Anda di halaman 1dari 0

Bakpao Telo, Terobosan Baru Penghemat Devisa

Oleh : Ir Unggul Abinowo, MS, MBA


Pada peringatan Hari Pangaan Sedunia XXIII (HPS) sekarang ini seharusnya kita
merenung diri seberapa besar devisa negara yang dikeluarkan untuk mengimpor
gandum atau terigu. Diperkirakan setiap tahun hampir 4 juta ton gandum atau terigu
diimpor sebagai bahan baku pangan Indonesia untuk dibuat roti, bakmie, bakso, bakpao,
dan berbagai macam kue. Dikhawatirkan impor bahan baku dari negara sub tropis
tersebut cenderung mengalami peningkatan mengikuti jumlah penduduk yang semakin
membengkaak dan kesadaran gizi menjadi meningkat.
Jika keadaan ini dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan ketergantungan
pangan dari luar negeri dan meningkatnya pengeluaran devisa bagi negara sehingga
dikhawatirkan terjadi kerawanan pangan. Oleh karena itu perlu adanya program
keanekaragaman pangan dengan mengurangi ketergantungan pangan luar negeri,
dengan cara mengurangi penggunaan bahan baku terigu atau gandum diganti beras atau
umbi-umbian. Sebenarnya sudah cukup banyak bahan baku pangan yang tersedia dan
dapat menjadi subtitusi atau pengganti terigu, diantaranya ubi jalar, ubi kayu, garut, dan
lain-lain, di samping beras. Sebuah pekerjaan rumah (PR) bagi Badan Litbang
Departemen Pertanian untuk melakukan penelitian tersebut.
Terobosan Baru
Ir. Unggul Abinowo, MS, MBA yang Kontak Tani Andalan Nasional dari
Kabupaten Pasuruan, Jatim merasa peduli dan prihatin terhadap kondisi pangan yang
tergantung dari luar negeri. Oleh karena itu tanpa banyak bicara dirinya berhasil
melakukan terobosan baru untuk mengatasi masalah tersebut dengan membuat Bakpao
Telo. Bakpao yang semula bahan bakunya dari terigu dan merupakan jajanan orang
Tionghoa, kini diproduksi dengan bahan baku terigu dicampur ketela atau ubi jalar, dan
semua kalangan masyarakat menyenangi.
Pembuatan Bakpao telo yang dikerjakan bekerja sama dengan LIPI mempergunakan
bahan baku ketelo 60%, sedangkan terigu 40%, kata Unggul Abinowo di Cafe Sentra
Pemasaran Agribisnis Terpadu (SPAD) yang terletak sebelah kanan jalan raya
perbatasan Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Malang. SPAD ini dibangun untuk
mengatasi kesulitan pemasaran hasil-hasil pertanian beseerta olahannya, sehingga
memperoleh nilai tambah bagi petani di pedesaan yang hidupnya cukup
memprihatinkan.
Menurut Unggul yang dikaruniai 2 orang anak dan seorang isteri, harga ubi jalar
di pasar Rp. 450/kg, sedangkan terigu Rp. 2.000/kg. Dengan adanya subtitusi bahan
baku terigu untuk mengolah bakpao tidak kalah bahkan lebih kenyal, sehingga banyak
pengunjung yang datang ke Kompleks SPAD ikut membeli berbagai produk tersebut.
Dari bahan baku ubi jalar tersebut di samping bakpao juga dibuat berbagai jenis
pengolahan di antaranya mie telo, jahe telo, kripik telo dan lain-lain.
Asli Semarang yang dibesarkan di Kabupaten Pasuruan Jatim, Unggul Abinowo
yang berhasil menyunting gadis Purwokerto menjadi isterinya, dengan jiwa wiraswasta
ini patut dibanggakan. Walaupun sekarang kurang aktif di KTNA padahal menjabat
sebagai Wakil Sekretaris Umum, karena kesibukannya di samping berusaha tani dengan
berbagai macam jenis komoditi unggulan, kini juga sedang membangun pabrik mie telo,
dan tepung telo.
Kami sudah memperoleh pesanan 10.000 ton tepung telo untuk diekspor ke Korsel,
ujar Unggul dengan bangga. Sebagai Kontak Tani yang berhasil di sampingg di
rumahnya terdapat petani magang juga membina 368 Usaha Kecil Menengah. Di
samping dapat menghemat devisa, usaha agribisnis ini dapat menampung tenaga kerja
150 orang baik yang bekerja di lahan usaha tani (on farm) maupun pemasaran dan
pengolahan (off farm).
Ir Unggul Abinowo, MS, MBA
Penulis adalah Wakil Sekretaris Umum KTNA
(Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 29 Oktober 2003)

Anda mungkin juga menyukai