Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Hasil Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan kajian beberapa penelitian yang telah

dilakukan para penulis sebelumnya yang terdiri dari :

1. Zakaria (20652028) Universitas Pembangunan Nasional Jakarta 2008, Tesis yang

berjudul : ”Penerapan Activity Based Costing (ABC) Modified Sebagai dasar

perhitungan Tarif Akomodasi Rawat Inap Pada Hospital Cinere”.

Berdasarkan dari hasil perhitungan Unit Cost maka Hospital Cinere

menetapkan tarif berdasarkan dari hasil perhitungan secara direct cost dan indirect

cost. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode ABC Modified maka

diperoleh Unit Cost sebagai berikut, Kelas Super VIP Rp 1,382,550, Kelas VIP B Rp

1,356,824, dan Kelas I Rp 1,299,848. Dengan menggunakan penetapan Target Rate of

Pricing yaitu tarif berdasarkan hasil analisis unit cost dan tarif pesaing maka

penetapan tarif Ruang Melati adalah, Super VIP Rp 900,000/hari tetap seperti tarif

yang lama sedangkan berdasarkan unit cost adalah Rp 700,000/hari, VIP B Rp

600,000/hari tetap seperti tarif lama sedangkan berdasarkan unit cost adalah Rp

450,000/hari, dan tarif Kelas I Rp 300,000/hari harus dinaikan karena berdasarkan

perhitungan unit cost adalah Rp 400,000/hari.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan disarankan untuk

melakukan analisis unit cost secara rutin dan periodik minimal 1 (satu) tahun sekali.

2. Agoest D. Irawan, dkk. PPS Magister Manajemen Teknologi ITS Surabaya 2006,

Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV : ”Evaluasi produktifitas rumah sakit

menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) ”.


Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai efisiensi teknis

(technical efficiency) dan tingkat produktifitas (total factor productivity) setiap rumah

sakit dalam kurun waktu tertentu serta mengetahui variabel-variabel apa saja yang

memiliki peranan penting bagi terwujudnya rumah sakit dengan tingkat efisiensi

teknis dan produktifitas terbaik. Pada penelitian ini dilakukan tehadap 42 rumah sakit

umum pemerintah/daerah yang tersebar di Wilayah Propinsi Jawa Timur. Hasilnya

menunjukan bahwa efisiensi teknis merentang dari 58,1% hingga 100% pada tahun

2003 dengan 4 buah rumah sakit dalam kondisi tidak efisien, sementara nilai efisiensi

teknis pada tahun 2004 merentang dari 59,6% hingga 100%.

3. Muhammad Gowon (17726/IV-3/1657/01) Universitas Gajah Mada 2004, Tesis

dengan judul :” Analisis Pengukuran Kinerja Rumah Sakit DKT Jogja, Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Jogja dan RSUD Sleman”.

Dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan Balanced Scorecard

(BSC) dengan pendekatan empat perspektif yaitu (1) perspektif pelanggan/pasien, (2)

perspektif proses pelayanan administrasi, (3) perspektif keuangan dan (4) perspektif

pertumbuhan dan pembelajaran.

Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-

rata kinerja pelanggan yang signifikan diantara ketiga kelompok rumah sakit, terdapat

perbedaan rata-rata kinerja proses pelayanan administrasi yang signifikan diantara

ketiga kelompok rumah sakit, terdapat perbedaan rata-rata kinerja keuangan yang

signifikan diantara ketiga kelompok rumah sakit, terdapat perbedaan kinerja

pertumbuhan dan pembelajaran yang signifikan diantara ketiga kelompok rumah

sakit.

4. Aquarita, Fera Dewi (19-11-2008) Universitas Gajah Mada 2008, Undergraduate

theses dengan judul : ” Efisiensi Teknik Relatif Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
di Propinsi DIY Menggunakan Indikator Kinerja Kuantitatif Data Envelopment

Analysis (DEA) 2002-2007”.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari tiga RSUD yang

diperbandingkan, RSUD yang selalu menunjukkan kondisi efisien relatif adalah

RSUD Bantul, kemudian RSUD Sleman. RSUD Wirosaban selalu menunjukkan

kondisi yang kurang efisien relatif terhadap dua RSUD yang diperbandingkan.

Sumber ketidakefisienan secara dominan berasal dari penggunaan input yang

berlebihan dan pencapaian output yang belum maksimal. Sehingga solusi yang bisa

ditawarkan adalah melakukan pengurangan jumlah input yang digunakan serta

menambah jumlah output. Kontribusi masing-masing input dan output dalam

pencapaian efisiensi 100% belumlah merata.

Dilihat dari berbagai hasil penelitian seperti tersebut diatas maka penetapan

tarif disuatu rumah sakit dapat dilakukan dengan menggunakan metode Activity Based

Costing (ABC) Modified dari hal ini dapat diperoleh bagaimana menetapakan tarif

yang relevan sehingga dapat menghasilkan nilai keekonomian beroperasinya suatu

rumah sakit, sedang satu penelitian yang lainnya mengukur kinerja rumah sakit

berdasarkan Balanced Scorecard (BSC) dan diperoleh penilaian kinerja rumah sakit

secara keseluruhan berdasarkan empat perspektif. Sedangkan dua penelitian yang

lainnya mengukur efisiensi relatif antar rumah sakit disuatu daerah dengan

menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Berdasarkan dari hasil penulisan

penelitian penggunaan metode DEA tersebut diatas maka penulis menggunakan

metode DEA ini untuk mengukur efisiensi relatif kinerja antar ruang rawat inap di

satu rumah sakit, hal ini dilakukan mengingat bahwa suatu ruang rawat inap

merupakan satu kesatuan Bisnis Unit yang relatif mandiri dengan menggunakan

sumberdaya yang relatif sama dan menghasilkan output yang relatif sama pula.
B. Teori yang Mendukung

Penulisan ini termasuk kedalam kajian Manajemen Keuangan yang mencakup

perencanaan dan pengendalian. Di suatu rumah sakit perencanaan dimulai sejak adanya

rencana strategik yang bersifat jangka panjang, sedangkan pengendalian dilakukan terhadap

pelaksanaan dan pemanfaatan sumber daya yang ada guna mencapai hasil yang optimal

dengan efektif dan efisien. Peran utama manajemen keuangan dalam rumah sakit adalah

mengelola sumber daya keuangan yang ada dan sekaligus memberikan informasi yang

relevan terhadap pemanfaatan sumber keuangan yang efisien untuk mendapatkan hasil yang

optimal.

1. Pengertian Pendapatan

Kuswadi (2007,71) mengemukakan pengertian Pendapatan adalah arus

masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktifitas normal perusahaan

selama satu periode, bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak

berasal dari kontribusi ekuitas. Arus masuk bruto atau pendapatan dimaksud hanya

yang diterima dan dapat diterima oleh perusahaan untuk dirinya sendiri. Jumlah yang

ditagih atas nama pihak ketiga, seperti pajak pertambahan nilai, bukan merupakan

manfaat ekonomi yang mengalir ke perusahaan dan tidak mengakibatkan kenaikan

ekuitas maka harus dikeluarkan dari pendapatan. Begitu juga dalam hubungan

keagenan, arus masuk bruto manfaat ekonomi, termasuk jumlah yang ditagih atas

nama prinsipal, tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas perusahaan maka bukan

merupakan pendapatan, dalam hal ini yang merupakan pendapatan adalah komisi

yang diterima dari prinsipal.

2. Pengertian Biaya

Kuswadi (2007,72) mengemukakan pengertian Biaya adalah semua

pengeluaran untuk mendapatkan barang atau jasa dari pihak ketiga. Barang atau jasa
dimaksud dapat dalam rangka untuk dijual kembali atau dalam rangka untuk menjual

barang atau jasa yang diperdagangkan, baik yang berkaitan dengan maupun diluar

usaha pokok perusahaan.

Menurut Mulyadi (1995,1.17) dalam arti luas biaya adalah : pengorbanan

sumber ekonomi, yang di ukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang

kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam arti sempit diartikan

sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva yang di sebut dengan

istilah harga pokok, atau dalam pengertian lain biaya merupakan bagian dari harga

pokok yang dikorbankan di dalam suatu usaha untuk memperoleh penghasilan.

Menurut Supriyono (1999,16) yang dikutip dari jurnal-SDM blogspot.com,

pengertian biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau yang digunakan

dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan di pakai sebagai

pengurang penghasilan.

Dari pengertian di atas, walaupun nampak ada perbedaan namun pada

dasarnya memiliki persamaan yaitu biaya adalah pengorbanan ekonomis, yang di ukur

dengan nilai uang untuk memperoleh barang atau jasa.

3. Pengertian Waktu Kerja (Jam Kerja SDM)

Kansil, Christine, (2001, 127), dalam hal ini buruh tidak boleh menjalankan

pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan

pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja

tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu (saat ini belum berlaku).

4. Pengertian Jumlah Tempat Tidur Rawat Inap

Lily Wijaya, (1999,2) jumlah tempat tidur dirumah sakit yang siap digunakan

bagi pasien rawat inap jika diperlukan. Tempat tidur tersebut dapat tersedia
secepatnya pada lokasi yang sesuai untuk perawatan pasien dan tersedia perawat serta

staf penunjang lain untuk melayani pasien.

5. Pengertian Bed Occupation Rate (BOR).

Lily Wijaya, (1999,9) Bed Occupation Rate (BOR) adalah prosentase

pemakaian tempat tidur dalam periode tertentu. Disarankan angka BOR adalah 80%-

90%, bila mencapai angka 90% maka rumah sakit hampir penuh sesak.

6. Total Hari Rawat

Lily Wijaya, (1999,6) total hari rawat pasien merupakan total dari hari rawat

dalam suatu jangka waktu tertentu yang diambil dari sensus harian. Setiap pasien

mendapat 1 (satu) hari rawat setiap hari dia dirawat.

7. Pengertian Linier Programming (Pemrograman linier/LP)

Heizer dan Render (2006,588) pengertian pemrograman linier (linier

programming – LP) adalah suatu teknik matematik yang didesain untuk membantu

para manajer operasi dalam merencanakan dan membuat keputusan yang diperlukan

untuk mengalokasikan sumber daya. Fungsi tujuan dari pemrograman linier adalah

pernyataan matematik yang memaksimalkan atau meminimalkan kuantitas (sering

berupa laba atau biaya, tetapi setiap tujuan dapat dugunakan).

Heizer dan Render (2006,590) semua persoalan linier programming (LP)

mempunyai sifat umum :

a. Persoalan LP bertujuan untuk memaksimalkan atau meminimalkan kuantitas (pada

umumnya berupa laba atau biaya). Sifat umum ini disebut sebagai fungsi tujuan
(objective function) dari suatu persoalan LP. Tujuan utama suatu perusahaan pada

umumnya adalah memaksimalkan keuntungan pada jangka panjang.

b. Adanya batasan (constraints) atau kendala, yang membatasi tingkat sampai dimana

sasaran dapat dicapai. Contoh keputusan untuk memproduksi berapa banyak unit

dari tiap produk dalam suatu lini produk perusahaan, dibatasi oleh tenaga kerja dan

permesinan yang tersedia. Dalam kondisi ini untuk memaksimalkan atau

meminimalkan suatu kuantitas (fungsi tujuan) bergantung kepada sumber daya

yang jumlahnya terbatas (batasan).

c. Harus ada beberapa alternatif tindakan yang dapat diambil. Sebagai contoh, jika

suatu perusahaan menghasilkan tiga produk berbeda, manajemen dapat

menggunakan LP untuk memutuskan bagaimana cara mengalokasikan sumber

dayanya yang terbatas (tenaga kerja, permesinan, dan seterusnya). Jika tidak ada

alternatif yang dpat diambil maka LP tidak diperlukan.

d. Tujuan dan batasan dalam permasalahan pemrograman linier harus dinyatakan

dalam hubungan dengan pertidak samaan atau persamaan linier.

Menurut Supranto (1983, i) Linear Programming merupakan suatu metode

untuk memecahkan persoalan-persoalan optimasi didalam pembatasan-pembatasan

dan merupakan alat yang ampuh untuk membuat keputusan yang paling baik (the best

decision) berdasar hasil pemecahan dari persoalan optimasi. Biasanya pembatasan-

pembatasan yang ada meliputi tenaga kerja (men), uang (money), material yang

merupakan input, serta waktu dan ruang.

Supranto (1983, 4) persoalan optimasi adalah suatu persoalan untuk membuat

nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum dengan

memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada.


Supranto (1983,4) persoalan linier programming (LP) ialah suatu persoalan

untuk menentukan besarnya masing-masing nilai variabel sedemikian rupa sehingga

(s.r.s) nilai fungsi tujuan atau objektif (objective function) yang linier menjadi

optimum (maksimum atau minimum) dengan memperhatikan pembatsan-pembatasan

yang ada yaitu pembatasan mengenai inputnya. Pembatasan-pembatasan ini harus

dinyatakan dalam ketidak samaan yang linier (linier inequalities).

Teknik pemrograman linier (linear programming) digunakan sebagai metode

analisis bila suatu unit manajemen menggunakan dua jenis input atau lebih dan

menghasilkan dua output atau lebih.

8. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah hasil yang diperoleh dari fungsi pekerjaan atau kegitan

tertentu dalam kurun waktu tertentu (Bernardin da Russel, 1993, dikutip dari modul

pengukuran kinerja efisiensi).

9. Pengertian Data Envelopment Analysis (DEA)

Nugroho dan Erwinta (2006,1) mengemukakan Data Envelopment Analysis

(DEA) adalah sebuah teknik pemrograman matematis yang digunakan untuk

mengevaluasi efisiensi relatif dari sebuah kumpulan unit‐unit pembuat keputusan

(decision making unit/DMUs) dalam mengelola sumber daya (input) dengan jenis

yang sama sehingga menjadi hasil (output) dengan jenis yang sama pula, dimana

hubungan bentuk fungsi dari input ke output tidak diketahui. Istilah DMU dalam

metode DEA ini dapat bermacam‐macam unit, seperti bank, rumah sakit, retail store,

dan apa saja yang memiliki kesamaan karakteristik operasional.

Cooper, Seiford, Zhu (2004,1) mengemukakan “Data Envelopment Analysis

(DEA) is a relatively new “data oriented” approach for evaluating the performance

of a set of peer entities called Decision Making Units (DMUs) which convert multiple
inputs into multiple outputs”. (Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan

pendekatan yang relatif baru "berorientasi data" untuk mengevaluasi kinerja satu set

entitas yang sejenis yang disebut Decision Making Units (DMUs) yang mengubah

beberapa input menjadi beberapa output).

Sepertinya, Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan tool manajemen

yang paling populer untuk mengukur efisiensi. DEA biasanya digunakan untuk

mengukur efisiensi relatif organisasi atau perusahaan. Satuan ukuran ini biasanya

dinyatakan dalam Decision Making Unit (DMU). Efisiensi relatif suatu DMU adalah

efisiensi suatu DMU yang dibandingkan dengan efisiensi DMU lainnya dalam satu

kesatuan populasi sampel. Di sini berlaku syarat bahwa DMU-DMU tersebut

memiliki set data yang terdiri dari jenis input dan output yang sama.

Mengingat setiap organisasi/perusahaan mempunyai level input yang

bervariasi dan juga menghasilkan level output yang bervariasi, maka DEA telah

membuka kesempatan untuk menangani berbagai kasus yang tidak dapat didekati

dengan metode lain karena sifat hubungan yang kompleks (terkadang tidak diketahui)

antara banyak input dan banyak output yang terlibat tanpa perlu penjelasan eksplisit

mengenai hubungan fungsional input-output tersebut.

Prabowo (2008) Data Envelopment Analysis (DEA) memiliki banyak

kelebihan dibanding analisis rasio parsial dan analisis regresi, namun demikian DEA

juga memiliki keterbatasan, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Data Envelopment Analysis (DEA) mensyaratkan semua input dan output harus

spesifik dan dapat diukur, seperti halnya dalam analisis rasio dan regresi.

b. Dalam Data Envelopment Analysis (DEA) diasumsikan bahwa setiap unsur input

dan output bersifat homogen. Dalam kasus rumah sakit dari sisi input dianggap

bahwa setiap perawat memiliki ketrampilan yang sama dan dari sisi output pasien
rawat inap diasumsikan memerlukan kualitas pelayanan yang sama, pada

kenyataannya sebenarnya berbeda.

c. Data Envelopment Analysis (DEA) berasumsi adanya constant return to scale

(CRTS) yang menyatakan bahwa perubahan input akan menghasilkan perubahan

tingkat output secara proporsional. Asumsi ini memungkinkan semua unit

manajemen diukur dan dibandingkan terhadap unit isoquant yang lain.

d. Bobot input dan output yang dihasilkan tidak dapat ditafsirkan dalam nilai

ekonomi. Walaupun demikian hal dimaksud bukan merupakan permasalahan yang

serius, sebab DEA bertujuan mengukur efisiensi teknis relatif.

10. Pengertian Efisiensi

Cooper, Seiford, Zhu (2004,3) mendefinisikan tentang efisiensi sebagai

berikut :

a. “Definition Efficiency – Extended Pareto-Koopmans Definition : Full (100%)

efficiency is attained by any DMU if and only if none of its inputs or outputs can be

improved without worsening some of its other inputs or outputs”.

(Efisiensi Penuh (100%) dicapai oleh DMU jika dan hanya jika tidak satu pun dari

input atau output dapat ditingkatkan tanpa merusak/mengurangi sebagian dari input

atau output yang lainnya).

b. Definition Relative Efficiency : A DMU is to be rated as fully (100%) efficient on

the basis of available evidence if and only if the performances of other DMUs does

not show that some of its inputs or outputs can be improved without worsening

some of its other inputs or outputs.

(Efisiensi Relatif : Sebuah DMU dinilai sebagai sepenuhnya efisien (100%)

berdasarkan bukti-bukti jika dan hanya jika kinerja DMU-DMU yang lain tidak
memperlihatkan bahwa beberapa dari input atau output dapat ditingkatkan tanpa

merusak/mengurangi sebagian dari input atau output yang lainnya lain).

Danfar (2009), Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai

dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.

Pengertian efisiensi menurut Danfar yang dikutip dari SP. Hasibuan (1984;233-4),

yang mengutip pernyataan H. Emerson adalah : “Efisiensi adalah perbandingan yang

terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-

sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan

penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah

diselesaikan.”

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007), efisiensi adalah ketepatan

cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu,

tenaga, biaya), kedayagunaan, ketepatgunaan atau kemampuan menjalankan tugas

dengan baik dan tepat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya.

Rachmad Resmiyanto (2008,1) Sebagaimana ukuran efisiensi pada

umumnya, ukuran efisiensi dalam DEA dinyatakan sebagai output dibagi input,

sehingga nilai efisiensi maksimalnya adalah 1 atau 100%. Rasio ini bisa dinyatakan

secara parsial dan total. Secara parsial, misalnya output per staff atau output per jam

kerja dengan output bisa saja merupakan profit, penjualan dan sebagainya.

Sedangkan jika secara total, semua output dan input suatu DMU terlibat dalam

pengukuran. Dengan demikian, DEA memungkinkan untuk mengetahui faktor input

apa yang berpengaruh dalam menghasilkan output, dan begitu pula sebaliknya.

Dari berbagai teori maka konsep dasar dari DEA disimpulkan oleh Prabowo

(2008) diantaranya adalah :


a. DEA merupakan prosedur yang dirancang secara khusus untuk mengukur

efisiensi relatif suatu unit manajemen yang menggunakan banyak input dan

banyak output, dimana penggabungan bermacam-macam jenis input dan jenis

output tidak mungkin dilakukan.

b. Efisiensi relatif suatu unit manajemen adalah efisiensi suatu unit manajemen

dibanding dengan efisiensi unit manajemen lain dalam sampel yang

diperbandingkan yang semuanya memiliki jenis input dan output yang sama.

c. Dalam DEA efisiensi relatif suatu unit manajemen didefinisikan sebagai rasio

dari total output tertimbang dibagi dengan total input tertimbang (total weighted

output/total weighted input).

d. Problem utama yang harus dapat diselesaikan oleh DEA adalah menentukan

bobot (weight) atau timbangan untuk setiap input dan output dari suatu unit

manajemen.

e. Bobot tersebut memiliki sifat :

1) Tidak bernilai negative

2) Bersifat universal, artinya setiap unit manajemen dalam sampel harus dapat

menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasio total

output tertimbang terhadap total input tertimbang (total weighted output/total

weighted input).

3) Rasio total output tertimbang terhadap total input tertimbang tidak boleh lebih

dari 1 (total weighted output/total weighted input < 1).

f. DEA berasumsi bahwa setiap unit manajemen secara iteratif akan memilih bobot

yang dapat memaksimumkan rasio efisiensinya (maximize total weighted

output/total weighted input).


g. Secara umum unit manajemen akan menetapkan bobot yang tinggi untuk input

yang penggunaannya sedikit atau untuk output yang dapat diproduksi dengan

volume tinggi.

h. Bobot-bobot tersebut pada dasarnya bukan merupakan nilai ekonomis dari input

atau outputnya, melainkan sebagai penentu untuk memaksimumkan efisiensi dari

suatu unit manajemen. Sebagai gambaran jika suatu perusahaan berorientasi pada

keuntungan (profit maximizing firm) dimana setiap input dan outputnya memiliki

biaya per unit dan harga jual per unit, maka perusahaan akan berusaha

menggunakan sedikit mungkin input yang biaya perunitnya termahal dan

berusaha memproduksi sebanyak mungkin output yang harga jualnya tertinggi.

Berdasarkan teori-teori menunjukkan bahwa DEA mengandung aspek-aspek

manajerial sebagai berikut:

a. Stake holder/analis bisa langsung mengenali DMU mana yang membutuhkan

perhatian berdasarkan angka efisiensi yang ada sehingga rencana tindakan

perbaikan bisa segera disiapkan bagi DMU yang kurang/tidak efisien tersebut

b. Informasi poin 1 juga memungkinkan seorang analis untuk membuat DMU

bayangan. DMU bayangan ini diatur supaya menggunakan input yang lebih

sedikit tetapi menghasilkan output yang paling tidak sama atau lebih besar

dibandingkan DMU yang tidak efisien, sehingga DMU bayangan tersebut akan

memiliki efisiensi sempurna jika menggunakan bobot input dan bobot output

yang sama dari DMU yang tidak efisien. Pendekatan ini memberi arah strategi

bagi manajer untuk meningkatkan efisiensi suatu DMU yang tidak efisien melalui

pengenalan terhadap input yang terlalu banyak digunakan serta output yang

produksinya terlalu rendah. Dengan demikian seorang manajer tidak hanya

mengetahui DMU yang tidak efisien, tetapi ia juga mengetahui berapa tingkat
input atau output yang harus disesuaikan agar dapat memiliki efisiensi yang

tinggi.

C. Kerangka Pemikiran

Setiap manajer atau pimpinan rumah sakit selalu berkepentingan dan memiliki

tanggung jawab langsung dalam meningkatkan kinerja rumah sakit yang dipimpinnya.

Kemampuan untuk mengukur kinerja rumah sakit merupakan salah satu prasyarat bagi

manajer agar dapat memobilisasi sumber daya secara efektif dan efisien untuk meningkatkan

kinerja rumah sakit yang dipimpinnya. Selain itu juga pengukuran kinerja dapat memberi

arah pada keputusan strategis di masa datang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui tingkat efisiensi relatif diantara ruang rawat inap RS Islam Jakarta Pondok Kopi,

mengetahui sumber-sumber ketidakefisienan di ruang rawat inap, memberikan solusi bagi

ruang rawat inap yang belum/tidak efisien, dan untuk mengetahui kontribusi kinerja masing-

masing input dan output dalam usaha mencapai kondisi efisiensi sempurna pada pelayanan

rawat inap. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan indikator

kinerja kuantitatif Data Envelopment Analysis (DEA) yang dioperasikan dengan penggunaan

program komputer yang bernama DS for Windows. Sumber data dikumpulkan berdasarkan

data sekunder dari RS. Islam Jakarta Pondok Kopi tahun 2009. Variabel input terdiri dari

jumlah tempat tidur, total biaya yang dikeluarkan setiap ruang rawat inap dalam milyar

rupiah, dan jam kerja SDM (perawat) yang disediakan. Variabel output terdiri dari total

pendapatan yang diperoleh dari setiap ruang rawat inap dalam milyar rupiah, BOR rawat

inap, dan total hari perawatan.


Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Efisiensi Relatif Ruang Rawat Inap RS Islam
Jakarta Pondok Kopi

Berdasar kerangka berfikir diatas maka sumber daya yang ada berupa input yang

telah digunakan dari masing-masing ruang rawat inap untuk menghasilkan output dari

masing-masing ruang rawat inap, dapat dilakukan pengukuran kinerja efisensi relatifnya antar

ruang rawat inap yang ada di RS Islam Jakarta Timur. Metode yang digunakan untuk

melakukan analisis adalah dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) yang
pada dasarnya memanfaatkan pemrograman linier (linier programming/LP) dengan sistem

operasional DS for Windows. Dari hasil pengolahan maka dapat diketahui efisiensi relatif

antar ruang rawat inap yang dibandingkan satu dengan yang lainnya, disamping itu juga dapat

diketahui bobot ketidak efisienan dari masing-masing sumber daya yang dijadikan sebagai

input atau bobot dari hasil yang ada berdasarkan dari output masing-masing ruang rawat inap.

Dengan demikian maka berdasarkan kesimpulan hasil analisis dapat diberikan rekomendasi

sumber daya input apa yang harus dioptimumkan atau hasil output apa yang harus di

optimumkan, dalam hal ini ada beberapa alternatif yaitu :

1. Output yang dihasilkan tetap dipertahankan dengan mengendalikan input yang

digunakan untuk proses pelayanan rawat inap.

2. Output yang dihasilkan maupun input yang digunakan dirubah untuk mendapatkan

hasil yang optimum dari proses pelayanan rawat inap.

3. Input yang digunakan dipertahankan, sedangkan output yang dihasilkan harus

ditingkatkan.

Dari hasil analisis apabila sudah diketahui manfaatnya maka direkomendasikan

untuk menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) secara berkala guna mengukur

kinerja efisiensi relatif antar ruang rawat inap di RS Islam Jakarta Pondok Kopi.

D. Rumusan Hipotesis

Sebagai langkah untuk menentukan dan memecahkan permasalahan dalam

penelitian ini maka ditetapkan rumusan hipotesis untuk di uji kebenarannya.

Adapun rumusan hipotesis yang penulis ajukan adalah diduga proses pelaksanaan

pelayanan ruang rawat inap di RS Islam Jakarta Pondok Kopi tidak berjalan dengan efisien

dimana setiap ruang rawat inap dalam menggunakan input untuk menghasilkan output belum

optimal.
Dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) rumusan hipotesis

tersebut diatas akan diuji kebenarannya berdasarkan pemanfaatan linier programming (LP)

dengan menggunakan operasional komputer DS for Windows.

Anda mungkin juga menyukai