Anda di halaman 1dari 6

Membumikan Langit

Menapak derap langkah perjuangan

Kaki-kaki kecil kita bertumpu di atas gunungan

Mimpi-mimpi

Menjulang, indah dalam jauh pelupuk

Jiwa kita merona

Dari tujuan kita berangkat

Menetapi perjalanan yang niscaya berat

Karena jalan juang seringkali sepi kontribusi

Mendekat, dan nampaklah curam terjalnya memekat

Di negeri kita berdiri, pengkhianat rakyat masih bernyanyi-nyanyi

Hedonism riang berjingkrak-jingkrak

Hipokrisme ramai terbahak-bahak

Perut-perut mereka penuh dengan pajak-pajak para jelata

Bercampur dengan uang haram lalu mendarah daging

di bumi tempat kita merangkak

kebaikan-kebaikan saling memaki dengan congkak

para pemimpin meninggi dengan mendongak

para intelektual bermasturbasi dengan ilmu lalu menggaya sengak

lika-likunya yang pahit akan terasa manis dan merdu kawan

kala kaki-kaki kecil kita berjalan beriringan

walau setapak demi setapak yang terseok diseretkan

kala tangan-tangan lemah kita berjibaku karya

dan melibatkan Tangan Sang Maha Kuasa


beramai-ramai menantang realitas, bahwa di sini,

“Masih ada segelintir anak bangsa

Yang jiwanya mengharu-biru menganyam juang

Membumikan keluhuran-keluhuran langit”

Yogyakarta, 26 Desember 2010

Disempurnakan pada 5 Maret 2011 di desa kebangsaan

Ketika Jemputan Tertagih


Rintik-rintik merangkai riak-riak

Hujan deras, luapan menghanyut

Badai gelegar, gelombang menyapu

Demikian, episode kehidupan seringkali menawarkan kejutan

Dalam lelapnya buai lelah

Dalam riangan canda tawa pagi

Dan akhirnya terputuslah kefanaan

Adakah yang tahu di mana batas jiwa?

Yogyakarta, 13 Maret 2010

Batuan yang Melangit


Bagaimanapun bebatu, diamnya menanamkan definisi
Dari peranan kehidupan

Apa yang kau pilih dari bebatu dalam posisinya?

Bebatu yang membumi seringkali melukai kaki-kaki pejuang dan menghalang pandang

Sedangkan menjadi bebatu di angkasa bisa membuat kita bergemerlap

Mengindahkan kelam malam

Mengarahkan para musafir akan tujunya

Menjadi bintang, artinya membumikan nilai-nilai langit

Yogyakarta, 6 April 2010

Angin
Ada air yang menggenang

Dengan tenang dia diinjak-injak dan digilas keriuhan,

Ada air yang bergerak

Dengan dinamikanya dia menggelombang meluluhlantak benteng karang..

Angin telah menjadikannya terdahsyatkan

Membuat partikel-partikelnya bergerak membentuk sebuah resultan, negatif ataupun positif

Angin pulalah pengantar bahtera pada labuhannya

Arah,

Sudahkah angin hidupmu mengarahkanmu pada kehakikian keberadaanmu?

Membuatmu tak ragu pada aral lintang, menerjangnya

Membuatmu sampai pada labuhan harapan

Yogyakarta, 22 September 2010


Belajar dari Kelabu
Apa yang bisa dipelajari dari kelabu?

Yang menggoncang fondasi jiwa

Yang menenggelamkan harapan

Nikmatnya cerah

Dan terpuruknya terjebak dalam gelap

Yogyakarta, 2 November 2010

Refleksi Kebeningan
Seseorang berkata tentang mencipta pelangi

bagaimanapun juga pelangi terrefleksi dari butiran beningnya air

merefleksikan Sang Cahaya yang merasukinya

hanya manusia yang berada di antara Sang Cahaya dan pusat busur pelangi yang bisa merasakan
indahnya..

Yogyakarta, 19 November 2010

Introspeksi Cita
Berat menutup mata

Berat menata pejaman

Akumulasi lelah
Menjadi berantak di garis keteraturan

Masih merasa bukan pilihan

Masih memburam dari semburat citaan,

ah, semoga esok mentari lebih menyala-nyala di jiwa

Yogyakarta, 22 November 2010

Merampok Kejujuran
Seolah mendarahdaging dalam kultur intelektual yang mulai teralienasikan

Mahasiswa bangsaku beramai-ramai mencuri damai

“aku harus bergegas, aku harus meninggi, dan aku tak suka pahitnya juang”

Bagaimana bisa pahlawan terlahir dari kebohongan?

Yogyakarta, 9 Desember 2010

Ajaran Nafsu
Demikianlah nafsu,

Menutup indera sadar..

Mengubur hati dan ilmu..

Yogyakarta, 15 Desember 2010


Jejak-Jejak Pengenang
Beberapa datang,

Beberapa pergi.

Siapapun meninggalkan jejaknya, dangkal tak menyentuh atau dalam menghujam

Mengukirkan rasa dengan jelas

Mengguratkan warna-warna dalam cerita-cerita

Bagaimana denganmu seketika telah kau tunai hidup?

Yogyakarta, 20 Desember 2010

Seremoni Lepas Bebas


Kala euforia simbolis memenuhi jalanannya, memangsa perubahan esensial sebuah masa.

Kesadaran tak kunjung memenuhi rongga kedewasaan.

Cukuplah sebuah kontemplasi dan aksi.

Ini tahun baru kita;

“kenapa tak kunjung terperbaharui,

Sedang menanti masa-masa takkan pernah luput dari kelengahan”

Yogyakarta, 31 Desember 2010

Anda mungkin juga menyukai