Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU BLOK 7 UP 2 BAGAIMANA OBAT BEKERJA

Disusun Oleh: FITRIA HIDAYANTI 12/331827/KH/7434 Kelompok 14

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

LEARNING OBJECTIVES
1. Bagaimana mekanisme kerja obat dalam tubuh?
Obat adalah senyawa kimiwa unik yang dapat berinteraksi secara selektif dengan sistem biologi. Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan efek, dapat menekan suatu sistem , atau berinteraksi secara tidak langsung dengan suatu sistem dengan memodulasi efek dari obat lain (Ikawati, 2006). Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan kebanyakan proses sangat rumit. Umumnya ini didasarkan suatu rangkaian reaksi, yang dibagi dalam tiga fase: Fase Farmaseutik Fase farmakokinetika Fase farmakodinamika
Pemakaian Penghancuran sediaan obat, pelarutan bahan berkhasiat

Absorpsi

Cadangan

Distribusi

Fase farmakodinamika

Ekskresi

Biotransformasi

*Proses yang terjadi dalam organisme setelah pemberian oral (Mutschler, 1991)

Ada beberapa tempat yang bisa menjadi target aksi obat, yaitu kanal ion, enzi, suatu protein pembawa (carrier atau tranporter), atau pada reseptor.. sebagian besar obat bekerja pada membran sel, baik pada reseptor, kanal ion, atau suatu pembawa. Reseptor berfungsi mengenal dan mengikat suatu ligan dengan spesifisitas yang tinggi, dan meneruskan signal tersebut ke dalam sel melalui beberapa cara, yaitu: - Perubahan permeabilitas membran - Pembentukan second messeger - Mempengaruhi transkripsi gen (Ikawati, 2006)

Berdasarkan transduksi sinyalnya, reseptor dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: Reseptor kanal ion / ionotropik Reseptor yang tergantung dengan protein G Reseptor yang terkain dengan aktivitas kinase Reseptor intraseluler (Ikawati, 2006)

A. Farmaseutik Farmaseutik meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat, dimana kebanyakan bentuk sediaan obat padat yang digunakan. Karenaitu fase ini terutama ditentukan oleh sifat-sifat galenik obat Aktivitas terapetik dipengaruhi oleh rangkaian kejadian setelah pemberian obat. Keadaan ini tidak saja berkaitan dengan zat aktif dan perubahannya di dalam tubuh, tetapi juga berkaitan dengan individu yang diberi obat, serta adanya interaksi permanen antara keduanya. Analisa hal tersebut akan dijajagi dalam urutan yang terbalik dengan kronologis sesungguhnya , yang terdiri dari tiga tahap yaitu: tahap farmakodinamika, tahap farmakokinetika, dan tahap biofarmasetik. (Mutschler, 1991)

B. Fase farmakokinetika Dalam fase farmakokinetika termasuk bagian proses invasi dan proses eliminasi (evasi). Yang dimaksud dengan invasi ialah proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (absorpsi, distribusi) sedangkan eliminasi merupakan proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme (Mutschler, 1991). Dari pandangan farmakokinetik, organisme diartikan sebagai sistem terbuka atau sistem aliran sebagai sistem terbuka atau sistem aliran karena senantiasa berlangsung pertukaran bahan dan pertukaran energi dengan sekitarnya. Apabila kesetimbangan antara pemasukan dan pengeluaran sama maka dikatakan dicapai kesetimbangan aliran (steadu state). Keadaan ini lebih disukai daripada semua keadaan lain. Organisme berusaha untuk mengembalikan keadaan kesetimbangan ini secepat mungkin apabila terjadi perubahan. Pemberian obat berarti gangguan terhadap kesetimbangan aliran yang mempengaruhi organisme untuk meniadakannya (Mutschler, 1991).

Fase farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh. Pemasukan in vitro tersebut secara keseluruhan merupakan fenomena fisio-kimia yang terpadu di dalam organ penerima obat. Fase ini merupakan salah satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan yang selanjutnya menentukan aktivitas terapetik obat (Aiche, 1982). 1. Absorpsi Absorpsi adalah masuknya molekul-molekul obat ke dalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik. Penyerapan ini hanya dapat terjadi bila molekul zat aktif berada dalam bentuk terlarut. 2. Distribusi Setelah molekul zat aktif masuk ke dalam darah, maka selanjutnya zat aktif tersebut disebarkan ke seluruh bagian tubuh, sama halnya dengan molekul lain dalam fase aquous mampu menyaring secara ultra dan melewati sawar membran. Dalam penyebaran, secara kualitatif dan kuantitatif sifat-sifat fisio-kimia zat aktif sangat menentukan afinitasnya, sedangkan peredaran darah yang menyebar ke seluruh jaringan telah menunjukkan kalur penyebaran. 3. Metabolisme dan ekskresi Adanya molekul asing di dalam tubuh akan memaksa organ tubuh agar melenyapkan molekul asing tersebut. Pengeluaran molekul zat aktif yang tidak berubah merupakan proses peniadaan melalui jalan keluar tubuh yaitu melalui saluran seperti halnya molekul endogen. Metabolisme terjadi secara kimiawi dan kinetik metabolisme dan kinetik pengeluarannya merupakan kinetik peniadaan.

C. Fase farmakodinamika Farmakodinamika merupakan interaksi obat-reseptor dan juga proses-proses yang terlibat dimana akhir dari efek farmakologik terjadi. Dari bentuk kerja obat yang digambarkan , jelas bahwa ini tidak hanya bergantung pada sifat farmakodinamika bahan obay, tetapi juga (dan memang dalam jumlah besar) tergantung kepada: Bentuk sediaan dan bahan pembantu yang digunakan Jenis dan tempat pemberiaan Keteranbosrpsian dan kecepatan absorpsi Distribusi dalam organisme Ikatan dan lokasi dalam jaringan

Biotransformasi Keterekskkresian dan kecepatan ekskresi (Mutshler, 1991) Seringkali mekanisme kerja zat aktif belum diketahui dengan pasti, dan dapat

dipastika bahwa banyak proses biokimia obat terjadi pada tingkat seluler atau subseluler. Hal ini berbeda dengan respons yang mungkin tidak mempunyai korelasi langsung dengan dosis yang diberikan dan atau dengan kadar zat aktif dalam darah akibat dosis itu sendiri (salah satu contohnya adalah kasus anti-koagulan oral). (Aiache, 1982) Namun demikian sudah diteliti bahwa hubungan antara efek farmakologik dan kadar zat aktif dalam darah secara nyata dan pasti dapat diukur, dan biasanya hubungan ini lebih jelas dibandingkan dengan hubungan antara efek farmakologis dan dosis yang diberikan. Dengan demikian dapat dipastikan adanya hubungan antara perubahan kronologis kuantitatif mediator aktif dalam tubuh, khususnya pada tingkat biofase yang efektif, parameter intensitas dan parameter lama efek klinik.
Profil kronologis adanya mediator aktif di biofase Intenditas, waktu laten, waktu aksi farmakologik atau biokimiawi

Respon klinik

Telah terbukti pula bahwa respons klinik tidak hanya tergantung pada respons farmakologik, tetapi juga tergantung pada faktor yang berkaitan dengan individu penerima. Dengan kata lain respons farmakologik tidak hanya bergantung pada zat aktif, melainkan tergantung juga pada individunya (Aiache, 1982).

D. Fase Biotransformasi Fase ini melibatkan seluruh unsur-unsur yang terkait mulai saat pemberian obat hingga terjadinya penyerapan zat aktif. Kerumitan peristiwa tersebut tergantung pada cara pemberian dan bentuk sediaan, yang secara keseluruhan berperan pada proses pre disposisi zat aktif dalam tubuh. Fase ini tergantung banyak faktor yang belum jelas mekanismenya terutama menyangkut kefarmasian serta perdedaan fisiopatologis organ atau jalur pemberian obat. Fase ini juga dapat diuraikan dalam tiga tahap utama, yaitu: Liberalisasi Disolusi Absorpsi Bioavailabilitas (Aiache, 1982)

2. Menjelaskan mengenai obat agonis dan antagonis.


A. Agonis Agonis adalah obat yang memiliki baik afinitas maupun aktivitas intrinsik. Aktivitas intrinsik agonis kebanyakan dinyatakan sebagai aktivitas intrinsik relatif . Dan sebanding dengan kuosien Ea yang dihasilkan oleh agonis dan efek Em yang paling maksimum yang dihasilkan sistem biologi Aktivitas intrinsik yang relatif maksimum dihasilkan jika Ea/Em = 1. Agonis dengan aktivitas intrinsik =1 merupakan agonis sempurna, senyawa berkhasiat dengan aktivitas intrinsik > 0 < 1 disebut agonis parsial. Agonis parsial bekerja dualistk, artinya senyawa ini mempunyai baik sifat agonis maupun sifat antagonis. Pada konsentrasi agonis sempurna yang menimbulkan efek yang lebih besar daripada aktivitas intrinsik agonis parsial, ini menurunkan kerja agonis sempurna (kerja antagonis parsial). Pada konsentrasi rendah atau tanpa adanya agonis sempurna maka agonis parsial bekerja agonistik.(Mutschler, 1991)

B. Antagonis Antagonis adalah senyawa yang menurunkan atau mencegah sama sekali efek agonis, dibedakan jenis-jenis berikut: 1. Antagonis kompetitif Seperti halnya agonis, berkaitan dengan reseptor tertentu. Senyawa ini memiliki afinitas terhadap reseptor. Akan tetapi berbeda dengan agonis, senyawa ini tidak mampu menimbulkan efek, senyawa ini tidak menunjukkan aktivitas intrinsik. Karena agonis dan antagonis kompetitif bersaing pada reseptor yang sama. 2. Antagonis non kompetitif Antagonis non-kompetitif mampu melemahkan kerja agonis dengan cara yang berbeda.. kerja ypenghambat ini terjadi akibat senyawa ini menyebabkab perubahan konformasi makromolekun dan karena itu kondisi berubah. Kemungkinan lain dari penghambatan non-kompetitif adalah bahwa proses yang sedang berlangsung dipengaruhi setelah pembentukkan kopleks obat-reseptor. Efek yang diinduksi agonis melemah bergantung pada konsentrasi antagonis

3. Antagonis fungsional Dikatakan fungsional apabila antara antagonis ini sebagian agonis melalui efeknya yang berlawanan menurunkan kerja suatu agonis kedua, yang bekerja pada sistem sel yang sama tapi berkaitan dengan reseptor yang berbeda 4. Antagonis kimia Senyawa yang beraksi secara kimia dengan zat berkhasiat dan dengan demikian menginaktivkan, tak bergantung pada reseptornya.(Mutschler, 1991)

Daftar Pustaka
Aiache, J.M. 1982. Farmasetika 2 Biofarmasi Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press Ikawati, Zullies. 2006. Pengantar Farmakologi Molekuler. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Bandung: Penerbit ITB

Anda mungkin juga menyukai