Anda di halaman 1dari 10

1

MODEL GRAVITASI
1. Pendahuluan Suatu sistem wilayah merupakan sistem yang rumit, hanya sebagian saja parameter-parameter yang dapat diamati oleh manusia, atau yang mampu diamati dengan "mikroskop" perencana. Beberapa parameter yang dapat diamati antara lain: hubungan antar manusia atau masyarakat, perusahaan industri, aparat pemerintahan dan lainnya. Berbagai sistem pendekatan telah dilakukan dalam usaha menghayati sistem wilayah yang rumit tersebut. Misalnya dengan pendekatan analisis kependudukan, analisis ekonomi, analisis input-output, program linear dan lainnya. Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk melihat atau menilai hubungan antar daerah adalah Model Gravitasi. Dalam model ini, daerah dianggap sebagai suatu massa. Huungan antar daerah disamakan dengan hubungan antar massa. Massa wilayah juga mempunyai daya tarik, sehingga terjadi pengaruh mempengaruhi antar daerah sebagai perwujudan kekuatan tarik-menarik antar daerah. Karena kenyataan ini maka model gravitasi dapat diterapkan sebagai salah satu model analisis. Sudah barang tentu dengan modifikasi tertentu sesuai dengan karakter massa yang dihadapi. Model graviotasi diambil dari konsepsi fisika yang menyatakan daya tarik-menarik antar dua kutub magnet. Dalam analisis daerah, pengemolpokkan penduduk, pemusatan kegiatan, atau potensi sumberdaya alam, dianggap mempunyai daya tarik yang dapat dianalogikan dengan daya tarik magnet. Penggunaan model ini dalam analisis daerah tentu saja mengandung beberapa kelemahan yang harus diperhatikan. Model ini lebih banyak digunakan dalam analisis pengangku-

tan untuk menilai besarnya interaksi antar dua kutub yang diukur melalui besarnya arus lalu lintas. Kelemahan model ini dalam analisis daerah terutama ter-letak pada variabel yang digunakan sebagai ukuran. Dalam ilmu fisika, setiap molekul suatu zat mempunyai sifat homogen, tetapi tidak demikian halnya unsur (yang dianalogikan dengan molekul zat) pembentuk suatu daerah, misalnya unsur penduduk. Untuk menutupi kelemahan ini model gravitasi telah banyak dikem-bangkan dengan memasukkan tidak hanya variabel massa, tetapi juga gejala sosial sebagai faktor yang disebut "bobot".

2. Perumusan Model Gravitasi Dalam mdoel gravitasi, daerah dimisalkan sebagai suatu massa. Massa tersebut dibentuk sesuai dengan beberapa prinsip yang menentukan bentuk keseluruhan (Isard, 1969). Sebagai ilustrasi sederhana adalah berikut ini. Suatu daerah X terbagi menjadi beberapa sub daerah. Jumlah penduduk daerah X, yaitu P jiwa. Jumlah perjalanan yang dilakukan penduduk X ialah T. Perbedaan yang ada dalam setiap subdaerah (pendapatan, pembagian penduduk berdasarkan umur, dan lainnya) diabaikan. Pembagian daerah X menjadi sub daerah i, j, k dan seterusnya disesuaikan dengan kepentingan analisis. Jumlah perjalanan (trips) yang dimulai dari sub daerah i dan berakhir di sub daerah j, secara teori atau harapan hipotetis adalah P j/P (jarak, waktu dan biaya diabaikan). Jumlah perjalanan rata-rata yang dilakukan oleh setiap individu yang mewakili daerah adalah T/P = k (yaitu angka jumlah perjalanan rata-rata). Jadi jumlah eperjalanan yang dilakukan oleh individu yang berakhir di j adalah k . Pj/P per individu. Apabila Pi merupa-

kan jumlah penduduk sub daerah i , jumlah perjalanan secara teori yang dilaukan penduduk sub-daerah i ke j adalah: Pi . Pj Tij = k . ----------- , ini disebut perjalanan hipotetis. P

Sub daerah i

Tij -------------------->-

sub daerah j

Til

Tik

Sub daerah l

Sub daerah k

Gambar 1. Hubungan secara teori antar daerah Apabila diketahui jumlah perjalanan dari i ke j ialah I ij (diperoleh dari hasil survei), dan jarak dari i ke j adalah d ij , maka dari ketiga faktor

tersebut di atas, Iij, Tij, dan dij dapat dicari hubungan fungsinya dalam bentuk model matematika. Hubungan ini diperoleh dengan mencari hubungan fungsi antara Iij/Tij dengan dij, yang disusun dalam sumbu Cartesius. Sumbu tegaknya adalah log (Iij/Tij) , sedangkan sumbu mendatarnya adalah dij. Dengan persamaan regresi linear diperoleh hubungan: log (Iij/Tij) = a - b . log dij. apabila a = log c, maka log (Iij/Tij) = log c - b. log dij Iij/Tij = c/(dij)b -------> Iij = (c.Tij)/(dij)b c.k.Pi.Pj Iij = -------------------- apabila (c.k) / p = G, P.(dij)b Pi. Pj maka: Ij = G . ---------------(dij)b

3. Hipotesis Stewart-Zipf Stewart (Isard, 1969) merumuskan hipotesisnya dalam batasan konsepsi sosial fisik. Berdasarkan perumusan dalam fisika, Stewart berpendapat bahwa interaksi kesatuan sosial, seperti ependuduk, hanya dapat dinyatakan sebagai suatu keadaan umum. Ia mengemukakan tiga

konsepsi Newton. Sejalan dengan perumusan daya gravitasi, Stewart mendefinisikan gaya demografi yang dinyatakan dengan rumus: Pi. Pj F = G. ------------, G adalah konstante gravitasi. (dij)2 Perkembangan hipotesis Stewart selanjutnya sejalan dengan konsepsi enerji gravitasi yang disebutnya energi demografi dinyatakan sbb: Pi. Pj E = G. ---------(dij)b kalau b = 2, interaksi tersebut disebut gaya demografi kalau b = 1, disebut energi demografi. Konsepsi ke tiga ialah Potensial Demografi yang sejalan dengan konsepsi Potensial Gravitasi. Perumusan konsepsi ini ialah: Pi. Pj iVj = G ---------------, yaitu potensi kependudukan sub daerah (dij) i yang dipengaruhi oleh massa di j.

Dalam kenyatannya, sub daerah i dipengaruhi tidak hanya oleh sub daerah j, melainkan juga oleh semua sub daerah yang termasuk dalam sistem daerah Z, maka jumlah potensi kepen dudukan i , ialah:

iV = G (P1/di1) + G (P2/di2) + ....... + G (Pn/din) = G (Pj/dij). Rumus ini merupakan dasar pengembangan model gravitasi. model potensial dan sebagai

4. Pengembangan Model Gravitasi Penerapan model Gravitasi ini untuk kepentingan analisis daerah mengharuskan kita untuk memperhatikan beberapa masalah yang muncul. Masalah pertama, ialah masalah pengukuran variabel massa dan jarak. Berdasarkan pengalaman, pengukuran massa dilakuan dengan berbagai cara. Dalam perumusan di depan, massa yang digunakan sebagai ukuran adalah jumlah penduduk. Tetapi dalam studi migrasi metropolitan, jumlah tenaga kerja atau pendapatan daerah lebih tepat digunakan sebagai ukuran massa daripada ukuran jumlah penduduk. Kalau masalah pemasaran yang akan dikaji maka jumlah arus uang lebih tepat digunakan sebagai ukuran. Jarak dapat diukur dengan beberapa cara, jarak yang dimaksud adalah jarak geografis. Cara lain untuk menyatakan jarak adalah dengan satuan waktu, misalnya apabila yang ditelaah adalah lalu lintas dalam kota metropolitan. Kalau yang ditelaah adalah masalah lokasi industri, maka satuan ongkos angkutan akan lebih tepat untuk menyatakan ukuran jarak. Seperti halnya ukuran atau satuan massa, maka ukuran atau satuan jarak yang digunakan tergantung pada masalah yang ditelaah, data yang tersedia, dan kepentingan kajian. Ukuran lain yang mungkin dipakai sebagai satuan jarak ialah penggunaan bahan bakar, jumlah pergantian gigi (persneling) atau berhenti, dan banyaknya pengaruh berbagai kesempatan, dan bentuk "jarak sosial" yang lain (Isard, 1969). Masalah dasar yang lain

ialah pemberian "bobot" pada massa. Dalam perumusan I ij = G (Pi.Pj)/(dijb), anasir massa dianggap homogen, sedang pada kenyataannya tidak demikian. Anasir dalam sub daerah i tidak sama dengan anasir dalam sub daerah j, oleh karena itu pemberian bobot yang berbeda bagi sub daerah i dan j patutu dilakukan. Bobot yang dapat dipakai, misalnya pendapatan rata-rata per kapita di setiap sub daerah. Salah satu cara untuk menyempurnakan rumus model gravitasi adalah menggunakan massa dengan bobot. Jadi model gravitasi menjadi: (wi.Pi)(wj.Pj) Iij = G -------------------, dan potensi kependudukan menjadi (dij)b wj.Pj V = G -------(dij)b wi, wj adalah pendapatan per kapita rata-rata di sub daerah i dan j. Penggunaan bobot pendapatan ini misalnya apabila volume lalu lintas masyarakat golongan atas ingin ditelaah. Selain itu, tingkat pendidikan atau besarnya keluarga rata-rata dapat pula dipakai sebagai bobot. Masalah pokok lainnya yang lebih sulit daripada penentuan bobot atau ukuran massa dan jarak, ialah penentuan pangkat bagi variabel, baik dalam konsepsi potensial demografi maupun dalam konsepsi potensial energi demografi. Stewart menggunakan pangkat 1 atau 2 untuk jarak, tetapi banyak studi empiris menolaknya.

Misalnya, Carroll mendapatkan angka pangkat 3, Ikle memperoleh angka pangkat berkisar antara 0.689 hingga 2.6. Hammer dan Ikle dalam studi hubungan telepon dan perjalanan udara mendapatkan batas 1.3 - 1.8 untuk pangkat jarak (Isard, 1969). Kesukaran lainnya ialah pemberian pangkat untuk mengukur massa. Pada model gravitasi yang sudah diberikan, pangkat massa adalah satu. Tetapi dalam studi lain, Anderson dan Carrothers mencatat bahwa pangkat massa mungkin lebih besar dari satu. Carrothers mencatat bahwa beberapa faktor seperti aglomerasi atau deglomerasi ekonomi, integrasi sosial dan kemantapan politik mempengaruhi pangkat massa.

5. Transisi Model Gravitasi Model gravitasi memberi gambaran pola perjalanan di daerah tertentu pada saat tertentu. Oleh karena itu tidak dapat dipastikan bahwa model yang sama, dengan parameyter yang sama, dapat diterapkan bagi daerah lain atau pada saat lain, misalnya untuk peramalan. Jika jumlah penghuni dipakai untuk menyatakan ukuran massa suatu zone, model gravitasi ialah:

Ii . I Tij = k . ------------(dij) Model ini menunjukkan bahwa peningkatan penghuni duakali lipat di kedua daerah berarti meningkatkan perjalanan sebanyak 400%, yang pada

kenyataannya mungkin tidak sebesar itu. Dalam hal ini mungkin nilai k harus menjadi lebih kecil. Perkiraan lalu-lintas jalan raya menunjukkan daftar angka rasio (tij)/(Ii.Ij) dari 19 kota di USA. ti-j merupakan jumlah perjalanan menuju pusat kota, dan Ii, Ij adalah jumlah penghuni di daerah pinggiran dan di pusat kota. Nilai rasio ini disajikan dalam Tabel 1. Tabel ini disusun dengna anggapan bahwa pengaruh jarak di semua kota relatif sama. Kolom ke dua pada Tabel 1 menunjukkan bahwa frekuensi ti-j tidak proporsional terhadap Ii.Ij. Dengan perhitungan lain, kolom ketiga memberikan ko-efisien variasi 28%, dibandingkan dengna kolom ke dua yang memberikan koefisien variasi 104%. Penyelesaian di atas menurunkan model gravitasi versi lain, yaitu: Ii . Ij Ti-j = k . -----------------(Ii + Ij) (dij) Ii + Ij = jumlah penghuni seluruh kota yang dikaji. Kalau kota dibagi menjadi beberapa zone, maka:

Ii . Ij Ti-j = k . -----------------(dij) Ix

10

Rumus ini memberikan petunjuk perlunya memperhitungkan daerah sekeliling kota kalau kita menghitung jumlah perjalanan antara dua zone, dengan anggapan bahwa kualitas penghuninya sama. Tabel 1. Hubungan antara jumlah perjalanan, jumlah penghuni dan kombinasi. ti-j . 106 -------------Ii . Ij 0.16 0.65 0.46 0.99 0.81 0.73 1.42 1.53 1.78 1.58 1.54 2.25 2.30 104% 0.19 0.42 0.46 0.61 0.41 0.33 0.43 0.39 0.46 0.40 0.39 0.42 0.44 28% ti-j --------------(Ii.Ij)/(Ii+Ij)

Kota Baltimore Seattle Houston Dallas Indianapoli Norfolk G.Rapids Tacoma Salt Lake Reading Scranton South Ben Rataan Koef Ragam

Anda mungkin juga menyukai