Anda di halaman 1dari 72

BENY HARJADI

adbsolo@yahoo.com

DEPARTEMEN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
BALAI TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

BTPDAS
01 34.5
01 99

LAPORAN
PENERAPAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH
DAN SIG UNTUK PENGELOLAAN
SUMBER DAYA ALAM
DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN

BENY HARJADI

PROYEK PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


BALAI TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
KAWASAN BARAT INDONESIA
1999
PENERAPAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN


Oleh :
Beny Harjadi, Nining Wahyuningrum, Yusuf I.W., R. Bambang WMP.

Ringkasan :
Menurut SK Menteri Kehutanan No : 295/Kpts-II/1991 tanggal 8 Juni 1991
setiap HPH diwajibkan memiliki citra satelit, namun dalam pelaksanaan di lapangan
banyak HPH yang belum melaksanakan ketentuan dimaksud. Disamping itu apabila
HPH harus mengadakan citra satelit setiap tahun dirasakan sangat memberatkan dan
tidak menguntungkan bagi perusahaan. Begitu juga untuk Departemen sendiri belum
menyediakan tenaga Supervisi atau Pengawas untuk membantu dalam Analisa Satelit.
Berkaitan dengan pelaksanaan SK Menteri diatas maka peran BTPDAS sangat
diharapkan untuk menciptakan metode analisa citra satelit pada skala besar untuk
pengamatan yang lebih detil pada kawasan hutan. Dengan demikian perlu dilakukan
kajian tentang Penerapan Teknik Penginderaan Jauh dan Sig Untuk Pengelolaan
Sumber Daya Alam di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan. Kajian tersebut diharapkan
dapat menghasilkan suatu metode yang dapat dialihteknologikan kepada personil HPH
untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam menganalisa citra satelit. Disamping
itu juga diketahui perubahan yang terjadi selama satu dekade pada kawasan hutan dan
di luar kawasan hutan.
Perubahan penurunan besar-besaran kawasan hutan pada hutan rapat
(61,18%) akan menyebabkan total air bersih mengalami penurunan dan proses
pematangan gambut menjadi terhambat dan akan berakibat meningkatnya unsur
beracun FeS2 (Pirit/Cat Clay). Penurunan hutan dan perkebunan beralih ke
penggunaan lahan non hutan yaitu untuk tegal (5,57%), sawah (31,23%) dan alang-
alang (46,58%). Selanjutnya untuk meningkatkan potensi lahan gambut Ombrogen di
Pontianak dapat diupayakan adanya kecukupan air untuk pencucian pirit, kondisi iklim
yang baik dan penggunaan lahan serta pengolahan lahan yang intensif.
Dalam menganalisa perubahan penutupan lahan di luar kawasan hutan
maupun di dalam kawasan secara prinsip tidak terlalu berbeda. Dimana metodologi
analisa citra, klasifikasi berbantuan berdampingan dengan klasifikasi tak berbantuan,
akan dapat menurunkan daerah yang tidak terkelaskan dan akan meningkatkan
akurasi/ketepatan macam penggunaan lahan. Dalam rangka memecahkan
permasalahan hutan perlu segera dilakukan beberapa penelitian beberapa kasus yang
terjadi di Departemen Kehutanan dan Perkebunan, misalnya berkurangnya hasil hutan
akibat pencurian, penurunan potensi hutan akibat ketidakcocokan jenis tanaman atau
lahan yang marginal, rusaknya hutan akibat kebakaran dan bencana lain, serta berbagai
masalah potensi hutan dan penyebarannya. Peningkatan kualitas analisa citra
disamping ditunjang oleh peningkatan kualitas SDM (sumber daya manuasia) juga
tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Pada kegiatan survai di lapangan,
maka ketepatan sinyal radiometri dapat dibantu dengan TELEMETRI sedangkan untuk
memastikan letak koordinat lapangan dengan menggunakan GPS (Global Position
System).

KATA KUNCI : Hutan dan Non Hutan, Analisa Citra, Deteksi Perubahan,
Telemetri, GPS.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

KATA PENGANTAR

Kemajuan teknologi memaksa seluruh negara berperan aktif untuk


mempelajari dan mengadopsinya. Begitu juga dalam era globalisasi saat ini
ajang komunikasi dan informasi menghendaki ketersediaan data yang paling
baru dan cepat serta akurat dalam penyajian data.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka dengan telah selesainya
laporan tentang “Penerapan Teknik Penginderaan Jauh dan Sig untuk
Pengelolaan Sumber Daya Alam di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan” kami
ingin menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya disertai ucapan terimakasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Atasan Langsung Kegiatan, Ir. Djoko Tri Hardjanto beserta Staff
yang telah membantu pengalokasian dana dan koordinasinya,
sehingga penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya.
2. Seluruh Staf dan Karyawan BTPDAS yang telah mendukung
kelancaran penyelesaian teknis maupun non teknis sehingga kegiatan
ini dapat berjalan dengan lancar.
3. Seluruh Staf dan Karyawan Intag dan Inhutani di Jakarta, Kanwil
Kehutanan Propinsi Kalimantan Barat, BIPHUT, dan Inhutani II dan III
di Pontianak atas bantuan informasi dan tenaga pembantu lapangan
sehingga kegiatan survai dapat terlaksana dengan baik.
4. Tim yang telah menyusun dan menyelesaikan kajian ini, antara lain :
Ir. Beny Harjadi, MSc yang telah menulis laporan ini dan kegiatan
lainnya, Ir. Nining Wahyuningrum, Yusuf I.W., R.Bambang WMP
serta rekan-rekan lain yang terlibat secara langsung, baik kegiatan di
kantor maupun survai di lapangan.
5. Seluruh instansi maupun perorangan yang tidak dapat disebutkan satu
per satu, yang telah membantu secara langsung maupun tidak
langsung.

Akhirnya laporan berikut tidak terlepas dari segala kekurangannya,


sehingga saran dan kritik dalam rangka perbaikan penelitian dimasa yang akan
datang sangat kami harapkan.
Kepala Balai, Desember 1999

Ir. Chairil Anwar, MSc.


NIP. 080046642 nnn

DAFTAR ISI
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

JUDUL i
RINGKASAN ii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR GRAFIK xi
DAFTAR LAMPIRAN xii

I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B.Maksud dan Tujuan 2
C.Target dan Sasaran 2

II. TINJAUAN PUSTKA 3


A. PENGINDERAAN JAUH 3
B. SATELIT 5
B.1. Macam Satelit 5
B.2. Satelit Inderaja 7
C. CITRA SATELIT 9
C.1. Manfaat Citra Satelit 9
C.2. Keunggulan Citra Satelit 11
C.3. Perbandingan Citra Satelit dengan Foto Udara 13
C.4. Informasi Citra SPOT 16
D. CARA MEMPEROLEH CITRA SATELIT 18
D.1. Pemesanan 18
D.2. Pembacaan Katalog SPOT_IMAGE 20
E. ANALISA CITRA SATELIT 25
III. BAHAN DAN METODE 27
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

A. Deskripsi Lokasi 27
A.1. Lokasi Penelitian 27
A.2. Kondisi Fisik 28
B. Metodologi 29
B.1. Bahan dan Alat 29
B.2. Tempat dan Waktu 29
B.3. Rancangan Penelitian 29
B.4. Pengamatan dan Pengukuran 31
B.5. Analisa Data 31
C. Pembuatan Perlakuan 31
D. Kegiatan Penelitian 33
D.1. Non Teknis 33
D.1.1. Studi Literatur 33
D.1.2. Konsultasi 33
D.1.2.1. INTAG (Inventarisasi Tata Guna Hutan ) 33
D.1.2.2. INHUTANI II, JAKARTA 35
D.1.2.3. Kanwil Kehutanan dan Perkebunan 36
Kalimantan Barat
D.1.2.4. BIPHUT Kalimantan Barat 36
D.1.2.5. INHUTANI II, Kalimantan Barat 37
D.1.2.6. Sub Unit Inhutani II, Rasau Jaya 38
D.1.3. Orientasi 38
D.1.3.1. SDM (Sumber Daya Manusia) 38
D.1.3.2. Alat Transportasi Darat dan Air 39
D.1.3.3. Prasarana dan Sarana Jalan Darat serta 40
Air
D.1.4. Survay Lapangan 40
D.2. Teknis 43
D.2.1. Analisa Citra 43
D.2.2. Penggambaran Peta 43
D.2.3. Analisa Data 44
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

D.2.4. Produksi Peta 44

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 45


A. Georefrensi Citra dan Peta Topografi 45
B. Hasil Klasifikasi Hutan dan Non Hutan 46
C. Distorsi Gangguan Awan 47
D. Perubahan Hutan dan Perkebunan 48
E. Perubahan Non Hutan 49
F. Potensi Sumber Daya Alam 50

V. KESIMPULAN 51

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 53
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

DAFTAR TABEL

1. Titik Sampel Lokasi Survey di Pontianak pada Kawasan Hutan dan 40


di Luar Kawasan Hutan.

2. Luas Awan dan Bayangan Citra SPOT Tahun 1986 dan 1994 47

3. Luas Hutan dan Perkebunan serta Perubahan satu Dekade 48

4. Luas Penggunaan Lahan Non Hutan serta Perubahannya 49

5. Luas Sungai Bersih, Sedang dan Keruh serta perubahannya 50


BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

DAFTAR GAMBAR

1. Pengambilan Gambar Obyek Muka Bumi oleh Satelit, dengan 4


Sumber Cahaya Utama Sinar Matahari pada Kegiatan Penginderaan
jauh.

2. Beberapa Satelit Penginderaan Jauh untuk Beberapa Keperluan yang 6


Dipergunakan Operasional Militer dan Sipil

3. Contoh Satelit Pemantau Cuaca dan Pengamatan Sumber Daya 8


Bumi

4. Manfaat Citra Satelit bagi Departemen Kehutanan dan Perkebunan 10


(DEPHUTBUN) serta Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (BTPDAS)

5. Beberapa Keunggulan Citra Satelit Dibandingkan Alat Konvensional 12


Pemantau Muka Bumi

6. Perbandingan Karakter Antara Citra satelit dengan Foto Udara dalam 14


Analisa Perubahan Rupa Bumi

7. Kapasitas Kandungan Citra SPOT untuk Analisa Citra Satelit. 17

8. Pertimbangan Pemilihan Citra Satelit Agar Dapat Dilakukan Analisa 19

9. Konsultasi Katalog SPOT_IMAGE untuk Lokasi Pilihan 21

10. Konsultasi SPOT_IMAGE dengan Koordinat Geografi/UTM 4 Sudut 22

11. Konsultasi SPOT_IMAGE untuk Citra Satelit Mode Multiband (XS) 23


dan Pankromatik (P) Berkesinambungan

12. Konsultasi SPOT_IMAGE untuk Citra Satelit Berpasangan 24


Stereoskopis

13. Sinyal Reflektan yang Diwujudkan dari Nilai Digital Sebagai Ciri 26
Spesifik Karakter Obyek di Muka Bumi.

14. Lokasi Kajian pada Scene Citra SPOT di Pontianak dengan Informasi 27
Koordinat dan Kualitas Citra.

15. Tahapan Pelaksanaan Penyiapan Citra, Perbaikan Citra, Koreksi, 30


Klasifikasi dan Tumpangsusun dengan Foto Udara atau Peta-peta
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Lainnya.

16. Lokasi Penelitian dari Digitasi Peta Topografi sesuai dengan Scene 29
Citra SPOT.

17. Citra Satelit SPOT Tahun 1986 dan 1994 dengan 39 Titik Kontrol 32
Lapangan (GCP = Graund Control Point).

18. PT Persero Inhutani II PT Eksploitasi dan Industri Hutan II, Kantor 38


Sub Unit Rehabilitasi Hutan Teluk Air Ds Rasau Jaya.

19. Tenaga Kerja dari Jawa dan Madura, Salah Satu Tenaga yang 38
Membantu Surveyor.

20. Salah Satu Transportasi Darat dengan Menggunakan Mobil Sewaan 39


Roda Empat atau Roda Dua.

21. Transportasi Air untuk Sungai Kecil (Stream) Menggunakan 39


Kethinthing.

22. Citra Satelit dengan Georeferensi Peta Topografi Memiliki Letak 45


Koordinat yang Sama.

23. Hasil Klasifikasi Citra SPOT Tahun 1994 pada Berbagai Penutupan 46
Lahan di Kalimantan Barat.

24. Hasil Klasifikasi Citra SPOT Tahun 1986 pada Berbagai Penutupan 46
Lahan di Kalimantan Barat.

25. Diagram Alur Metode Analisa Perubahan Klasifikasi Penutupan 46


Lahan.

26. Citra Hasil Klasifikasi Berupa Awan dan Bayangan (Tipis, Sedang, 47
dan Tebal).

27. Citra Hasil Klasifikasi Pada Kawasan Hutan dan Perkebunan di 48


Pontianak.

28. Citra Hasil Klasifikasi pada Daerah Non Hutan (Semak Belukar, 49
Tegal, Sawah, Alang-alang, Kampung).

29. Perbedaan Kualitas Air Sungai dan Kuantitas Water Body selama 50
Satu Dekade.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

DAFTAR GRAFIK

1. Distorsi Gangguan Akibat Awan yang Berdampak pada Gangguan 47


Bayangan

2. 2a. Perubahan Kawasan Hutan dan Perkebunan dari tahun 1986 48


sampai Tahun 1994 di Pontianak
2b. Prosen Perubahan Kawasan Hutan dan Perkebunan dari tahun
1986 sampai Tahun 1994 di Pontianak

3. 3a. Perubahan Penggunaan Lahan Non Hutan di Pontianak selama 49


satu dekade (1986 - 1994)
3b. Prosen Perubahan Penggunaan Lahan Non Hutan di Pontianak
selama satu dekade (1986 - 1994)

4. 4a. Perubahan Kualitas Air dan Water Body Sungai Kapuas antara 50
Tahun 1986 dengan 1994.
4a. Prosen Perubahan Kualitas Air dan Water Body Sungai Kapuas
antara Tahun 1986 dengan 1994.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

DAFTAR LAMPIRAN

1. Penyebaran 97 Titik Sampel untuk Pengumpulan Data Tanah dan a


Land Use di Kalimantan Barat.

2. Lembar Karakter Citra Digital untuk SPOT Tahun 1986. b

3. Lembar Karakter Citra Digital untuk SPOT Tahun 1994. c

4. Nilai Statistik Koordinat dan Kesalahan 39 Titik GCP dengan d


Nomer yang Tidak Berurutan

5. Blanko Pengamatan Tanaman Kawasan Hutan dan Diluar e


Kawasan Hutan. dan Deskripsi Tanah.

6. Data Analisa Sidik Cepat Penetapan Nama Tanah di Lapangan. f

7. Data Penggunaan Lahan Kawasan Hutan dan di Luar Kawasan g


Hutan di Kalimantan Barat.

8. Prosentase Tingkat Akurasi Klasifikasi Berbantuan Citra SPOT h


Tahun 1994.

9. Prosentase Tingkat Akurasi Klasifikasi Berbantuan Citra SPOT i


Tahun 1986.

10. Tampilan Citra SPOT satu Scene ukuran 60 x 60 km, Kanal per j
Kanal atau Gabungan Tiga Kanal

11. ERDAS-IMAGINE dapat Dipakai Analisa Citra (RASTER) dan k


Analisa Peta (VEKTOR)

12. Data Digital Citra Satelit dapat Menampilkan Sinyal Radiometri, l


Relief, dan Topografi Permukaan.

13. Analisa Interpretasi Citra Satelit dengan Berbagai Metode : Indeks m


Vegetasi, Tekstur, Filter dan lain-lain.

14. Tampilan Tiga Dimensi Penampang Sungai Kapuas pada Skala n


Kecil sampai Besar.

15. Setiap Elemen Terkecil (Piksel/Elemen) Citra SPOT (20 m x 20 m) o


Mengandung Nilai Statistik.

16. Kontur atau Batas Masing-masing Penggunaan Lahan dari Data p


BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Citra SPOT Raster.

17. Citra Hasil Klasifikasi Tak Berbantuan pada Berbagai Penggunaan q


Lahan.

18. Hasil Klasifikasi Citra SPOT Tahun 1994 setelah Dilakukan r


Perubahan Komposisi Warna Otomatis.

19. Analisa Distorsi Citra SPOT Akibat Gangguan Awan (Tebal, s


Sedang, dan Tipis).

20. Tampilan Sinyal Radiometri untuk Berbagai Macam Awan dan t


Jenis Penggunaan Lahan

21. Penetapan Obyek Jenis Penutupan Lahan dengan Mencobakan u


Setiap Obyek Secara Bergantian.

22. Penetapan AOI (Area of Interest) sebagai Dasar Penerapan Hasil v


Klasifikasi Citra SPOT 1986 dan 1994.

23. Informasi Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi : Penggunaan Lahan, w


Komposisi Warna (Merah-Hijau-Biru), Histogram, Nilai Ketepatan,
dan lain-lain.

24. Hasil Klasifikasi Berbantuan Citra SPOT Tahun 1986 dan 1994. x

25. Data Digital Citra Satelit Antara Lain Berupa Informasi : Titik, Garis, y
Poligon, Rektangel, dan Ellips.

26. Penampilan Citra SPOT Tahun 1986 Pontianak dengan Skala z


Berurutan Meningkat 2 x Lipat.

27. Kemampuan Analisa Deteksi Obyek Muka Bumi Setiap å


Kanal/Band.

28. 28a. Luasan Perubahan Lahan dari Tahun 1986-1994 di Pontianak ä


28b. Prosen Perubahan Lahan dari Tahun 1986-1994 di Pontianak
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut SK Menteri Kehutanan No : 295/Kpts-II/1991 tanggal 8 Juni
1991 setiap HPH diwajibkan memiliki citra satelit, namun dalam pelaksanaan di
lapangan banyak HPH yang belum melaksanakan ketentuan dimaksud.
Sebagian besar perusahaan hanya membeli citra satelit dalam bentuk cetak
sehingga tidak bisa dianalisa lebih lanjut. Hal tersebut terjadi karena adanya
beberapa kendala antara lain :
a. Belum tersedianya Sumber Daya Manusia yang mampu menganalisa
citra
b. Diperlukan perangkat keras dan lunak yang relatif mahal
c. Biaya pembelian citra satelit dalam bentuk Band Magnetis sangat
mahal.
d. Belum adanya metode untuk analisa citra satelit khusus kawasan hutan
maupun non hutan
Dengan kondisi tersebut, apabila HPH harus mengadakan citra satelit
setiap tahun dirasakan sangat memberatkan dan tidak menguntungkan bagi
perusahaan. Begitu juga untuk Departemen sendiri belum menyediakan tenaga
Supervisi atau Pengawas untuk membantu dalam Analisa Satelit. Adapun
kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Departemen dalam hal ini oleh Ditjen
INTAG yaitu sudah tersedianya teknologi secara makro dengan monitoring
penutupan lahan secara nasional untuk kawasan hutan di luar Jawa setiap
tahunnya dengan menggunakan NOAA. Citra satelit NOAA memiliki cakupan
yang luas 1100 x 1400 km dengan resolusi 1 km x 1 km dengan skala sangat
kecil. Selanjutnya untuk melengkapi perubahan penggunaan lahan secara mikro
dengan resolusi yang lebih sempit dan skala yang lebih besar perlu dilakukan
dengan analisa Citra Landsat atau SPOT.
Berkaitan dengan pelaksanaan SK Menteri diatas maka peran BTPDAS
sangat diharapkan untuk menciptakan metode analisa citra satelit pada skala
besar untuk pengamatan yang lebih detil pada kawasan hutan. Dengan
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

demikian perlu dilakukan kajian tentang Penerapan Teknik Penginderaan Jauh


dan Sig Untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam di Dalam dan di Luar Kawasan
Hutan. Kajian tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu metode yang
dapat dialihteknologikan kepada personil HPH untuk meningkatkan sumber daya
manusia dalam menganalisa citra satelit.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan penelitian ini adalah :
⇒ Menganalisa perubahan penutupan lahan yang terjadi pada tahun 1986 dan
1994 untuk dua kondisi penutupan lahan yang berbeda
⇒ Mendeteksi perubahan sumber daya alam yang terjadi pada kawasan hutan
dan diluar kawasan hutan.
⇒ Mengetahui perbedaan hasil analisa klasifikasi citra satelit antara daerah
hutan dengan non hutan.

C. TARGET DAN SASARAN


Target dan sasaran hasil penelitian ini adalah :
◊ Diperoleh metode analisa citra satelit untuk melihat perubahan kondisi
sumber daya alam diluar dan didalam kawasan hutan
◊ Menemukan metode yang dapat bermanfaat bagi HPH sehingga dapat
ditindak lanjuti dengan pengalihan teknologinya
◊ Memberikan data tentang perubahan kondisi sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan HPH
Hasil yang ingin dicapai antara lain :
◊ Metode analisa citra satelit pada kawasan dan diluar kawasan hutan untuk
mendeteksi potensi sumber daya alam
◊ Hasil klasifikasi citra satelit dan aplikasi SIG untuk pemantauan sumber daya
alam dengan mengetahui : Jenis dan macam penggunaan lahan,
Penyebaran penutupan lahan, Luasan masing-masing pemanfaatan lahan,
perubahan land use tahun 1986 dan 1994, dan Potensi tanaman dan tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

A. Penginderaan Jauh
Pengertian penginderaan jauh ialah suatu teknik yang dikembangkan
untuk perolehan dan analisa informasi tentang bumi, dimana informasi tersebut
khusus berbentuk radiasi elektromaknetik yang dipantulkan atau dipancarkan
dari permukaan bumi (Lindgren, 1985).
Gambar yang diterima satelit merupakan pantulan cahaya dari sinar
matahari yang mengenai obyek muka bumi setelah dikurangi oleh sebagian sinar
dalam bentuk transmisi maupun absorbsi benda bumi atau atmosfer (Gambar 1).
Disamping itu tidak semua sinar pantulan diterima seluruhnya, tergantung dari
kekasaran atau kehalusan topografi permukaan bumi. Daerah yang relatif datar
dan halus hampir sebagian besar dipantulkan kembali, sebaliknya untuk
permukaan yang terlalu bergelombang dan kasar hampir tidak ada yang
dipantulkan.
Koreksi geometri dan radiometri selalu dilakukan sebelum analisa citra
satelit lebih lanjut, karena pada saat penangkapan gambar akan terjadi
distorsiatau gangguan karena beberapa hal antara lain :
a. Sudut datang, azimut dan zenital matahari dan juga satelit.
b. Penyimpangan sinar oleh transmisi dan absorbsi
c. Efek panoramik bumi yang luas dan bulat.
Selanjutnya citra satelit yang diperoleh secara vertikal maupun miring
sebelum dipakai oleh pengguna dilakukan prosesing dan disajikan dalam
berbagai media antara lain : CCT citra data digital, cetak kertas, film negatif dan
ada yang masih dalam bentuk bahasa mesin. Distorsi yang terjadi pada citra
satelit selain disebabkan oleh sinar yang tidak sampai ditangkap satelit juga
akibat bentuk bumi yang membulat, sehingga berakibat pada efek panoramik.
Distorsi yang pertama mengakibatkan pergeseran nilai spektral dan dapat
dibetulkan
Matahari dengan
sebagai koreksi radiometri. Distorsi yang kedua mengakibatkan
sumber
utama sinar/cahaya
pergeseran bumi dan dapat dibetulkan dengan koreksiSatelit
nilai spasial geometri.
Penangkap Sinar
Pantulan/Reflektan Obyek
„ Sudut Azimut Relatif dari Bumi
„ Sudut Zenital Relatif

„ Sudut Datang Matahari


„ Sudut Datang Pandang
„ Sudut Zenital Matahari
„ Sudut Zenital Pandang
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

B. SATELIT
B.1. Macam Satelit
Satelit penginderaan jauh (INDERAJA) selain dipakai untuk keperluan
militer juga dikembangkan dalam kegiatan sipil (Gambar 2). Satelit militer yang
dikembangkan Amerika dan Rusia ada yang berawak dan ada juga yang tak
berawak. Sebagai contoh untuk satelit berawak meliputi satelit untuk
perlombaan antariksa (VOSTOK, VOSKHOD, dan SOYUS) dan satelit stasiun
eksperimental (SALYUT). Sedangkan satelit militer tak berawak antara lain :
COSMOS, MAKUYA, METEOR.
Satelit untuk keperluan sipil barat dengan misi untuk pemantauan
sumber daya bumi dan cuaca bumi. Satelit cuaca bumi ada yang berorbit poler
Heliosinkron (TIROS, NOAA, NIMBUS) dan berorbit Geostationer (SHS,
GEOHETEOSAT, HIMAWARI). Satelit pemantau sumber daya bumi ada yang
berawak dan ada juga yang tak berawak. Satelit berawak tersebut ada yang
hanya sekedar untuk perlombaan antariksa seperti : MERCURY, GEMINI, dan
APOLLO dan ada juga yang membawa misi pemasangan stasiun eksperimen
seperti SKYLAB dan SPACE SHUTTLE.
Adapun satelit tak berawak lebih berkembang pesat yaitu untuk satelit
dengan sensor spektrum tampak di Infra Merah Dekat (IMD), sensor Termal, dan
sensor Gelombang Mikro. Satelit dengan sensor spektrum Tampak di IMD
berkembang untuk 2 generasi yaitu Generasi I (Landsat 1, 2, 3, 4) dan Generasi
II (SPOT dan Landsat D+). Sedangkan satelit tak berawak yang lain yaitu HCMM
untuk satelit sensor Termal dan SEOSAT dan ERS untuk satelit sensor
Gelombang Mikro.
Dalam pengembangan selanjutnya untuk citra satelit guna pemantauan
cuaca yang sering digunakan adalah METEOSAT dan NOAA. Sedangkan satelit
pengamat sumber daya bumi meliputi tanah, air dan penutupan lahan serta
dibawah permukaan tanah sering menggunakan satelit SPOT dan Landsat
dengan resolusi tinggi.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

SATELIT PENGINDERAAN JAUH

Satelit Amerika & Rusia Satelit Sipil Barat

Satelit Berawak Satelit Tak Berawak Satelit Sumber Satelit Cuaca


Daya Bumi
Orbit Poler Geostasioner
Perlombaan Stasiun
Antariksa Eksperimental COSMOS
MAKUYA TIROS/ SHS
Satelit Berawak Satelit Tak Berawak
METEOR NOAA GEOHETEOSAT
VOSTOK SALYUT NIMBUS HIMAWARI
VOSHKOD
SOYUS
Perlombaan Stasiun Sensor Spektrum Sensor Sensor
Antariksa Eksperimental Tampak di IMD Termal Gelombang Mikro

MERCURY SKYLAB HCMM SEOSAT


GEMINI SPACE HUTTLE ERS
APOLLO
Generasi I Generasi II

Landsat 1
SPOT
Landsat 2
LANDSAT D+
Landsat 3
Landsat 4
Gambar 2 . Beberapa Satelit Penginderaan Jauh untuk Berbagai Keperluan yang Dipergunakan Operasional Militer dan Sipil
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

B.2. Satelit Inderaja


Satelit untuk inderaja yang lebih berkembang yaitu satelit yang tak
berawak untuk tujuan pemantauan cuaca dan pengamatan sumber daya bumi.
Satelit pemantau cuaca antara lain : METEOSAT dengan orbit Geostationer
yang dikembangkan Eropa sejak tahun 1977 sampai 1984. Satelit cuaca lainnya
yaitu satelit NOAA dengan orbit Heliosinkron yang dikembangkan Amerika sejak
tahun 1978 sampai 1983.
Satelit pemantau sumber daya bumi antara lain : yang diluncurkan
Amerika sejak tahun 1972 sampai 1984 (Landsat 1, 2, 3, 4, dan 5) dan sejak
tahun 1982 sampai 1984 (Landsat 4 dan 5), sedangkan Perancis telah
meluncurkan satelit SPOT 1 sampai 4 sejak tahun 1986 hingga 1997. Masing-
masing satelit ditempatkan pada orbit bumi dengan ketinggian berbeda tetapi
masih memperhatikan gaya berat grafitasi dengan keseimbangan antara
gerakan sentripetal dengan sentrifugal terhadap bumi, sehingga akan diperoleh
skala peta yang berbeda. Disamping itu juga dapat dilihat beberapa informasi
masing-masing karakter satelit (Gambar 3) : Asal negara dan tahun pembuatan,
Orbit dan altitude, Waktu tempuh keliling bumi, Pengulangan lokasi yang sama,
Sudut pandang, Luas pandang, Luas pandang pengamatan, Jumlah band
spektral, Resolusi ukuran piksel, Skala peta dan Bidang penggunaan.
Masing-masing satelit juga memiliki ukuran piksel yang berbeda yang
berakibat resolusi yang berbeda pula. Semakin sempit ukuran piksel maka
resolusi akan semakin tinggi dan skala peta akan semakin besar. Hal tersebut
berkaitan dengan tinggi letak (altitude) satelit ditempatkan, dengan ketinggian
minimal kurang dari 600 km. Jika ketinggian letak satelit kurang dari 600 km
maka satelit tidak akan dapat mengorbit, karena jatuh ke bumi dimana tidak
diperoleh keseimbangan antara kecepatan dengan ketinggian letak satelit.
1. Eropa 1977-1984 BENY
1. USA tahun HARJADI
1978-1983
adbsolo@yahoo.com
2. Geostationer 35.800 km 2. Orbit Heliosinkron 850 km
3. Tetap/statis Meteosat 3. Keliling 16 hari
4. 30 menit sekali 4. Berulang 12 jam sekali
5. Vertikal 5. Vertikal
6. Lebar 13.000 km 6. Lebar 3.000 km
7. Kanal 3 Band 7. Kanal 5 Band
8. Resolusi/piksel 2,5-5 km NOAA 8. Resolusi/piksel 1 - 3 km
9. 1:2.000.000-1:8.000.000 9. 1:500.000-1:2.000.000
10. Meteorologi & Agroklimat 10. Agroklimat & Bioklimat

1. USA tahun 1972-1984 1. USA tahun 1982-1984


Landsat
2. Heliosinkron 700-900 km 2. Orbit Heliosinkron 700 km
1,2,3,4,5
3. Keliling 16-18 hari 3. Waktu keliling 16 hari
4. Periode ulang 16-18 hari 4. Putaran ulang 16 hari
5. Vertikal 5. Vertikal
6. Lebar liputan 180 km 6. Lebar liputan 180 km
7. Kanal 4 Band 7. Kanal 7 Band
8. Resolusi 79 x 56 m Landsat 8. Piksel 30 m & 120 m (Band 6)
9. 1:100.000-1:200.000 4-5 9. 1:100.000-1:500.000
10. Identifikasi kultur 10. Identifikasi kultur,
Kartografi Tematik
1. Perancis tahun 1986-1997 SPOT
2. Orbit Heliosinkron 632 km
1. Asal negara & Tahun pembuatan
3. Keliling 26 hari
2. Orbit dan Altitude (Ketinggian)
4. Periode ulang 26-35 hari
3. Waktu tempuh keliling Bumi
5. Vertikal dan Oblik (Miring)
4. Pengulangan lokasi yang sama
6. Lebar liputan 60 km
WAHANA 5. Sudut pandang
7. 3 Band XS & 1 Band P
6. Luas pandang pengamatan
8. 20 m XS dan 10 m P
7. Jumlah band spketral
9. 1:50.000-1:200.000 XS
8. Resolusi (Ukuran Piksel/Elemen)
1:25.000-1:100.000 P
9. Skala Peta
10. Bioklimat, Identifikasi kultur,
10. Bidang penggunaan
Kartografi tematik,
Kartografi topografi

LANDSAT 180 km
NOAA 3.000 km
METEOSAT 13.000 km
METEOSAT : Meteorologi Satelit
LANDSAT : Land satelit
NOAA : National Oceanographic and Atmospheric Administration
SPOT : Satelit Probatoire Pour l’Observation de la Terre
Geostationer : Keliling bumi secara berulang dan tetap
Heliosinkron : Keliling selaras dengan sinar matahari

Gambar 3 . Contoh Satelit Pemantau Cuaca dan Pengamatan Sumber Daya Bumi
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

C. CITRA SATELIT
C.1. Manfaat Citra Satelit
Citra satelit disamping dapat dikembangkan untuk berbagai bidang
dalam berbagai disiplin ilmu, juga dapat dikhususkan untuk pengembangan
pemantauan dalam bidang kehutanan dan perkebunan (Gambar 4). Dalam
bidang Kehutanan dan Perkebunan dapat dimanfaatkan untuk pemantauan atau
deteksi beberapa hal antara lain : Jenis pohon, Jumlah pohon, Kerapatan pohon,
Kondisi lahan, Kondisi buatan, Bonita, Luas lahan, Tata batas, Jaringan jalan,
dan Jaringan sungai. Selanjutnya jika ditambahkan alat bantu analisa dengan
foto udara dapat dikembangkan lebih lanjut untuk beberapa keperluan yaitu :
Penggunaan lahan, Pengukuran tegakan, Volume kayu, dan Tabel volume
udara.
Untuk keperluan pengelolaan DAS, citra satelit juga dapat dimanfaatkan
untuk beberapa kegiatan pengembangan DAS secara terpadu, yaitu :
Perbatasan daerah, Pengukuran kedalaman air, Study tentang drainase,
Masalah erosi, Pengendalian banjir, Survai tanah, Geografi, Geologi, Hidrologi,
Rencana pengairan, Klasifikasi lahan, Inventarisasi sumber daya lahan,
Kapasitas penampungan air, Air sungai dan pasang surut serta Pengeloaan
DAS, dll.
Disamping pengelolaan DAS citra satelit masih dimungkinkan untuk
beberapa kegiatan yang masih terkait dengan lingkup bidang kerja Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, yaitu : Agronomi, Perlindungan pantai, Ekologi,
Perlindungan kebakaran, Pengelolaan margasatwa, Rencana rekreasi, dll.
Dalam pengembangan selanjutnya citra satelit dimanfaatkan untuk
berbagai disiplin ilmu yang dipakai untuk menjawab perubahan cepat yang tidak
mungkin dilakukan dengan cara konvensional. Disamping itu juga
dikembangkan untuk mendeteksi sesuatu perubahan yang tidak kasat mata,
misalnya adanya perubahan suhu yang berpotensi pada kebakaran hutan dan
pencemaran bawah laut serta kebocoran gas bawah tanah.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

MANFAAT ANALISA CITRA SATELIT

KEHUTANAN DAN DAS DILUAR


PERKEBUNAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TANAMAN HUTAN

1. Perbatasan daerah
Citra Satelit Dibantu dengan
2. Pengukuran kedalaman air
Inderaja Foto Udara
3. Study tentang drainase
4. Masalah erosi
5. Pengendalian banjir
1. Jenis Pohon Penggunaan Pengukuran Volume Tabel Vol. 6. Survai tanah
2. Jumlah Pohon Pohon Tegakan Kayu Udara 7. Geografi
3. Kerapatan Pohon 8. Geologi
4. Kondisi Lahan 9. Hidrologi
5. Kondisi Buatan 1. Tinggi pohon 1. Tinggi tegakan 1. Stratigrafi fotografik
2. Lebar 2. Liputan tajuk 2. Stereogram 10. Rencana pengairan
6. Bonita 11. Klasifikasi lahan
7. Luas Lahan diagonal tajuk 3. Cadangan 3. Sampel plot
3. Diameter 4. Volume pohon 12. Inventarisasi Sumber daya lahan
8. Tata Batas 13. Kapasitas penampungan air
9. Jaringan Jalan setinggi dada fotografik
14. Air sungai dan pasang surut
10. Jaringan Sungai 15. Pengelolaan DAS
1. Agronomi 16. Dll
2. Perlindungan pantai
3. Ekologi
4. Perlindungan kebakaran
5. Pengelolaan margasatwa
6. Rencana rekreasi
7. dll

Gambar 4. Manfaat Citra Satelit bagi Departemen Kehutanan dan Perkebunan (DEPHUTBUN)
serta Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BTPDAS)
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

C.2. Keunggulan Citra Satelit


Keunggulan citra satelit dibandingkan dengan alat pemantau
penginderaan jauh lainnya, antara lain (Gambar 5) :
1. Gambaran obyek muka bumi yang tepat dan akurat dalam bentuk ujud dan
letak obyek.
2. Gambaran obyek tiga dimensi, sehingga nampak jelas relief topografi dan
beda tinggi yang terbentuk Peta kontur serta pengelolaan konservasi lahan.
3. Deteksi obyek tidak tampak kasat mata, dengan kanal Infra Merah Termal
dapat memantau kota malam hari, kondisi bawah tanah dan wilayah potensi
kebakaran dengan melihat beda suhu dan kanal Infra Merah Dekat untuk
analisa tanaman sakit dan bangunan tersamar pada gedung amunisi dan
kawasan militer lainnya.
4. Daerah rawan atau sulit dijangkau, antara lain : daerah rawa, hutan alam,
puncak pegunungan, lembah curam dan daerah bahaya atau wilayah musuh.
5. Daerah bencana alam, misalnya : banjir, angin ribut, gunung meletus,
kebakaran dan gempa bumi.
6. Daerah berubah secara cepat hanya dapat dipantau dengan citra satelit
untuk wilayah bukaan hutan, pemekaran kota, kualitas lingkungan, dan lahan
garapan.
Disamping itu masih banyak beberapa aspek yang sulit dipecahkan
dengan teknologi yang lain dapat dipecahkan dengan penginderaan jauh citra
satelit. Misalnya perubahan yang telah berlangsung lama, karena tidak ada data
lain dapat menggunakan citra satelit yang relatif disimpan secara baik dan selalu
orisinil. Juga perubahan yang akan ditimbulkan dengan melihat potensi yang
mungkin terjadi. Hal tersebut dapat dilakukan dari analisa geologi bawah
permukaan tanah untuk melihat tambang kekayaan bumi dan kemungkinan
terjadinya bencana alam.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

KEGUNAAN UNGGULAN
CITRA SATELIT

GAMBARAN GAMBARAN OBYEK DAERAH RAWAN DAERAH DAERAH


OBYEK OBYEK TIDAK TAMPAK ATAU SULIT BENCANA BERUBAH
MUKA BUMI TIGA DIMENSI KASAT MATA DIJANGKAU ALAM SECARA CEPAT

1. Ujud dan letak 1. Model medan Infra Merah Termal 1. Daerah Rawa 1. Banjir 1. Bukaan Hutan
2. Relatif lengkap 2. Relief lebih jelas 1. Beda suhu 2. Hutan Alam 2. Angin Ribut 2. Pemekaran Kota
3. Lebar liputan : 3. Beda tinggi : 2. Kota malam hari 3. Pegunungan 3. Gunung Meletus 3. Kualitas Lingkungan
- SPOT 60 km - Peta kontur 3. Pipa gas bawah 4. Lembah Curam 4. Kebakaran 4. Lahan Garapan
- Landsat 185 km - Lintasan jalan tanah 5. Daerah Bahaya 5. Gempa Bumi
- NOAA 3000 km - Saluran irigasi 4. Kebakaran
- Meteosat 13.000 km 4. Volume kayu tambang bawah Periode Berulang :
4. Permanen 5. Lereng : tanah 1. SPOT 26-35 hari
Infra Merah Dekat :
- Konservasi lahan 5. Air panas 2. Landsat 16 hari
1. Tanaman sakit
- Lahan terlantar industri 3. NOAA 12 jam
2. Bangunan samaran
4. Meteosat 30 menit
- Gudang amunisi
- Pangkalan udara

Gambar 5. Beberapa Keunggulan Citra Satelit Dibandingkan Alat Konvensional Pemantau Muka Bumi Lainnya
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

C.3. Perbandingan Citra Satelit dengan Foto Udara


Beberapa keunggulan citra satelit dibandingkan dengan foto udara antara
lain (Gambar 6) :
1) Data selalu tersedia baru untuk periode ulang antara 15 sampai 30 hari
2) Seluruh muka bumi selalu dipantau untuk satelit orbit Heliosinkron.
3) Pembelian dapat dilakukan secara mudah dengan melihat katalog atau indeks
peta.
4) Semua wilayah dapat diperoleh data citra secara mudah dan sederhana
5) Media penyimpanan dalam bentuk data digital dengan media CD-ROM, Band
Magnetik, dan Kaset sehingga dijamin data selalu orisinil dan tidak mudah
rusak serta mudah dalam penyimpanan.
6) Analisa citra dilakukan secara obyektif akan dapat dikontrol data statistik untuk
perolehan hasil klasifikasi dari uji ketelitian dan ketepatan.
7) Tampilan citra dapat dirubah dalam berbagai warna, kontras dan kecerahan
serta dapat ditampilkan dengan kombinasi beberapa kanal atau satu kanal per
kanal.
8) Informasi piksel mencerminkan nilai reflektan yang mencirikan setiap sinar
pantulan obyek yang tertangkap satelit.
9) Pengamatan dapat dilakukan secara visual satu citra atau secara stereoskopis
dua citra berpasangan atau dengan menggunakan komputer.
10) Relatif murah, untuk satuan liputan dengan luasan beberapa kilometer dapat
ditampung kedalam satu CD-ROM.
11) Cheking lapangan hanya dilakukan pada daerah-daerah yang bervariasi dan
dimungkinkan untuk dijangkau, tanpa harus mendatangi semua lokasi.
12) Informasi perubahan dan kecenderungannya dapat dianalisa secara cepat dan
akurat, apalagi jika sudah ada kunci sampel radiometri untuk obyek penutupan
lahan tertentu.
13) Hasil keluaran berupa peta raster dengan informasi lengkap dan penampilan
sesuai dengan keadaan lapangan sebelumnya.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

FOTO UDARA PARAMETER CITRA SATELIT

Jarang tersedia, periode Selalu tersedia setiap periode


pengambilan ulang lebih dari KETERSEDIAAN berulang 15 - 30 hari
10 tahun

Daerah tertentu yang WILAYAH Seluruh muka bumi termasuk


potensial, strategis, CAKUPAN Indonesia
bermasalah & prioritas

Tidak dapat dibeli, hanya hak PROSEDUR Dapat dibeli secara mudah
pakai peminjaman PEMBELIAN berdasarkan katalog/indeks

Sulit dan kadang tidak tersedia PROSEDUR Mudah dan semua wilayah
untuk lokasi tertentu PEROLEHAN dapat diperoleh secara
sederhana

Cetak kertas, sulit disimpan Bentuk digital, sehingga


dan warna tampilan MEDIA mudah disimpan & selalu
berubah/pudar REKAMAN orisinil

Subyektif tergantung dari Obyektif karena dapat di


kesehatan, kemampuan dan ANALISA kontrol dari data statistik
pengalaman interpreter dengan tingkat ketelitian serta
ketepatan klasifikasi

Tidak dapat di manipulasi Tampilan dapat dirubah dalam


kembali dan sudah tercetak MANIPULASI berbagai warna & dapat
dalam bentuk cetak gambar yang ditampilkan per satuan kanal/
Sudah jadi kombinasi lebih dari satu
kanal

Gambar 6. Perbandingan Karakter Antar Citra Satelit dengan Foto Udara dalam Analisa
Perubahan Rupa Bumi
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Lanjutan Gambar 6 ................................

FOTO UDARA PARAMETER CITRA SATELIT

Hanya menunjukkan Mencerminkan nilai reflektan


degradasi warna tanpa ada INFORMASI yang mencirikan setiap obyek
informasi nilai digital PIKSEL/ELEMEN yang tertangkap oleh satelit

Visual saja dengan alat bantu Visual dengan mata dan


stereoskop atau alat pembesar PENGAMATAN analisa dengan komputer
dengan mata biasa

Relatif murah, untuk satuan


Relatif mahal, karena untuk
HARGA luas beberapa kilometer dapat
luasan yang sama diperlukan
disimpan dalam satu CD-
beberapa lembar foto udara
ROM

Diambil beberapa sampel


Diambil banyak sampel dan CHEKING variatif, dan tidak perlu
harus mendatangi daerah yang LAPANGAN mendatangi semua, khususnya
sulit sekalipun daerah yang sulit dijangkau
(lembah, rawa, kepundan,..)

Lama diperoleh karena Dapat diperoleh secara cepat


INFORMASI
ketersediaan dan hasilnya dan akurat, apalagi jika sudah
PERUBAHAN
dapat bervariasi tergantung memiliki kunci-kunci sampel
interpreter yang lebih bersifat nilai radiometri
subyektif

Peta raster hasil klasifikasi


Peta vektor dari hasil digitasi
HASIL dengan informasi lengkap
dengan informasi pada setiap
KELUARAN berupa satuan peta dan peta
satuan peta atau satuan lahan
orientasi serta gambaran
umum kenampakan muka
bumi
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

C.4. Informasi Citra SPOT


Citra satelit yang dikeluarkan dari SPOT_IMAGE di TOULOUSE Perancis
dalam bentuk data digital dapat diperoleh dalam berbagai media antara lain : CD-
ROM (Compact Disk Read Only Memory), Band Magnetik, dan Kaset. Masing-
masing media tersebut menyajikan citra SPOT dengan mode P
(Pankromatik/Hitam Putih) dan XS (Multispektral/Multiband/Berwarna) untuk
beberapa level yaitu 1A, 2A, 1B, 2B, S1, S2. Selanjutnya untuk menganalisa
dapat dikerjakan dengan komputer PC, Macintosh atau Unix Station, dll dengan
berbagai Soft Ware yang tersedia antara lain : Erdas, Erdas-Imagine, Multiscope,
Idrisi, Ilwis, Alliance, Terra Vue, dll (Gambar 7).
Sebelum dilakukan koreksi dan analisa lebih lanjut dapat diawali dengan
perbaikan penampilan dengan merubah kontras, kecerahan, dan warna.
Selanjutnya dalam menganalisa dapat dilakukan kanal per kanal atau kombinasi
dua atau ketiga kanal sekaligus. Masing-masing kanal memiliki kepekaan
pemantauan yang berbeda, misalnya kanal_1 sangat baik untuk analisa air,
kanal_2 lebih jelas untuk memantau vegetasi, dan kanal_3 lebih baik untuk deteksi
tanah. masing-masing kanal maupun kombinasi beberapa kanal mengandung
informasi spasial (Geometri) dan Spektral (Radiometri) dan Statistik sebelum dan
setelah analisa citra satelit.
Keakuratan data spasial dapat dikontrol dari data lapangan yang diperoleh
dengan alat penentu koordinat dengan GPS (Global Position System). Sedangkan
data spektral setiap obyek di muka bumi dapat dikontrol dari alat penangkap
pemantulan cahaya dengan TELEMETRI.
Perolehan data spektral (Radiometri) dan spasial (Geometri) dapat dilihat
hasil statistik berupa data : nilai radiometri, modifikasi akhir, maximum, minimum,
rerata, median, dan mode.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
DATA DIGITAL
CITRA SPOT
Level 1A, 1B, 2A, 2B, S1, S2 ISO 9660 STANDART
FILE/SUB_DIR :
Mode P (Pankromatik)
Vold_nn.Dat
Mode XS (Multispektral)
Lead_nn. Dat
Imag_nn.Dat
Trai_nn.Dat
SOFT WARE : Null_nn.Dat
Erdas Kapasitas = 540 MB
CD-ROM BAND MAGNETIK KASET
Erdas-Imagine
Multi Scope
Idrisi PC, Macintosh,
Ilwis SUN (Unix Station)
Allianz DEC (VMS)
Satu Skene
Terra Vue dll.
dll. Citra
Satelit PERBAIKAN
TAMPILAN :
Kontras
Kecerahan
Band 1 : XS1 : Warna
Kanal Biru (0,50-0,59µm)
Band 2 : XS2 :
Kanal Hijau (0,61-0,68µ m)

Band 3 : XS 3 :
Kanal Merah (0,79-0,89 µm)

KOMBINASI DUA ATAU


SATU KANAL :
TIGA KANAL :
XS1. Air
C2. NDVI (Indeks Vegetasi)
XS2. Tanaman
C3. Klasifikasi
XS3. Tanah

Info Total/Jamak/Keseluruhan Info Elemen/Tunggal/Piksel


Ukuran satu skene 60 km x 60 km Resolusi 20 m x 20 m

STATISTIK : GEOMETRI : RADIOMETRI : GEOMETRI RADIOMETRI


Nilai Radiometri Koordinat : Nilai Reflektan
Modifikasi Akhir „ UTM Normalisasi
Maximum „ Lambert NDVI Koordinat Nilai Digital
Minimum „ dll Model Analisa
Rerata Transformasi Oper. Matematik
Median GCP dll GPS TELEMETRI
Titik Koordinat Alat Ukur Radiometri
Mode dll

Gambar 7. Kapasitas Kandungan Citra SPOT untuk Analisa Citra Satelit


BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

D. CARA MEMPEROLEH CITRA SATELIT


D.1. Pemesanan
◊ Untuk memperoleh citra satelit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara gratis
dan membeli pada agen penjualan resmi. Citra satelit dapat diperoleh secara gratis
untuk citra NOAA yang memiliki orbit Heliosinkron untuk pemantauan perubahan
cuaca, gangguan awan, dan kabut untuk wilayah sangat luas. Citra NOAA yang
pengambilan gambarnya diperoleh 6 jam sampai 12 jam sekali pada berbagai stasiun
di Indonesia tersebar di beberapa lokasi antara lain : Palembang (Dephut-FFCP-EU),
Jakarta-Pekayon (LAPAN), Jakarta-Kwitang (BMG), Jakarta-Thamrin (BPPT), Bogor
(Dephut-FFPMP-JICA), Samarinda (Dephut-IFFM-GTZ), Palangkaraya (Dephut), Biak
(LAPAN). Salah satunya melalui INTERNET e-mail :
www. Kaltim.net.com/iffm
http : Smd.mega.net.id/iffm
Adapun untuk citra SPOT dan Landsat harus dibeli pada agen tunggal yaitu PT. Bhumi
Prasaja untuk Citra SPOT dan LAPAN untuk pembelian citra Landsat. Sebelum
membeli perlu melihat dulu katalog atau indeks peta untuk memastikan lokasi yang
dipilih memiliki kualitas gambar baik dan paling sedikit gangguan (Gambar 8).
Sebelum membeli perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kwalitas Peta, apakah E (Excellent/Sempurna), G (Good/Baik), P (Poor/Jelek)
dan D (Degraded/Terendah).
2. Gangguan/Distorsi, apakah ada gangguan awan sedikit (A. < 10%), sedang (B.
10-25%) dan banyak (C.>25%) serta gangguan salju sedikit (1. < 10%), sedang
(10-25%) dan banyak (C. >25%).
3. Penampilan gambar lokasi keseluruhan tampak baik dan dimungkinkan dapat
dianalisa lebih lanjut.
Selanjutnya transaksi dapat diterima jika semua persyaratan terpenuhi, yaitu citra
dalam keadaan baik dan kualitas terbaik serta distorsi yang terendah. Jika syarat
tersebut tidak terpenuhi maka sebaiknya kembali pada pemilihan lokasi yang baru.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

KOORDINAT
LOKASI YANG
DIINGINKAN

AGEN PENJUALAN
INTERNET
ATAU INSTANSI

NOAA
LAPAN PT. BHUMI PRASAJA

KATALOG KATALOG Tanpa Gangguan


LANDSAT SPOT IMAGE Sedikit Gangguan

MEMPERTIMBANGKAN Banyak Gangguan

Pesanan Khusus
KWALITAS CITRA GANGGUAN/DISTORSI

E : Excellent (Sempurna) AWAN : SALJU :


G : Good (Baik) A : < 10 % 0 : < 10%
P : Poor (Jelek) B : 10 - 25 % 1 : 10 - 25 %
D : Degraded (Rendah) C : > 25% 2 : > 25%
* : Tidak ada info * : Tidak ada info

MEMUTUSKAN MEMBELI

Dasar Pertimbangan : Informasi Citra Digital :


1. Gambaran Lokasi 1. Scene_nn (01 ≤ n ≤ 99) MENCOBA
2. Kwalitas Baik 2. Scene_ID
3. Gangguan Sedikit 3. N_Track Value (1≤ n ≤ 9)
4. Kode Produksi
5. Kode Eksplanasi BAIK TIDAK

Scene_ID : SKKKJJJMMDDSSIX YA
S : Nomer Satelit
KKKJJJ: Kolom dan Jalur TRANSAKSI
YYMMDD : Jam, Menit, Detik DITERIMA
I : HRV-1
X : Multispektral/Multiband
Gambar 8. Petimbangan Pemilihan Citra Satelit Agar Dapat Dilakukan Analisa
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

D.2. Pembacaan Katalog SPOT_IMAGE


Pembacaan Katalog SPOT_IMAGE yang dikeluarkan dari TOULOUSE
Perancis perlu diketahui sebelum memesan sebuah citra dengan lokasi tertentu
dan sesudah transaksi pembelian citra dilakukan untuk informasi pendamping
tentang karakteristik citra yang telah dimiliki (Gambar 9 - 12). Hal tersebut
mengingat setiap citra memiliki karakter yang berbeda dan akan berdampak pada
kegiatan lanjutannya yaitu dalam hal analisa citra satelit yang diawali beberapa
koreksi dan diakhiri dengan kegiatan klasifikasi citra satelit. Informasi yang perlu
diketahui dari katalog citra SPOT, antara lain :
1. Satelit SPOT (1, 2, 3, 4) - Mn
2. Titik Lokasi K (Kolom) dan J (Jalur) - GRS (K, J)
3. Nomer Identifikasi Skene - NID
4. Mode Spektral - MS
5. Konfigurasi HRV - C
6. Sudut Pengambilan Gambar - ANGLE_PV
7. Penutupan Salju - CN
8. Kualitas Teknik - QT
9. Tanggal Pengambilan Gambar - DAT_PV
10. Perbedaan Pusat Skene - Dkm/GRS
11. Koordinat Pusat Skene - CENTRE
12. Koordinat Empat Sudut - COIN_NW/COIN_SW/COIN_NE/COIN_SE
13. Orientasi dan Sudut Datang - ORIEN/INCID
14. Azimut dan Site Matahari - AZIM/SITE
15. Nilai Keterkaitan Antar Kanal - GAINS
16. Jam Pengambilan Gambar - HEURE_pv
17. Nomer revolusi - NOREV
18. Alat yang dipakai - HRV
19. Kualitas Teknik Detil - QTD
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Gambar 9. Konsultasi Katalog SPOT-IMAGE untuk Lokasi Pilihan

Konfigurasi HRV :
Satelit Nomer Identifikasi D : Double mode P dan X
S1 atau SPOT-1 Skene T : Twin. kembar alat pemantau
Sudut pengambilan gambar terhadap
arah pandang Barat (W=West) dan
Titik Kolom (k) dan Mode Spektral :
Timur (E=East)
Jalur (J) X = Multibande (Berwarna)
7 Barat & 19o Timur
o
k = 027 & J = 251 P = Panchromatique (Hitam Putih)
VERTIKAL/Tegak lurus bumi

Mn GRS (K,J) NID MS C ANGLE-PV CN QT DAT-PV Coord.Geo.Centr Dkm


S1 025251 0054942 X D 000.7 W 0000 E 980421 N0485649 E 18
G W0043832
S1 026251 0444457 X T 019.0 E 0000 E 980328 N0485649 W 10
S W0041355
S1 027251 0069584 X T VERTICAL 0000 G 980728 N0485649 E 01
U W0035436
S1 027253 0151285 X - 016.6 E 0100 E 980317 N0475941 W 00
H W0041920

Perbedaan pusat skene terhadap


Penutupan Salju : utara dari GRS (La Grille de
0. < 10 % Référence SPOT)
1. 10 - 25 %
2. > 25 % Koordinat UTM pada skene
0 1
Kualitas Teknik :
Tanggal pengambilan gambar
E. Excellent (Sempurna)
0 21 April 1998
0 G. Good (Baik)
P. Poor (Jelek)
D. Degraded (Terendah)
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Gambar 10. Konsultasi SPOT-IMAGE dengan Koordinat Geografi/UTM 4 Sudut


Kualitas Teknik Detil :
E. Excellent (Sempurna) D D 1 0
Nilai keterkaitan yang digunakan
G. Good (Baik) 5 - Pankromatik
P. Poor (Jelek) 565 - Multispektral (XS1, XS2, XS3) D D 0 0
D. Degraded (Terendah)
0. < 10% = A
Jam pengambilan gambar Kwalitas Teknik Penutupan Awan
1. 10-25% = B
2. > 25% = C Jam 15 : 23 Menit : 52 Detik

B A
Mn GRS (K,J) NID MS C ANGLE-PV CN QT DAT-PV
QTD GAINS HEURE-PV NOREV HRV A A
COIN-NW COIN-NE CENTRE
COIN-SW COIN-SE Dkm/GRS
ORIEN/INCID AZIM/SITE
S1 648-374 0003615 P D 011.2 W 0000 D 99/03/25 Alat yang dipakai :
T 1. HRV-1
D-1000 5-565 152352 R173 2 2. HRV-2
S0114235/W0770944 S0114759/W0763543 S0120111/W0765621
S0121420/W0771718 S0121945/W0764313 E15
+019/-12.7 +084.0/+061.0

Orientasi dari skene + 19o Nomer Revolusi Azimut +84o dan


Sudut datang -12,7o R173 Site Matahari 61o
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Gambar 11. Konsultasi SPOT-IMAGE untuk Citra Satelit Mode Multiband (XS) dan Pankromatik (P) Berkesinambungan

Mode Spektral
Les Modèles Numériques Couverture Nuageuse Coordonnées Géographiques
P : Panchromatique
Model Data Digital Penutupan salju du Centre de scéne
XS : Multibande
Koordinat Geografik
La Grille de Référence SPOT Qualité Technique dari pusat skene
Configuration des HRV
Grid-grid Referensi SPOT Kualitas Teknik
Konfigurasi HRV
Numéro d’identification Date de Prise de Vue Décalage du centre
Angle Prise de Vue
Nomer identifikasi Tanggal pengambilan gambar Perbedaan dari pusat
Sudut pengambilan gambar

Mn GRS (K,J) NID MS C ANGLE-PV CN QT DAT-PV Coord.Geo.Centr Dkm


S1 648374 0003615 P D 011.2 W 0000 D 990317 S0120111 E 15
T W0765621
S1 648374 0003623 X D 011.2 W 0000 D 990317 S0120111 E 14
T W0765656

Kesamaan pengambilan gambar


Kesamaan lokasi untuk
17 Maret 1999
K (kolom) dan J (jalur)
K = 648
Kesamaan sudut pengambilan gambar
J = 374
11,2o arah barat (W=West)

Satu skene P (Pankromatik/Hitam Putih)


Satu skene XS (Multispektral/Multiband/Berwarna)
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Gambar 12. Konsultasi SPOT-IMAGE untuk Citra Satelit Berpasangan Stereoskopis

Mn GRS (K,J) NID MS C ANGLE-PV CN QT DAT-PV Coord.Geo.Centr Dkm


S1 063280 0013067 X - 015.4 E 0000 E 970421 N0345337 E 01
V E0084456
S1 063280 0013518 P D 019.0 W 0000 E 970328 N0345337 E 03
D E0084645
S1 063280 0084035 X T VERTICAL 0000 E 970728 N0345337 E 01
E E0084510
S1 063280 0144900 P T 023.2 W 0000 E 970826 N0345337 E 17
G E0085554

Kesamaan titik K (kolom) Sudut pengambilan gambar Tanggal pengambilan


dan J (jalur) Vertikal dan 23,2o arah barat gambar berdekatan
K = 063 28 Juli 1997
J = 280 Mode Spektral 26 Agustus 1997
X : Multibande/Multispektral
P : Panchromatique
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

E. ANALISA CITRA SATELIT


Setiap citra satelit multispektral selalu terdiri dari beberapa kanal dengan
kepekaan penangkapan sinar yang berbeda, sehingga berakibat pada
perbedaan nilai digital untuk setiap band/kanal. Untuk citra SPOT yang terdiri
dari 3 kanal yaitu biru, hijau dan merah akan memiliki histogram warna yang
berbeda pula. Ketiga dasar warna tersebut dapat dilakukan manipulasi
histogram warna atau kombinasi dua atau tiga kanal sekaligus. Dimana
perubahan warna tersebut tidak akan merubah nilai digital sebagai penciri nilai
radiometri setiap obyek dimuka bumi (Gambar 13).
Analisa citra satelit didasari bahwa setiap piksel mengandung informasi
spektral yang mencirikan nilai radiometri dan spasial yang menandai koordinat
letak pada nilai radiometri. Disamping itu, nilai spektral dan spasial dapat
dilakukan manipulasi dan perhitungan operasi matimatik sehingga diperoleh nilai
statistik yang baru.
Nilai radiometri tersebut menunjukkan ciri spesifik obyek di muka bumi
yang dapat ditampilkan histogram reflektan untuk tiga kanal sekaligus atau
kombinasi dua kanal.
Nilai geometri dapat memberikan informasi tentang :
1. Titik koordinat, absis (Xi) dan Ordinat (Yi)
2. Garis linier dengan informasi relief topografi dan panjang garis
3. Garis poligon dengan informasi perimetri dan luas poligon
4. Gambaran tiga dimensi sehingga tampak jelas kontur dan relief.

BPK Solo i
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com
Σ Kolom = 3365

Citra Liputan Penelitian


Σ Garis = 3001 dipotong dari Skene
citra SPOT Multispektral
ukuran 60 km x 60 km

Σ Piksel = ΣKolom x Σ Garis


Nilai Digital
Biru Citra Liputan Kanal Biru
234 235 236 237 238 239

235 35 35 99 99 99 9
Kanal Hijau

236 35 35 35 99 99 9
Hijau
237 35 36 36 99 102
Kanal Merah

238 35 36 99 102 102

Merah
B (Xi, Yi)
HISTOGRAM WARNA
Piksel/Elemen
Koreksi Tampilan :
„ Kontras
„ Kecerahan
„ Warna
99 99
20 cm Piksel Piksel

M (Xi, Yi)

Titik Koordinat Xi,Yi


XS1 Xi : Absis
Dua Kanal
Histogram Radiometri Yi : Ordinat
Tiga Kanal
Garis Linier :
„ Relief Topografi
XS3 „ Panjang Garis
XS3
Garis Poligon :
„ Perimeter
XS1 XS2 XS3 „ Luas Poligon
XS2
„ Setiap Obyek dicirikan oleh
XS2 Gambaran Tiga Dimensi
sinyal Reflektan yang berbeda
„ Kontur
„ Nilai digital merupakan sinar
„ Relief
pantulan yang ditangkap satelit
XS1
Gambar 13. Sinyal Reflektan yang Diwujudkan dari Nilai Digital Sebagai Ciri
BPK Solo Spesifik Karakter Obyek di Muka Bumi ii
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

III. BAHAN DAN METODE

A. Deskripsi Lokasi

A.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di daerah kawasan hutan produksi alam Kalimantan


Barat. Seperti pada Gambar 14 dapat dilihat titik koordinat sudut dan titik pusat
yang diperoleh dari CD-Rom dengan luas cakupan lahan 60 km x 60 km.
Selanjutnya untuk analisa citra di Pontianak tersebut diambil daerah yang
mewakili untuk kawasan hutan dan di luar kawasan hutan.
Setelah dilakukan beberapa koreksi akibat distorsi gangguan pada saat
pengambilan gambar dari satelit, maka ditentukan daerah liputan yang terletak di
sepanjang sungai Kapuas, yakni pada titik koordinat UTM antara X= 319.000, Y
= 10000000 dan X = 333000, Y 9989000. Sedangkan untuk koordinat yang
sama untuk citra tahun 1986 yaitu (X=1054.1826, Y=1530.5209) dan
(X=1845.4765, Y=2073.6801) serta citra tahun 1994 (X=260.5718, Y=1734.0624)
dan (X=1020.0101, Y=2239.2578).
Secara administrasi daerah penelitian di Pontianak dibatasi oleh batas
alam yaitu : sebelah barat oleh laut Cina Selatan dan laut Natuna, disebelah
selatan dibatasi oleh sungai Ambawang, sebelah timur oleh Desa Tayun, serta
sebelah utara gunung Jehanang

BPK Solo iii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

A.2. Kondisi Fisik

Menurut Schmidt dan Ferguson iklim di Kalimantan Barat termasuk tipe


iklim A. Sedangkan menurut sistem Koppen termasuk Af yaitu iklim tropika
basah. Rata-rata curah hujan berkisar antara 1500 - 2000 mm per tahun dengan
bulan hujan 6 bulan antara bulan November sampai Maret dan bulan kering
antara April sampai Oktober dari data Stasiun Meteorologi.
Tanah gambut Ombrogen di Pontianak yang termasuk wilayah survai
memiliki formasi geologi dari batuan beku dan bahan aluvial. Untuk batuan
aluvial akan membentuk tanah Organosol Glei Humus di daerah hulu dan Aluvial
di daerah hilir. Sedangkan batuan beku (intrusi) akan membentuk tanah
Podsolik Merah Kuning pada daerah kawasan hutan.
Topografi datar dengan kelerengan kurang dari 4 % dalam kategori kelas
lereng ‘A’, dan hanya sedikit daerah dengan topografi berombak dengan
kelerengan tidak lebih dari kelas lereng ‘B’. Tanah di Pontianak didominasi oleh
Organosol Glei Humus yang termasuk tanah gambut atau dengan nama tanah
sistem USDA Histosols pada berbagai tingkat kematangan yaitu fibrik, hemik,
dan saprik. Disamping itu juga pada Glei Humus didapatkan Inceptisols pada
daerah yang agak jauh dari aliran sungai, dan hanya sedikit sekali Entisols dan
Ultisols. Untuk Entisols terdapat pada daerah muara sungai yang mengandung
banyak endapan baru, sedangkan Ultisols terdapat pada daerah kawasan hutan
(Poerwowidodo, 1992).
Penggunaan lahan di Kalimantan Barat terdiri dari : Hutan, Perkebunan
Karet, Sawah dan Semak belukar. Sumber daya hutan terdiri dari : hutan
produksi, hutan lindung, hutan konversi (h.gambut, h.resapan air, dan h.bakau),
hutan produksi konversi, hutan taman nasional, hutan suaka alam, hutan taman
wisata alam, dan suaka alam laut.

BPK Solo iv
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

B. Metodologi

B.1. Bahan dan Alat


Bahan dan Alat untuk mengetahui potensi hutan produksi dengan
penerapan Sistim Informasi Geografi (SIG) dan analisa Citra Satelit yang
diperlukan pada penelitian berikut adalah : Citra satelit, Foto udara, Peta
topografi, Peta tematik, ARC-INFO dan Erdas-Imagine Versi 8.2., Komputer,
Printer warna. Tahapan penyiapan citra sampai pada perbaikan, koreksi,
analisa, dan klasifikasi citra ditampilkan pada Gambar 15.

B.2. Tempat dan Waktu


Lokasi penelitian di daerah kawasan hutan produksi alam Kalimantan
Barat, yaitu terletak antara 109o00’-109o45’ BT dan 00o15’ LU - 00o30’ LS. Satu
scene data digital citra SPOT dapat tercover oleh 9 Peta Topografi skala 1 :
25.000. Lokasi tersebut meliputi wilayah : Jungkat, Berima, Sebangki, Sungai
Kakap, Pontianak, Sungai Landak, Teluk Pakedai, Kubu dan Terentang (Gambar
16).

B.3. Rancangan Penelitian


Tahapan pelaksanaan: c Analisa citra satelit dengan metode klasifikasi
penutupan lahan baik klasifikasi berbantuan maupun tak berbantuan. d Aplikasi
sistem informasi geografi sebagai pendukung data grafis dan angka, dalam
bentuk kompilasi data, analisa data, penyajian peta, dan revisi peta.
Jumlah sampel lapangan tergantung dari jenis tanaman, banyaknya
satuan peta atau anak peta dari peta kehutanan. Ketepatan survai dalam
penetapan titik sampel dapat dibantu dari hasil perolehan klasifikasi tak
berbantuan. Hasil klasifikasi tersebut dapat diketahui jumlah macam tanaman
hutan dan lokasi penyebarannya serta informasi koordinat masing-masing titik
sampel. Dengan bantuan alat GPS (Global Position System) dapat dicari titik
koordinat tersebut di lapangan secara tepat.

BPK Solo v
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Penetapan Citra Satelit untuk lokasi yang


Indeks
diharapkan sesuai dengan informasi dan
Peta Bumi
ketersediaan data, berupa :
1. Titik koordinat UTM pada keempat sudut dan sentral
2. Bebas gangguan awan dan salju
3. Waktu dan tanggal pengambilan

Koreksi gangguan Band dan Garis,


Citra
setelah dilakukan pemilihan Citra
Pilihan
Satelit terbaik yaitu yang paling sedikit
adanya gangguan/distorsi

Pemotongan Citra sesuai lokasi


CITRA yang dipilih atau diharapkan

Penajaman Citra Satelit :


PENAJAMAN
1. FILTER
CITRA
2. KONTRAS

Koreksi Gangguan :
KOREKSI
1. Koreksi Geometri
GANGGUAN
2. Koreksi radiometri

Klasifikasi Tak Klasifikasi


Berbantuan Berbantuan

TIDAK
< 80% Akurasi/ VEKTOR
Keakuratan
> 80 % YA RASTER
> 80%
1. Citra
2. Foto Udara
3. Peta-peta

Gambar
BPK Solo 15. Tahapan Pelaksanaan Penyiapan Citra, Perbaikan Citra, Koreksi, Klasifikasi
vi dan
08122686657 Tumpangsusun dengan Foto Udara atau Peta-peta Lainnya.
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

B.4. Pengamatan dan Pengukuran

Pengamatan lapangan berupa pengumpulan data biofisik dan


geomorfologi lokasi dengan mencatat beberapa parameter antara lain fosiografi,
bentuk lahan, dan lain-lain. Selanjutnya pengumpulan data lapangan meliputi
bebagai sifat fisik tanah dan kondisi sekitarnya.
Survai yang dilakukan seharusnya meliputi beberapa tahapan kegiatan
dari orientasi, pelaksanaan survai, dan recheking lapangan. Namun karena
keterbatasan dana survai hanya dilakukan sekali tanpa orientasi maupun
recheking.

B.5. Analisa Data

Analisa data tanah dilakukan langsung di lapangan, dengan melakukan


sidik cepat penetapan nama tanah di lokasi (Lampiran 1). Pengamatan
lapangan untuk melihat berbagai jenis penutupan lahan diambil pada 97 titik
sampel yang menyebar dan mewakili kondisi seluruh lokasi liputan. Data
penutupan lahan nantinya sangat membantu dalam menetapkan klasifikasi citra
berbantuan.
Analisa citra satelit dan penerapan SIG (Sistem Informasi Geografi)
dilakukan dengan berbagai macam soft-ware antara lain :
◊ Analisa citra : Erdas-Imagine versi 8.2.
◊ Analisa Spektral : Grafik Excell
◊ Analisa GIS : Arc-Info
◊ Tampilan Peta : Arc-View, Power Point, Corel Draw.

C. Pembuatan Perlakuan

Perlakuan dengan membandingkan dua citra dari dua tahun pengambilan


gambar yang berbeda yaitu antara citra SPOT tahun 1986 dan citra tahun 1994
(Lampiran 2 dan 3). Pembandingan dua citra dimaksudkan untuk melihat

BPK Solo vii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

kecenderungan perubahan penutupan lahan selama kurun waktu 8 tahun atau


lebih kurang satu dekade.
Sebelum pembandingan tersebut dilakukan perlu dibuat perlakuan
sebagai berikut :
1. memotong citra liputan dengan menetapkan empat titik koordinat.
2. penggambaran peta topografi sebagai acuan titik-titik kontrol dan
koordinat atau juga dapat ditambahkan dari data GPS.
3. pembandingan antara citra tahun 1986 dengan citra tahun 1994 serta
antara citra dengan peta topografi untuk penetapan resampling yang
diawali dengan pemilihan beberapa titik kontrol (> 20 titik) dan dilakukan
transformasi (Gambar 17 dan Lampiran 4).
4. jika kedudukan citra dan peta sudah sama secara georeferensi, maka
selanjutnya baru dapat diperbandingkan.
langkah-langkah dua perbandingan dua perubahan keadaan :
mengasumsikan bahwa kedua citra dalam keadaan dan kedudukan sama
secara spektral dan spasial dengan membuat persamaan :
X2 = aX1 + b
dimana : X2 : citra tahun 1986
X1 : citra tahun 1994
a dan b : konstanta
Sehingga akan didapatkan masing-masing nilai rerata ( r ) dan sebaran
(σ) spektral baru. Setelah pembandingan dilakukan klasifikasi citra dengan
klasifikasi tak berbantuan dan berbantuan untuk melihat penyebaran dan
perubahan penggunaan lahan selama kurun waktu tertentu.

BPK Solo viii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

D. Kegiatan Penelitian

Kegiatan penelitian dibagi menjadi dua komponen yaitu kegiatan non


teknis dan teknis. Kegiatan non teknis meliputi : studi literatur, konsultasi,
orientasi, dan survai lapangan. Sebaliknya untuk kegiatan teknis mencakup
antara lain : analisa citra, penggambaran peta, survai, analisa data, dan produksi
peta.
D.1. Non Teknis :

D.1.1. Studi Literatur

Studi literatur dimaksudkan untuk membuka wawasan yang masih relevan


dengan penelitian yang sedang dikerjakan dan menyambungkan antara
penelitian sebelumnya dan kelanjutannya agar saling berkesinambungan. Hal
tersebut bertujuan jangan sampai nampak ada kekosongan atau tidak terkait
dengan hasil penelitian yang lain. Hasil studi literatur tersebut dimasukan
kedalam tinjauan pustaka dan sebagian untuk memperkuat argumentasi didalam
pembahasan. Selanjutnya dari hasil kegiatan yang diperoleh dapat diketahui
oleh pengguna dan dapat ditarik kesimpulan sebagai penelitian baru atau
menyambung kegiatan sebelumnya yang sudah ada.

D.1.2. Konsultasi

D.1.2.1. INTAG (Inventarisasi Tata Guna Hutan)

Kegiatan yang dilakukan Intag meliputi pemantauan penutupan lahan dan


penggunaan lahan dengan menggunakan Citra Satelit atau Foto Udara. Dengan
skala kegiatan tingkat nasional meliputi seluruh kepulauan di luar Jawa yang
dipantau minimal setiap 2 tahun sekali. Citra Satelit yang digunakan biasanya
berupa Citra Landsat dan kadang menggunakan juga citra NOAA untuk kasus-
kasus tertentu, misalnya bencana kekeringan atau kebakaran yang
menyebabkan tanaman hutan punah dan dampak yang ditimbulkan oleh asap.

BPK Solo ix
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Urutan kegiatan pembuatan berbagai peta tematik meliputi tiga tahapan


besar yaitu :
1. DIAS : Digital Initialisasi Analisis System
Dengan menggunakan citra Landsat atau NOAA untuk pemantauan
penutupan lahan baik di luar maupun di dalam kawasan hutan. Data tersebut
ada dalam bentuk Digitel Magnetis atau sudah dalam bentuk Print Paper.
2. GIS : Geografic Information System
Data dari DIAS dibatasi setiap kenampakan penutupan lahan dan
selanjutnya dilakukan digitasi untuk memasukkan data grafis.
3. FDS : Field Data System
Memasukkan data base dari data yang diperoleh dari lapangan pada
setiap lokasi sampel seluas 20 x 20 km yang telah ditandai secara permanen
pada titik sentral. Setiap sampel terdiri lebih kurang 9 titik dan kemudian
dilakukan pengamatan dengan mengisi blangko Tally Sheet yang telah
disediakan.
4. Keluaran hasil berupa Peta Tematik untuk masing-masing propinsi
meliputi tema untuk :
• Tata Guna Hutan Kesepakatan
• Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan
• Persebaran Volume di Hutan Dataran Rendah pada Fungsi Hutan Produksi
(Jenis Komersial, Diameter > 50 cm)
• Persebaran Volume di Hutan Dataran Rendah pada Fungsi Hutan Produksi
Terbatas (Jenis Komersial, Diameter > 60 cm)
• Persebaran Volume di Hutan Rawa pada Fungsi Hutan Produksi (Jenis
Komersial, Diameter > 40 cm)
• Hak Pengusahaan Hutan
• Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
• Pelepasan Areal Hutan untuk Budidaya Pertanian
• Pelepasan Areal Hutan untuk Pembinaan Transmigrasi
• Sistem Lahan

BPK Solo x
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Data tersebut diatas dilengkapi dengan Buku Laporan untuk masing-


masing Propinsi yang dimaksudkan sebagai sumber Informasi tentang kawasan
hutan di Luar Jawa. Selanjutnya bagi para pengguna baik untuk tujuan
komersial maupun non komersial dapat memesan buku laporan berikut petanya.
Saran untuk BTPDAS Solo sebaiknya dalam pembuatan judul kegiatan
tidak usah terlalu komplek dan global yang menyangkut semua aspek, lebih baik
bersifat spesifik, misalnya yang terkait dengan analisa citra satelit :
Potensi sumber daya hutan
Optimisasi pemantauan penutupan lahan
Metode koreksi Radiometri pada kawasan hutan
Pelaksanaan koreksi Geometri untuk akurasi peta hutan

D.1.2.2. INHUTANI II, JAKARTA

Pertemuan yang direncanakan dengan Direktur Utama (Ir.Mochamad


Said) Inhutani II untuk wilayah Kalimantan Barat hanya diterima oleh Sekretaris
yaitu Ibu LELY dengan kegiatan antara lain :
Menyerahkan laporan progresif kegiatan analisa citra satelit kawasan
hutan untuk dua tahun pengamatan berbeda (1986 dan 1994) untuk tahun
anggaran 1997/1998.
Menyerahkan RPTP atau Proposal rencana kegiatan untuk tahun
anggaran 1998/1999, yang merupakan kegiatan lanjutan untuk lokasi yang sama
yaitu untuk pengamatan penutupan lahan di luar dan di dalam kawasan hutan.
Disarankan untuk konsultasi sebaiknya dilakukan lewat telepon terlebih
dahulu dengan menemui langsung Bapak SUNARNO dengan nomer telepon :
021-5737094/5737095.

BPK Solo xi
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

D.1.2.3. Kanwil Kehutanan dan Perkebunan Kalimantan Barat

Beralamat di Jl Ahmad Yani No 121 telp (0561) 36240/36223


Pontianak. Rencana ingin menghadap Bapak Kakanwil Ir OESMAN Y, MSc
tetapi karena beliau sedang rapat, maka disarankan untuk menghadap Kepala
Bidang RRL. Dari RRL kami diarahkan untuk menemui Bp Ir SUBROTO yang
menjabat Kepala Bidang PTGH (Pengukuhan dan Tata Guna Hutan). Namun
karena keterbatasan data dan tidak adanya peta penutupan lahan maka
disarankan untuk bertemu langsung ke kantor BIPHUT (Balai Informasi dan
Pemetaan Hutan) yang bersebelahan kantornya dengan Kanwil Kehutanan dan
Perkebunan.

D.1.2.4. BIPHUT Kalimantan Barat

Diantar oleh Kepala Bidang PTGH kami menghadap kepala BIPHUT Bp


SARNO. Selanjutnya Tim Survey BTPDAS menyampaikan beberapa hal antara
lain :
Hasil survey yang telah dilakukan tahun lalu (1997) dari kegiatan cheking
lapangan, Pengambilan sampel tanah, Analisa tanah dan Analisa Citra Satelit
pada kawasan hutan dan sekitarnya.
Menyerahkan buku laporan kegiatan tahun anggaran 1997/1998 ke
BIPHUT yang sebenarnya sudah pernah dikirimkan dari BTPDAS ternyata belum
diterima.
Dari hasil pembicaraan, laporan hasil analisa penutupan lahan sebaiknya
dapat dikirim ke beberapa instansi yang terkait di Pontianak, antara lain :
- Kanwil Kehutanan dan Perkebunan Kalimantan Barat
- BIPHUT Kalimantan Barat
- BAPEDA Tingkat I
- Dinas Pertanian
- Dinas Perkebunan
- Kantor Unit Inhutani II dan III

BPK Solo xii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

BIPHUT dan Kanwil Kehutanan Kalimantan Barat menyambut baik hasil


laporan Analisa Citra Satelit dan Aplikasi SIG, disarankan hasil akhir nantinya
dapat disebarluaskan untuk menginformasikan kondisi hutan yang sebenarnya di
Kalimantan Barat.
Dari BIPHUT memberikan bantuan tenaga surveyor Ir. Sopar Sirait untuk
membantu mendampingi tim Survey BTPDAS selama dilapangan.

D.1.2.5. INHUTANI II, Kalimantan Barat

Kantor unit yang beralamat di Jl Abdul Rahman Saleh No 35 baru


ditempati, sebelumnya kantor tersebut beralamat di Jl Abdul Rahman Saleh No 2
Pontianak. Konsultasi dengan Kepala Unit Ir. TOTOK SURIPTO, bahwa pada
prinsipnya tidak berkeberatan untuk membantu tenaga kerja surveyor dan
menunjukkan kawasan hutan yang masuk pada wilayah kemitraan dengan
beberapa Perseroan Terbatas/PT antara lain :
- PT. Persada Kawi
- PT. Kayu Papa Enterprises
- PT. Kalimantan Sari
- PT. Humanggang Sawmill
- PT. Munsim
- PT. Manawati
- PT. Gelora Dayak Besari
- PT. Gelora Agung Raya
- PT. Melarit
- PT. Tri Eka Sari
Selanjutnya dari Inhutani II dibantu satu orang tenaga Surveyor
(FACHRUDIN) yang menguasai lokasi pada kawasan hutan bagian timur
disamping itu juga yang bersangkutan menguasai pemetaan (GIS - ArcInfo)

BPK Solo xiii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

D.1.2.6. Sub Unit Inhutani II, Rasau Jaya

Merupakan PT eksploitasi dari industri hutan II yang beralamat di Jl


Jenderal Sudirman No 1 Rasau Jaya (Gambar 18). Kepala Sub Unit Inhutani I
adalah Ir. JOHN SAPULETTE memberikan bantuan tenaga surveyor AGUS
ANDREAS yang bertanggung jawab untuk lokasi hutan yang bermitra kerja
dengan PT Sari Kencana, PT Daya Tani Kalimantan Barat, PT Maya Warna
Persada pada wilayah kerja Gelora Dayak Besar, Munsim dan Kalimantan Sari.
Disamping itu yang bersangkutan dapat menunjukkan lokasi persemaian dan
kebun pemangkasan Teluk Kelapuk yang merupakan wilayah ujung paling timur
dari lokasi penelitian BTPDAS Surakarta.

D.1.3. ORIENTASI

Sebelum orientasi, dilakukan inventarisasi/penjajagan tentang :


1. SDM (Sumber Daya Manusia)
2. Alat transportasi darat dan air
Prasarana dan sarana jalan darat dan air.

D.1.3.1. SDM (Sumber Daya Manusia)

Selama survey diperlukan beberapa tenaga dengan spesifikasi khusus


yaitu dari tenaga ahli sampai tenaga kasar (Gambar 19), yang tergabung dalam
satu tim surveyor sebagai berikut :
Peneliti : Kemampuan menetapkan titik sampel, titik lokasi, analisa data dan
lain-lain
Teknisi : Melakukan pengukuran, pengamatan dan pembacaan peta untuk
memastikan lokasi di lapangan
Pengantar : Tenaga kantor setempat yang menguasai wilayah atau ketua adat
yang dapat menunjukkan beberapa lokasi yang sulit dijangkau
sekalipun
Perintis : Pembuat jalan rintisan untuk mendapatkan rute baru agar diperoleh
terobosan jalan yang terpendek untuk mencapai lokasi

BPK Solo xiv


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Pekerja : Terdiri dari beberapa kuli kasar untuk menggali profil atau
melakukan pemboran tanah atau bahan gambut untuk penetapan
sifat fisik tanah di lapangan
Pembantu : Diperlukan untuk membantu perbekalan, peralatan survey dan
seorang yang ahli dalam segala bidang yaitu yang menguasai budaya
setempat
Pelengkap : Tenaga untuk membantu mendirikan tenda base camp, masak,
cuci, jaga dan lain-lain.

D.1.3.2. Alat Transportasi Darat dan Air

a. Transportasi Darat (Gambar 20)


- Kendaraan roda empat : Pada daerah yang dilewati jalan aspal
atau Jalan makadam yang masih mungkin dijangkau dengan mobil
pada lokasi non hutan (Kijang KB 1221 AH)
- Kendaraan roda dua : Pada lokasi masuk yang tidak mungkin lagi
dijangkau kendaraan roda empat yaitu jalan ke pedesaan atau
perkebunan karet bekas lokasi hutan (KB 3811 AG dan KB 2750 AF)

b. Transportasi air (Gambar 21)


- Speed boat PK besar : Untuk melintasi sungai besar Kapuas dan
Ambawang dengan kecepatan tinggi (PK 85, 100 km/jam)
- Speed boat PK kecil : Untuk menyusuri sungai kecil dengan kecepatan
rendah (PK 15, 25 km/jam)
- Klothok : Untuk menyeberangi sungai besar dari satu desa ke desa
yang ada di seberangnya

BPK Solo xv
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

D.1.3.3. Prasarana dan Sarana Jalan Darat serta Air


a. Jalan darat
Hanya sebagian kecil (<20%) Kondisi jalan sudah beraspal selebihnya
masih merupakan jalan tanah yang lunak, licin, berlubang serta selalu tergenang
air gambut oleh luapan sungai besar di kanan-kiri jalan
b. Jalan air
Sebagian melalui sungai besar (Kapuas dan Ambawang) yang
memanjang dari Pontianak sampai ke kawasan hutan pada hulu Sungai, serta
cabang-cabang sungai yang tidak terlalu lebar.

D.1.4. Survey Lapangan


Survey lapangan dalam rangka kajian penerapan teknik
penginderaan jauh dan GIS di Pontianak dilakukan dengan mengamati beberapa
parameter antara lain :
a. Kondisi penutupan lahan
b. Kondisi sifat fisik tanah
Contoh blanko terlampir untuk analisa pengamatan pada lokasi hutan dan
diluar kawasan hutan (Lampiran 5). Dari hasil survey selama 10 hari efektif
dilapangan diperoleh 97 titik sampel (Tabel 1).
Tabel 1. Titik Sampel Lokasi Survey di Pontianak pada Kawasan Hutan
dan diluar Kawasan Hutan
NO NAMA LOKASI PENGGUNAAN TANAMAN POKOK
LAHAN
1 S. Kapuas Kecil-Terentang Hutan Rawa Kumpai, Karet
2 S. Kapuas Hutan Rawa Palawan, Kempas
3 S. Ambawang-Terentang Hutan Rawa Karet
4 Permata Dua Hutan Rawa Rambutan, Kelapa
5 Permata Satu Hutan Rawa Karet
6 Pulau Bengah Timur Perkebunan Karet, Sagu
7 Pulau Bengah Barat Hutan Rawa Sagu
8 Muara Terentang Hutan Rawa Rambutan,Nangka, Pisang
9 R.M Suka Hanting Hutan Rawa Karet
10 Tanjung Bayur Hutan Rawa Karet
11 Pondok Tengah Perkebunan Sagu, Kelapa
12 Kampung Towadi Perkebunan Jeruk
13 Parit Baru Sawah Padi
14 Rejosari (Kampung Jawa) HPK, Hutan Rawa Tanah Terbuka

BPK Solo xvi


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

15 Bintang Mas HPK, Hutan Rawa Hutan rusak Meranti


16 S. Punggur Besar Pertanian Kelapa
17 Bintang Mas Tiga HPK, Hutan Rawa Singkong, Akasia, Nangka
18 Kumpai Kecil HPK, Hutan Rawa Tanah Terbuka
19 Adang HPK, Hutan Rawa Sengon Laut
20 Sungai Adang HPK, Hutan Rawa Padi GogoRancah
21 Parit kunyit/ S. Ambawang Perkebunan Karet, Pepaya
22 Tanjung Hulu/ P. Hanyut Perkebunan Karet, Kopi
23 Tanjung Hilir Perkampungan Bekas Karet/untuk Sawah
24 Dalam Bugis Perkampungan Bekas Tebang Karet
25 Parit Naim Perkebunan Karet
26 Sungai Melayu Perkebunan Karet, Bekas Tebangan
27 Berima/Parit Naim Perkebunan Pepaya campur sampah
28 Parit Wan Salim Perkebunan Lidah Buaya
29 Wajuk Hilir Perkebunan Kelapa
30 Teluk Salam Perkebunan Padi GogoRancah
31 Parit Tonggak Bekas Tebangan Semak-semak
32 Sungai Simpang Kiri Perkebunan Jagung,Padi Tengah Karet
33 Kuala Dua Sawah Padi Gogo, Kedelai
34 Teluk Kumpai Pekarangan Sagu, Durian, Jambu
35 Kembang Kacang Perkebunan Coklat, Sengon, Karet
36 Kumpai Besar Perkebunan Alang-alang, Pakis, Leban
37 Ambangah Sawah Sawah
38 Teluk Pakedai Perkebunan Kelapa, Sagu
39 Parit Taman Sawah Padi
40 Sungai Pulau Perkebunan Karet
41 Sungai Bamban Barat Perkampungan Rambutan,Nangka, Pisang
42 Sei Slamet HPK, Sawah, Htn Rawa Padi
43 Pematang Mas Perkebunan Karet
44 Sei Garam Perkebunan Karet
45 Sungai Rasau Perkebunan Karet
46 Sungai Punggur Besar Perkebunan Karet
47 Tanjung Olak-olak Perkebunan Karet
48 Sungai Jongkong Perkebunan Karet
49 Sungai Pinang Luar Pekarangan/Pertanian Nangka,Rambutan, Pisang
50 Arus Deras Pertanian/Sawah Padi
51 Sungai Kubu Perkebunan/Pertanian Padi GogoRancah
52 Kampung Baru Pertanian/Sawah Padi GogoRancah
53 Sungai Nipah Perkebunan/Pertanian Tanah Kosong
54 Olak-olak Sawah/Perkebunan Padi
55 Kubu Sawah/Perkebunan Padi
56 Sungai Tarus Sawah Padi
57 Sungai Terentang Hulu Hutan Rawa/Sawah Padi
58 Kampung Pukim Besar Perkebunan/Pemukiman Rambutan, Kelapa, Pisang
59 Parit Bujur Perkebunan Karet
60 Parit Sari Medan Hutan Rawa/Sawah Padi

BPK Solo xvii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

61 Segedong Perkebunan Kelapa


62 Parit Lahar Hutan Rawa/Sawah Padi
63 Pulau Gedong Iman Hutan Rawa/Sawah Padi
64 Teluk Peniti Pertanian Karet
65 Peniti Luar Perkebunan Kelapa, Nangka, Pisang
66 Parit Berebat/Sungai Nipah Perkebunan Kelapa, Sagu
67 Parit Bilal Saat Perkebunan Kelapa
68 Parit Kebayan Perkebunan Kelapa
69 Batu Layang Perkebunan Kelapa
70 Sungai Putet Hutan Rawa/Sawah Padi
71 Sungai Melayu HP/ Perkebunan Karet
72 Sungai Melayu Hulu Perkebunan Karet
73 Sungai Tempayan Pkb/ Rawa/Mangrove Kelapa, Sagu
74 Hulu Pkb/ Rawa/Mangrove Kelapa, Sagu
75 Sungai Mandor Perkebunan Karet
76 Sungai Mandor Hulu Hutan Rawa Sagu
77 Tarap Hutan Mangrove Sagu
78 Sungai Ambawang Pkb / Hutan Rawa Kelapa, Sagu
79 Korek Pemukiman Rambutan, Jambu, Pisang
80 Puguk Dalam Perkebunan Sagu, Kelapa
81 Sungai Bengkareng Sawah/Perkebunan Padi
82 Perepat Htn Rawa/Pemukiman Rambutan,Akasia,
Nangka
83 Bengkorek Perkebunan Sagu
84 Tanjung Pasir Perkebunan Sagu
85 Rantau Panjang Perkebunan Sagu
86 Kawah Sambih Perkebunan Kelapa, Sagu
87 Sungai Sambe Perkebunan Kelapa
88 Ratak Mojo Perkebunan Kelapa, Sagu
89 Sungai Taku Perkebunan Karet
90 Danau Bentole Perkebunan Karet
91 Sungai Landak Hulu Perkebunan/Sawah Padi
92 Sungai Layang Perkebunan Karet, Sagu
93 Pal Sembilan Perkebunan Kelapa
94 Sawah Besar Lahan Tidak Produktif Kelapa
95 Punggur Kecil Lahan Tidak Produktif Padi
96 Sungai Kering Lahan Tidak Produktif Karet
97 Sungai Remas Hutan Rawa Karet

BPK Solo xviii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

D.2. Teknis

D.2.1. Analisa Citra

Analisa citra menggunakan citra SPOT dari dua tahun pengambilan yang
berbeda yaitu tahun 1986 dan tahun 1994. Pembandingan citra dilakukan kanal
per kanal atau tiga kanal sekaligus. Analisa menggunakan soft-ware ERDAS-
IMAGINE versi 8.2. dengan citra SPOT multispektral yang terdiri dari 3 kanal
yaitu kanal biru (XS1), kanal hijau (XS2) dan kanal merah (XS3).
Pembandingan kedua citra tersebut diawali dengan beberapa koreksi
sesuai perlakuan citra level 1 B yaitu dilakukan koreksi geometri dan radiometri.
Koreksi geometri dimaksudkan untuk membuat kedudukan georeferensi dari
hasil resampling, agar sama secara spasial. Sedangkan koreksi radiometri untuk
menghilangkan efek gangguan awan dan mendudukan citra sama secara
spektral. Setelah dilakukan beberapa koreksi tersebut baru diperbandingkan dan
dapat dilakukan klasifikasi.

D.2.2. Penggambaran Peta

Pengggambaran peta yang utama adalah peta topografi untuk


menetapkan titik-titik koordinat dan titik kontrol sebagai acuan dalam koreksi
geometri. Disamping itu untuk lebih tepat letak lokasi dengan kondisi terbaru
dapat ditempuh dengan data GPS (Global Position System) dari satelit yang
ditetapkan di lapangan.
Selanjutnya untuk mengetahui potensi yang lain disamping mengetahui
jalur transportasi jalan dan pola drainase serta kerapatan alur sungai dapat
dilakukan juga penggambaran vektor untuk peta yang lain, misalnya : peta
penggunaan lahan, peta geologi, peta tanah, dll. Penggambaran vektor
dilakukan dengan digitasi peta ARC-INFO, selanjutnya dieksport ke ERDAS-
IMAGINE.

BPK Solo xix


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

D.2.3. Analisa Data

Data yang di analisa berupa data sampel tanah dari lapangan dan analisa
citra satelit dari data digital CD-ROM. Hasil analisa nama tanah dengan sidik
cepat yaitu dengan mengumpulan data fisik tanah meliputi : permeabilitas,
tekstur, struktur, warna, konsistensi dan lain-lain (Lampiran 6). Disamping itu
juga didukung oleh data pentupan lahan (Lampiran 7).
Informasi yang diperlukan analisa citra satelit dalam rangka
membandingkan citra tahun 1986 dan 1994 :
•kondisi citra (ada gangguan atau tidak)
•kualitas citra (sempurna, baik, jelek, rendah)
•keberadaan data penunjang (data peta, lapangan, dll)
•ketersediaan alat
•keberadaan sumber daya manusia.
Data keluaran dari analisa citra, meliputi kegiatan : penetapan lokasi,
koreksi geometri, koreksi radiometri, pembandingan citra, dan klasifikasi citra.

D.2.4. Produksi Peta

Peta yang dihasilkan berupa hasil citra selama proses penganalisaan dan
peta lainnya dalam bentuk vektor dan raster. Hasil peta akhir yang diutamakan
adalah citra penutupan lahan dengan informasi penyebaran luasan dan tingkat
keakuratan hasil.

BPK Solo xx
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Georeferensi Citra dan Peta Topografi

Setelah citra satelit dilakukan perbaikan tampilan berupa kontras,


kecerahan dan warna selanjutnya ditentukan daerah liputan yang akan dianalisa.
Pada titik-titik utama (base mark) dipilih untuk diperbandingkan dengan peta
topografi hasil digitasi. Berdasarkan pada peta acuan tersebut, maka ditetapkan
beberapa titik kontrol lapangan (Graund Control Point) minimal sebanyak 20 titik
yang menyebar dan terlokalisir serta tingkat kesalahan kurang dari 40 %.
Dari penetapan georeferensi citra didapatkan hasil titik kontrol lapangan
sebanyak 39 Titik, dengan tingkat kesalahan 0.10. Disamping itu juga diperoleh
hasil transformasi dengan pergeseran koordinat sebagai berikut :
X’ = 0,986 X + 0,006 Y + 808,121
Y’ = - 0,005 X + 1,008 Y - 184,074
Selanjutnya dilakukan resampling untuk mendapatkan citra satelit yang
sudah dalam bentuk georeferensi (Gambar 22). Citra yang diperoleh dari hasil
prosesi sampai pada kegiatan analisa perubahan penutupan lahan disajikan
pada Lampiran 10 - 27.
Dari pergeseran setiap piksel antara citra tahun 1986 dengan tahun 1994
untuk masing-masing koordinat sesuai dengan rumus diatas dengan
menimbulkan koordinat baru (X’, Y’), maka akan diperoleh georeferensi citra
baru. Selanjutnya untuk masing-masing koordinat (X,Y) terdapat kesalahan
dengan RMS Error sebesar 0,078 dan 0,072. Sehingga total kesalahan untuk
seluruh piksel pada setiap koordinat diperoleh nilai 0,106. Sehingga nilai
kesalahan tersebut cukup akurat karena nilainya kurang dari 40%.

BPK Solo xxi


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

B. Hasil Klasifikasi Hutan dan Non Hutan

Hasil klasifikasi hutan dan non hutan citra SPOT tahun 1994 diperoleh
>80% yaitu cukup memenuhi syarat, yang selanjutnya dapat diterapkan pada
citra hasil klasifikasi berbantuan (Gambar 23). Hasil optimal dicapai pada
klasifikasi untuk Kampung yaitu 100%, sebaliknya kurang memenuhi syarat pada
penggunaan lahan semak belukar sebesar 71,29% (Lampiran 8). Kerancuan
semak belukar tersebut terkontaminasi oleh penggunaan lahan yang lain
berturut-turut karet rapat (13,32%), Alang-alang (0,33%), dan Hutan Jarang C
(0,05%).
Hasil klasifikasi citra SPOT tahun 1986 diperoleh secara sempurna
(100%) untuk beberapa penggunaan lahan, antara lain : sungai bersih, bayangan
awan tipis dan awan tipis (Lampiran 9). Dimana secara keseluruhan hasil
klasifikasi berbantuan untuk citra tahun 1986 memenuhi syarat (> 80%) kecuali
pada klasifikasi penutupan lahan hutan jarang B sebesar 66,06 %. Hal tersebut
karena adanya kerancuan masuknya beberapa jenis penutupan lahan, yaitu :
hutan rapat 1 (20,18%), hutan jarang C (6,88%), hutan rapat 2 (6,27%) dan karet
rapat (0,61%). Citra hasil klasifikasi berbantuan dapat dilihat pada Gambar 24.
Sebelum melakukan klasifikasi berbantuan dilakukan beberapa urutan
kegiatan tahap demi tahap yang harus dilaksanakan (Gambar 25). Selanjutnya
tahapan tersebut dapat dipakai sebagai metode analisa citra satelit untuk
penyelesaian kasus yang sama, khususnya dalam menetapkan beberapa
macam penutupan lahan dan penyebarannya serta perubahan luasan yang
terjadi. Sedangkan untuk uji jenis dan potensi hutan perlu dicobakan dengan
metode yang lain, yang lebih spesifik dan lebih detil.

BPK Solo xxii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

C. Distorsi Gangguan Awan

Distorsi citra yang disebabkan oleh gangguan awan akan menyebabkan


gangguan tambahan yaitu adanya bayangan awan. Sehingga gangguan yang
muncul pada citra tidak hanya awan tapi juga bayangan yang menyertai baik itu
berupa awan tebal, sedang maupun tipis (Grafik 1 dan Gambar 26). Dimana
setipis apapun ketebalan awan berakibat tidak dapat dianalisa atau dideteksi
penampakkan obyek dibawahnya. Dengan demikian hal-hal yang dapat
dilakukan pada analisa citra yang terdapat awan dapat dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut :
a. mengabaikan awan yaitu hanya menganalisa obyek-obyek diluar awan
dan membatasi dengan AOI (Area Of Interest).
b. menganalisa bayangan citra yang tidak ada awannya dengan
perbandingan proporsional untuk setiap penutupan lahan juga berada
di daerah yang berawan.
c. mengasumsikan bahwa daerah berawan terjadi pada lokasi hutan atau
perkebunan dengan kerapatan yang rapat akan memproduksi awan
dari hasil evapotranspirasi relatif tinggi, sehingga daerah berawan
dimasukkan kedalam hutan rapat.
Dari hasil klasifikasi berbantuan dan tak berbantuan diperoleh bahwa
awan dan bayangan dibagi menjadi tiga yaitu tipis, sedang dan tebal (Tabel 2).

Tabel 2. Luas Awan dan Bayangan Citra SPOT tahun 1986 dan 1994

DISTORSI/GANGGUAN LUAS (Piksel) SPOT 1986 PERUBAHAN


AWAN DAN BAYANGAN 1986 1994 Hektar Persen (%)
Awan Tipis 50.374 0 2.014,96 -100
Awan Sedang 108.475 0 4.339,00 -100
Awan Tebal 36.072 0 1.442,88 -100
Bayangan Awan Tipis 114.591 0 4.583,64 -100
Bayangan Awan Sedang 7.301 0 292,04 -100
Bayangan Awan Tebal 31.436 0 1.257,44 -100
2
Catatan : Ukuran satu piksel = 20 m x 20 m = 400 m

D. Perubahan Hutan dan Perkebunan

BPK Solo xxiii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Pada penetapan penutupan lahan untuk kawasan hutan dan perkebunan


belum sampai dilakukan uji jenis, karena hal tersebut perlu studi tersendiri yang
lebih spesifik dengan fokus pengamatan lebih detil pada salah satu jenis
penutupan lahan saja. Sedangkan pada penelitian ini baru membedakan bahwa
hutan dapat dibedakan adanya 6 macam suksesi hutan dan 2 jenis suksesi
kebun karet. Disamping itu untuk kebun dengan luasan sempit dimasukkan
kedalam tegalan, misalnya untuk kebun pepaya, pisang dan kelapa sawit.
Suksesi hutan meliputi hutan jarang A, B, dan C dan hutan rapat 1, 2, dan
3 (Tabel 3). Selanjutnya untuk kebun karet hanya dibedakan menjadi karet rapat
dan jarang. Hasil analisa klasifikasi berbantuan diperoleh kesimpulan,
kebanyakan hutan mengalami penurunan berturut-turut masing-masing hutan
jarang A, B, dan hutan rapat 2, 3 adalah 4,98%; 6,86%; 14,72%; dan 25,01 %.
Sebagian besar dari tanaman hutan tersebut beralih fungsi menjadi tanaman
sawah dan alang-alang adalah 31,33% dan 46,58% (Grafik 2 dan Gambar 27).
Selanjutnya untuk kebun karet terjadi penurunan besar-besaran pada
karet rapat 31,45% dan beralih ke karet jarang dengan peningkatan sampai
6,45%. Total hutan jarang menurun dari 22.335,12 hektar menjadi 21.198,68
hektar, begitu juga hutan rapat menurun dari 34.424,08 hektar menjadi
30.310,72 hektar.

Tabel 3. Luas Hutan dan Perkebunan serta Perubahan Satu Dekade


PENGGUNAAN LAHAN LUAS (Hektar) PERUBAHAN LUAS
Land Use 1986 1994 Hektar Persen (%)
Hutan Jarang A 4.654,76 3.028,16 -1.626.6 -4,98
Hutan Jarang B 8.782,64 6.541,96 -2.240.68 -6,86
Hutan Jarang C 8.897.72 11.628,56 +2.730,84 +8,36
Hutan Rapat 1 11.995.16 12.140,20 +145,04 +0,44
Hutan Rapat 2 9.244,52 4.434,36 -4.810,16 -14,72
Hutan Rapat 3 13.184,40 5.008,88 -8.175.52 -25,01
Karet Rapat 16.966.64 6.686,16 -10.280,48 -31,45
Karet Jarang 6.361,88 8.469,6 +2.107,72 +6,45

BPK Solo xxiv


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

E. Perubahan Non Hutan

Penutupan lahan di luar hutan dan perkebunan meliputi Tegal, Sawah,


Kampung, Semak Belukar dan Alang-alang (Gambar 28). Penurunan terjadi
pada semak belukar dan kampung yaitu masing-masing sebesar 1.419,40 hektar
dan 3.8525,52 hektar. Sedangkan prosentase penurunan penutupan lahan
tersebut berurutan adalah 4,34% dan 11,70% (Grafik 3). Disini kampung
tampak menurun hal ini kemungkinan terjadi kerancuan dengan penggunaan
lahan pekarangan yang masuk ke tegal, semak dan alang-alang.
Penambahan luasan lahan meliputi Tegal, Sawah dan Alang-alang
masing-masing sebesar 5,57 %, 31,33 %, 46,58 %. Prosentase penambahan
tersebut akibat berkurangnya luas hutan secara drastis selama satu dekade yaitu
dari tahun 1986 sampai 1994 (Tabel 4).

Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Non Hutan serta Perubahannya

PENGGUNAAN LAHAN LUAS (Hektar) PERUBAHAN LUAS


Land Use 1986 1994 Hektar Persen (%)
Semak Belukar 21.259,88 19.840,48 -1.419.4 -4,34
Tegal 12.551,72 14.373,40 +1.812,68 +5,57
Sawah 7.635,84 17.876,48 +10.240,64 +31,33
Alang-alang 1.328,32 16.553,36 +15.225,04 +46,58
Kampung 10.754,56 6.929,04 -32.683,72 -11,70

BPK Solo xxv


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

F. Potensi Sumber Daya Alam

Potensi sumber daya alam meliputi air, vegetasi, dan tanah. Dari hasil
klasifikasi citra satelit resolusi tinggi diperoleh bahwa sungai bersih terjadi
penurunan sebesar 0,93 % (Tabel 5 dan Grafik 4). Sebaliknya sungai sedang
dan keruh mengalami peningkatan volume water body sebesar 0,42% dan
0,84%. Masing-masing berurutan luasan peningkatan dan penurunan tersebut
dari sungai bersih, sedang dan keruh sebesar -305,36; +136,64; dan +276,12
hektar (Gambar 29). Sedangkan grafik perubahan penggunaan lahan secara
keseluruhan dari tahun 1986 sampai 1994 disajikan pada Lampiran 28.
Penurunan vegetasi hutan berakibat pada kualitas air dan volume water
body sungai yang menurun. Seperti halnya pada sungai bersih yang mengalami
penurunan, dengan menurunnya vegetasi hutan maka akan mengurangi
evapotranspirasi yang berakibat akan sedikit atau tidak ada gangguan awan
yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dibandingkan antara citra tahun 1986 yang
banyak awannya dan tahun 1994 yang bersih dari gangguan awan.
Tanah gambut memiliki potensi lahan yang rendah, tetapi pada gambut
Ombrogen yang terdapat di Pontianak relatif tipis dan agak subur. Sehingga
dengan waktu geologi yang tidak terlalu lama jika dilakukan pengolahan yang
lebih intensif akan mempercepat kematangan lahan gambut. Hal tersebut
karena terjadinya proses pencucian unsur beracun (FeS2/Pirit/Cat Clay) terus
menerus pada saat drainase, pergantian air dari yang lama ke yang baru.
Tabel 5. Luas Sungai Bersih, Sedang dan Keruh serta Perubahannya

KUALITAS SUNGAI LUAS (Hektar) PERUBAHAN LUAS


Water Body 1986 1994 Hektar Persen (%)
Sungai Bersih 524,16 218,80 -305,36 -093
Sungai Sedang 145,00 281,64 +136,64 +0,42
Sungai Keruh 205,20 481,32 +276,12 +0,84

BPK Solo xxvi


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

V. KESIMPULAN

1. Perubahan penurunan besar-besaran kawasan hutan pada hutan rapat (61,18%)


akan menyebabkan total air bersih mengalami penurunan dan proses
pematangan gambut menjadi terhambat dan akan berakibat meningkatnya unsur
beracun FeS2 (Pirit/Cat Clay).
2. Hutan yang menurun dari 56.759,20 Hektar menjadi 51.509,40 hektar, berakibat
pada proses evapotranspirasi semakin menurun, hal tersebut berkaitan dengan
produksi awan yang semakin sedikit. Sehingga kualitas citra satelit yang
dihasilkanpun akan semakin baik dari tahun 1986 ke 1994.
3. Penurunan hutan dan perkebunan beralih ke penggunaan lahan non hutan yaitu
untuk tegal (5,57%), sawah (31,23%) dan alang-alang (46,58%).
4. Potensi lahan gambut Ombrogen di Pontianak akan cepat berkembang menjadi
lahan lebih produktif jika ditunjang oleh kecukupan air untuk pencucian pirit,
kondisi iklim yang baik dan penggunaan lahan serta pengolahan lahan yang
intensif.
5. Metodologi analisa citra klasifikasi berbantuan berdampingan dengan klasifikasi
tak berbantuan akan dapat menurunkan daerah yang tidak terkelaskan dan akan
meningkatkan akurasi/ketepatan macam penggunaan lahan.

Saran :
1. Dilakukan beberapa penelitian beberapa kasus yang terjadi di Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, misalnya berkurangnya hasil hutan akibat
pencurian, penurunan potensi hutan akibat ketidak cocokan jenis tanaman atau
lahan yang marginal, rusaknya hutan akibat kebakaran dan bencana lain, serta
berbagai masalah potensi hutan dan penyebarannya.
2. Peningkatan kualitas analisa citra disamping ditunjang oleh peningkatan kualitas
SDM (sumber daya manuasia) juga tersedianya sarana dan prasarana yang
memadai.
3. Ketepatan sinyal radiometri dapat dibantu dengan TELEMETRI sedangkan letak
koordinat lapangan dengan menggunakan GPS (Global Position System).

BPK Solo xxvii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T.S., 1996. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Penerbit Penebar Swadaya,
Jakarta.

Departemen Kehutanan, 1997. Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan. Pusat


Penyuluhan Kehutanan. Balitbanghut. Bogor.

Departemen Kehutanan, 1997. Materi Penyuluhan Kehutanan I. Balitbanghut. Bogor.

Ewusie, Y.J., 1990. Pengantar Ekologi Tropika, Membicarakan alam tropika Afrika,
Asia, dan Dunia Baru. Terjemahan “Elements of Tropical Ecology”.
Penerbit ITB. Bandung.

Hardjosoemantri, K., 1993. Hukum Perlindungan Lingkungan, Konservasi Sumber


Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Gadjah Mada University Press.
Jogyakarta.

Hardjowigeno, S., 1987. Ilmu Tanah. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

LAPAN, 1997. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia. Kumpulan


Informasi. Jakarta. Indonesia.

Purbowaseso, B., 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan “Applied Remote


Sensing”. Penerbit Universitas Indonesia, UI-PRESS, Jakarta.

Soemarsono, 1998. Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan. Seminar
CEGIS Jakarta.

Sutanto, 1994a. Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University Press,


Bulaksumur, Jogyakarta.

Sutanto, 1994b. Penginderaan Jauh Jilid II. Gadjah Mada University Press,
Bulaksumur, Jogyakarta.

Tejasukmana B., 1998. Pemanfaatan Otimal Remote Sensing untuk Penanggulangan


Kebakaran Hutan. Dikaitkan dengan Managemen Konservasi Lahan.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Seminar CEGIS, Jakarta.

Wasrin, U.R., 1998. Potential Utilization of GIS and Remote Sensing for Early
Detection and Monitoring of Biomass Burning in Indonesia. Paper presented
in the seminar “Open Day” CEGIS, 31 Maret 1998, Jakarta.

BPK Solo xxviii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

LAMPIRAN

BPK Solo xxix


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Lampiran 5. Contoh Blanko Isian


BLANKO PENGAMATAN TANAMAN
KAWASAN HUTAN DAN DILUAR KAWASAN
Tanaman Pokok : Tanaman Bawah :
I. DAUN IV. TANAMAN BAWAH
1.1.Ukuran Lebar : 2.4. Hutan Basah : 4.1.Ketinggian :
k. kecil < 5 cm M. Mangrove t. tinggi > 2 m
s. sedang 5 - 25 cm B. Hutan Basah s. sedang 0,5 - 2 m
l. lebar > 25 cm S. Hutan Tepi Sungai r. rendah < 0,5 m
1.2. Ukuran Panjang : 2.5. Hutan Kering : 4.2. Kerapatan :
d. pendek < 10 cm P. Ht.Pantai R. Rapat (bersinggungan)
s. sedang 10 - 30 cm D. Ht.Darat Rendah L. Longgar (berdekatan)
p. panjang > 30 cm G. Ht.Pegunungan Rendah J. Jarang (berjauhan)
1.3. Bentuk : T. Ht.Pegunungan Tinggi 4.3. Warna Daun :
B. bulat 2.6. Non Hutan Basah : h. hijau
L. lonjong dp. Daerah Pertambahan m. merah
P. memanjang sg. Sungai k. kuning
1.4. Warna Dasar : dn. Danau 4.4. Kelembaban :
H. Hijau sw. Sawah b. basah
M. Merah 2.7. Non Hutan Kering : l. lembab
K. Kuning tk. Tanah kosong k. kering
1.5. Kecerahan : pm. Pemukiman V. KARAKTER TANAMAN
g. gelap pr. Padang rumput 5.1. Tinggi Tanaman :
t. terang pa. Padang alang-alang t. tinggi > 40 m
c. cerah sm. Semak s. sedang 10 - 40 m
1.6. Kekeringan : bk. Belukar r. rendah < 10 m
b. basah di. Daerah industri 5.2. Diameter Setinggi Dada :
l. lembab pk. Perkotaan L. luas > 5 m
k. kering pl. Perladangan S. sedang 1 - 5 m
1.7. Kerapatan : pt. Pertanian P. sempit < 1 m
R. Rapat (singgungan) pb. Perkebunan 5.3. Jarak Tanam :
L. Longgar (sinar masuk) j. jauh > 10 m
J. Jarang (hampir habis/rontok) o. optimal 5 - 10 m
II. HUTAN/NON HUTAN III. KANOPI d. dekat < 5 m
2.1.Kekeringan : 3.1. Keluasan : 5.4. Pertumbuhan Tegakan :
B. basah L. Luas > 10 m b. baik
L. lembab S. Sedang 3 - 10 m c. cukup
K. kering P. Sempit < 3 m j. jelek
2.2. Letak Lereng : 3.2. Dengan Tanaman Sebelah : 5.5. Keratakan Tegakan :
k. kaki bukit s. bersinggungan (overlay) R. Rata
b. lereng bawah d. berdekatan ( < 1 m) A. Agak rata
t. lereng tengah j. berjauhan ( > 1 m) T. Tidak rata
a. lereng atas 3.3.Bentuk Vertikal (samping) : 5.6. Kemurnian Tegakan :
p. puncak bukit/gunung k. kerucut m. Murni
2.3. Jenis Kawasan : t. trapesium a. Agak murni
TN. Taman Nasional e. empat persegi panjang t. Tidak murni
SA. Suaka Alam (cagar alam,…) 3.4. Bentuk Horizontal (atas) : 5.7.Jumlah Pohon per hektar :
HW. Hutan Wisata (taman buru,..) b. bulat B. Banyak > 2000 pohon
HL. Hutan Lindung l. lonjong/oval S. Sedang 1000 - 2000 pohon
HP. H. Produksi (terbatas/tetap) e. segi empat T. Sedikit < 1000 pohon
HK. H. Khusus (peneliti, bibit,..)

BPK Solo xxx


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Lanjutan Lampiran 5…………..DESKRIPSI TANAH


Nama Tanah Bentuk Batuan Bentuk Lahan Bentuk Struktur Ukuran Struktur
Ordo b. bulat A. Alluvial y. platy l. sangat halus
E. Entisol Huruf Kecil j. lonjong B. Pantai/Beach p. prismatic h. halus
I. Inceptisol P. Dataran
t. tiang c. columnar m. sedang
O. Oxisol Sub-Ordo M. Pegunungan
Great-Group l. lempeng K. Karst/Kapur b. blocky k. kasar
U. Ultisol Lekukan Batuan s. sub-angular blocky a. sangat kasar
V. Vertisol Sub- Group H. Hilly/Bukit
Family 1. mulus V. Vulkanik a. angular blocky T. Perkembangan
A. Aridisol
S. Spodosol Serie 2. agak mulus X. Lain-lain r. crumb 0. belum
F. Alfisol 3. berlekuk l. loose 1. lemah
M. Mollisol 4. agak runcing Relief Relatif g. granular 2. sedang
H. Histosol 5. runcing e. endapan m. masif 3. kuat
d. dataran
Kematangan Tanah : Kekerasan Batuan o. berombak Pori-Pori Tanah
b. belum matang jeblos 2,5 : kuku ibu jari l. bergelombang Ukuran Jumlah per dm 2
c. cukup matang lunak 3,0 :lempeng tembaga h. berbukit kecil mi. mikro < 2 mm s. sedikit < 50
m. telah matang mantap 5,25 : kaca i. bukit terisolasi me. meso 2 - 5 m. sedang 50 - 200
5,75 :pisau baja a. berbukit anakan ma. makro > 5 b. banyak > 200
7,0 : kikir b perbukitan
9,0 : silikon karbit g. pegunungan Konsistensi
Permeabilitas (mm/jam) Drainase BASAH LEMBAB KERING
1. Cepat >125 1. Baik ss.slightly sticky vf. very friable s. soft
2. Agak Cepat 65-125 2. Agak Baik s. sticky f. friable sh.slightly hard
3. Sedang 20-65 3. Sedang vs. very sticky t. firm h. hard
4. Agak Lambat 5-20 4. Agak Jelek po.non plastic vf. very firm vh.very hard
5. Lambat 1-5 5. Jelek ps. slightly ef. extrem firm eh. extrem hard
6. Lambat Sekali <1 6. Sangat Jelek p. plastic
vp. very plastic
Infiltrasi Kemasaman Tanah Kedalaman Tanah Kedalaman Regolit Kemiringan Lereng Batuan Permukaan
6. berlebihan a. < 4,4 0. < 10 cm 0. < 10 cm A. 0 - 4 % f. fine gravel 0,2-0,5
5. agak berlebih b. 4,5 - 5,0 1. 10 - 15 1. 10 - 20 B. 4 - 8 m. medium gravel 2,0
c. 5,1 - 5,5 2. 15 - 30 2. 20 - 40 C. 8 - 15 r. coarse 2,0 - 7,6
4. baik
d. 5,6 - 6,0 3. 30 - 60 3. 40 - 60 D. 15 - 25 c. cobble 7,6 - 25
3. cukup e. 6,1 - 6,5 4. 60 - 90 4. 60 - 80 E. 25 - 35 s. stone 25 - 60
2. terhambat f. 6,6 - 7,3 5. > 90 cm 5. 80 - 100 F. 35 - 45 b. bouldery > 60 cm
1. buruk g. 7,4 - 7,8 6. 100 - 200 G. 45 - 65
0. sangat buruk h. 7,9 - 8,4 7. > 200 cm H. 65 - 85
i. 8,5 - 9,0 I. > 85 %
Banjir : (bulan/1 tahun) Warna Tanah Kecerahan Jenis Erosi Konservasi Tanah
t. tanpa <1 H. hitam g. gelap (v < 3,5) S. Lapis Bl. Teras Bangku
j. jarang 1-3 C. coklat a. abu-abu R. Alur Br. Teras Kedalam
t. terang G. Jurang Bo. Teras Keluar
k. kadang-kadang 3-5 M. merah
p. pucat ( v > 5) L. Longsor Rt. Teras Gulud
m. musiman 5-7 K. kuning Hd. Hillside Ditch
M. Masa Tanah
r. sering 7-11 Ot. Teras Kebun
D. Depresi
s. selalu >11 T. Tebing Sungai Lb. Teras Individu
Batuan Singkapan Batuan Permukaan Tekstur Nama Tekstur Perakaran SIFAT KIMIA
1. S pasir Ukuran 0. tidak ada
0. 0 % 0. 0 % 2. LS pasir berlempung h. halus <2 1. sedikit
1. 1 - 10 1. 1 - 10 3. SL lempung berpasir m. sedang 2-5 2. agak sedikit
2. 10 - 20 2. 10 - 20 4. L lempung k. kasar >5 3. sedang
3. 20 - 40 3. 20 - 40 5. SiL lempung berdebu Jumlah per dm2 4. agak banyak
4. 40 - 60 4. 40 - 60 6. Si debu s. sedikit < 50 5. banyak
5. 60 - 80 5. 60 - 80 7. CL lempung berliat m. sedang 50- 200
6. > 80 6. > 80 8. SCL lempung liat berpasir b. banyak > 200
9. SiCL lempung liat berdebu
10. SC liat berpasir
11. SiC liat berdebu
12. C liat

BPK Solo xxxi


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Lampiran 3. Lembar Karakter Citra Digital untuk SPOT Tahun 1994


Work Order : 9708110702
Volume ID : 7001015849
Scene ID : 3 287-350 94/08/01 03:22:17 1 X
Product Code : TB0500L
Date : 12-AUG-1997 09:32:51
Scene Parameters
Scene ID 3 287-350 94/08/01 03:22:17 1 X
K-J identification 287-350
Date 94/08/01
Time 03 h 22 mn 17 s
Instrument HRV 1
Shift Along Track 0
Processing Level 1B
Spectral Mode XS
Number of Spectral Bands 3
Spectral Band Indicators XS1 XS2 XS3
Orientation Angle 008.6 Degres
Incidence Angle L23.0 Degres
Sun Angles (Degres) Azimut : 047.5 Elevation : 062.1
Gain Number 6 5 5
Absolute Calibration Gains (W/m2/sr/um) 01.71129 01.63259 01.43194
Number of Lines 2998
Number of Pixels per Line 3703
Raw of The First Image Pixel Within The Record byte nr 33
Scene Center Location
Latitude N000o00’00”
Longitude E109 o39’44”
Pixel Number 1823
Line Number 1499
Corners Location
Corner Latitude Longitude Pixel no. Line no.
1 N000o18’41” E109o25’00” 215 1
o o
2 N000 13’03” E110 02’11” 3703 1
3 S00-o13’09” E109o17’54” 1 2998
4 S00-o18’46” E109o55’05” 3489 2998
Files Parameters Record Length No. of Record No of Imagery Rec.
Volume Directory 360 5
Leader File 3960 27
Imagery File 5400 8995 8994
Trailer File 1080 3
Null Volume Directory 360 1
Lampiran 2. Lembar Karakter Citra Digital untuk SPOT Tahun 1986

BPK Solo xxxii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Work Order : 9708110702


Volume ID : 7003014657
Scene ID : 1 287-350 86/07/21 03:18:53 1 X
Product Code : TB0500A
Date : 18-AUG-1997 13:48:08
Scene ID 1 287-350 86/07/21 03:18:53 1 X
K-J identification 287-350
Date 86/07/21
Time 03 h 18 mn 53 s
Instrument HRV 1
Shift Along Track 0
Processing Level 1B
Spectral Mode XS
Number of Spectral Bands 3
Spectral Band Indicators XS1 XS2 XS3
Orientation Angle 008.6 Degres
Incidence Angle L14.1 Degres
Sun Angles (Degres) Azimut : 045.0 Elevation : 059.9
Gain Number 5 6 5
Absolute Calibration Gains (W/m2/sr/um) 00.90482 00.84505 00.92705
Number of Lines 3001
Number of Pixels per Line 3365
Raw of The First Image Pixel Within The Record byte nr 33
Scene Center Location
Latitude S000o00’-2”
Longitude E109 o28’59”
Pixel Number 1668
Line Number 1501
Corners Location
Corner Latitude Longitude Pixel no. Line no.
o o
1 N000 18’25” E109 15’55” 215 1
2 N000o13’18” E109o49’30” 3365 1
3 S00-o13’26” E109o08’48” 1 3001
4 S00-o18’33” E109o42’24” 3152 3001
Files Parameters Record Length No. of Rec. No. of Img Rec.
Volume Directory 360 5
Leader File 3960 27
Imagery File 5400 9004 9004
Trailer File 1080 3
Null Volume Directory 360 1

BPK Solo xxxiii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Lampiran 8. Prosentase Tingkat Akurasi Klasifikasi Berbantuan Citra SPOT Tahun 1994

LAND USE 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.


1. Kampung 100 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
2. Sungai Keruh ◊ 97,29 ◊ 3,47 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
3. Sungai Sedang ◊ 1,08 99,67 0,63 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
4. Sungai Bersih ◊ 1,63 0,16 95,9 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
5. Hutan Jarang A ◊ ◊ ◊ ◊ 84,45 ◊ 14,17 ◊ ◊ 1,86 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
6. Hutan Jarang B ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 99,85 ◊ ◊ 1,7 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
7. Hutan Jarang C ◊ ◊ 0,17 ◊ 8,23 ◊ 85,1 ◊ ◊ 0,15 ◊ 0,05 ◊ ◊ ◊ ◊
8. Hutan Rapat 1 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 97,74 0,28 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
9. Hutan Rapat 2 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,15 ◊ 2,26 97,45 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
10. Hutan Rapat 3 ◊ ◊ ◊ ◊ 7,32 ◊ 0,73 ◊ ◊ 97,99 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
11. Karet Jarang ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 82,47 15,01 4,61 ◊ ◊ 0,66
12. Semak Belukar ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,57 ◊ 12,99 71,29 3,31 2,08 ◊ ◊
13. Karet Rapat ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 4,11 13,32 88,93 ◊ 2,63
14. Tegal ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 97,92 ◊ ◊
15. Sawah ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,08 ◊ 96,41 1,32
16. Alang-alang ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,43 0,33 3,07 ◊ 3,59 95,39

BPK Solo i
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Lampiran 9. Prosentase Tingkat Akurasi Klasifikasi Berbantuan Citra SPOT Tahun 1986

LAND USE 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24
1. Bayangan 99,3 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Awan Tebal
2. Bayangan ◊ 99,3 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Aw. Sedang
3. Bayangan 0,71 0,68 100 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Awan Tipis
4. Lahan ◊ ◊ ◊ 99,7 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 2,23 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Basah Rumput
5. Rawa/Gam ◊ ◊ ◊ ◊ 98,7 ◊ ◊ ◊ 0,06 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,87 ◊ ◊ ◊ 0,76 ◊ ◊ ◊
but
6. Sungai ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 100 ◊ 2,28 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Bersih
7. Sungai ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 97,1 1,45 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Sedang
8. Sungai ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 2,91 96,3 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Keruh
9. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 95,3 ◊ 0,41 0,1 ◊ 5,49 ◊ ◊ 0,29 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊

BPK Solo ii
08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

Jarang A
10. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,06 66,1 2,95 4,12 3,74 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Jarang B
11. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 6,88 90,1 3,73 0,25 0,08 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Jarang C
12. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,05 20,2 5,08 81,9 4,67 0,56 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Rapat 1
13. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 6,27 1,04 4,81 91,1 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Rapat 2
14. Hutan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 4,28 0,61 0,4 5,30 0,05 92,7 ◊ ◊ 0,87 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Rapat 3
15. Karet ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,05 ◊ 0,14 ◊ 99,0 ◊ ◊ 0,34 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Rapat
16. Karet ◊ ◊ ◊ ◊ 0,21 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 95,7 1,04 0,16 0,17 0,51 ◊ ◊ ◊ ◊
jarang
17. Semak ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,23 ◊ ◊ ◊ ◊ 1,13 ◊ 1 96,6 0,16 0,17 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊
Belukar
18. Tegal ◊ ◊ ◊ ◊ 0,22 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,98 1,49 0,10 97,1 06,9 6,22 ◊ ◊ ◊ ◊
19. Sawah ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 1,82 0,18 0,46 95,2 0,52 3,07 ◊ ◊ ◊
20. Alng-alang ◊ ◊ ◊ 0,26 0,87 ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,81 1,55 92,7 ◊ ◊ ◊ ◊

BPK Solo iii


08122686657
BENY HARJADI
adbsolo@yahoo.com

21. Kampung ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 96,2 ◊ ◊ ◊


22. Awan Tipis ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 100 2,78 0,85
23. Awan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 96,3 6,71
Sedang
24. Awan ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ ◊ 0,92 92,4
Tebal

BPK Solo iv
08122686657

Anda mungkin juga menyukai