010. Menurut penulis biaya pemeliharaan Instalasi Bedah Sentral perlu mendapatkan perhatian dari pihak manajemen karena Instalasi Bedah Sentral memiliki alat medis dengan nilai investasi tinggi dan tingkat pemakaian tinggi sehingga memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi juga karena memerlukan biaya kalibrasi alat medis dan penggantian suku cadang. Disamping itu investasi memiliki umur ekonomis yang terus berkurang setiap tahunnya sehingga jika terjadi kerusakan karena kurangnya pemeliharaan akan membuat terganggunya pelayanan Instalasi Bedah Sentral. Dengan biaya pemeliharaan hanya 1% berarti manajemen tidak mempertimbangkan efek jangka panjang sehingga tujuan efektifitas juga tidak akan tercapai. Selain itu manjemen seharusnya lebih fleksibel dalam menyusun anggaran karena pada pedoman penyusunan Rencana Biaya Anggaran Rumah Sakit BLUD anggaran pemeliharaan harus ada pada setiap unit pelayanan di rumah sakit. Unit Cost Tindakan Operasi

Analisis unit cost (biaya satuan) adalah suatu kegiatan menghitung biaya rumah sakit untuk berbagai jenis pelayanan yang ada, baik secara total maupun per-unit/per-pasien, dengan cara menghitung seluruh biaya pada unit/pusat biaya/ departemen jasa serta mengalokasikan/mendistribusikan ke unit-unit produksi yang kemudian dibayarkan oleh pasien (Agastya, 2009). Prinsipnya unit cost harus sama untuk seluruh kelas perawatan. Namun pada hasil penelitian yang menyatakan hasil perhitungan unit cost tindakan operasi untuk setiap kelas perawatan berbeda karena adanya pembebanan biaya yang berbeda. Perbedaan ini terjadi karena tarif di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Adnaan WD dibedakan menurut kelas perawatan bukan hanya kategori operasi (besar, sedang 1, sedang2 dan kecil). Artinya, ada pembebanan biaya dari masingmasing kelas perawatan yang tidak sama serta ada perbedaan harga jual untuk komponen biaya berdasarkan kelas perawatan. Dari pengamatan penulis terhadap jalannya operasi juga ditemukan pemakain bahan habis pakai/obat bervariasi untuk pasien kelas III, II, I dan VIP. Akibatnya asumsi bahwa biaya yang diletakkan pada kelas I lebih tinggi dari kelas II sehingga sehingga penghitungan unit cost dibedakan menurut kelas perawatan. Dengan diketahuinya unit cost tindakan operasi Instalasi Bedah Sentral, berarti manajemen dapat lebih mudah membuat keputusan strategi seperti penetapan harga, perencanaan anggaran yang sesuai dimana seimbang antara pendapatan dan biaya yang harus dikeluarkan sehingga prediksi pendapatan dapat teralisasi sesuai dengan perencanaan karena sudah berbasis biaya. Disamping itu dapat pula dilakukan pengendalian biaya, evaluasi kinerja serta menghilangkan atau menambah suatu tindakan operasi yang dapat dilayani. Selain itu perlu juga standarisasi bahan habis pakai/obat tindakan operasi dan dalam pelaksanaan tindakan operasi harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan tersebut agar biaya menjadi sama sehingga perhitungan unit cost juga sama. Analisis Tarif Instalasi Bedah Sentral Strategi tarif merupakan upaya terencana suatu lembaga usaha untuk mencapai tujuan tertentu melalui penetapan tarif. Dengan ada Badan Layanan Umum Daerah untuk rumah sakit pemerintah, pihak manjemen rumah sakit memiliki kewenangan yang lebih besar daripada sebelumnya dalam penentuan tarif. Salah satu strategi penetapan tarif menurut Laksono (2004) full cost pricing yaitu penetapan tarif berdasarkan unit cost dan keuntungan/margin. Jika dilihat dari komponen tarif yang berlaku di RSUD Dr Adnaan WD Payakumbuh dapat dikatakan bahwa bahwa teknik yang dipakai dalam penetapan tarif adalah full cost pricing karena terdiri dari komponen jasa sarana/unit cost dan jasa pelayanan/margin. Pada teknik ini informasi serta analisis biaya mutlak diperlukan sehingga dapat ditetapkan keuntungan yang diinginkan sebagai insentif/jasa pelayanan. Tarif Instalasi Bedah Sentral RSUD dr Adnaan WD berdasarkan Peraturan

Walikota tahun 2008 menyatakan bahwa komponen tarif di terdiri dari jasa sarana 60% dan jasa pelayanan 40% untuk seluruh pendapatan dari pelayanan rumah sakit. Pada penelitian ini didapatkan tarif pasien umum yang berlaku saat ini lebih rendah dari unit cost sedangkan tarif Askes dan Jamkesmas lebih tinggi dari unit cost. Tarif Umum Pada penelitian tarif umum berdasarkan Perwako Tahun 2008 dibandingkan dengan unit cost/jasa sarana rugi (-32)% dengan margin/jasa pelayanan tindakan operasi besar, sedang dan kecil adalah 0% untuk seluruh kelas perawatan. Hasil ini tidak sesuai dengan ketentuan tarif yang ditetapkan Perwako bahwa tarif terdiri dari jasa sarana 60% dan jasa pelayanan 40%. Artinya, untuk tarif umum rumah sakit belum bisa menutupi biaya jasa sarana untuk pelayanan pasien umum karena tarif berada di bawah unit cost. Sesuai dengan pendapat Agastya (2009) bahwa tarif pelayanan merupakan estimasi harga jual produk/jasa setelah memperhitungkan biaya persatuan dan tingkat operating margin yang ditentukan. Menurut penulis pihak manajemen perlu memperhitungkan secara tepat jasa sarana/unit cost dan jasa pelayanan/margin tindakan operasi dari tarif yang berlaku. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian tarif agar jasa sarana bisa menutupi biaya pelayanan, mempertahankan pelayanan dan pengembangan rumah sakit serta tetap melakukan peningkatan kesejahteraan karyawan. Tarif Askes Tarif Askes ini merupakan tarif kontrak dimana perhitungan tarif harus berbasis pada unit cost dengan tambahan surplus sebagai profit/jasa pelayanan bagi rumah sakit. Menurut Laksono (2004) tarif kontrak ini dapat memaksa rumah sakit menyesuaikan tarifnya sesuai dengan kontrak yang ditawarkan perusahaan asuransi kesehatan. Untuk itu rumah sakit perlu menghitung unit cost supaya jasa pelayanan benar-benar merupakan kelebihan pendapatan bagi rumah sakit dari pemberian pelayanan pasien Askes. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan rumah sakit mendapat surplus dari tarif Askes. Namun tarif tindakan tersebut termasuk seluruh bahan habis pakai saat pre operasi, intra operasi dan post operasi serta jasa pelayanan seluruh petugas yang terlibat dalam pelayanan operasi tersebut. Dengan demikian, masalah efisiensi biaya operasional menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan supaya biaya jasa sarana dan jasa pelayanan benar-benar seimbang sehingga tidak terjadi subsidi rumah sakit untuk pasien Askes. Sehingga besarnya margin/jasa pelayanan yang diterima oleh operator dan perawat menjadi lebih jelas dan transparan supaya pelayanan pasien Askes yang efektif, efisien, rasional, dan bermutu dapat terwujud. Tarif Jamkesmas Pada hasil penelitian ini didapatkan perbandingan tarif pasien laparatomi (operasi besar) Rp 1.775.639 dengan unit cost Rp 1.647.781 maka margin/jasa

pelayanan adalah 7%, sedangkan untuk tindakan apendiktomi (operasi sedang) margin/jasa pelayanan 24%. Namun sesuai pola tarif 2008 dari pendapatan pasien Jamkesmas tahun 2010 tetap diambil 40% sebagai jasa pelayanan untuk dibagi pada seluruh karyawan. Akan tetapi menurut Pedoman Pelayanan Jamkesmas (2010) menjelaskan bahwa tarif Jamkesmas sudah termasuk keseluruhan biaya perawatan pasien dari masuk sampai pulang serta biaya pemeriksaan penunjang dan obat-obatan. Sehingga jika dirinci lebih lanjut melalui clinical pathway, margin/jasa pelayanan kemungkinan habis untuk keseluruhan biaya pasien selama dirawat. Pada Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr Adnaan WD clinical pathway sebagai instrument untuk pemberian pelayanan yang adekuat dan rasional belum digunakan maksimal. Menurut penulis hal ini perlu dikaji ulang manajemen RSUD Dr Adnaan WD Payakumbuh karena untuk pelayanan pasien Jamkesmas perlu dijalankan clinical pathway dan dihitung biaya disetiap alur pelayanan berdasarkan diagnosa tindakan operasi Instalasi Bedah Sentral. Setelah diketahui jasa sarana/unit cost, margin/jasa pelayanan baru bisa ditetapkan. Sehingga secara otomatis akan mendorong terciptanya transparansi pembiayaan pelayanan rumah sakit, memacu rumah sakit melakukan efisiensi, meminimalkan kesalahan manusiawi, dan meningkatkan komitmen rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan. Pasien pun juga akan diuntungkan karena bisa mengetahui kepastian biaya. Kesimpulan dan saran Kesimpulan pada penelitian adalah: komponen biaya yang tertinggi adalah biaya operasional (94%) sehingga perlu dilakukan optimalisasi dan efisiensi biaya. Sedangkan biaya pemeliharaan (1%) dan investasi (5%) sehingga perlu peningkatan anggaran agar gedung,alat medis, alat non medis dan kendaraan dapat berfungsi maksimal. Unit cost berbeda dan semakin tinggi tiap kelas rawatan. Adanya perbedaan unit cost pada kelas perawatan karena dengan metode double distribusi terjadi pembebanan biaya yang berbeda. Tarif umum rugi, tarif Askes untung dan tarif Jamkesmas untung. Saran pada penelitian ini adalah RSUD Dr Adnaan WD perlu membentuk tim tarif yang akan merumuskan tujuan penetapan tarif, menghitung unit cost setiap tahun, memprediksi demand,menganalisis pesaing serta kemampuan & kemauan bayar masyarakat, memilih metode penatapan tarif dan mengusulkan penetapan tarif kepada Direktur Utama untuk selanjutnya diusulkan kepada Walikota dan DPRD. Perlu melakukan penyesuain tarif umum berdasarkan unit cost kemudian baru menetapkan persentase komponen tarif jasa sarana/unit cost dan jasa pelayanan/margin.

Daftar Pustaka 1. Agastya & Arifai (2009), Unit Cost dan Tarif Rumah Sakit, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta 2. Boy Sabarguna (2008), Organisasi dan Manajemen Rumah Sakit, Konsorsium RS Islam, Yogyakarta. 3. Boy Sabarguna (2011), Business Plan Rumah Sakit, Salemba Medika, Jakarta 4. Laksono Trisnantoro (2004), Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah Sakit, Gajah Mada University Press, Yogyakarta 5. Soedarmono Soejitno (2002), Reformasi Perumahsakitan Indonesia, Gramedia Widiasarana Indonesia, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai