adbsolo@yahoo.com
BTPDAS
01 34.5
01 99
LAPORAN
PENERAPAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH
DAN SIG UNTUK PENGELOLAAN
SUMBER DAYA ALAM
DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN
BENY HARJADI
Ringkasan :
Menurut SK Menteri Kehutanan No : 295/Kpts-II/1991 tanggal 8 Juni 1991
setiap HPH diwajibkan memiliki citra satelit, namun dalam pelaksanaan di lapangan
banyak HPH yang belum melaksanakan ketentuan dimaksud. Disamping itu apabila
HPH harus mengadakan citra satelit setiap tahun dirasakan sangat memberatkan dan
tidak menguntungkan bagi perusahaan. Begitu juga untuk Departemen sendiri belum
menyediakan tenaga Supervisi atau Pengawas untuk membantu dalam Analisa Satelit.
Berkaitan dengan pelaksanaan SK Menteri diatas maka peran BTPDAS sangat
diharapkan untuk menciptakan metode analisa citra satelit pada skala besar untuk
pengamatan yang lebih detil pada kawasan hutan. Dengan demikian perlu dilakukan
kajian tentang Penerapan Teknik Penginderaan Jauh dan Sig Untuk Pengelolaan
Sumber Daya Alam di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan. Kajian tersebut diharapkan
dapat menghasilkan suatu metode yang dapat dialihteknologikan kepada personil HPH
untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam menganalisa citra satelit. Disamping
itu juga diketahui perubahan yang terjadi selama satu dekade pada kawasan hutan dan
di luar kawasan hutan.
Perubahan penurunan besar-besaran kawasan hutan pada hutan rapat
(61,18%) akan menyebabkan total air bersih mengalami penurunan dan proses
pematangan gambut menjadi terhambat dan akan berakibat meningkatnya unsur
beracun FeS2 (Pirit/Cat Clay). Penurunan hutan dan perkebunan beralih ke
penggunaan lahan non hutan yaitu untuk tegal (5,57%), sawah (31,23%) dan alang-
alang (46,58%). Selanjutnya untuk meningkatkan potensi lahan gambut Ombrogen di
Pontianak dapat diupayakan adanya kecukupan air untuk pencucian pirit, kondisi iklim
yang baik dan penggunaan lahan serta pengolahan lahan yang intensif.
Dalam menganalisa perubahan penutupan lahan di luar kawasan hutan
maupun di dalam kawasan secara prinsip tidak terlalu berbeda. Dimana metodologi
analisa citra, klasifikasi berbantuan berdampingan dengan klasifikasi tak berbantuan,
akan dapat menurunkan daerah yang tidak terkelaskan dan akan meningkatkan
akurasi/ketepatan macam penggunaan lahan. Dalam rangka memecahkan
permasalahan hutan perlu segera dilakukan beberapa penelitian beberapa kasus yang
terjadi di Departemen Kehutanan dan Perkebunan, misalnya berkurangnya hasil hutan
akibat pencurian, penurunan potensi hutan akibat ketidakcocokan jenis tanaman atau
lahan yang marginal, rusaknya hutan akibat kebakaran dan bencana lain, serta berbagai
masalah potensi hutan dan penyebarannya. Peningkatan kualitas analisa citra
disamping ditunjang oleh peningkatan kualitas SDM (sumber daya manuasia) juga
tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Pada kegiatan survai di lapangan,
maka ketepatan sinyal radiometri dapat dibantu dengan TELEMETRI sedangkan untuk
memastikan letak koordinat lapangan dengan menggunakan GPS (Global Position
System).
KATA KUNCI : Hutan dan Non Hutan, Analisa Citra, Deteksi Perubahan,
Telemetri, GPS.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
JUDUL i
RINGKASAN ii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR GRAFIK xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B.Maksud dan Tujuan 2
C.Target dan Sasaran 2
A. Deskripsi Lokasi 27
A.1. Lokasi Penelitian 27
A.2. Kondisi Fisik 28
B. Metodologi 29
B.1. Bahan dan Alat 29
B.2. Tempat dan Waktu 29
B.3. Rancangan Penelitian 29
B.4. Pengamatan dan Pengukuran 31
B.5. Analisa Data 31
C. Pembuatan Perlakuan 31
D. Kegiatan Penelitian 33
D.1. Non Teknis 33
D.1.1. Studi Literatur 33
D.1.2. Konsultasi 33
D.1.2.1. INTAG (Inventarisasi Tata Guna Hutan ) 33
D.1.2.2. INHUTANI II, JAKARTA 35
D.1.2.3. Kanwil Kehutanan dan Perkebunan 36
Kalimantan Barat
D.1.2.4. BIPHUT Kalimantan Barat 36
D.1.2.5. INHUTANI II, Kalimantan Barat 37
D.1.2.6. Sub Unit Inhutani II, Rasau Jaya 38
D.1.3. Orientasi 38
D.1.3.1. SDM (Sumber Daya Manusia) 38
D.1.3.2. Alat Transportasi Darat dan Air 39
D.1.3.3. Prasarana dan Sarana Jalan Darat serta 40
Air
D.1.4. Survay Lapangan 40
D.2. Teknis 43
D.2.1. Analisa Citra 43
D.2.2. Penggambaran Peta 43
D.2.3. Analisa Data 44
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
V. KESIMPULAN 51
DAFTAR PUSTAKA 52
LAMPIRAN 53
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
DAFTAR TABEL
2. Luas Awan dan Bayangan Citra SPOT Tahun 1986 dan 1994 47
DAFTAR GAMBAR
13. Sinyal Reflektan yang Diwujudkan dari Nilai Digital Sebagai Ciri 26
Spesifik Karakter Obyek di Muka Bumi.
14. Lokasi Kajian pada Scene Citra SPOT di Pontianak dengan Informasi 27
Koordinat dan Kualitas Citra.
Lainnya.
16. Lokasi Penelitian dari Digitasi Peta Topografi sesuai dengan Scene 29
Citra SPOT.
17. Citra Satelit SPOT Tahun 1986 dan 1994 dengan 39 Titik Kontrol 32
Lapangan (GCP = Graund Control Point).
19. Tenaga Kerja dari Jawa dan Madura, Salah Satu Tenaga yang 38
Membantu Surveyor.
23. Hasil Klasifikasi Citra SPOT Tahun 1994 pada Berbagai Penutupan 46
Lahan di Kalimantan Barat.
24. Hasil Klasifikasi Citra SPOT Tahun 1986 pada Berbagai Penutupan 46
Lahan di Kalimantan Barat.
26. Citra Hasil Klasifikasi Berupa Awan dan Bayangan (Tipis, Sedang, 47
dan Tebal).
28. Citra Hasil Klasifikasi pada Daerah Non Hutan (Semak Belukar, 49
Tegal, Sawah, Alang-alang, Kampung).
29. Perbedaan Kualitas Air Sungai dan Kuantitas Water Body selama 50
Satu Dekade.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
DAFTAR GRAFIK
4. 4a. Perubahan Kualitas Air dan Water Body Sungai Kapuas antara 50
Tahun 1986 dengan 1994.
4a. Prosen Perubahan Kualitas Air dan Water Body Sungai Kapuas
antara Tahun 1986 dengan 1994.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
DAFTAR LAMPIRAN
10. Tampilan Citra SPOT satu Scene ukuran 60 x 60 km, Kanal per j
Kanal atau Gabungan Tiga Kanal
24. Hasil Klasifikasi Berbantuan Citra SPOT Tahun 1986 dan 1994. x
25. Data Digital Citra Satelit Antara Lain Berupa Informasi : Titik, Garis, y
Poligon, Rektangel, dan Ellips.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut SK Menteri Kehutanan No : 295/Kpts-II/1991 tanggal 8 Juni
1991 setiap HPH diwajibkan memiliki citra satelit, namun dalam pelaksanaan di
lapangan banyak HPH yang belum melaksanakan ketentuan dimaksud.
Sebagian besar perusahaan hanya membeli citra satelit dalam bentuk cetak
sehingga tidak bisa dianalisa lebih lanjut. Hal tersebut terjadi karena adanya
beberapa kendala antara lain :
a. Belum tersedianya Sumber Daya Manusia yang mampu menganalisa
citra
b. Diperlukan perangkat keras dan lunak yang relatif mahal
c. Biaya pembelian citra satelit dalam bentuk Band Magnetis sangat
mahal.
d. Belum adanya metode untuk analisa citra satelit khusus kawasan hutan
maupun non hutan
Dengan kondisi tersebut, apabila HPH harus mengadakan citra satelit
setiap tahun dirasakan sangat memberatkan dan tidak menguntungkan bagi
perusahaan. Begitu juga untuk Departemen sendiri belum menyediakan tenaga
Supervisi atau Pengawas untuk membantu dalam Analisa Satelit. Adapun
kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Departemen dalam hal ini oleh Ditjen
INTAG yaitu sudah tersedianya teknologi secara makro dengan monitoring
penutupan lahan secara nasional untuk kawasan hutan di luar Jawa setiap
tahunnya dengan menggunakan NOAA. Citra satelit NOAA memiliki cakupan
yang luas 1100 x 1400 km dengan resolusi 1 km x 1 km dengan skala sangat
kecil. Selanjutnya untuk melengkapi perubahan penggunaan lahan secara mikro
dengan resolusi yang lebih sempit dan skala yang lebih besar perlu dilakukan
dengan analisa Citra Landsat atau SPOT.
Berkaitan dengan pelaksanaan SK Menteri diatas maka peran BTPDAS
sangat diharapkan untuk menciptakan metode analisa citra satelit pada skala
besar untuk pengamatan yang lebih detil pada kawasan hutan. Dengan
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
A. Penginderaan Jauh
Pengertian penginderaan jauh ialah suatu teknik yang dikembangkan
untuk perolehan dan analisa informasi tentang bumi, dimana informasi tersebut
khusus berbentuk radiasi elektromaknetik yang dipantulkan atau dipancarkan
dari permukaan bumi (Lindgren, 1985).
Gambar yang diterima satelit merupakan pantulan cahaya dari sinar
matahari yang mengenai obyek muka bumi setelah dikurangi oleh sebagian sinar
dalam bentuk transmisi maupun absorbsi benda bumi atau atmosfer (Gambar 1).
Disamping itu tidak semua sinar pantulan diterima seluruhnya, tergantung dari
kekasaran atau kehalusan topografi permukaan bumi. Daerah yang relatif datar
dan halus hampir sebagian besar dipantulkan kembali, sebaliknya untuk
permukaan yang terlalu bergelombang dan kasar hampir tidak ada yang
dipantulkan.
Koreksi geometri dan radiometri selalu dilakukan sebelum analisa citra
satelit lebih lanjut, karena pada saat penangkapan gambar akan terjadi
distorsiatau gangguan karena beberapa hal antara lain :
a. Sudut datang, azimut dan zenital matahari dan juga satelit.
b. Penyimpangan sinar oleh transmisi dan absorbsi
c. Efek panoramik bumi yang luas dan bulat.
Selanjutnya citra satelit yang diperoleh secara vertikal maupun miring
sebelum dipakai oleh pengguna dilakukan prosesing dan disajikan dalam
berbagai media antara lain : CCT citra data digital, cetak kertas, film negatif dan
ada yang masih dalam bentuk bahasa mesin. Distorsi yang terjadi pada citra
satelit selain disebabkan oleh sinar yang tidak sampai ditangkap satelit juga
akibat bentuk bumi yang membulat, sehingga berakibat pada efek panoramik.
Distorsi yang pertama mengakibatkan pergeseran nilai spektral dan dapat
dibetulkan
Matahari dengan
sebagai koreksi radiometri. Distorsi yang kedua mengakibatkan
sumber
utama sinar/cahaya
pergeseran bumi dan dapat dibetulkan dengan koreksiSatelit
nilai spasial geometri.
Penangkap Sinar
Pantulan/Reflektan Obyek
Sudut Azimut Relatif dari Bumi
Sudut Zenital Relatif
B. SATELIT
B.1. Macam Satelit
Satelit penginderaan jauh (INDERAJA) selain dipakai untuk keperluan
militer juga dikembangkan dalam kegiatan sipil (Gambar 2). Satelit militer yang
dikembangkan Amerika dan Rusia ada yang berawak dan ada juga yang tak
berawak. Sebagai contoh untuk satelit berawak meliputi satelit untuk
perlombaan antariksa (VOSTOK, VOSKHOD, dan SOYUS) dan satelit stasiun
eksperimental (SALYUT). Sedangkan satelit militer tak berawak antara lain :
COSMOS, MAKUYA, METEOR.
Satelit untuk keperluan sipil barat dengan misi untuk pemantauan
sumber daya bumi dan cuaca bumi. Satelit cuaca bumi ada yang berorbit poler
Heliosinkron (TIROS, NOAA, NIMBUS) dan berorbit Geostationer (SHS,
GEOHETEOSAT, HIMAWARI). Satelit pemantau sumber daya bumi ada yang
berawak dan ada juga yang tak berawak. Satelit berawak tersebut ada yang
hanya sekedar untuk perlombaan antariksa seperti : MERCURY, GEMINI, dan
APOLLO dan ada juga yang membawa misi pemasangan stasiun eksperimen
seperti SKYLAB dan SPACE SHUTTLE.
Adapun satelit tak berawak lebih berkembang pesat yaitu untuk satelit
dengan sensor spektrum tampak di Infra Merah Dekat (IMD), sensor Termal, dan
sensor Gelombang Mikro. Satelit dengan sensor spektrum Tampak di IMD
berkembang untuk 2 generasi yaitu Generasi I (Landsat 1, 2, 3, 4) dan Generasi
II (SPOT dan Landsat D+). Sedangkan satelit tak berawak yang lain yaitu HCMM
untuk satelit sensor Termal dan SEOSAT dan ERS untuk satelit sensor
Gelombang Mikro.
Dalam pengembangan selanjutnya untuk citra satelit guna pemantauan
cuaca yang sering digunakan adalah METEOSAT dan NOAA. Sedangkan satelit
pengamat sumber daya bumi meliputi tanah, air dan penutupan lahan serta
dibawah permukaan tanah sering menggunakan satelit SPOT dan Landsat
dengan resolusi tinggi.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Landsat 1
SPOT
Landsat 2
LANDSAT D+
Landsat 3
Landsat 4
Gambar 2 . Beberapa Satelit Penginderaan Jauh untuk Berbagai Keperluan yang Dipergunakan Operasional Militer dan Sipil
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
LANDSAT 180 km
NOAA 3.000 km
METEOSAT 13.000 km
METEOSAT : Meteorologi Satelit
LANDSAT : Land satelit
NOAA : National Oceanographic and Atmospheric Administration
SPOT : Satelit Probatoire Pour l’Observation de la Terre
Geostationer : Keliling bumi secara berulang dan tetap
Heliosinkron : Keliling selaras dengan sinar matahari
Gambar 3 . Contoh Satelit Pemantau Cuaca dan Pengamatan Sumber Daya Bumi
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
C. CITRA SATELIT
C.1. Manfaat Citra Satelit
Citra satelit disamping dapat dikembangkan untuk berbagai bidang
dalam berbagai disiplin ilmu, juga dapat dikhususkan untuk pengembangan
pemantauan dalam bidang kehutanan dan perkebunan (Gambar 4). Dalam
bidang Kehutanan dan Perkebunan dapat dimanfaatkan untuk pemantauan atau
deteksi beberapa hal antara lain : Jenis pohon, Jumlah pohon, Kerapatan pohon,
Kondisi lahan, Kondisi buatan, Bonita, Luas lahan, Tata batas, Jaringan jalan,
dan Jaringan sungai. Selanjutnya jika ditambahkan alat bantu analisa dengan
foto udara dapat dikembangkan lebih lanjut untuk beberapa keperluan yaitu :
Penggunaan lahan, Pengukuran tegakan, Volume kayu, dan Tabel volume
udara.
Untuk keperluan pengelolaan DAS, citra satelit juga dapat dimanfaatkan
untuk beberapa kegiatan pengembangan DAS secara terpadu, yaitu :
Perbatasan daerah, Pengukuran kedalaman air, Study tentang drainase,
Masalah erosi, Pengendalian banjir, Survai tanah, Geografi, Geologi, Hidrologi,
Rencana pengairan, Klasifikasi lahan, Inventarisasi sumber daya lahan,
Kapasitas penampungan air, Air sungai dan pasang surut serta Pengeloaan
DAS, dll.
Disamping pengelolaan DAS citra satelit masih dimungkinkan untuk
beberapa kegiatan yang masih terkait dengan lingkup bidang kerja Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, yaitu : Agronomi, Perlindungan pantai, Ekologi,
Perlindungan kebakaran, Pengelolaan margasatwa, Rencana rekreasi, dll.
Dalam pengembangan selanjutnya citra satelit dimanfaatkan untuk
berbagai disiplin ilmu yang dipakai untuk menjawab perubahan cepat yang tidak
mungkin dilakukan dengan cara konvensional. Disamping itu juga
dikembangkan untuk mendeteksi sesuatu perubahan yang tidak kasat mata,
misalnya adanya perubahan suhu yang berpotensi pada kebakaran hutan dan
pencemaran bawah laut serta kebocoran gas bawah tanah.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
1. Perbatasan daerah
Citra Satelit Dibantu dengan
2. Pengukuran kedalaman air
Inderaja Foto Udara
3. Study tentang drainase
4. Masalah erosi
5. Pengendalian banjir
1. Jenis Pohon Penggunaan Pengukuran Volume Tabel Vol. 6. Survai tanah
2. Jumlah Pohon Pohon Tegakan Kayu Udara 7. Geografi
3. Kerapatan Pohon 8. Geologi
4. Kondisi Lahan 9. Hidrologi
5. Kondisi Buatan 1. Tinggi pohon 1. Tinggi tegakan 1. Stratigrafi fotografik
2. Lebar 2. Liputan tajuk 2. Stereogram 10. Rencana pengairan
6. Bonita 11. Klasifikasi lahan
7. Luas Lahan diagonal tajuk 3. Cadangan 3. Sampel plot
3. Diameter 4. Volume pohon 12. Inventarisasi Sumber daya lahan
8. Tata Batas 13. Kapasitas penampungan air
9. Jaringan Jalan setinggi dada fotografik
14. Air sungai dan pasang surut
10. Jaringan Sungai 15. Pengelolaan DAS
1. Agronomi 16. Dll
2. Perlindungan pantai
3. Ekologi
4. Perlindungan kebakaran
5. Pengelolaan margasatwa
6. Rencana rekreasi
7. dll
Gambar 4. Manfaat Citra Satelit bagi Departemen Kehutanan dan Perkebunan (DEPHUTBUN)
serta Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BTPDAS)
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
KEGUNAAN UNGGULAN
CITRA SATELIT
1. Ujud dan letak 1. Model medan Infra Merah Termal 1. Daerah Rawa 1. Banjir 1. Bukaan Hutan
2. Relatif lengkap 2. Relief lebih jelas 1. Beda suhu 2. Hutan Alam 2. Angin Ribut 2. Pemekaran Kota
3. Lebar liputan : 3. Beda tinggi : 2. Kota malam hari 3. Pegunungan 3. Gunung Meletus 3. Kualitas Lingkungan
- SPOT 60 km - Peta kontur 3. Pipa gas bawah 4. Lembah Curam 4. Kebakaran 4. Lahan Garapan
- Landsat 185 km - Lintasan jalan tanah 5. Daerah Bahaya 5. Gempa Bumi
- NOAA 3000 km - Saluran irigasi 4. Kebakaran
- Meteosat 13.000 km 4. Volume kayu tambang bawah Periode Berulang :
4. Permanen 5. Lereng : tanah 1. SPOT 26-35 hari
Infra Merah Dekat :
- Konservasi lahan 5. Air panas 2. Landsat 16 hari
1. Tanaman sakit
- Lahan terlantar industri 3. NOAA 12 jam
2. Bangunan samaran
4. Meteosat 30 menit
- Gudang amunisi
- Pangkalan udara
Gambar 5. Beberapa Keunggulan Citra Satelit Dibandingkan Alat Konvensional Pemantau Muka Bumi Lainnya
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Tidak dapat dibeli, hanya hak PROSEDUR Dapat dibeli secara mudah
pakai peminjaman PEMBELIAN berdasarkan katalog/indeks
Sulit dan kadang tidak tersedia PROSEDUR Mudah dan semua wilayah
untuk lokasi tertentu PEROLEHAN dapat diperoleh secara
sederhana
Gambar 6. Perbandingan Karakter Antar Citra Satelit dengan Foto Udara dalam Analisa
Perubahan Rupa Bumi
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Lanjutan Gambar 6 ................................
Band 3 : XS 3 :
Kanal Merah (0,79-0,89 µm)
KOORDINAT
LOKASI YANG
DIINGINKAN
AGEN PENJUALAN
INTERNET
ATAU INSTANSI
NOAA
LAPAN PT. BHUMI PRASAJA
Pesanan Khusus
KWALITAS CITRA GANGGUAN/DISTORSI
MEMUTUSKAN MEMBELI
Scene_ID : SKKKJJJMMDDSSIX YA
S : Nomer Satelit
KKKJJJ: Kolom dan Jalur TRANSAKSI
YYMMDD : Jam, Menit, Detik DITERIMA
I : HRV-1
X : Multispektral/Multiband
Gambar 8. Petimbangan Pemilihan Citra Satelit Agar Dapat Dilakukan Analisa
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Konfigurasi HRV :
Satelit Nomer Identifikasi D : Double mode P dan X
S1 atau SPOT-1 Skene T : Twin. kembar alat pemantau
Sudut pengambilan gambar terhadap
arah pandang Barat (W=West) dan
Titik Kolom (k) dan Mode Spektral :
Timur (E=East)
Jalur (J) X = Multibande (Berwarna)
7 Barat & 19o Timur
o
k = 027 & J = 251 P = Panchromatique (Hitam Putih)
VERTIKAL/Tegak lurus bumi
B A
Mn GRS (K,J) NID MS C ANGLE-PV CN QT DAT-PV
QTD GAINS HEURE-PV NOREV HRV A A
COIN-NW COIN-NE CENTRE
COIN-SW COIN-SE Dkm/GRS
ORIEN/INCID AZIM/SITE
S1 648-374 0003615 P D 011.2 W 0000 D 99/03/25 Alat yang dipakai :
T 1. HRV-1
D-1000 5-565 152352 R173 2 2. HRV-2
S0114235/W0770944 S0114759/W0763543 S0120111/W0765621
S0121420/W0771718 S0121945/W0764313 E15
+019/-12.7 +084.0/+061.0
Gambar 11. Konsultasi SPOT-IMAGE untuk Citra Satelit Mode Multiband (XS) dan Pankromatik (P) Berkesinambungan
Mode Spektral
Les Modèles Numériques Couverture Nuageuse Coordonnées Géographiques
P : Panchromatique
Model Data Digital Penutupan salju du Centre de scéne
XS : Multibande
Koordinat Geografik
La Grille de Référence SPOT Qualité Technique dari pusat skene
Configuration des HRV
Grid-grid Referensi SPOT Kualitas Teknik
Konfigurasi HRV
Numéro d’identification Date de Prise de Vue Décalage du centre
Angle Prise de Vue
Nomer identifikasi Tanggal pengambilan gambar Perbedaan dari pusat
Sudut pengambilan gambar
BPK Solo i
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Σ Kolom = 3365
235 35 35 99 99 99 9
Kanal Hijau
236 35 35 35 99 99 9
Hijau
237 35 36 36 99 102
Kanal Merah
Merah
B (Xi, Yi)
HISTOGRAM WARNA
Piksel/Elemen
Koreksi Tampilan :
Kontras
Kecerahan
Warna
99 99
20 cm Piksel Piksel
M (Xi, Yi)
A. Deskripsi Lokasi
BPK Solo iv
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
B. Metodologi
BPK Solo v
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Koreksi Gangguan :
KOREKSI
1. Koreksi Geometri
GANGGUAN
2. Koreksi radiometri
TIDAK
< 80% Akurasi/ VEKTOR
Keakuratan
> 80 % YA RASTER
> 80%
1. Citra
2. Foto Udara
3. Peta-peta
Gambar
BPK Solo 15. Tahapan Pelaksanaan Penyiapan Citra, Perbaikan Citra, Koreksi, Klasifikasi
vi dan
08122686657 Tumpangsusun dengan Foto Udara atau Peta-peta Lainnya.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
C. Pembuatan Perlakuan
D. Kegiatan Penelitian
D.1.2. Konsultasi
BPK Solo ix
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
BPK Solo x
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
BPK Solo xi
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
D.1.3. ORIENTASI
Pekerja : Terdiri dari beberapa kuli kasar untuk menggali profil atau
melakukan pemboran tanah atau bahan gambut untuk penetapan
sifat fisik tanah di lapangan
Pembantu : Diperlukan untuk membantu perbekalan, peralatan survey dan
seorang yang ahli dalam segala bidang yaitu yang menguasai budaya
setempat
Pelengkap : Tenaga untuk membantu mendirikan tenda base camp, masak,
cuci, jaga dan lain-lain.
BPK Solo xv
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
D.2. Teknis
Analisa citra menggunakan citra SPOT dari dua tahun pengambilan yang
berbeda yaitu tahun 1986 dan tahun 1994. Pembandingan citra dilakukan kanal
per kanal atau tiga kanal sekaligus. Analisa menggunakan soft-ware ERDAS-
IMAGINE versi 8.2. dengan citra SPOT multispektral yang terdiri dari 3 kanal
yaitu kanal biru (XS1), kanal hijau (XS2) dan kanal merah (XS3).
Pembandingan kedua citra tersebut diawali dengan beberapa koreksi
sesuai perlakuan citra level 1 B yaitu dilakukan koreksi geometri dan radiometri.
Koreksi geometri dimaksudkan untuk membuat kedudukan georeferensi dari
hasil resampling, agar sama secara spasial. Sedangkan koreksi radiometri untuk
menghilangkan efek gangguan awan dan mendudukan citra sama secara
spektral. Setelah dilakukan beberapa koreksi tersebut baru diperbandingkan dan
dapat dilakukan klasifikasi.
Data yang di analisa berupa data sampel tanah dari lapangan dan analisa
citra satelit dari data digital CD-ROM. Hasil analisa nama tanah dengan sidik
cepat yaitu dengan mengumpulan data fisik tanah meliputi : permeabilitas,
tekstur, struktur, warna, konsistensi dan lain-lain (Lampiran 6). Disamping itu
juga didukung oleh data pentupan lahan (Lampiran 7).
Informasi yang diperlukan analisa citra satelit dalam rangka
membandingkan citra tahun 1986 dan 1994 :
•kondisi citra (ada gangguan atau tidak)
•kualitas citra (sempurna, baik, jelek, rendah)
•keberadaan data penunjang (data peta, lapangan, dll)
•ketersediaan alat
•keberadaan sumber daya manusia.
Data keluaran dari analisa citra, meliputi kegiatan : penetapan lokasi,
koreksi geometri, koreksi radiometri, pembandingan citra, dan klasifikasi citra.
Peta yang dihasilkan berupa hasil citra selama proses penganalisaan dan
peta lainnya dalam bentuk vektor dan raster. Hasil peta akhir yang diutamakan
adalah citra penutupan lahan dengan informasi penyebaran luasan dan tingkat
keakuratan hasil.
BPK Solo xx
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Hasil klasifikasi hutan dan non hutan citra SPOT tahun 1994 diperoleh
>80% yaitu cukup memenuhi syarat, yang selanjutnya dapat diterapkan pada
citra hasil klasifikasi berbantuan (Gambar 23). Hasil optimal dicapai pada
klasifikasi untuk Kampung yaitu 100%, sebaliknya kurang memenuhi syarat pada
penggunaan lahan semak belukar sebesar 71,29% (Lampiran 8). Kerancuan
semak belukar tersebut terkontaminasi oleh penggunaan lahan yang lain
berturut-turut karet rapat (13,32%), Alang-alang (0,33%), dan Hutan Jarang C
(0,05%).
Hasil klasifikasi citra SPOT tahun 1986 diperoleh secara sempurna
(100%) untuk beberapa penggunaan lahan, antara lain : sungai bersih, bayangan
awan tipis dan awan tipis (Lampiran 9). Dimana secara keseluruhan hasil
klasifikasi berbantuan untuk citra tahun 1986 memenuhi syarat (> 80%) kecuali
pada klasifikasi penutupan lahan hutan jarang B sebesar 66,06 %. Hal tersebut
karena adanya kerancuan masuknya beberapa jenis penutupan lahan, yaitu :
hutan rapat 1 (20,18%), hutan jarang C (6,88%), hutan rapat 2 (6,27%) dan karet
rapat (0,61%). Citra hasil klasifikasi berbantuan dapat dilihat pada Gambar 24.
Sebelum melakukan klasifikasi berbantuan dilakukan beberapa urutan
kegiatan tahap demi tahap yang harus dilaksanakan (Gambar 25). Selanjutnya
tahapan tersebut dapat dipakai sebagai metode analisa citra satelit untuk
penyelesaian kasus yang sama, khususnya dalam menetapkan beberapa
macam penutupan lahan dan penyebarannya serta perubahan luasan yang
terjadi. Sedangkan untuk uji jenis dan potensi hutan perlu dicobakan dengan
metode yang lain, yang lebih spesifik dan lebih detil.
Tabel 2. Luas Awan dan Bayangan Citra SPOT tahun 1986 dan 1994
Potensi sumber daya alam meliputi air, vegetasi, dan tanah. Dari hasil
klasifikasi citra satelit resolusi tinggi diperoleh bahwa sungai bersih terjadi
penurunan sebesar 0,93 % (Tabel 5 dan Grafik 4). Sebaliknya sungai sedang
dan keruh mengalami peningkatan volume water body sebesar 0,42% dan
0,84%. Masing-masing berurutan luasan peningkatan dan penurunan tersebut
dari sungai bersih, sedang dan keruh sebesar -305,36; +136,64; dan +276,12
hektar (Gambar 29). Sedangkan grafik perubahan penggunaan lahan secara
keseluruhan dari tahun 1986 sampai 1994 disajikan pada Lampiran 28.
Penurunan vegetasi hutan berakibat pada kualitas air dan volume water
body sungai yang menurun. Seperti halnya pada sungai bersih yang mengalami
penurunan, dengan menurunnya vegetasi hutan maka akan mengurangi
evapotranspirasi yang berakibat akan sedikit atau tidak ada gangguan awan
yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dibandingkan antara citra tahun 1986 yang
banyak awannya dan tahun 1994 yang bersih dari gangguan awan.
Tanah gambut memiliki potensi lahan yang rendah, tetapi pada gambut
Ombrogen yang terdapat di Pontianak relatif tipis dan agak subur. Sehingga
dengan waktu geologi yang tidak terlalu lama jika dilakukan pengolahan yang
lebih intensif akan mempercepat kematangan lahan gambut. Hal tersebut
karena terjadinya proses pencucian unsur beracun (FeS2/Pirit/Cat Clay) terus
menerus pada saat drainase, pergantian air dari yang lama ke yang baru.
Tabel 5. Luas Sungai Bersih, Sedang dan Keruh serta Perubahannya
V. KESIMPULAN
Saran :
1. Dilakukan beberapa penelitian beberapa kasus yang terjadi di Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, misalnya berkurangnya hasil hutan akibat
pencurian, penurunan potensi hutan akibat ketidak cocokan jenis tanaman atau
lahan yang marginal, rusaknya hutan akibat kebakaran dan bencana lain, serta
berbagai masalah potensi hutan dan penyebarannya.
2. Peningkatan kualitas analisa citra disamping ditunjang oleh peningkatan kualitas
SDM (sumber daya manuasia) juga tersedianya sarana dan prasarana yang
memadai.
3. Ketepatan sinyal radiometri dapat dibantu dengan TELEMETRI sedangkan letak
koordinat lapangan dengan menggunakan GPS (Global Position System).
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T.S., 1996. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Penerbit Penebar Swadaya,
Jakarta.
Ewusie, Y.J., 1990. Pengantar Ekologi Tropika, Membicarakan alam tropika Afrika,
Asia, dan Dunia Baru. Terjemahan “Elements of Tropical Ecology”.
Penerbit ITB. Bandung.
Hardjowigeno, S., 1987. Ilmu Tanah. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Soemarsono, 1998. Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan. Seminar
CEGIS Jakarta.
Sutanto, 1994b. Penginderaan Jauh Jilid II. Gadjah Mada University Press,
Bulaksumur, Jogyakarta.
Wasrin, U.R., 1998. Potential Utilization of GIS and Remote Sensing for Early
Detection and Monitoring of Biomass Burning in Indonesia. Paper presented
in the seminar “Open Day” CEGIS, 31 Maret 1998, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 8. Prosentase Tingkat Akurasi Klasifikasi Berbantuan Citra SPOT Tahun 1994
BPK Solo i
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Lampiran 9. Prosentase Tingkat Akurasi Klasifikasi Berbantuan Citra SPOT Tahun 1986
LAND USE 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24
1. Bayangan 99,3 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Awan Tebal
2. Bayangan ◊ 99,3 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Aw. Sedang
3. Bayangan 0,71 0,68 100 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Awan Tipis
4. Lahan ◊ ◊ ◊ 99,7 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 2,23 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Basah Rumput
5. Rawa/Gam ◊ ◊ ◊ ◊ 98,7 ◊ ◊ ◊ 0,06 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,87 ◊ ◊ ◊ 0,76 ◊ ◊ ◊
but
6. Sungai ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 100 ◊ 2,28 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Bersih
7. Sungai ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 97,1 1,45 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Sedang
8. Sungai ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 2,91 96,3 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Keruh
9. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 95,3 ◊ 0,41 0,1 ◊ 5,49 ◊ ◊ 0,29 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
BPK Solo ii
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Jarang A
10. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,06 66,1 2,95 4,12 3,74 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Jarang B
11. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 6,88 90,1 3,73 0,25 0,08 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Jarang C
12. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,05 20,2 5,08 81,9 4,67 0,56 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Rapat 1
13. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 6,27 1,04 4,81 91,1 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Rapat 2
14. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 4,28 0,61 0,4 5,30 0,05 92,7 ◊ ◊ 0,87 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Rapat 3
15. Karet ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,05 ◊ 0,14 ◊ 99,0 ◊ ◊ 0,34 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Rapat
16. Karet ◊ ◊ ◊ ◊ 0,21 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 95,7 1,04 0,16 0,17 0,51 ◊ ◊ ◊ ◊
jarang
17. Semak ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,23 ◊ ◊ ◊ ◊ 1,13 ◊ 1 96,6 0,16 0,17 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Belukar
18. Tegal ◊ ◊ ◊ ◊ 0,22 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,98 1,49 0,10 97,1 06,9 6,22 ◊ ◊ ◊ ◊
19. Sawah ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 1,82 0,18 0,46 95,2 0,52 3,07 ◊ ◊ ◊
20. Alng-alang ◊ ◊ ◊ 0,26 0,87 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,81 1,55 92,7 ◊ ◊ ◊ ◊
BPK Solo iv
08122686657