Anda di halaman 1dari 61

PERBANDINGAN TARIF JASA RAWAT INAP

MENGGUNAKAN METODE TRADITIONAL DAN

ACTIVITY BASED COSTING DI RSUD SITI AISYAH

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

ERMAWATI

NIM : 2001020007

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN SOSIAL HUMANIORA
UNIVERSITAS BINA INSAN
2023
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penelitian

Dalam memberikan Jasa kesehatan, rumah sakit menerima pendapatan

dari pendapatan Jasa dan fasilitas yang telah disediakan. salah satunya adalah

Jasa rawat inap. Di mana pendapatan dari Jasa dapat diperoleh dari tarif yang

harus dibayar oleh pengguna Jasa rawat inap.

Menurut Aini & Dwi (2012), menentukan tarif untuk Jasa rawat inap

adalah keputusan yang sangat penting karena dapat mempengaruhi profitabilitas

rumah sakit. Dengan berbagai fasilitas dalam Jasa rawat inap, serta jumlah biaya

overhead yang tinggi, semakin menuntut akurasi dalam penetapan biaya yang

sebenarnya. Jika perhitungan harga pokok barang kurang akurat dalam

perhitungannya, yang akan terjadi adalah munculnya tarif yang terlalu rendah

atau tarif yang terlalu tinggi. Tarif yang terlalu rendah atau terlalu tinggi juga

tidak baik untuk rumah sakit. Tarif yang terlalu rendah tidak dapat mencakup

semua biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit dan rumah sakit yang

berorientasi laba tidak mendapatkan manfaat yang diharapkan dan jika situasi ini

terus berlanjut akan menyebabkan kebangkrutan. Sebaliknya, tarif yang terlalu

tinggi juga tidak baik karena rumah sakit akan kesulitan bersaing dengan

pesaingnya.

Perhitungan harga biaya awalnya diterapkan di perusahaan manufaktur,

tetapi dalam perkembangannya perhitungan harga biaya telah diadaptasi oleh


perusahaan jasa, perusahaan perdagangan, dan sektor nirlaba. Dalam pasal 3

Keputusan Menteri Kesehatan No.560/MENKES/SK/IV/2003 tentang pola tarif

per jam rumah sakit dihitung berdasarkan biaya unit dari setiap jenis kelas Jasa

dan perawatan, yang perhitungannya menunjukkan ekonomi kapasitas

masyarakat, standar biaya dan pembandingan komersial yang buruk. Fakta ini

menunjukkan bahwa pemerintah telah menyadari pentingnya menghitung harga

dasar termasuk di sektor Jasa kesehatan (Pelo, 2012). Selama ini rumah sakit

dalam menghitung tarif kamar rawat inap berdasarkan biaya tradisional. Biaya

tradisional dalam menentukan penentuan biaya dasar mana yang tidak lagi

mencerminkan kegiatan spesifik karena banyak kategori biaya tidak langsung dan

cenderung diperbaiki. Menurut Maghfira & Basri (2016), penetapan tarif untuk

Jasa rawat inap di banyak rumah sakit masih menggunakan metode akuntansi

biaya tradisional yang hanya menggunakan pendorong aktivitas tingkat unit

untuk membebankan biaya, menyebabkan masalah, karena produk yang

dihasilkan tidak mencerminkan keseluruhan biaya yang diserap.

Ketepatan dalam menentukan biaya produk atau Jasa diperlukan oleh

semua perusahaan sehingga tidak ada kesalahan dalam pengambilan keputusan,

kontrol, dan perencanaan diungkapkan oleh Nailufar et al (2015). Activity Based

Costing yang merupakan sistem informasi akuntansi yang mengidentifikasi

berbagai kegiatan yang dilakukan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan

biaya berdasarkan karakteristik aktivitas yang ada. Menurut Fadilah (2009),

Activity Based Costing adalah pendekatan untuk menentukan biaya suatu produk
atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan oleh aktivitas.

Penelitian sebelumnya (Rikardo, 2016) tentang perbandingan penetapan

tarif rawat inap Rumah SakitSiti Aisyahdengan menggunakan Activity Based

Costing dengan metode tradisional menyimpulkan bahwa perhitungan tarif rawat

inap menggunakan Activity Based Costing memberikan hasil yang lebih kecil

untuk kelas I dan tarif yang lebih besar untuk kelas II, III, dan VIP.

Rumah Sakit Siti Aisyah adalah objek yang dijadikan fokus penelitian.

RSUD Siti Aisyah menawarkan berbagai jenis layanan yaitu layanan rawat jalan

dan layanan rawat inap. Rumah Sakit Lubuklinggau didirikan pada 2012 dan

termasuk rumah sakit tipe C. Layanan rawat inap memiliki beberapa jenis kamar,

yaitu 4 kamar untuk VIP, 6 kamar untuk Kelas I, 9 kamar untuk Kelas II, 12

kamar untuk Kelas III. Rumah Sakit menerapkan tarif untuk layanan rawat inap

berdasarkan penetapan biaya tradisional, yaitu menjumlahkan biaya tetap, biaya

variabel, dan biaya semi-variabel kemudian total biaya tersebut dibagi dengan

jumlah hari rawat inap. Hal ini menyebabkan distorsi dalam penentuan tarif.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbandingan

perhitungan tarif layanan rawat inap metode traditional costing dan activity based

costing pada RSUD Siti Aisyah. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui perbandingan perhitungan tarif layanan rawat inap metode traditional

costing dan activity based costing pada RSUD Siti Aisyah. Kontribusi penelitian

ini adalah pihak RSUD Siti Aisyah mengetahui perbandingan perhitungan tarif

layanan rawat inap dengan menggunakan metode traditional costing dan


activitybased costing dan dapat dijadikan evaluasi dalam menentukan tarif

layanan rawat inap.

Penulis ingin menganalisa dan membandingkan metode perhitungan mana

yang cocok dipakai rumah sakit. Dalam beberapa penelitian terdahulu mengenai

penerapan metode activity based costing dalam menentukan tarif menghasilkan

hasil yang beragam. Menurut penelitian yang dilakukan Javid, dkk. (2016) di

Kashani Hospital, metode activity based costing menghasilkan perhitungan tarif

yang lebih tinggi. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat

(2012) dan Najah dkk. (2016) juga membuktikan bahwa metode activity based

costing menghasilkan perhitungan tarif yang lebih tinggi. Sedangkan menurut

penelitian yang dilakukan oleh Yereli (2009), Nailufar (2015) dan Kaunang

(2015) membuktikan bahwa metode activity based costing menghasilkan

perhitungan tarif yang lebih rendah. Objek yang dipilih untuk dijadikan fokus

penelitian Rumah Sakit Siti Aisyah yang merupakan salah satu rumah sakit

daerah yang berada di Lubuklinggau. Rumah Sakit Siti Aisyah menetapkan tarif

rawat inap masih menggunakan metode unit cost. Berdasarkan uraian di atas,

maka penelitian ini diberi judul “Perbandingan Tarif Rawat Inap Menggunakan

Metode Traditional dan Acticity Based Costing”

Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian studi

kasus (Case Study Design) yaitu penelitian mendalam tentang masalah

penelitian tertentu. Objek dalam penelitian ini adalah salah satu Rumah Sakit Siti

Aisyah di Lubuklinggau. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini


menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Data penelitian ini

menggunakan data tahun 2018 dan perhitungan tarif berdasarkan metode

Activity Based Costing. Sumber data penelitian terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer yang digunakan adalah data yang diperoleh secara

langsung dari Rumah Sakit Lubuklinggau berupa wawancara, tarif keuangan,

data jumlah pasien, dan data biaya-biaya yang berkaitan dengan rawat inap.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari buku akuntansi biaya dan jurnal terkait

dengan metode penentuan tarif rawat inap untuk rumah sakit, surat keputusan

menteri kesehatan, dan data lainnya yang berkaitan. Teknik analisis data dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dari rumah sakit lalu

mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan rawat inap

rumah sakit.

2. Mengklasifikasikan aktivitas biaya ke dalam berbagai aktivitas, pada langkah

ini biaya digolongkan kedalam aktivitas yang terdiri dari 4 kategori: unit

level activities, batch level activities, product sustaining activities, facility

sustaining activities dengan cara mengidentifikasi aktivitas- aktivitas

tersebut. Mengidentifikasikan cost driver yang dimaksudkan untuk

memudahkan dalam penentuan tarif/unit cost driver. Setelah aktivitas-

aktivitas diidentifikasi sesuai dengan level aktivitasnya, langkah selanjutnya

adalah mengidentifikasi cost driver dari setiap biaya aktivitas.

Pengidentifikasian yang dimaksudkan dalam penentuan kelompok aktivitas


adalah tarif atau unit cost driver.

3. Menentukan tarif/unit cost driver yang artinya biaya per unit cost driver

yang dihitung untuk suatu aktivitas.

4. Membebankan biaya ke produk dengan menggunakan tarif cost driver dan

ukuran aktivitas.

a. Pembebanan biaya overhead dari tiap aktivitas ke setiap kamar.

b. Kemudian perhitungan tarif masing-masing tipe kamar dengan metode

activity based costing.

5. Membandingkan tarif jasa rawat inap RS berdasarkan metode traditional

costing dengan metode activity based costing.


2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dikemukakan di atas

maka dirumuskan permasalahan yakni “Bagaimana perbandingan tarif Jasa

rawat inap metode traditonal dan activity based costing di RSUD SITI

AISYAH”.

3. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada

“Perbandingan tarif jasa rawat inap menggunakan metode traditional dan

activity based costing” (Studi Kasus Pada RSUD Siti Aisyah), maka pembatasan

masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah perhitungan biaya yang

diguanakan oleh RSUD Siti Aisyah dan activity based costing untuk menentukan

tarif rawat inap tahun 2018 a/d 2022.

5. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

1) Untuk mengetahui perbandingan perhitungan tarif jasa rawat inap

metode traditional dan activity based costing di RSUD SITI

AISYAH tahun 2018 sampai tahun 2022.

2) Untuk mengetahui perbandingan perhitungan Activity Based

Costing untuk menentukan tarif jasa rawat inap di RSUD SITI

AISYAH tahun 2018 sampai 2022.

b. Tujuan Khusus
Sebagai syarat untuk penulisan skripsi Strata-1 pada program studi

Akuntansi Fakultas Ilmu Ekonomi dan Sosial Humaniora Universitas

Bina Insan Lubuklinggau

6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang

bergerak dibidang kesehatan ataupun masyarakat umum yang membutuhkan

suatu aplikasi yang dapat digunakan sebagai sarana informasi maupun untuk

pembelajaran. Adapun beberapa manfaat yang penulis dapat selama melakukan

penelitian ini adalah:

a. Manfaat Bagi Lembaga

1) Dengan adanya informasi dari hasil penelitian ini, maka lembaga

dapat menambah bahan referensi dan mempunyai perbandingan bagi

peneliti yang lain yang akan mengkaji penelitian di bidang yang sama

2) Dapat dijadikan literatur dalam proses perkuliahan di Universitas

Bina Isan Lubuklinggau

b. Manfaat Bagi Tempat Penelitian

Adapun manfaat bagi tempat penelitian yang peneliti buat adalah Pihak

RS Siti Aisyah dapat memberikan keputusan penentuan tarif jasa rawat

inap dengan perbandingan metode tradisional dan Activity-Based

Costing.
c. Manfaat bagi Peneliti

Memperoleh pengetahuan mengenai teori Activity Based

Costing yang kemudian penerapannya akan berkaitan dengan

penentuan tarif jasa rawat inap dan untuk membandingkan sekaligus

latihan penerapan teori yang diperoleh mengenai Activity-Based

Costing selama studi dengan praktek yang terjadi di dunia bisnis secara

nyata dapat menambah kepustakaan.


B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Literatur

a. Akuntansi Biaya

Akuntansi biaya merupakan salah satu pengkhususan dalam akuntansi,

sama hal nya dengan akuntansi keuangan, akuntansi pemerintahan, akuntansi

pajak, dan sebagainya. Ciri utama yang membedakan antara akuntansi biaya

dengan akuntansi lainnya adalah kajian datanya. Akuntansi biaya mengkaji

datadata biaya untuk digolongkan, dicatat, dianalisis, dan dilaporkan dalam

laporan biaya produksi.

Al. Haryono Jusup (2011:4) “menyatakan bahwa akuntansi merupakan

sistem informasi yang mengukur aktivitas bisnis, mengolah data menjadi laporan,

dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan”. Sedangkan

menurut Mulyadi (2016:7-8) Akuntansi biaya adalah proses pencatatan,

penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya, pembuatan dan penjualan

produk atau jasa, dengan cara cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya. Objek

kegiatan akuntansi biaya adalah biayaAkuntansi biaya mempunyai tiga tujuan

pokok : penentuan kos produk, pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan

khusus. Untuk memenuhi tujuan penentuan kos produk, akuntansi biaya

mencatat, menggolongkan, dan meringkas biaya-biaya pembuatan produk atau

penyerahan jasa. Biaya yang dikumpulkan dan disajikan adalah biaya yang telah

terjadi di masa lalu atau biaya historisPengendalian biaya harus didahului dengan

penentuan biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan


produk. Jika biaya yang seharusnya ini telah ditetapkan, akuntansi biaya bertugas

untuk memantau apakah pengeluaran biaya yang sesungguhnya sesuai dengan

biaya yang seharusnya tersebut. Akuntansi biaya kemudian melakukakan analisis

terhadap penyimpangan biaya sesungguhnya dengan biaya seharusnya dan

menyajikan informasi mengenai penyebab terjadinya selisih tersebut. Dari

analisis penyimpangan dan penyebabnya tersebut manajemen akan dapat

mempertimbangkan tindakan koreksi, jika hal ini perlu dilakukan.

Menurut Mulyadi (2015), biaya akuntansi merupakan pengorbanan

sumber ekonomi yang mungkin akan terjadi atau yang sudah terjadi untuk tujuan

tertentu, dan diukur satuan uang. Menurut Harnanto (2017:22) perusahaan

mengeluarkan biaya (cost) jika menggunakan sumber daya untuk tujuan

tertentu Contohnya, sebuah perusahaan yang memproduksi mobil,

mempunyai biaya bahan baku (seperti spare parts dan ban), biaya tenaga

kerja, dan biaya-biaya lainnya. “Biaya merupakan pengorbanan sumber

ekonomis yang diukur dengan satuan uang, yang telah terjadi atau yang

kemungkinan akan terjadi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi berupa barang dan jasa yang

diukur dalam satuan uang dengan tujuan untuk memperoleh suatu manfaat

yaitu peningkatan laba di masa mendatang.


b. Klasifikasi Biaya

Menurut Mulyadi (2014: 13-16) penggolongan atau

pengklasifikasian biaya dapat dilakukan berdasarkan:

1. Objek pengeluaran

Biaya dapat digolongkan atas dasar objek yang dibiayai. Contoh

penggolongan biaya atas dasar objek pengeluaran pada perusahaan kertas

adalah sebagai berikut: biaya merang, biaya jerami, biaya gaji dan upah,

biaya soda, biaya depresiasi mesin, biaya asuransi, biaya bunga, dan

biaya zat warna.

2. Fungsi di dalam perusahaan

Penggolongan biaya ini dihubungkan dengan fungsi-fungsi yang

ada dalam perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi

pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi

dan umum. Biaya-biaya tersebut terdiri dari:

a. Biaya produksi

Biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi

produk jadi yang siap untuk dijual. Contohnya adalah biaya

depresiasi mesin dan equipment, biaya bahan baku, biaya gaji

karyawan baik yang langsung maupun tidak langsung.


b. Biaya pemasaran

Biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan

pemasaran produk. Contohnya adalah biaya iklan, biaya promosi,

biaya gaji karyawan bagian kegiatan pemasaran.

c. Biaya administrasi dan umum

Merupakan biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan

kegiatan pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya gaji

karyawan bagian keuangan, akuntansi, personalia dan bagian hubungan

masyarakat, biaya pemeriksaan akuntansi, biaya photocopy.

3. Biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran

produk.

Contohnya adalah biaya gaji karyawan Bagian Keuangan, Akuntansi,

Personalia, dan Bagian Hubungan Masyarakat, biaya pemeriksaan

akuntan, biaya fotokopi. Hubungan biaya dengan produk yang dibiayai

a. Biaya produksi langsung

Biaya yang sejak terjadinya sudah mempunyai hubungan

sebab- akibat dengan kesatuan produk yang dibiayai. Apabila biaya

ini tidak terjadi maka tidak akan ada produk yang dihasilkan. Biaya

bahan baku dan biaya tenaga kerja adalah biaya produksi langsung
b. Biaya produksi tidak langsung

Biaya produksi yang tidak mempunyai hubungan sebab akibat

dengan kesatuan produk yang dibiayai. Biaya ini pasti terjadi

meskipun tidak ada produk yang dihasilkan. Biaya produksi tidak

langsung disebut juga biaya overhead pabrik (BOP).

4. Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan

perubahan volume aktivitas Biaya-biaya ini terdiri dari:

a) Biaya variabel

Biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan

volume kegiatan.

b) Biaya semivariabel

Biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume

kegiatan.

c) Biaya semifixed

Biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah

dengan jumlah konstan pada volume produksi tertentu.

d) Biaya tetap

Biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan

tertentu.

5. Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya Biaya-biaya ini

digolongkan menjadi:
a). Pengeluaran modal (capital expenditures)

Biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

Contohya adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap.

b). Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures)

Biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi

terjadinya pengeluaran tersebut. Contohnya adalah biaya iklan, biaya

telex, dan biaya tenaga kerja.

c. Metode Akuntansi Biaya Tradisonal

Metode akuntansi biaya tradisional yang menggunakan pemandu biaya

yang berhubungan dengan volume produksi beranggapan bahwa biaya-biaya

akan meningkat secara proporsional dengan besarnya volume output. Sistem

ini tidak dapat menjelaskan mengapa biaya-biaya produksi semakin

meningkat dengan hasil yang semakin beragam. Metode akuntansi biaya

tradisional rentan akan kelemahan yang dapat mengakibatkan untuk

pembuatan keputusan terdistorsi. Metode ini cenderung mengandalkan

alokasi tingkat unit. Akibatnya produk dibebani oleh sumber daya yang tidak

digunakan.

Menurut (Riwayadi, 2014:129) Metode traditional akuntasi biaya adalah

perhitungan harga pokok berdasarkan pada volume atau unit yang diproduksi

tanpa memperhatikan aktivitas pemicu biaya lainnya.


Alokasi Dua Tahap

Untuk menghitung biaya produk dengan sistem ABC, dapat dilakukan

dengan dua tahap alokasi biaya. Alokasi ini membebankan biaya sumber daya

perusahaan, yang disebut biaya overhead pabrik, ke cost-pool dan kemudian

ke obyek biaya berdasarkan bagaimana suatu obyek biaya menggunakan

sumber daya tersebut:

Traditional ABC

Biaya sumber daya Biaya sumber daya

Tahap pertama

Cost pool: Cost pool:


Pabrik atau Aktivitas atau
departemen Pusat aktivitas

Tahap kedua

Obyek biaya Obyek biaya

Data akuntansi

Unit yang di produksi (Rp)

Biaya bahan langsung total (Rp)


Biaya tenaga kerja langsung (Rp)

Total biaya utama (Rp)

Biaya overhead:

Baiya pemeliharaan mesin

Biaya penanganan bahan

Biaya persiapan mesin

Total

Kalkulasi Biaya Traditional

Biaya bahan langsung (Rp)

Biaya tenaga kerja langsung (Rp)

Biaya overhead pabrik (Rp)

Total (Rp)

Unit yang diproduksi

Biaya per unit (Rp)

Kalkulasi Biaya Berdasarkan Aktivitas (Aktivity Based Costing)

Biaya bahan langsung (Rp)

Biaya overhead pabrik

Biaya pemeliharaan mesin (Rp)

Biaya penanganan bahan (Rp)

Biaya persiapan mesin (Rp)

Total
Unit yang diproduksi

Biaya per unit (Rp)

Pembebanan BOP

Pemeliharaan

Pemindahan

Persiapan

Jumlah

Berdasarkan definisi Metode Tradisional di atas dapat disimpulkan bahwa

metode tradisional merupakan pengukuran alokasi biaya overhead pabrik yang

berkaitan dengan volume produksi, untuk menghitung harga per unit produknya

dan mengasumsikan bahwa semua diklasifikasikan sebagai tetap atau

variabel berkaitan dengan perubahan unit atau volume produk yang

diproduksinya. Perhitungan biaya produk, seperti biaya bahan baku langsung

serta biaya tenaga kerja langsung dibebankan kepada produk melalui penelusuran

langsung, sedangkan overhead pabrik dibebankan melalui penelusuran penggerak

(cost driver) atau alokasi. Dalam sistem tradisional hanya penggerak aktivitas

unit yang dipergunakan untuk pembebanan biaya produk.

Penggerak aktivitas unit merupakan faktor-faktor penyebab perubahan

biaya sebagai akibat perubahan unit produksi. Diasumsikan biaya overhead

pabrik yang dikonsumsi produk berkorelasi tinggi dengan jumlah unit produksi.

Penggerak unit yang biasanya digunakan meliputi jam tenaga kerja langsung,
biaya tenaga kerja langsung, jam mesin, unit yang diproduksi, biaya bahan baku

langsung. Setelah memilih penggerak unit selanjutnya menentukan kapasitas

aktivitas yang diukur dengan penggerak. Setelah memilih penggerak tingkat unit,

selanjutnya menentukan kapasitas aktivitas yang akan diukur dengan penggerak

tersebut. Empat kapasitas umum yang digunakan yaitu pertama, kapasitas yang

diharapkan adalah kapasitas yang diharapkan perusahaan dapat tercapai pada

periode mendatang. Kedua, Kapasitas normal merupakan output aktivitas yang

rata-rata dialami oleh perusahaan dalam jangka waktu panjang. Ketiga, kapasitas

teoritis yaitu keluaran aktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan asumsi

operasi berjalan sempurna. Kapasitas praktis yaitu keluaran maksimum yang

dapat dicapai dengan asumsi operasi berjalan (Ratnaning dan Triska, 2019).

a. Pentingnya biaya produk per unit

Sistem akuntansi biaya memiliki tujuan pengukuran dan pembebanan

biaya sehingga biaya per unit dari suatu produk atau jasa dapat ditentukan.

Biaya per unit merupakan bagian penting informasi bagi perusahaan

manufaktur. Karena informasi biaya per unit sangat penting. Distorsi

biayaproduksi per unit tidak dapat diterima karena dapat menyesatkan dalam

penentuan biaya produk dan harga jual produk.

Perhitungan biaya baik berdasarkan fungsi maupun berdasarkan aktivitas

membebankan biaya kepada objek biaya seperti produk, pelanggan,

pemasok, bahan baku dan jalur pemasaran. Ketika biaya dibebankan pada
objek biaya, biaya per unit dihitung dengan membagi biaya total yang

dibebankan dengan jumlah unit dari objek biaya tertentu.

Biaya Per Unit = Total Biaya + Unit Produksi

b. Sistem Perhitungan Biaya Produk Per Unit

Jika dikaitkan dengan perlakuan terhadap biaya overhead, terdapat dua jenis

sistem pengukuran biaya produk per unit antara lain:

(a) Perhitungan biaya aktual

Sistem ini membebankan biaya aktual bahan baku langsung, tenaga kerja

langsung dan overhead ke produk. Pada praktiknya, perhitungan biaya aktual

jarang digunakan karena tidak dapat menyediakan informasi biaya per unit

akurat secara tepat waktu. (b) Perhitungan biaya normal

Sistem ini membebankan biaya aktual bahan baku langsung dan tenaga kerja

langsung ke produk. Akan tetapi biaya overhead dibebankan ke produk

dengan menggunakan tarif anggaran.

Tarif perkiraan overhead = overhead yang dianggarkan ÷ penggunaan

aktivitas yang di anggarkan

1. Konsep Sistem Akuntansi BiayaTradisional

Akuntansi Biaya Tradisional hanya memperhitungkan biaya produksi

kedalam biaya produk.Biaya pemasaran serta biaya administrasi dan umum

tidak diperhitungkan kedalam biaya produk namun diperlakukan sebagai


biaya usaha dan diurangkan langsung dari laba bruto untuk menghitung laba

bersih usaha.

2. Kelebihan dari metode Tradisional dalam perhitungan Harga Pokok

Produksi, yaitu:

a. Mudah diterapkan. Metode Tradisional tidak banyak menggunakan

pemicu biaya (cost driver) dalam membebankan Biaya Overhead Pabrik

sehingga memudahkan dalam melakukan perhitungan Harga Pokok

Produksi.

b. Mudah diaudit. Pemicu biaya (cost driver) yang tidak banyak akan

memudahkan auditor untuk melakukan audit.

3. Kelemahan dari metode tradisional dalam perhitungan harga pokok

produksi, yaitu:

a. Untuk biaya non produksi, akuntansi biaya tradisional hanya

membebankan ke produk. Beban penjualan, umum dan administrasi

diperlakukan sebagai beban periodik dan tidak dibebankan ke

produk.Untuk biaya produksi dan perhitungan biaya berdasarkan proses,

akuntansi tradisional membebankan semua biaya produksi ke produk,

bahkan biaya produksi yang tidak disebabkan oleh produk. Sebagai

contoh, sebagian upah untuk keamanan pabrik akan dialokasikan ke

produk meskipun upah penjaga keamanan tersebut sama sekali tidak

terpengaruh apakah perusahaan berproduksi atau tidak.


2) Untuk biaya kapasitas tak terpakai, akuntansi biaya tradisional

menghitung tarif overhead yang ditentukan di muka dihitung dengan

membagi anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang

dianggarkan seperti jam kerja langsung.Perhitungan Harga Pokok

Produksi dengan sistem tradisional terdiri dari tiga elemen yaitu, Biaya

Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja Langsung dan Biaya Overhead

Pabrik. Pembebanan biaya dari bahan baku langsung dan tenaga kerja

langsung pada produk dengan menggunakan penelusuran langsung. Di

lain pihak, biaya overhead dibebankan dengan menggunakan penelusuran

penggerak dan alokasi (volume). Pembebanan overhead tradisional

melibatkan dua tahap. Pertama, biaya overhead dibebankan pada

unit organisasi (pabrik alau departemen). Kedua, biaya overhead

dibebankan pada produk. Biaya Overhead Pabriknya dilacak pada

produk itu sendiri. Ketepatan pembebanan Biaya Overhead Pabriknya

tidak menjadi masalah. Pembebanan ini tidak cocok diterapkan untuk

perusahaan yang memproduksi beberapajenis produk. Perhitungan

Harga Pokok Produksi dengan sistem tradisional terdiri dari tiga

elemen yaitu, Biaya Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja Langsung dan

Biaya Overhead Pabrik. Pembebanan biaya dari bahan baku langsung

dan tenaga kerja langsung pada produk dengan menggunakan

penelusuran langsung.

Terdapat banyak jenis alokasi yang bisa digunakan dalam mengalokasikan


BOP ke produk, yaitu:

a). Unit yang dihasilakan atau satuan produk.

Satuan produk memiliki rumus:

Anggaran BOP satu perode


BOP per satuan =
Jumlah satuan produk dianggarkan

b). Presentase BBB

Penggunaan metode ini jarang, karena dalam mayoritas kasus tidak ada

hubungan erat antara harga pokok bahan baku dari produk dan BOP yang

terjadi pada saat produksi.

Presentase BOP dari biaya bahan baku

Anggaran BOP satuan periode


X 100%
Anggaran harga pokok bahan baku

Periode bersangkutan

c). Presentase BTKL

Terdapat kelemahan dalam metode ini yaitu, BOP harus dianggap sebagai

tambahan nilai produk dan jumlah BTKL mencakup upah tenaga kerja dari

berbagai tingkatan di perusahaan.

Persentase BOP dari biaya bahan tenaga kerja langsung

Anggaran BOP satu periode


X 100%
Anggaran biaya tenaga kerja

d). Jam Kerja Langsung


Tarif per jam kerja langsung

Anggaran BOP satu periode


X 100%
Taksiran jam tenaga kerja langsung

e). Jam Mesin

Anggaran BOP satu periode


Tarif per jam mesin = X 100%
Taksiran jam mesin

3) Activity Based Costing

1) Pengertian Activity Based Costing

Menurut Purwoadi (2013), “Activity based costing merupakan metode

baru yang dapat meningkatkan ketelitian dalam perincian biaya, dan ketepatan

pembebanan biaya lebih akurat”. Metode ini mengidentifikasikan bermacam-

macam aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan

biaya dengan dasar sifat yang ada dari aktivitas tersebut.

Wicaksono (2014) menyatakan bahwa, “Activity based costing system merupakan

sistem yang menerapkan konsep-konsep akuntansi aktivitas untuk menghasilkan

perhitungan harga pokok yang lebih akurat”. Namun, dari prespektif manajerial,

sistem ABC tidak hanya menawarkan lebih dari sekedar informasi biaya produk

yang akurat. Akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan kinerja

dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secara akurat ke

objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan saluran distribusi.

Menurut Latuconsina dan Hwihanus (2016) “Activity based costing (ABC)

merupakan sistem pembebanan biaya yang berdasarkan aktivitas yang dilakukan


oleh perusahaan untuk menghasilkan produk”. Dari uraian diatas, dapat diambil

kesimpulan yang dimaksud Acitivity Based Costing adalah suatu sistem

perhitungan biaya dengan menjumlahkan semua biaya yang dimana jumlahnya

lebih dari satu biaya overhead untuk menyediakan informasi biaya kepada

pimpinan untuk proses pengambilan keputusan.

Dari uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Activity

Based Costing adalah suatu sistem biaya yang mengumpulkan biaya-biaya ke

dalam aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam perusahaan lalu membebankan

biaya atau aktivitas tersebut kepada produk atau jasa, dan melaporkan biaya

aktivitas dan produk atau jasa tersebut pada manajemen agar selanjutnya

dapat digunakan untuk perencanaan, pengendalian biaya, dan pengambilan

keputusan.

2) Pembebanan Biaya Overhead pada Activity Based Costing

Metode Activity Based Costing akan dihasilkan perhitungan yang

lebih akurat, karena metode ini dapat mengidentifikasikan secara teliti

aktivitas-aktivitas yang dilakukan manusia, mesin dan peralatan dalam

menghasilkan suatu produk maupun jasa.

Menurut Mulyadi (2014:13-17) terdapat dua tahapan pembebanan

biaya overhead dengan metode Activity Based Costing yaitu:

1. Prosedur tahap pertama


Langkah pertama dalam prosedur tahap pertama ABC adalah

penggolongan berbagai aktivitas. Berbagai aktivitas diklasifikasikan ke dalam

beberapa kelompok yang mempunyai suatu interpretasi fisik yang mudah dan

jelas serta cocok dengan segmen-segmen proses produksi yang dapat

dikelola. Setelah menggolongkan berbagai aktivitas, maka langkah kedua

adalah menghubungkan berbagai biaya dengan setiap aktivitas.

Kemudian, langkah ketiga adalah penentuan kelompok-kelompok biaya

yang homogen yang ditentukan. Kelompok biaya homogen (homogenous cost

pool) adalah sekumpulan biaya overhead yang terhubungkan secara logis

dengan tugas-tugas yang dilaksanakan dan berbagai macam biaya tersebut

dapat diterangkan oleh cost driver tunggal. Dengan kata lain suatu kelompok

biaya dapat dikatakan homogen apabila aktivitas-aktivitas overhead dapat

dihubungkan secara logis dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk

semua produk. Rasio konsumsi yang sama menunjukkan eksistensi dari

sebuah cost driver. Cost driver yang dipilih harus mudah dipahami

berhubungan langsung dengan aktivitas yang dikerjakan dan memadai untuk

ukuran kinerja

Jika kelompok-kelompok biaya yang homogen telah ditentukan, maka

langkah terakhir adalah penetuan tarif kelompok. Tarif kelompok (pool rates)

adalah tarif biaya overhead per metode traditional driver yang dihitung untuk

suatu kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya
overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar pengukuran aktivitas

kelompok tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penentuan

cost driver adalah pengidentifikasian aktivitas pada berbagai tingkat.

2. Prosedur tahap kedua

Di dalam tahap yang kedua, biaya-biaya dari setiap overhead pool

ditelusuri kembali ke hasil produksi. Ini dilakukan dengan menggunakan pool

rates yang dihitung dalam tahap pertama dan dengan mengukur jumlah

sumber-sumber yang digunakan oleh setiap hasil produksi. Pengukuran ini

hanyalah jumlah dari activity driver yang digunakan oleh setiap hasil

produksi, dapat dihitung sebagai berikut:

Overhead yang dibebankan = tarif kelompok x unit-metode


traditional yang digunakan

3) Manfaat Menerapkan Activity Based Costing

Dalam Activity Based Costing juga menekankan bahwa produk-

produk atau jasa yang dihasilkan tidak secara langsung menyerap sumber

daya, tetapi menyerap aktivitas-aktivitas.

Menurut Mulyadi (2014:13.16) Activity Based Costing diakui

sebagai sistem manajemen biaya yang baru sebagai pengganti sistem

akuntansi biaya tradisional, karena mempunyai manfaat-manfaat sebagai

berikut:
1. Mendorong perusahaan-perusahaan untuk membuat perencanaan secara

spesifik atas aktivitas-aktivitas dan sumberdaya untuk mendukung tujuan

strategi

2. Memperbaiki sistem pelaporan memperluas ruang lingkup informasi tidak

hanya berdasar unit-unit organisasi tertentu. Sistem pelaporan yang

dimaksud lebih luas di sini meliputi interdependensi antara satu unit

dengan unit organisasi yang lain

3. Dengan adanya interpendensi akan dapat mengenal aktivitas- aktivitas

yang perlu dieliminasi dan yang perlu dipertahankan.

4. Penggunaan aktivitas-aktivitas sebagai pengidentifikasi yang alamiah akan

lebih memudahkan pemahaman bagi semua pihak yang terlihat dalam

perusahaan.

5. Lebih berfokus pada pengukuran aktivitas yang nonfinansial.

6. Memberikan kelayakan dan kemampuan untuk ditelusuri atas pembebanan

biaya overhead terhadap biaya produksi dengan menggunakan pemandu

biaya sebagai basis alokasi.

7. Memberi dampak pada perencanaan strategis, pengukuran kinerja, dan

fungsi manajemen yang lain..

4) Kendala-kendala dalam Penerapan Acticity Based Costing System

Meskipun sistem manajemen biaya berdasarkan aktivitas merupakan

pendekatan yang lebih baik daripada sistem akuntansi biaya tradisional


bahkan dapat dipakai sebagai analisis biaya strategis, namun dalam

kenyataannya manajer perlu menyadari bahwa sistem manajemen biaya

Activity Based Costing sudah benar-benar memberikan informasi biaya yang

merupakan biaya produksi.

Menurut Mursyidi (2015:24-25) terdapat tiga kendala biaya produksi

yang dilaporkan berdasarkan Activity Based Costing, yaitu: Alokasi.

Walaupun data aktivitas penting diperoleh, tetapi beberapa biaya masih

memerlukan alokasi biaya yang berdasarkan volume. Misalnya biaya-biaya

yang berhubungan dengan gedung, biasanya mencakup biaya-biaya seperti

sewa, asuransi, dan pajak bangunan. Usaha-usaha untuk menelusuri aktivitas-

aktivitas penyebab biaya-biaya ini merupakan tindakan yang sia-sia dan tidak

praktis

4)Perbedaan Metode Akuntansi Biaya Tradisional dengan Activity

Based Costing

Menurut Amin Wijaja Tunggal (2015: 26-27) perbedaan dari kedua

metode tersebut, yaitu sebagai berikut:

1. ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan

berapa besar setiap overhead tidak langsung dari setiap produk

mengkonsumsikan. Sistem tradisional mengalokasi overhead secara

arbitrer berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif,

dengan demikian gagal menyerap konsumsi overhead yang benar menurut


produk individual.

2. Fokus ABC adalah pada biaya, mutu, dan fakor waktu. Sistem tradisional

terutama memfokus pada kinerja keuangan jangka pendek, seperti laba,

dengan cukup akurat. Apabila sistem tradisional digunakan untuk

penetapan harga dan untuk mengidentifikasi produk yang menguntungkan,

angka- angkanya tidak dapat diandalkan/dipercaya

3. ABC membagi konsumsi overhead ke dalam empat kategori: unit, batch,

produk, dan “penopang fasilitas (facility substaining)”. Sistem tradisional

membagi biaya overhead kedalam unit dan “yang lain”. Sebagai akibatnya,

ABC mengkalkulasi konsumsi sumber daya, tidak semata-mata

pengeluaran organisasional.

4. ABC mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil untuk analisis varian

daripada sistem tradisional, karena kelompok biaya (cost pools) dan

pemacu (driver) jauh lebih akurat dan jelas, dan karena ABC dapat

menggunakan biaya historis pada akhir periode untuk menghitung biaya

aktual apabila kebutuhan muncul.ABC memerlukan masukan dari seluruh

departemen. Persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih

baik dan memberikan suatu pandangan fungsional silang mengenai

organisasi.

5) Syarat Penerapan Activity Based Costing


Penerapan sistem Activity Based Costing memerlukan persyaratan,

antara lain diversifikasi produk yang tinggi, persaingan yang ketat, dan biaya

pengukuran yang relatif kecil. Diversifikasi produk yang tinggi berarti

perusahaan memproduksi bermacam-macam jenis produk. Maka yang

menjadi masalah adalah pembebanan biaya overhead ke setiap produk secara

logis sesuai dengan aktivitas untuk membuat setiap produk. Sebab selama ini

pembebanan masih berdasarkan satu cost driver yaitu unit based yang

ternyata hanya terjadi subsidi silang yang berdampak pada kehancuran

perusahaan itu sendiri. Meskipun secara teoritis dapat diketahui bahwa

Activity Based Costing memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, namun

tidak semua perusahaan dapat menerapkan sistem ini. Karena terdapat

persyaratan dalam menentukan harga pokok dengan menggunakan Activity

Based Costing.

Ada dua hal yang mendasar yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan

penerapan Activity Based Costing, yaitu:

1) Biaya berdasarkan non unit harus merupakan persentase yang signifikan

dari biaya overhead. Biaya overhead yang hanya dipengaruhi oleh volume

produksi saja dari keseluruhan overhead pabrik, sebaiknya menggunakan

akuntansi biaya tradisional karena informasi biaya yang dihasilkan masih

akurat, sehingga penggunaan Activity Based Costing akan lebih baik

diterapkan pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya

dipengaruhi oleh volume produksi saja.


2) Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan non-unit

harus berbeda. Apabila rasio konsumsi antar aktivitas sama atau semua

biaya overhead yang terjadi diterangkan dengan satu pemicu biaya, maka

penggunaan Activity Based Costing tidak tepat karena Activity Based

Costing hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan biaya pemicu

baik unit maupun non unit (memakai banyak cost driver).

6) Tarif

Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran

sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut

sebuah rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien. Tarif rumah sakit

merupakan aspek yang sangat diperhatikan oleh Rumah Sakit Siti Aisyahjuga

oleh rumah sakit milik pemerintah. Bagi sebagian rumah sakit baik RS

Pemerintah maupun RS swasta, tarif memang ditetapkan berdasarkan Surat

Keputusan Menkes atau Pemerintah Daerah. Apabila tarif mempunyai tingkat

pemulihan biaya rendah diberlakukan pada kelas pelayanan kelas 3, maka hal

tersebut merupakan sesuatu yang layak sehingga terjadi subsidi bagi masyarakat

untuk menggunakan pelayanan rumah sakit. Dalam ekonomi mikro sudah

dikenal suatu titik keseimbangan yaitu harga berada pada equilibrium

berdasarkan demand dan supply. Oleh karena itu,pemahaman mengenai konsep

tarif perlu diketahui oleh para manajer rumah sakit..


Kebijakan pentarifan (Tri Muhammad Hani 2019:48),merupakan tahap

strategis dan penting dalam rangkaian penghitungan unit cost sampai menjadi

tarif pelayanan rumah sakit. Kebijakan pentarifan dilakukan oleh jajaran internal

rumah sakit dengan mempertimbangkan faktor-faktor penentu dalam proses

pentarifan. Dasar pengambilan kebijakan pentarifan bersumber dari sumber-

sumber referensi secara teoritis dan empiris serta menggunakan juga dasar

pertimbangan yuridis sebagai dasar hukum. Terkait dengan proses

pentarifan,maka terdapat Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009

dengan aturan turunannya yaitu Permenkes Nomor 12 tahun 2013 tentang pola

tarif rumah sakit dan Permenkes Nomor 85 tahun 2015 tentang pola tarif

nasional rumah sakit, tarif rumah sakit adalah inmbalan yang diterima oleh pihak

rumah sakit atas jasa dari kegiatan pelayanan maupun non pelayanan yang

diberikan kepada pengguna jasa.

Rumah sakit perlu menetapkan tarif secara cermat agar dapat membiayai

operasionalnya dan pengembangannya tanpa meninggalkan misinya untuk

pelayanan publik. Perlu disadari bahwa rumah sakit merupakan organisasi

nirlaba yang eksistensinya adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat tanpa

mengejar profit. Hal ini tidak berarti bahwa rumah sakit tidak perlu menghitung

berapa biaya dan mengejar margin. Sebaliknya, rumah sakit justru harus

menghitung biaya-biaya yang dibutuhkan untuk mampu menyelenggarakan

pelayanan kesehatan berkualitas.


Meskipun untuk rumah sakit pemerintah, ada dukungan dana dari

pemerintah untuk membiayai operasional rumah sakit untuk memenuhi

kepentingan publik, namun rumah sakit tetap dituntut untuk dapat mandiri dalam

operasionalnya agar tidak membebani masyarakat. Sebagai organisasi nirlaba,

rumah sakit tidak mengenal istilah profit melainkan surplus. Surplus tersebut

harus dapat digunakan untuk membiayai pengembangan rumah sakit sesuai

dengan rencana strategisnya. Bukan hanya rumah sakit pemerintah, Rumah Sakit

Siti Aisyahjuga dituntut untuk tidak berorientasi komersial di dalam penyajian

pelayanan kesehatan. Namun demikian, tuntutan Rumah Sakit Siti Aisyahuntuk

secara cermat mengidentifikasi biaya-biaya penyelenggaraan kesehatan menjadi

lebih besar sebab mereka tidak secara langsung mendapatkan bantuan dana

untuk biaya operasional. Dengan demikian, strategi penetapan tarif di setiap

rumah sakit memang menjadi sangat bervariasi bergantung kepemilikan, ukuran,

tipe, dan tujuan strategis rumah sakit. Namun demikian, hal mendasar yang

menjadi konsideran bagi semua rumah sakit tersebut adalah bagaimana

mengelola biaya agar tidak lebih besar daripada pendapatan (Indrianty

sudirman,2020).

Berdasarkan ketentuan Permenkes Nomor 85 tahun 2015 tentang pola tarif

nasional rumah sakit yang merupakan amanat dari Undang-Undang Rumah Sakit

Nomor 44 tahun 2009, tarif rumah sakit disusun tetap berdasarkan unit cost atau

biaya satuan. Tidak ada intruksi rumah sakit menyusun tarif secara paket seperti

halnya tarif INA CBGs. Unit cost atau biaya satuan adalah hasil dari perhitungan
total biaya (total cost). Tarif kegiatan pelayanan merupakan penjumlahan antara

jasa sarana (JS) dengan jasa pelayanan (JP).

Sedangkan rumus tarif adalah penjumlahan antara jasa sarana ditambah

dengan jasa pelayanan. Jadi, sama juga dengan jasa sarana adalah sama dengan

unit cost, maka rumus tarif nya adalah unit cost ditambah dengan jasa pelayanan.

Kebijakan pentarifan pada proses penyusunan tarif rumah sakit dibagi menjadi

dua tahap yaitu kebijakan pentarifan tahap pertama yaitu menentukan besaran

jasa saran (JS) dan kebijakan pentarifan tahap kedua yaitu menentukan proporsi

Jasa Pelayanan (JP) terhadap tarif.

2. Penelitian Terdahulu yang Relevean

Tabel 3. Penelitian Relevan

Metode
No Nama Penelitian Judul Hasil
Penelitian
1 Nasikhatun Najah, Penerapan Kuantitatif Hasil penelitian
Kharis Raharjo dan Metode menunjukkan
Rita Andini (2016) Activity bahwa dari
Based perhitungan tarif
Costing rawat inap
System dengan
Dalam menggunakan
Menentukan Activity Based
Tarif Jasa Costing System,
Rawat Inap apabila
(Studi Kasus dibandingkan
Pada Rumah dengan tarif
Sakit Umum yang digunakan
RA. oleh rumah sakit
KARTINI maka Activity
Kabupaten Based Costing
Jepara) System
memberikan
hasil yang lebih
besar untuk
Kelas I sebesar
Rp.126.972,14,
Kelas II sebesar
Rp.124.359,04,
dan Kelas III
sebesar
Rp.119.076,10.
dan memberikan
hasil yang lebih
kecil untuk
Kelas VIP A
sebesar
Rp.147.354,06,
dan VIP B
sebesar
Rp.139.736,68.
Terjadinya
selisih harga
dikarenakan
pada metode
akuntansi biaya
tradisional biaya
overhead pada
masing-masing
produk hanya
dibebankan pada
satu cost driver
saja. Sedangkan
pada metode
ABC, biaya
overhead pada
masing-masing
produk
dibebankan pada
banyak cost
driver.
2 Brando Penerapan Kuantitatif dibandingkan
Kaunang dan Metode dengan metode
Stanley Kho Activity Based tradisional maka
Walandouw (2015) Costing System metode ABC
Dalam memberikan laba
Menentukan yang lebih besar
Besarnya Tarif kecuali pada
Jasa Rawat Inap kelas VIP dan
Pada Rumah Utama I yang
Sakit Umum memberikan laba
Bethesda Kota
lebih kecil. Pihak
Tomohon
manajemen
sebaiknya mulai
mempertimbang
kan perhitungan
tarif rawat inap
dengan
menggunakan
metode ABC
seperti tarif
pesaing dan
kemampuan
masyarakat yang
dapat
mempengaruhi
dalam penetapan
harga pelayanan
rawat
inap.
3 Mahdi Javid, Application Kuantitatif Rumah Sakit
Mohammad Hadian of the Kashani
dkk. (2016) Activity- memiliki 81
Based dokter, 306
Costing perawat, dan
Method for 328 tempat tidur
Unit-Cost dengan tingkat
Calculation in a rawat inap rata-
Hospital rata 67,4%
selama tahun
2012. Biaya unit
pelayanan
medis, biaya
rawat inap per
hari, dan biaya
per rawat jalan
dihitung.
Total biaya unit
oleh ABC dan
TCS masing-
masing adalah
187,95 dan
137,70 USD,
yang
menunjukkan
biaya unit 50,34
USD lebih
banyak dengan
metode ABC.
Metode ABC
mewakili
informasi yang
lebih akurat
dalam
menjelaskan
komponen biaya
utama.
4 A Rajabi dan A Applying kuantitatif Harga biaya dari
Dabiri (2012) Activity Based metode ABC
Costing berbeda secara
(ABC) signifikan dari
Method to metode tarif.
Calculate Selain itu,
Cost Price in tingginya biaya
Hospital and tidak langsung
Remedy di rumah sakit
Services
menunjukkan
bahwa kapasitas
sumber daya
tidak
digunakan
dengan baik.
5. Ardisa Lestari Peranan Kuantitatif Jadi dapat dilihat
(2011) Activity- bahwa
Based perhitungan
Costing profitabilitas
System Dalam dengan metode
Perhitungan kovensional
labanya lebih
Harga Pokok
Terhadap besar dari pada
Peningkatan metode ABC
Profitabilitas untuk tipe oli
Perusahaan 24X0,8 dan
2X10 selisih
(Studi Kasus labanya sebesar
pada PT Retno Rp. 9.500; 6X1
Muda Pelumas dan 6X0,8
Prima Tegal) selisih labanya
sebesar Rp.
3.000. Hal ini
disebabkan
karena
perhitungan
harga pokok
dengan metode
kovensional
hanya
menggunakan
jam kerja
sebagai satu-
satunya dasar
pengalokasian
biaya overhead
sehingga
memberikan
hasil
perhitungan
yang kurang
akurat dalam
penentuan harga
pokok produk
dan tidak semua
biaya yang
timbul berkaitan
dengan jam
kerja.
Sedangkan
perhitungan
profitabilitas
dengan metode
ABC labanya
lebih besar dari
pada metode
kovensional
untuk tipe oli
20X1 dan12X1
selisih labanya
sebesar Rp.
80.700; 4X5
selisih labanya
sebesar Rp.
29.500; 6X4
selisih labanya
sebesar Rp.
69.800; 209 liter
selisih labanya
sebesar Rp.
79.200. Hal ini
disebabkan
karena
perhitungan
harga pokok
dengan
menggunakan
metode ABC
menggunakan
pemicu biaya
jam kerja, liter,
luas tanah,
banyaknya batch,
jumlah produk,
sehingga hasil
perhitungan
harga pokok
lebih akurat.

3. Kerangka Berfikir

Kerangka pemikiran berfungsi untuk mengungkap permasalahan yang

akan dibahas dalam penyusunan menggunakan usulan penelitian, maka peneliti

menggunakan kerangka pemikiran yaitu berupa skema – skema dibawah ini;

Tarif rawat inap

Metode Activity Metode


Based Traditional
Costing Costing
d. DESAIN PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif.

Penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan antara metode yang

digunakan pihak rumah sakit dengan Activity Based Costing.

2. Definisi Variabel Penelitian dan Operasional Variabel

Variabel penelitian yang ada di penelitian ini adalah Activity Based

Costyng System dan Metode traditional System yang diterapkan pada rumah

sakit untuk menghitung biaya rawat inap.

Activity Based Costing menurut Mulyadi (2007:47) berpendapat bahwa:

“Activity Based Costing” pada dasarnya merupakan penentuan harga pokok

produk/jasa secara cermat bagi keputusan manajemen dengan mengukur

secara cermat konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas yang digunakan

untuk menghasilkan produk/jasa”. Jadi, Activity Based Costing adalah suatu

sistem biaya yang mengumpulkan biaya-biaya ke dalam aktivitas-aktivitas

yang terjadi dalam perusahaan lalu membebankan biaya atau aktivitas

tersebut kepada produk atau jasa, dan melaporkan biaya aktivitas dan
produk atau jasa tersebut pada manajemen agar selanjutnya dapat digunakan

untuk perencanaan, pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan.

Sistem akuntasi biaya tradisional menggunakan unit/ kuantitas produk

yang dihasilkan sebagai dasar pembebanan. Metode semacam ini sering disebut

juga dengan Metode traditionaling System. Pada sistem ini biaya-biaya yang

timbul dicatat, dikumpulkan, dan dikendalikan, berdasar atas elemem-

elemennya ke dalam pusat-pusat pertanggungjawaban. Dengan cara semacam

ini maka biaya- biaya produksi juga ditentukan menurut banyaknya sumber

daya yang diserap.

3. Sumber Data

Sumber data adalah suatu subyek dari mana data diperoleh. Sumber data

diperlukan untuk menunjang terlaksananya penelitian dan sekaligus untuk

menjamin keberhasilan. Dalam hal ini data yang dibutuhkan dalam penelitian

diperoleh dari dua sumber yaitu

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung

dengan teknik wawancara informan atau sumber langsung.Sumber primer

adalah sumber data yang secara langsung memberikan data kepada peneliti

sebagai pengumpulan data.Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

studi lapangan secara langsung. Yang menjadi sumber data primer dalam

penelitian ini adalah Ibu Dr. Dwiyana selaku Direktur RSUD SITI

AISYAH, Ibu Lili selaku Sub Bagian Keuangan, dan beberapa anggota
keuangan.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau

sekunder. Sumber data sekunder tidak memberikan data secara langsung

kepada pengumpul data, misalnya melalui dokumen atau melalui orang

lain. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah berupa buku-buku

pustaka, skripsi, jurnal, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

penelitian yang menunjang proses penelitian mengenai Perbandingan tarif

jasa rawat inap menggunakan metode traditional Dan activity based

costing di RSUD SITI AISYAH.

4. Metode Pengumpulan Data

Menurut Sugiono (2018,224) teknik pengumpulan data adalah cara

yang ditempuh untuk memperoleh data sesuai dengan jenis data yang

dibutuhkan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah:

a. Observasi

Digunakan untuk mengumpulkan data data melalui pengamatan

langsung pada obyek yang akan diteliti guna mendapatkan data yang

dibutuhkan dalam penelitian. Data yang dibutuhkan saat observasi

adalah aktivitas rawat inap yang menimbulkan biaya mulai dari

regristrasi pasien, hingga penentuan kamar rawat inap, hingga


fasilitas yang tersedia dalam aktivitas rawat inap Rumah Sakit Siti

Aisyah.

b. Wawancara

Teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab secara

langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian

untuk memperoleh data yang dibutuhkan, yaitu dengan manajer

bagian keuangan.

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data-data atau

dokumen- dokumen yang ada hubungannya dengan penelitian yang

akan dilakukan. Dokumentasi dijadikan sebagai penguat data

obsevasi di RSUD SITI AISYAH. Data-data penelitian tersebut

meliputi:

a. Profil RSUD SITI AISYAH

b. Struktur organisasi RSUD SITI AISYAH

c. Data tarif rawat inap tahun 2018 - 2022

d. Data biaya rawat inap tahun 2018 - 2022

e. Data jumlah pasien rawat inap 2018 - 2022

f. Data jumlah hari pakai perawatan pasien rawat inap tahun 2018 -

2022

g. Data penggunaan tenaga listrik tahun2018 - 2022


h. Data jumlah dan luas kamar rawat inap tahun 2018 - 2022

i. Data tarif konsumsi tiap kelas rawat inap tahun 2018 - 2022

j. Data fasilitas kamar rawat inap tahun 2018 – 2022

5. Instrumen Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah RSUD SITI AISYAH dan objek dari

penelitian ini adalah data-data yang berhubungan dengan metode ABC dan

metode tradisional tahun 2018 - 2022. Data-data yang dimaksud seperti profil

RSUD SITI AISYAH, struktur organisasi, data tarif rawat inap, data jumlah

pasien rawat inap, data lama hari pasien, tarif konsumsi tiap kelas, data

penggunan listrik, data luas bangunan RSUD SITI AISYAH tiap kelas, data

fasilitas rawat inap, daftar tarif rawat inap yang digunakan rumah sakit yang

akan dijadikan sebagai bahan perbandingan dengan metode dalam penelitian

ini, dan lain-lain.


6. Uji Instrumen Penelitian

Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang

memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan

karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh

oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada di pelayanan instalasi

farmasi di RSUD SITI AISYAH.

Menurut Sugiyono, 2015. Instrumen penelitian yang digunakan untuk

mengukur variabel penelitian ini dengan menggunakan skala Likert 5 poin. Skala

Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan presepsi dari individu

atau kelompok tentang fenomena soasial. Fenomena ini yang disebut dengan

variabel Penelitian. Jawaban dari setiap instrumen yang menggunakan skala

Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yang berupa

kata-kata antar lain : sangat puas, cukup puas, puas, kurang puas, tidak puas.

Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk

centang (checklist). Kemudian dilakukan uji validitas dan reabilitas yaitu:

1) Validitas

Uji validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi pengukurannya. Untuk menguji

validitas instrumen dilakukan uji Pearson Product Moment. Apabila skor

korelasi antara skor butir pertanyaan dengan skor total signifikan menurut

statistik, dapat dikatakan alat ukur tersebut mempunyai validitas yang

tinggi. Syarat yang harus dipenuhi oleh item adalah:


a. Jika r hitung > r tabel dikatakan valid.

b. Jika r hitung < r tabel dikatakan tidak valid.

Menurut Sugiyono (2015) Dalam penelitian ini uji validitas konten

kuesioner dilakukan dengan menggunakan pendapat para ahli namun

tidak dilakukan oleh dua ahli karena kuesioner yang disusun merupakan

pengembangan dari beberapa kuesioner yang telah valid sebelumnya.

Kuesioner yang telah dikembangkan dan dikonsultasikan kepada dosen

pembimbing sebagai ahli. Kemudian ahli memberikan pendapat tentang

item-item yang ada pada kuesioner dan memberikan solusi untuk

penyusunan kuesioner yang lebih baik, maka ada beberapa item yang

harus direvisi dan dikonsultasikan kembali kepada ahli sampai setiap

item dianggap valid secara isi dan dapat digunakan untuk mengukur

tingkat kepuasan responden rawat jalan tentang pelayanan kefarmasian

di instalasi farmasi. Apabila terdapat variabel yang tidak valid dalam

kuesioner, maka variabel tersebut dapat dihapus dari kuesioner apabila

variabel yang dihapus tersebut dapat digantikan dengan variabel lain,

namun apabila variabel tersebut penting dalam kuesioner, maka variabel

tersebut dapat dimodifikasi kata-katanya sehingga lebih mudah

dimengerti oleh responden.

Pada penelitian ini dilakukan uji validitas diluar subjek uji sebanyak 30

orang. Nilai r tabel diperoleh dari (n-2) sehingga nilai r tabel= 0,3610.

Hasil uji validitas didapatkan bahwa semua item kuesioner valid.


2) Reliabilitas

Menurut Sugiyono, (2015) Uji reliabilitas digunakan untuk

menguji ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam

menjawab hal yang berkaitan dengan pertanyaan yang merupakan

dimensi suatu variable yang disusun dalam suatu bentuk kuesioner.

Dikatakan reliabilitas jika alpha crobachs sama dengan 0,60 dan tidak

reliabilitas jika cronbach alpha dibawah dari 0,60.

Berdasarkan hasil uji reabilitas bahwa pada semua item kuesioner nilai

alpha crobachs pada dimensi Tangible nilai alpha crobachs 0.77. pada

dimensi responsiveness diperoleh nilai alpha crobachs 0.93. pada

dimensi assurance didapatkan nilai alpha crobachs 0.92. pada dimensi

empaty diperoleh nilai alpha crobachs 0.91 dan pada dimensi reliability

dengan nilai alpha crobachs 0.92. Disimpulkan bahwa pada semua

dimensi diperoleh nilai alpha crobachs ≥ 0.60 sehingga kuesioner

tersebut reliabel dan dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan.

7. Metode Analisis Data

Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif yang

dilakukan untuk menghasilkan dan memperoleh data yang akurat tentang

pelayanan Instalasi Rawat Inap RSUD SITI AISYAH dari status, keadaan,

sikap, hubungan atau sistem pemikiran suatu masalah yang menjadi objek

penelitian. Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian

ini, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan
menganalisis data, mendeskripsikan data, serta mengambil kesimpulan.

Untuk menganalisis data ini menggunakan teknik analisis data kualitatif,

karena data-data yang diperoleh merupakan kumpulan keterangan-

keterangan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

tersedia dari berbagai sumber, yaitu melalui observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif. Penelitian ini akan membandingkan antara Activity

Based Costing dengan metode yang diterapkan oleh Rumah Sakit. Data

yang diperlukan diperoleh dengan cara pengumpulan data, kemudian

dianalisis berdasarkan pertanyaan penelitian. Data yang diperlukan

adalah tentang aktivitas-aktivitas biaya rawat inap. Setelah pengumpulan

data selesai, dilakukan penghitungan biaya dengan menggunakan sistem

ABC melalui dua tahap, yaitu:

a. Tahap pertama

Mendokumentasikan data-data tentang daftar tarif rawat inap yang

digunakan oleh pihak RSUD SITI AISYAH.

b. Tahap kedua

Metode akuntansi biaya tradisional yang menggunakan pemandu biaya

yang berhubungan dengan volume produksi beranggapan bahwa biaya-

biaya akan meningkat secara proporsional dengan besarnya volume


output. Sistem ini tidak dapat menjelaskan mengapa biaya-biaya

produksi semakin meningkat dengan hasil yang semakin beragam.

Metode akuntansi biaya tradisional rentan akan kelemahan yang dapat

mengakibatkan untuk pembuatan keputusan terdistorsi. Metode ini

cenderung mengandalkan alokasi tingkat unit. Akibatnya produk

dibebani oleh sumber daya yang tidak digunakan.

Menurut (Riwayadi, 2014:129) Metode traditional akuntasi biaya adalah

perhitungan harga pokok berdasarkan pada volume atau unit yang

diproduksi tanpa memperhatikan aktivitas pemicu biaya lainnya.

Alokasi Dua Tahap

Untuk menghitung biaya produk dengan sistem ABC, dapat dilakukan

dengan dua tahap alokasi biaya. Alokasi ini membebankan biaya

sumber daya perusahaan, yang disebut biaya overhead pabrik, ke cost-

pool dan kemudian ke obyek biaya berdasarkan bagaimana suatu obyek

biaya menggunakan sumber daya tersebut


Traditional ABC

Biaya sumber daya Biaya sumber daya

Tahap pertama

Cost pool: Cost pool:


Pabrik atau Aktivitas atau
departemen Pusat aktivitas

Tahap kedua

Obyek biaya Obyek biaya

Data akuntansi

Unit yang di produksi (Rp)

Biaya bahan langsung total (Rp)

Biaya tenaga kerja langsung (Rp)

Total biaya utama (Rp)

Biaya overhead:

Baiya pemeliharaan mesin

Biaya penanganan bahan

Biaya persiapan mesin


Total

Kalkulasi Biaya Traditional

Biaya bahan langsung (Rp)

Biaya tenaga kerja langsung (Rp)

Biaya overhead pabrik (Rp)

Total (Rp)

Unit yang diproduksi

Biaya per unit (Rp)

Kalkulasi Biaya Berdasarkan Aktivitas (Aktivity Based Costing)

Biaya bahan langsung (Rp)

Biaya overhead pabrik

Biaya pemeliharaan mesin (Rp)

Biaya penanganan bahan (Rp)

Biaya persiapan mesin (Rp)

Total

Unit yang diproduksi

Biaya per unit (Rp)

Pembebanan BOP

Pemeliharaan

Pemindahan
Persiapan

Jumlah

Berdasarkan definisi Metode Tradisional di atas dapat disimpulkan bahwa

metode tradisional merupakan pengukuran alokasi biaya overhead pabrik yang

berkaitan dengan volume produksi, untuk menghitung harga per unit produknya

dan mengasumsikan bahwa semua diklasifikasikan sebagai tetap atau variabel

berkaitan dengan perubahan unit atau volume produk yang diproduksinya.

Perhitungan biaya produk, seperti biaya bahan baku langsung serta biaya tenaga

kerja langsung dibebankan kepada produk melalui penelusuran langsung,

sedangkan overhead pabrik dibebankan melalui penelusuran penggerak (cost

driver) atau alokasi. Dalam sistem tradisional hanya penggerak aktivitas unit yang

dipergunakan untuk pembebanan biaya produk.

Penggerak aktivitas unit merupakan faktor-faktor penyebab perubahan

biaya sebagai akibat perubahan unit produksi. Diasumsikan biaya overhead

pabrik yang dikonsumsi produk berkorelasi tinggi dengan jumlah unit produksi.

Penggerak unit yang biasanya digunakan meliputi jam tenaga kerja langsung,

biaya tenaga kerja langsung, jam mesin, unit yang diproduksi, biaya bahan baku

langsung. Setelah memilih penggerak unit selanjutnya menentukan kapasitas

aktivitas yang diukur dengan penggerak. Setelah memilih penggerak tingkat unit,

selanjutnya menentukan kapasitas aktivitas yang akan diukur dengan penggerak

tersebut. Empat kapasitas umum yang digunakan yaitu pertama, kapasitas yang

diharapkan adalah kapasitas yang diharapkan perusahaan dapat tercapai pada


periode mendatang. Kedua, Kapasitas normal merupakan output aktivitas yang

rata-rata dialami oleh perusahaan dalam jangka waktu panjang. Ketiga, kapasitas

teoritis yaitu keluaran aktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan asumsi

operasi berjalan sempurna. Kapasitas praktis yaitu keluaran maksimum yang

dapat dicapai dengan asumsi operasi berjalan (Ratnaning dan Triska, 2019).

c. Pentingnya biaya produk per unit

Sistem akuntansi biaya memiliki tujuan pengukuran dan pembebanan

biaya sehingga biaya per unit dari suatu produk atau jasa dapat ditentukan.

Biaya per unit merupakan bagian penting informasi bagi perusahaan

manufaktur. Karena informasi biaya per unit sangat penting. Distorsi

biayaproduksi per unit tidak dapat diterima karena dapat menyesatkan dalam

penentuan biaya produk dan harga jual produk.

Perhitungan biaya baik berdasarkan fungsi maupun berdasarkan aktivitas

membebankan biaya kepada objek biaya seperti produk, pelanggan,

pemasok, bahan baku dan jalur pemasaran. Ketika biaya dibebankan pada

objek biaya, biaya per unit dihitung dengan membagi biaya total yang

dibebankan dengan jumlah unit dari objek biaya tertentu.

Biaya Per Unit = Total Biaya + Unit Produksi

d. Sistem Perhitungan Biaya Produk Per Unit

Jika dikaitkan dengan perlakuan terhadap biaya overhead, terdapat dua jenis

sistem pengukuran biaya produk per unit antara lain:


(a) Perhitungan biaya aktual

Sistem ini membebankan biaya aktual bahan baku langsung, tenaga kerja

langsung dan overhead ke produk. Pada praktiknya, perhitungan biaya aktual

jarang digunakan karena tidak dapat menyediakan informasi biaya per unit

akurat secara tepat waktu.

(b) Perhitungan biaya normal

Sistem ini membebankan biaya aktual bahan baku langsung dan tenaga kerja

langsung ke produk. Akan tetapi biaya overhead dibebankan ke produk

dengan menggunakan tarif anggaran.

Tarif perkiraan overhead = overhead yang dianggarkan ÷ penggunaan

aktivitas yang di anggarkan

Menghitung biaya rawat inap dengan cara pengumpulan biaya

dalam cost pool yang memiliki aktivitas yang sejenis atau homogen,

terdiri dari 5 langkah:

a. Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya kedalam berbagai aktivitas

b. Mengklasifikasikan aktivitas biaya ke dalam berbagai aktivitas, pada

langkah ini biaya digolongkan kedalam aktivitas yang terdiri dari 4

kategori: unit level activities, batch level activities, product

sustaining activities, facility sustaining activities.

c. Mengidentifikasikan cost driver yang dimaksudkan untuk

memudahkan dalam penentuan tarif/unit cos driver.


d. Menentukan tarif/unit cos driver yang artinya biaya per metode

traditional driver yang dihitung untuk suatu aktivitas. Tarif/unit cos

driver dapat dihitung dengan rumus sbb:

e. Penelusuran dan pembebanan biaya aktivitas ke masing-masing

produk yang menggunakan cost driver. Pembebanan biaya overhead

dari setiap aktivitas dihitung dengan rumus sbb:

Menurut Purwoadi (2013), “Activity based costing merupakan metode

baru yang dapat meningkatkan ketelitian dalam perincian biaya, dan

ketepatan pembebanan biaya lebih akurat”. Metode ini

mengidentifikasikan bermacam-macam aktivitas yang dikerjakan dalam

suatu organisasi dan mengumpulkan biaya dengan dasar sifat yang ada

dari aktivitas tersebut.

Terdapat banyak jenis alokasi yang bisa digunakan dalam

mengalokasikan BOP ke produk, yaitu:

a). Unit yang dihasilakan atau satuan produk.

Satuan produk memiliki rumus:


Anggaran BOP satu perode
BOP per satuan =
Jumlah satuan produk dianggarkan

b). Presentase BBB

Penggunaan metode ini jarang, karena dalam mayoritas kasus tidak ada

hubungan erat antara harga pokok bahan baku dari produk dan BOP yang

terjadi pada saat produksi.

Presentase BOP dari biaya bahan baku

Anggaran BOP satuan periode


X 100%
Anggaran harga pokok bahan baku

Periode bersangkutan

c). Presentase BTKL

Terdapat kelemahan dalam metode ini yaitu, BOP harus dianggap sebagai

tambahan nilai produk dan jumlah BTKL mencakup upah tenaga kerja dari

berbagai tingkatan di perusahaan.

Persentase BOP dari biaya bahan tenaga kerja langsung

Anggaran BOP satu periode


X 100%
Anggaran biaya tenaga kerja

d). Jam Kerja Langsung

Tarif per jam kerja langsung

Anggaran BOP satu periode


X 100%
Taksiran jam tenaga kerja langsung

e). Jam Mesin


Anggaran BOP satu periode
Tarif per jam mesin = X 100%
Taksiran jam mesin

Membandingkan tarif inap rumah sakit berdasarkan membandingkan

tarif inap rumah sakit berdasarkan Actiity Based

Costing System dengan realisasi Kemudian menganalisis harga rawat

inap antara kedua metode tersebut dan membuat kesimpulan.

8. Tempat Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah Kota Lubuklinggau berlokasi di

Jl. Lapter Silampari Kelurahan Air Kuti Kecamatan Lubuklinggau Timur I,

dengan luas komplek sebesar ± 53.000 m2 dan luas bangunan sebesar ± 11.442,5

m2.

9. Waktu Penelitian
Tabel 3 Jadwal Kegiatan

Waktu Pelaksanaan
Jenis
NO Juli Agust Sep Okt Nov Des Jan
Kegiatan
2022 2022 2022 2022 2022 2022 2022

1 Pengajuan
Judul

2 Pengajuan
Proposal

3 Perbaikan
Proposal

4 Seminar
Proposal

Pengumpulan
5 Data dan
Pengelolaan
Data

6 Penagajuan
Bab I-V

7 Perbaikan
Bab I-V

8 Ujian Skripsi

DAFTAR PUSTAKA
Aini, N., & Dwi, F. (2012). Penerapan Metode Activity Based Costing System
Dalam Menentukan Besarnya Tarif Jasa Rawat Inap Pada Rumah Sakit
Mata di Surabaya. Jurnal Ekonomi Vol .12.
Fadilah, S. (2009). Activity Based Costing (ABC) Sebagai Pendekatan Baru
Untuk Menghitung Analisis Standar Belanja (ASB) Dalam Penyusunan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Jurnal Telaah dan Riset
Akuntansi , 2.
Hansen, D. R., & Mowen, M. M. (2012). Akuntansi Manajemen (Edisi
kedelapan ed., Vol. 1). Jakarta: Salemba Empat.
Maghfira, F., & Basri, H. (2016). Penerapan Metode Activity Based Costing
Dalam Penetapan Tarif Jasa Rawat Inap pada Rumah Sakit Cut Meutia
Langsa. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA) , 1, 47-
59.
Mulyadi. (2007). Activity Based Cost System: Sistem Informasi Biaya Untuk
Pengurangan Biaya (Edisi Keenam ed.). Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Nailufar, U., & dkk. (2015). Penerapan Activity Based Costing System
Dalam Menentukan Harga Pokok Jasa Rawat Inap (Studi pada RSUD
Ibnu Sina Kabupaten Gresik. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) , 24.
Pelo, G. H. (2012). Penerapan Activity Based Costing Pada Tarif Jasa
Rawat Inap RSUD Daya di Makassar. Skripsi, Universitas
Hasanuddin, Program Studi Akuntansi, Makassar.
Rikardo, R. (2016). Penerapan Activity Based Costing Pada Tarif
Jasa Rawat Inap.
Skripsi, Universitas Lampung, Program Studi Akuntansi, Bandar
lampung.

Anda mungkin juga menyukai