Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PEMETAAN

ACARA VI
PETA LERENG DAN PETA 3D

Disusun oleh:

Nama : Jowvael Greselo Sianturi


NIM 23482
Kelas : SPKS D
Nama Koasisten : Indra Jaya

PRODI AGROKTEKNOLOGI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN YOGYAKARTA
2023
ACARA 6
PETA LERENG DAN PETA 3D

A. Tujuan
1. Dapat membuat peta 3D.
2. Dapat membuat peta kontur dan kemiringan lereng.
3. Mampu memahami fungsi dari peta 3D, peta kontur, dan kemiringan lereng.
4. Mampu mengoperasikan ArcScene dengan baik dan benar.

B. Pendahuluan
Peta kelerengan atau kemiringan lereng merupakan peta yang
menunjukkan kondisi tingkat kemiringan pada suatu lahan. Kelerengan adalah
perbandingan antara jarak vertikal dan jarak horizontal. Nilai kelerengan antara
lain dapat dinyatakan dalam persen (%), dan derajat (°). Informasi spasial
kelerengan mendeskripsikan kondisi permukaan lahan seperti datar, landai,
curam atau terjal. Selain melalui pengukuran secara langsung di lapangan
menggunakan alat ukur kemiringan lereng atau Clinometer, nilai kelerengan
juga bisa didapatkan melalui perhitungan pada DEM/DTM hasil pengukuran
terestris atau pengindraan jauh (Humaro dkk., 2023).
Peta adalah gambaran permukaan bumi yang ditampilkan pada suatu
bidang datar dengan skala tertentu. Peta dapat disajikan dalam berbagai cara,
mulai dari peta konvensional yang tercetak hingga peta digital yang tampil di
layar komputer. Istilah peta berasal dari bahasa Yunani "pépágmenon" yang
berarti "dilukis". Peta digunakan untuk menyajikan informasi tentang lokasi,
ukuran, bentuk, dan hubungan spasial antara objek di permukaan bumi. Peta
adalah representasi visual dari permukaan bumi atau area geografis tertentu
yang menggambarkan lokasi dan hubungan antara objek geografis seperti
daratan, perairan, dan fitur-fitur lainnya. Peta digunakan untuk berbagai tujuan,
termasuk navigasi, analisis geografis, perencanaan, dan komunikasi informasi
geografis.
Peta kelerengan atau yang sering disebut dengan peta kontur adalah jenis
peta yang digunakan untuk menggambarkan kelerengan atau perubahan elevasi
dalam sebuah wilayah geografis. Informasi kelerengan ini diberikan dalam
bentuk garis kontur yang menghubungkan semua titik dengan ketinggian yang
sama di permukaan bumi. Peta kelerengan sangat berguna untuk berbagai
aplikasi termasuk perencanaan pembangunan, navigasi, pemetaan geologi,
olahraga seperti hiking dan mountaineering, serta analisis hidrologi dan
drainage. Dengan kemajuan teknologi seperti perangkat lunak GIS (Geographic
Information System), peta kelerengan dapat dibuat dengan presisi tinggi dan
digunakan dalam berbagai aplikasi analisis spasial (Pertiwi, 2011).
Sebagian besar peta yang ada disajikan dalam bentuk dua dimensi yang
dilengkapi dengan informasi ketinggian. Pada peta tersebut perbedaan
ketinggian permukaan tanah tidak terlihat secara langsung. Selain itu
penggambaran secara 2D hanya dapat dilihat dari satu arah pandang saja. Cara
terbaik untuk meng-konseptualisasikan permukaan terrain yang sebenarnya
adalah dengan menggunakan pandangan yang kontinu, dengan detail dan
informasi ketinggian yang disajikan secara tiga dimensi.
Peta tiga dimensi (3D) adalah peta yang menampilkan informasi tentang
permukaan bumi dalam tiga dimensi, yaitu panjang, lebar, dan tinggi. Peta tiga
dimensi dapat digunakan untuk memvisualisasikan bangunan, jalan, dan objek
lainnya dengan lebih detail dan realistis. Peta tiga dimensi adalah jenis peta
yang berusaha untuk merepresentasikan dunia nyata dalam tiga dimensi, mirip
dengan bagaimana kita mengalami lingkungan sehari-hari. Peta tiga dimensi
dapat dibuat dengan menggunakan perangkat lunak khusus seperti Unity3D
(Simanungkalit, 2011).
C. Pembahasan
Peta 3D adalah alat visual yang sangat berguna dalam merepresentasikan
wilayah atau objek dalam tiga dimensi. Fungsi peta 3D sangat penting dalam
berbagai bidang. Pertama, peta 3D memberikan gambaran yang jauh lebih
realistis tentang bentuk dan elevasi daripada peta 2D konvensional. Ini
membantu dalam pemahaman topografi, navigasi, dan perencanaan
infrastruktur. Kedua, peta 3D berperan penting dalam perencanaan perkotaan
dan pengembangan, memungkinkan pemangku kepentingan untuk melihat
dampak bangunan dan jalan terhadap lingkungan sekitar. Ketiga, dalam analisis
geografis, peta 3D mendukung penelitian lebih mendalam terkait perubahan
topografi, pergerakan air, dan pemodelan lingkungan. Selain itu, peta 3D
digunakan dalam simulasi, permainan, dan pendidikan, dan laporan. Dengan
kemampuan visual yang lebih realistis, peta 3D memiliki peran utama dalam
membantu kita memahami dan merencanakan dunia di sekitar kita dengan lebih
baik (Subianto & Subroto 2019).
Peta kontur dan peta kemiringan lereng memiliki peran penting dalam
pengelolaan perkebunan kelapa sawit, karena mereka membantu dalam
pemahaman dan pengambilan keputusan terkait dengan topografi dan
kelerengan lahan. manfaat peta kontur dan peta lereng dalam perkebunan kelapa
sawit ialah untuk Perencanaan Drainase, Pengaturan Tanaman Kelapa Sawit,
Pemantauan Erosi Tanah, Identifikasi Kemiringan Berbahaya, Penentuan Zona
Berbeda dan Perencanaan Pemeliharaan Tanaman (Santoso, 2022).
Dalam konteks perkebunan kelapa sawit, peta kontur dan peta kemiringan
lereng dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang cocok untuk
pengembangan perkebunan, perencanaan irigasi, pengelolaan air, dan
pemeliharaan kebun. Pemilihan lokasi yang tepat berdasarkan kemiringan
lereng yang ideal dapat membantu dalam meningkatkan produktivitas dan
kualitas kelapa sawit. Selain itu, peta kemiringan lereng juga penting dalam
penanganan potensi bahaya erosi, terutama pada lahan-lahan berlereng
(Ardianto, 2017).
Digital Elevation Model (DEM) adalah representasi digital dari elevasi
atau ketinggian permukaan bumi yang tersimpan dalam bentuk data raster atau
grid. Setiap sel dalam grid DEM berisi informasi tentang ketinggian pada titik
tersebut. DEM biasanya dibuat dengan menggunakan teknologi seperti
pemindaian udara (lidar), pengukuran GPS, atau citra satelit stereo. Data ini
kemudian diolah menggunakan perangkat lunak GIS dan pengolahan data
spasial untuk menghasilkan model tiga dimensi dari topografi permukaan bumi.
DEM digunakan untuk menganalisis topografi suatu wilayah, termasuk
identifikasi kemiringan lereng, penentuan aliran air, dan identifikasi cekungan
air. DEM memberikan data ketinggian yang sangat akurat dan dapat digunakan
dalam berbagai aplikasi ilmiah, lingkungan, dan perencanaan. Peta kontur
sering dibuat berdasarkan data DEM. DEM memberikan dasar data yang
digunakan untuk menghasilkan garis-garis kontur yang ada pada peta kontur.
Dengan kata lain, DEM adalah sumber data yang digunakan dalam pembuatan
peta kontur. DEM memberikan informasi numerik tentang elevasi, sementara
peta kontur memberikan representasi visual yang lebih mudah dimengerti
tentang topografi area tersebut (Nurfalaq & Jumardi 2021).
Perbedaan antara peta 2D dan peta 3D terletak pada cara mereka
merepresentasikan objek dan lingkungan geografis. Peta 2D adalah representasi
datar permukaan bumi dengan dua dimensi (panjang dan lebar), sedangkan peta
3D adalah representasi tiga dimensi yang mencakup dimensi tambahan yaitu
ketinggian. Peta 2D digunakan untuk banyak aplikasi umum, sedangkan peta
3D biasanya digunakan dalam situasi di mana informasi ketinggian dan
topografi yang lebih mendalam diperlukan. Peta dua dimensi umumnya
digunakan untuk mengamati kenampakan bumi, sedangkan peta tiga dimensi
digunakan untuk mengamati keadaan permukaan bumi berdasarkan ketinggian
suatu daerah. Perbedaan ini mempengaruhi cara penggunaan, pembuatan, dan
fungsi dari kedua jenis peta tersebut (Samopa, F., & Sani, N. A. 2014).
D. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum sistem informasi geografis dan pemetaan dengan
judul “ Peta Lereng dan Peta 3D “ dapat disimpulkan bahwa :
1. Peta kontur memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang elevasi
tanah, yang sangat penting dalam pengelolaan kelapa sawit. .
2. Peta 3D adalah alat visual yang sangat berguna dalam merepresentasikan
wilayah atau objek dalam tiga dimensi.
3. DEM memberikan informasi numerik tentang elevasi, sementara peta
kontur memberikan representasi visual yang lebih mudah dimengerti
tentang topografi area tertentu.
4. Peta 2D digunakan untuk banyak aplikasi umum, sedangkan peta 3D
biasanya digunakan dalam situasi di mana informasi ketinggian dan
topografi yang lebih mendalam diperlukan. .
5. Peta kelerengan membantu petani dalam menentukan tingkat kemiringan
lahan.
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, K. (2017). Pengukuran dan Pendugaan Erosi pada Lahan Perkebunan


Kelapa Sawit dengan Kemiringan Berbeda (Doctoral dissertation, Riau
University).

Humaro, R., Karsono, B., Deni, D., Aiyub, H., & Saputra, E. (2023). Workshop:
Memahami Peta Topografi dan Kontur Bagi Pelajar Kota Lhokseumawe.
Jurnal Solusi Masyarakat Dikara, 3(1), 22-27.

Nurfalaq, A., & Jumardi, A. (2021). Pemanfaatan Digital Elevation Model untuk
Zona Arahan Penggunaan Lahan Kecamatan Mungkajang Kota Palopo.
Applied Physics of Cokroaminoto Palopo, 2(2), 71-77.

Pertiwi, A. (2011). Metoda Interpolasi Inverse Distance Untuk Peta Ketinggian


(Kontur). Semantik, 1(1).

Pradiptojati, D., Samopa, F., & Sani, N. A. (2014). Rancang Bangun Peta Virtual
3D Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember
dengan Unity3D Engine. Jurnal Teknik ITS (SINTA: 4, IF: 1.1815), 3(2),
A192-A197.

Santoso, H. (2022). Koreksi Titik Reference Dengan Metode Statik Pada


Pengukuran Mikro-Topografi Pada Perkebunan Kelapa Sawit. Warta Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, 27(3), 126-133.

Simanungkalit, N. M. (2011). Pemilihan Media dan Cara Membuat Peta Statistik


Untuk Pembelajaran Geografi di SMA. JURNAL GEOGRAFI, 3(2), 67-82.

Subianto, E. M., Kasdi, A., & Subroto, W. T. (2019). Pengembangan Media Peta
3D Pada Tema Tempat Tinggalku Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas Iv Sekolah Dasar. Jurnal Review Pendidikan Dasar: Jurnal Kajian
Pendidikan dan Hasil Penelitian, 5(3), 1043-1055

Anda mungkin juga menyukai