Anda di halaman 1dari 22

ACARA III

LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

3D ANALYSIS
“SLOPE, ASPECT, TIN, DAN ELEVATION”

Dosen Pengampu : Purwanto, S.Pd, M.Si

Disusun Oleh:
Nama : Kusuma Dewi
NIM : 170721636583
Offering/Angkatan : K/2017
Tanggal Praktikum : 10 April 2019

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKUTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI ILMU GEOGRAFI
2019
3D ANALYSIS
“SLOPE, ASPECT, TIN, DAN ELEVATION”

I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penggunaan item-item yang terdapat pada Arc Toolbox
Surface (Slope, Aspect, Elevation)
2. Untuk mengetahui penggunaan cara penggunaan TIN pada Arc Toolbox
3d Analysis Tool
3. Memahami dan mengoperasikan Arcscene
4. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat dan kegunaan dari 3D Analyst yang
ada pada software ArcGIS.
5. Mahasiswa dapat melakukan analisis kenampakan Gunung Raung
Kab.Bondowoso manggunakan 3D Analyst dengan model TIN pada
daerah yang telah ditentukan.

II ALAT DAN BAHAN


Alat :
1. Laptop/PC
2. Mouse
3. Software ArcGIS 10.5
Bahan :
1. Peta digital kontur daerah Gunung Raung Kabupatrn Bondowoso

III. DASAR TEORI


Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah sistem mengintegrasikan
berbagai sumber daya fisik dan logika-logika perhitungan dan analisa yang
berhubungan dengan obyek-obyek yang terdapat di permukaan bumi. SIG telah
berbasiskan teknologi komputer berupa perangkat lunak yang mampu
mengerjakan proses pemasukan (input), penyimpanan, manipulasi, menampilkan,
dan mengeluarkan informasi geografis. Peta menjadi media utama melakukan
keseluruhan proses tadi, dan karena itu pula pekerjaan SIG dapat disebut mewakili
kondisi atau kejadian di dunia nyata.
Jika diuraikan, pengertian dari SIG ini dapat dipahami melalui terminologi
pembentuknya, antara lain ”Sistem Informasi” dan ”Geografis”. Sistem Informasi
merupakan sarana yang dapat mengakomodir seluruh kegiatan pengendalian
organisasi dan mengolahnya menjadi dokumen kegiatan yang lebih sistematis
serta dapat dikembangkan. Pengembangan di sini dimaksudkan apabila
dibutuhkan suatu analisa lebih lanjut terhadap suatu kelayakan atau kemungkinan-
kemungkinan fenomena, melalui simulasi/prediksi yang menjadi kelebihan dari
teknologi sistem informasi. Proses dasar yang terjadi dalam sistem informasi
adalah memasukan data, mengolah data, menyimpan, dan menyampaikan
informasi yang diperlukan (melalui seleksi atau semacam filter).
Istilah ”Geografis” dapat diartikan sebagai segala sesuatu atau persoalan
yang berhubungan dengan bumi. Kondisi permukaan bumi baik yang alamiah
maupun yang termasuk dalam lingkungan binaan, merupakan wilayah pengkajian
dalam ilmu geografi. Lalu kemudian dikenal terminologi ”Geospasial” yang
menegaskan bahwa cakupan dalam pekerjaan SIG adalah merupakan unsur-unsur
ruang yang menjadi bahan analisanya. Sebelumnya terjadi kerancuan bahwa
karena geografi adalah bagian dari ruang (spasial) maka penyebutannya sering
mengalami kerancuan.
Dalam SIG, dunia nyata direpresentasikan dalam layar komputer. Data-
data dalam SIG bersifat fleksibel dan hal ini yang menjadi keuntungan
dibandingkan ketika bekerja menggunakan peta konvensional (lembaran-lembaran
kertas). Peta yang tampil dalam SIG merupakan perpaduan data antara gambar
(image) dengan datadata tabulasi baik itu berupa angka maupun teks. Tidak
seperti data-data angka dan teks pada sistem informasi pada umumnya, data-data
dalam SIG adalah data yang sangat terkait dengan kondisi gambar petanya.
Perubahan dimensi dari obyek-obyek gambar pada peta digital, mempengaruhi
data-data yang terkandung di dalamnya.
Digital Elevation Model (DEM) adalah suatu metode pendekatan yang
biasa dipakai untuk memodelkan relief permukaan bumi dalm bentuk 3 dimensi.
Metode DEM ini dapat dipakai sebagai model, analisa, representasi fenomena
yang berhubungan dengan topografi atau permukaan lain. Penggunaan DEM
dalam proses analisis limpasan permukaan akan membantu ketelitian dalam
mengidentifikasi kemiringan lahan, arahan aliran, akumulasi aliran, panjang
lintasan aliran, dan penentuan daerah pengaliran.
Terdapat beberapa metode untuk menggambarkan bentuk permukaan alam
DEM, yaitu antara lain model grid dalam bentuk bujur sangkar, model TIN
(Triangulated Irregular Network) dalam bentuk segituga yang tidak beraturan dan
yang terakhir adalah Cellular Automata (CA) yaitu dallam bentuk segitiga,
segiempat, dan segi enam beraturan.
Model Medan Digital (Digital Terrain Model / DTM) adalah data digital
yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi (atau bagiannya)
yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dan
dari algoritma yang mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan
koordinat (Tempfli, 1991). Variasi dari permukaan bumi, seperti relief dapat
disajikan secara matematis sebagai fungsi dari posisi. Posisi dapat didefinisikan
sebagai koordinat geografi (Ø,λ) atau koordinat empat persegi panjang (X,Y) pada
peta berproyeksi misal, UTM. Data elevasi biasa mengacu pada datum (seperti :
mean sea level).
DTM juga merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam
mengumpulkan, prosessing, dan penyajian informasi medan. Susunan nilai -nilai
digital yang mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan, distribusi spasial
di wakili oleh nilai-nilai pada sistem koordinat horisontal X,Y dan karakteristik
medan diwakili oleh ketingian medan dalam sistem koordinat Z (Frederic 1.
Doyle, 1991).
Sumber data DEM adalah data elevasi yang dapat berupa garis dan titik
yang dapat diperoleh dari: foto udara tegak stereo, citra satelit stereo, linier array
image, dan perangkat pengukuran lapangan, seperti: GPS, Theodolith, EDM,
Total Station, Echosounder, dan peta Rupa Bumi Indonesi. DEM umumnya
menyajikan permukaan medan sebagai fungsi nilai tunggal gambar 1), sebagai
berikut:
Z = f(x,y)
Keterangan:
x, y = posisi dan z = nilai ketinggian .
Gambar 1. Relief medan dan model digital
Sumber: Tempfli, 1991 dalam Purwanto 2017

Interpolasi sangat penting dalam pembentukan DTM. Interpolasi adalah


proses penentuan dari nilai pendekatan dari variabel f(P) pada titik antara P, bila
f(P) merupakan variabel yang mungkin skalar atau vektor yang dibentuk oleh
harga f(P1) pada suatu titik P1 dalam ruang yang berdimensi r (Tempfli, 1977).
Interpolasi relief medan (terrain) dinyatakan dengan variabel skalar dan ruang dua
dimensi. Ketinggian atau kedalaman diukur pada titik-titik Pi(xi,yi), selanjutnya
dapat dibentuk suatu fungsi:
Pi = f(xi,yi)
Keterangan:
xi,yi = koordinat model atau terrain
f = fungsi terrain
Penentuan nilai suatu besaran berdasarkan besaran lain yang sudah
diketahui nilainya, dimana letak dari besaran yang akan ditentukan tersebut
diantara besaran yang sudah diketahui. Besaran yang sudah diketahui tersebut
dianggap sebagai acuan, sedangkan besaran yang ditentukan disebut sebagai
besaran antara (intermediate value). Dalam interpolasi hubungan antara titik-titik
acuan tersebut didekati dengan menggunakan fungsi yang disebut fungsi
interpolasi. Fungsi yang banyak digunakan dalam interpolasi adalah fungsi
polinomial, lihat gambar 2).
Gambar 2. Metode interpolasi polinomial
(a. polinomial orde 1, b. polinomial orde 2, c. polinomial orde 3)
(Sumber : Purwanto, 2017)
Terdapat struktur data yang berbeda yang dapat digunakan untuk
menyajikan topografi permukaan bumi, lihat gambar 3).

Gambar 3. Metode struktur data DEM (a. Grid, b. TIN, c. Kontur)


Sumber: Purwanto, 2017

a. Grid atau Lattice


Struktur ini menggunakan sebuah bidang segitiga teratur,
segiempat, atau bujursangkar atau bentuk siku yang teratur / grid.
Perbedaan resolusi grid dapat digunakan, pemilihan biasanya berhubungan
dengan ukuran daerah penelitian dan kemampuan fasilitas komputer.
Seperti data yang dapat disimpan dalam berbagai cara, biasanya metode
yang dipakai adalah menggunakan koordinat Z berhubungan untuk
rangkaian titik-titik sepanjang profil dengan titik awal dan spasi grid
tertentu (Moore 1991).

Gambar 4. Lattice dan grid permukaan


Sumber: Purwanto, 2017

b. TIN
TIN adalah rangkaian segitiga yang tidak tumpang tindih dihitung
dari titik ruang tak beraturan dengan koordinat x, y, dan z yang
menyajikan nilai ketinggian. Model TIN disimpan dalam topologi
berhubungan antara segitiga dengan segitiga didekatnya dimana titik-titik
didefinisikan pada tiap segitiga dengan segitiga lainnya. Tiap bidang
segitiga digabungkan dengan tiga titik segitiga yang disebut sebagai facets
(Mark 1975).

Gambar 5. TIN dan permukaan bumi


c. Kontur
Dibuat dari digitasi garis kontur disimpan dalam format seperti
Digital Line Graphs (DLG) membuat pasangan-pasangan koordinat x, y
sepanjang tiap garis kontur yang menunjukkan ketinggian tertentu.
Berdasarkan DEM tersebut dapat diturunkan beberapa model medan
digital, antara lain: model 3D, kontur, profil, perhitungan volume, peta
efek bayangan (hill shading), lereng, visibility, tampilan 3D realtime.
Masing-masing turunan DEM ini memiliki aplikasi tertentu yang
menyangkut aspek ketinggian.
Dilihat dari sudut pandang lain proses Interpolasi spasial adalah
proses menggunakan titik dengan nilai-nilai yang diketahui untuk
memperkirakan nilai pada titik-titik lain yang tidak diketahui. Misalnya,
untuk membuat peta curah hujan. Hal ini disebabkan tidak semua wilayah
memiliki cukup stasiun curah hujan. Untuk mengetahui daerah yang tidak
memiliki stasiun maka dapat dilakukan dengan proses interpolasi.
Interpolasi spasial dapat digunakan untuk memperkirakan suhu di suatu
lokasi yang sebelumnya tidak diketahui. Data elevasi, curah hujan,
akumulasi salju, permukaan air dan kepadatan penduduk adalah jenis data
yang dapat dihitung dengan menggunakan interpolasi.(Purwanto,2017)

Gambar 6. Interpolasi pada data temperatur di Afrika Utara


Sumber: Purwanto, 2017

Secara sederhana format dalam bahasa komputer berarti bentuk


dan kode penyimpanan data yang berbeda antara file satu dengan lainnya.
Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu:

1. Data Vektor
Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke
dalam kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal
dan berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes (merupakan titik
perpotongan antara dua buah garis). Keuntungan utama dari format data
vektor adalah ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batasan dan
garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk analisa yang membutuhkan
ketepatan posisi, misalnya pada basisdata batas-batas kadaster. Contoh
penggunaan lainnya adalah untuk mendefinisikan hubungan spasial dari
beberapa fitur. Kelemahan data vektor yang utama adalah
ketidakmampuannya dalam mengakomodasi perubahan gradual.

2. Data Raster
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang
dihasilkan dari system Penginderaan Jauh. Pada data raster, obyek geografis
direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel
(picture element). Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada
ukuran pixel-nya. Dengan kata lain, resolusi pixel menggambarkan ukuran
sebenarnya di permukaan bumi yang diwakili oleh setiap pixel pada citra.
Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh satu sel,
semakin tinggi resolusinya. Data raster sangat baik untuk merepresentasikan
batas-batas yang berubah secara gradual, seperti jenis tanah, kelembaban
tanah, vegetasi, suhu tanah dan sebagainya. Keterbatasan utama dari data
raster adalah besarnya ukuran file semakin tinggi resolusi grid-nya semakin
besar pula ukuran filenya dan sangat tergantung pada kapasistas perangkat
keras yang tersedia. Masing-masing format data mempunyai kelebihan dan
kekurangan
Gunung Raung (puncak tertinggi: 3.344 m dpl) adalah gunung
berapi kerucut yang terletak di ujung timur Pulau Jawa,Indonesia. Secara
SociaStrative, kawasan gunung ini termasuk dalam wilayah tiga kabupaten
di wilayah Besuki, Jawa Timur, yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten
Bondowoso, dan Kabupaten Jember. Gunung Raung memiliki nama lain
yakni a on dengan puncak tertinggi mencapai mdpl memiliki
koordinat geografis puncak pada , S dan , dengan ilayah
administratif berada di tiga kabupaten di Jawa Timur di antaranya yaitu
Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Bondowoso
(Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, 2014).
Gunung Raung adalah sebuah gunung api yang besar dan unik,
yang berbeda dari ciri gunungapi pada umumnya di pulau Jawa. Keunikan
dari puncak gunung Raung adalah kalderanya yang dalamnya sekitar 500 m,
selalu berasap dan sering menyemburkan api. Gunung Raung termasuk
gunungapi tua dengan kaldera di puncaknya dan dikelilingi oleh banyak
puncak kecil, menjadikan pemandangannya benar-benar menakjubkan.
Puncak gunung Raung merupakan kerucut terpotong dengan tonjolan dari
sisa-sisa endapan lava dan dari sisa endapan piroklastik. Kaldera gunung
Raung berbentuk ellips, berukuran 1750 x 2250 m, dalamnya 400-550 m di
bawah pematang, lereng kaldera sangat terjal.(Febriyanti, 2017).

IV. LANGKAH-LANGKAH
Langkah-langkah buffering dapat dilihat pada link youtube berikut ini:
https://youtu.be/rdPEM0y79O8

V. HASIL
1. Peta Digital Acpect (Terlampir)
2. Peta Digital Slope (Terlampir)
3. Peta Digital Elevation (Terlampir)
4. Profile Graph (Terlampir)
5. Screenshot 3D tiff

VI. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilaksanakan di Laboratorium Komputer Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Malang pada Selasa, 10 April 2019 dengan topik
praktikum tentang pengaplikasian metode 3D Analyst pada ArcGIS 10.4 untuk
analisis kenampakan Gunung Raung di kabupaten Bondowoso. Praktikum Sistem
Informasi Geografis (SIG) pada acara ke tiga ini yaitu membahas mengenai
fungsi-fungsi yang ada di Arch Toolbox yaitu SLOPE, ASPECT, ELEVATION,
dan TIN. Penggunaan Arch Toolbox yaitu beberapa face pada renderer seperti
Face aspect with graduated color ramp, face slope with graduated color ramp, dan
face elevation with graduated color ramp.
Berdasarkan data elevasi yang dimiliki maka dibuat peta TIN. TIN adalah
untuk menciptakan jaringan yang permukaannya tidak menyimpang dari raster
input dengan lebih dari Z toleransi tertentu. Raster untuk TIN sering digunakan
untuk mengkonversi raster yang berasal dari US Geological Survey (USGS)
Model elevasi digital (DEM) untuk model permukaan TIN. Raster untuk TIN
pertama pengeneralisasian TIN kandidat menggunakan cukup poin masukkan
raster (pusat sel) untuk sepenuhnya menutupi sekeliling permukaan raster.
Kemudian secara bertahap meningkatkan permukaan TIN sampai memenuhi Z
yang ditentukan. Ia melakukan dengan menambahkan pusat sel lebih pada dasar
yang dibutuhkan selama proses berulang-ulang. Jumlah poin yang dipilih oleh
perintah adalah fungsi dari Z toleransi yang ditetapkan dan kelancaran raster
input. Jika toleransi Z kecil ditentukan atau permukaan raster topografi kasar dan
kompleks, banyak poin yang akan diperlukan untuk membangun TIN tersebut.
Dari peta TIN yang telah dibuat, menggunakan Arc Scene akan dibuat peta 3D.
Dengan peta 3D akan dibuat penampang melintang dari garis yang dipilih (profile
graph).
a. Data Management TIN (Triangular Irregular Network)
Triangular Irregular Network (TIN) merupakan bentuk data
geografik digital berbasis vektor dan dibangun oleh triangulasi satu set
vektor (point). Vektor terhubung dengan serangkaian tepi untuk
membentuk jaringan segitiga. TIN merupakan serangkaian segitiga yang
tumpang tindih dihitung dari titik ruang yang tidak beraturan dengan
koordinat x, y, dan nilai z yang menyajikan data elevasi. TIN dapat dibuat
dengan menggunakan data garis/vector yang mempunyai z value (nilai
elevasi). TIN dibangun oleh suatu set bentuk segitiga. Masing-masing nide
segitiga akan terhubung sehingga akan membentuk surface. Komponen
penyususn TIN dalam praktikum ini adalah nodes, garis/tepi, segitiga, hull
polygon, dan topologi.
Ada berbagai metode interpolasi untuk membentuk segitiga
tersebut, seperti Delaunay triangulasi untuk jarak urutan. Pada pembuatan
TIN, dibuat garis penampang melintang dan garis kenampakan atau Line
of Sight yang melalui objek pada peta dengan ketinggian atau elevasi yang
berbeda. Dalam praktikum ini menggunakan point dalam jumlah banyak
atau yang disebut point masal yang menjadi pengukuran ketinggian titik
dalam jaringan TIN. Poin massal merupakan input utama dalam TIN dan
menentukan bentuk kseluruhan permukaan. Sehingga memungkinkan
untuk model permukaan heterogen secara efisien dengan memasukkan
poin lebih banyak di daerah dimana permukaan sangat bervariasi dan lebih
sedikit di tempat-tempat dimana permukaan kurang bervariasi. Dalam
proses pembuatan TIN dibuat garis yaitu garis penampang melintang.
Garis ini menunjukkan perbedaan elevasi pada daerah yang dilalui garis
tersebut, garis ini digambarkan dengan warna hitam.

b. Slope
Kenampakan gunung raung jika dilihat dengan renderer model face
slope with graduated color ramp maka akan terlihat kemiringan lereng
Gunung Raung dengan menggunkaan satuan degree atau derajat yang
terbagi atas beberapa kelas yakni 9 kelas mulai dari yang curam hingga
datar yang dilambangkan dengan degradasi warna dari hijau hinggga
merah. Slope merupakan laju perubahan maksimum dalam nilai z dari
setiap sel. Penggunaan z faktor penting untuk perhitungan kemiringan
ketika unit z permukaan yang dinyatakan dalam satuan yang berbeda dari
tanah dalam unit x dan y. Rentang nilai dalam Output Measurements
tergantung pada jenis unit pengukurannya. Terdapat dua pilihan yaitu
Degrees dan Percent-Rise. Untuk degrees, kisaran nilai kemiringannya
berkisar 0 sampai 90. Sedangkan untuk Percent-rise, kisaran 0 hingga
dasarnya tak terbatas. Praktikum kali ini menggunakan Degrees. Sebuah
permukaan datar adalah 0 persen. Permukaan yang semakin vertikal maka
akan memiliki kenaikan persen yang semakin besar. Semakin warna merah
pekat menunjukkan elevasi tertinggi dan begitupun semakin pekat warna
hijau merupakan elevasi terendah.
Pada fungsi slope akan menghitung tingkat perubahan maksimum
sel sebelumnya. Pada dasarnya, perubahan maksimum di ketinggian di
atas jarak antara sel tetangganya mengidentifikasi menurun keturunan
curam dari sel. Slope sering digunakan pada dataset elevasi. Slope pada
umumnya dalam sistem informasi geografi banyak dikaitkan sebagai
analisis Slope and Orientasi Indicator. Slope and Orientasi Indicator secara
manual merupakan kalkulasi dari titik pertama yang ada pada permukaan.
Slope dalam spasial analisis digunakan sebagai indikator slope dari setiap
cell ada dalam raster permukaan atau raster surface. Analisis slope pada
intinya digunakan untuk mengoreksi kalkulasi slope ketika nilai Z dalam
permuakaan yang diekspresikan terhadap perbedaan X dan Y unit.
Rentangan nilai dari luarannya atau produknya adalah tergantung pada
pengukuran unit permukaan.

c. Aspect
Aspect mengidentifikasikan arah lereng. Nilai setiap sel dalam
raster keluaran menunjukkan arah kompas terhadap permukaan di lokasi
itu yang diukur searah jarum jam dalam derajad dari 0 ke 360. Daerah
datar yang tidak memilki arah lereng diberi nilai -1. Nilai setiap sel dalam
data set aspek menunjujjan arah kemiringan permukaan sel. Lereng yang
menghadap ke arah utara diberi warna merah, lereng yang menghadap ke
timur diberi warna kuning, lereng yang menghadap ke selatan diberi warna
biru muda (bitu langit), dan lereng yang menghadap ke barat diberi warna
biru tua. Juga dapat diketahui permukaan yang tidak memiliki arah lereng
atau dapat disebut permukaan datar diberi warna abu-abu.

d. Elevation
Penggunaan model face elevation with graduated color ramp pada
peta kontur Gunung Raung dapat menunjukkan kelas ketinggian Gunung
Raung yang dikelompokkan menjadi 9 kelas dengan lambing warna yang
berbeda-beda pula. Gambar pada lampiran peta digital elevation
menunjukkan elevasi atau ketinggian di Gunung Raung, dari gambar juga
dapat dilihat bahwa Gunung Raung merupakan gunung api tipe kerucut,
dan memiliki sistem kawah yang terbuka (gambar 3) dimana akan
menyebabkan lava pijar yang dihasilkan akan kembali ke dalam kawah
dan kecil kemungkinan meluber keluar kaldera.
Dari legenda dijelaskan bahwa setiap warna akan mewakili elevasi
atau ketinggian pada Gunung Raung, dari gambar juga dapat dilihat bahwa
semakin tinggi wilayah maka akan memiliki luas yang semakin sempit
begitupun sebaliknya, semakin landai wilayah maka akan memiliki luas
yang semakin lebar.
Sehingga, model DEM (gambar 3) dapat dipakai sebagai model,
analisa, representasi fenomena yang berhubungan dengan topografi atau
permukaan lain. Contoh: penggunaan DEM dalam proses analisa limpasan
permukaan akan membantu ketelitian dalam mengidentifikasi kemiringan
lereng, arah aliran, akumulasi aliran, dan sebagainya. DEM dapat
digunakan dan diolah untuk beragam informasi geografis yang dapat
membantu memudahkan dalam pengambilan keputusan, terkait
penggunaan lahan yang cocok untuk diterapkan di suatu wilayah tertentu.

e. Profile graph
Profile graphs merupakan analisa yang didasarkan pada data TIN
(Triangular Irregular Network) yang telah dibuat dalam analisa Data
Management. Profile graphs Gunung Raung ini merupakan representasi
dari sampling semua kenampakan. Profile graphs memiliki kesamaan
dengan apa yang biasanya disebut dengan penampang melintang dalam
kajian geologi pada peta geologi atau geomorfologi. Dalam profile graphs
analisis elevasi ini menitik beratkan atau menggunakan data secara
horizontal saja. Asumsinya adalah, apabila ketinggian berubah-ubah, maka
profile graphs akan berubah berdasarkan ketinggian surface saja, bukan
secara vertical juga. Dari gambar diketahui profil Gunung Raung mulai
daerah landai dengan ketinggian berkisar dari 1.000 meter sampai
ketinggian puncak yaitu > 3.000 meter (puncak Gunung Raung,
Bondowoso).
f. 3D Analisis
3D Analisis merupakan langkah final dari beberapa analisis
sebelumnya, karena analisis ini hanya menghasilkan satu produk utama
berupa permodelaan permukaan Gunung Raung, Bondowoso berdasarkan
data ketinggian yang sudah dikonversikan kedalam seperangkat raster
elevasi menggunakan data management atau manajemen data berupa TIN.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan setiap peta memiliki
tampilan yang berbeda-beda. Dengan fungsi tools yang terdapat dalam Arc
toolbox maka dapat dibuat suatu peta yang memiliki fungsinya masing-masing.
Menggunakan peta TIN yang dibuat dengan Arc Scene maka dapat ditampilkan
peta tiga dimensi yang baru.
Metode 3D analyst dapat digunakan untuk analisis kenampakan wilayah
Gunung Raung Kabupaten Bondowoso. TIN terbentuk berdasarkan data elevasi
atau nilai z pada tabel atribut yang dibuat. Untuk proses analisis digunakan
beberapa model faces seperti face aspect, face slope, face elevation, dan face with
same symbol. Dimana masing-masing memeiliki kegunaan yang berbeda.Face
aspect untuk analisis arah kelerengan, Aspect membuat peta berdasarkan arah
lereng yang berhadapan sesuai arah mata angin dengan simbol warna. Face
elevation untuk analisis ketinggian, face slope untuk analisis kemiringan lereng,
face edge dan face with same symbol guna mengetahui kenampakan Gunung
Raung. Proses analisis peta dengan menggunakan metode 3D Analyst dengan
bebagai faces dapat diketahui bahwa Gunung Raung memiliki ketinggian,
kemiringan lereng, serta arah lereng yang bervariasi.

VIII. DAFTAR RUJUKAN


Asmaranto, R., Suhartanto, E., & Permana, B. A. 2012. Aplikasi Sistem Informasi
Geografis (SIG) untuk identifikasi lahan kritis dan arahan fungsi
lahan Daerah Aliran Sungai Sampean. Jurnal Teknik Pengairan, 1(2), 84-
105.
Febriyanti,Rani Fitri.2017 Analisis Deformasi Permukaan Gunung Raung
Menggunakan Teknologi Differential Interferometry Synthetic Aperture
Radar (Dinsar) Berdasarkan Erupsi 28 Juni 2015.Tugas Akhir. Fakultas
Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember :
Surabaya.
Purwanto. 2017. Modul Pengabdian Kepada Masyarakat : Meningkatkan
Ketrampilan Guru Geografi Melalui Pelatihan Sistem Informasi Geografi
Pada MGMP Geografi Di Kabupaten Tulungagung. TIM Pengabdian
Kepada Masyarakat LP2M UM. Universitas Negeri Malang
VIII. LAMPIRAN
1. Peta Digital Acpect (Terlampir)
2. Peta Digital Slope (Terlampir)
3. Peta Digital Elevation (Terlampir)
4. Profile Graph (Terlampir)
5. 3D Tiff

Anda mungkin juga menyukai