Anda di halaman 1dari 3

Depresi: Gangguan Suasana Perasaan dengan Tampilan Banyak Muka

REP | 10 October 2012 | 14:25 Dibaca: 607 Komentar: 0 0

Ilustrasi Kasus: Seorang remaja perempuan berusia 14 tahun dibawa berkonsultasi kepada psikiater anak dengan keluhan mudah marah dan sering menentang aturan yang ditetapkan oleh orang tuanya. Keluhan tersebut telah berlangsung kurang lebih 2 minggu. Sebelumnya, dia merupakan anak yang periang dan memiliki banyak teman. Tetapi belakangan ini, dia menjadi sering mengurung diri di kamar dan tampak tidak berminat lagi untuk mengikuti les piano yang merupakan hobinya. Menurut guru di sekolah, dia juga terlihat sering bengong dan tidak konsentrasi saat menerima pelajaran di kelas. Pada akhirnya, dia di bawa ke psikiater anak karena pada malam hari sebelumnya pulang ke rumah orangtua dengan kondisi mabuk dan tercium bau minuman alkohol dari mulutnya. Ilustrasi kasus tersebut diatas menunjukkan beberapa gejala depresi yang sering ditemukan pada remaja. Gejala tersebut berupa mudah marah, sikap menentang, sulit tidur, mengurung diri, kehilangan minat yang berujung pada penyalahgunaan alkohol. Depresi merupakan kelompok gangguan suasana perasaan (mood) yang ditandai dengan tiga gejala khas, yaitu kehilangan minat, tidak berenergi, dan perasaan depresi (tertekan). Depresi dapat dijumpai pada segala golongan usia, mulai dari kanak, remaja, dewasa, sampai lanjut usia. Tetapi, gambaran gejala depresi yang ditampilkan dapat berbeda. Hal tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor usia dari individu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang tampilannya memiliki banyak muka. Depresi pada kelompok usia dewasa dapat muncul dalam bentuk tiga gejala khas yang disebutkan di atas, seperti hilang minat, rasa malas, dan perasaan sedih yang berkepanjangan. Perasaan sedih dapat berkembang kepada rasa bersalah atau berdosa. Gambaran ini disebut dengan istilah gejala psikologis sebagai bentuk depresi eksternalisasi. Selain gejala utama tadi, depresi juga dapat menampilkan gejala lain yang berbentuk somatik, vegetatif, dan kognitif. Gejala somatik dapat berupa jantung berdebar, nyeri fisik pada bagian tubuh (nyeri dada, kepala seperti terasa berat, nyeri otot belakang kepala, nyeri anggota gerak, dan ketegangan otot), dan rasa mual. Gejala vegetatif dapat berupa gangguan pola tidur, pola makan dan aktifitas seksual (disfungsi seksual atau gangguan dalam dorongan atau hasrat seksual). Sedangkan gejala kognitif dapat berupa kehilangan konsentrasi dan mudah lupa. Apabila gejala yang tampak pada individu dewasa lebih bernuansa pada gambaran somatik, vegetatif, atau kognitif maka dokter harus menyingkirkan dahulu penyebab organik atau fisik yang mungkin mendasarinya seperti penyakit pada organ dalam atau saraf. Apabila telah dinyatakan tidak terdapat gangguan fisik, baru di pikirkan suatu gangguan suasana perasaan (mood). Kondisi yang demikian dikenal dengan istilah depresi terselubung (masked depression) karena tampilan gejalanya tidak khas tertuju pada tiga gejala utama depresi. Kondisi yang seperti ini dapat dijumpai pula pada individu di usia kanak akhir dan remaja yang muatan gejala

psikologisnya hanya berupa mudah marah (tersinggung) atau sikap menentang. Bentuk ini di kenal sebagai depresi internalisasi yang banyak dijumpai pada usia kanak akhir dan remaja. Depresi internalisasi pada individu dapat mempengaruhi organ di dalam tubuh sehingga mencetuskan suatu penyakit yang sebelumnya pernah dialami oleh individu dan kemudian menjadi kambuh. Beberapa penyakit yang dapat kembali kambuh oleh cetusan depresi internalisasi adalah sakit maag (gangguan pada asam lambung), dermatitis pada kulit, penyakit asma (gangguan pernafasan), vertigo (nyeri kepala berputar), hipertensi (tekanan darah tinggi), stroke (penyakit serebro vaskuler), gangguan irama jantung, dan sindrom metabolik (ketidakseimbangan gula darah). Klinisi menyebutnya sebagai suatu gangguan psikosomatik. Pada individu remaja, manifestasi depresinya dapat mengarah pada suatu gangguan penyalahgunaan zat atau alkohol. Kondisi ini perlu dipertimbangkan, mengingat kelompok remaja sedang berada pada usia krisis identitas dan lebih melakukan indetifikasi kepada peer group (kelompok sebaya)-nya. Sedangkan pada individu lanjut usia, depresi biasanya tampil dalam tampilan gejal seperti: banyak diam, tidak konsentrasi, dan mudah lupa. Pada kelompok lanjut usia harus dipastikan apakah depresi yang dialami berdiri sendiri atau merupakan bagian dari suatu perkembangan dari penyakit kepikunan (demensia). Klinisi mengenalnya dengan sebutan Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD). Sebagai tambahan, depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang dapat berujung kepada suatu percobaan bunuh diri (tentament suicide). Perilaku bunuh diri tersebut dapat dicetuskan oleh suatu halusinasi pendengaran yang berupa suara bisikan yang sifatnya mengomentari atau menyuruh. Apabila terdapat gejala tersebut, tentunya tidak hanya sekedar depresi semata melainkan terdapat pula warna gejala kejiwaan lain yang dinamakan psikotik (mendengar bisikan atau bicara sendiri). Tentunya hal tersebut memerlukan penanganan yang cepat, sehingga apabila terdapat hal itu maka masyarakat yang mengetahui dapat merujuk ke puskesmas terdekat untuk rujukan ke rumah sakit jiwa atau penanganan awal terkait gejala kejiwaan. Risiko kemunculan bunuh diri pada individu depresi di segala usia berdasarkan beberapa penelitian adalah sebagai berikut: anak & remaja (20,8%), dewasa (46,4%), dan lanjut usia (14,6-25%). Hal ini tentu harus menjadi suatu perhatian terkait dengan program promosi kesehatan jiwa, khususnya upaya pencegahan depresi dan bunuh diri. Berdasarkan penuturan di atas, maka dapat dikatakan bahwa depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang memiliki tampilan dengan banyak muka. Hal tersebut menjadi penting, mengingat WHO telah memprediksi bahwa di tahun 2020 depresi akan menjadi penyebab nomor dua setelah penyakit kardiovaskuler terkait beban penyakit secara global di seluruh dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menetapkan tema untuk Hari Kesehatan Jiwa se-Dunia yang jatuh pada hari ini 10 Oktober tahun 2012 yaitu Depression: A Global Crisis. Dengan pencanangan tema yang menitikberatkan pada gangguan depresi di Hari Kesehatan Jiwa se-Dunia ini, masyarakat menjadi tahu tentang pentingnya suatu kesehatan jiwa yang baik dan dapat melakukan promosi lanjutan yang bersifat lokal di dalam keluarga atau masyarakat setempat tentang depresi, deteksi dini gejala gangguan jiwa dan dampak yang dapat diakibatkan oleh permasalahan akibat depresi, khususnya bunuh diri. Semoga upaya promosi kesehatan jiwa

tidak hanya dilakukan hanya di saat adanya perayaan Hari Kesehatan se-Dunia saja, melainkan berdasar program yang bersifat kontinyu atau berkelanjutan. Salam sehat jiwa dan Selamat Hari Kesehatan Jiwa se-Dunia.

Dr Isa Multazam Noor, SpKJ Psikiater di Instalasi Kesehatan Jiwa Anak & RemajaRSJ Dr. Soeharto Heerdjan Grogol Jakarta Barat.

Anda mungkin juga menyukai