Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN MASALAH

1. Pentingkah Pendidikan Jarak Jauh Dilakukan di Perguruan Tinggi ? Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, maka pendidikan jarak jauhpun mengalami perkembangan. Dengan memanfaatkan teknologi maka daya jangkaunya menjadi semakin luas, dan efektifitasnya dalam menyampaikan materi pembelajaran juga semakin meningkat. Pada saat ini system pendidikan jarak jauh telah mengintegrasikan pula berbagai jenis media yang kemampuan interaktifnya semakin meningkat. Dalam penyelenggaraan Sistem Pendidikan Jarak Jauh, penggunaan media tampaknya telah menjadi keharusan. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar bahan ajar pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh disampaikan melalui berbagai jenis media, baik cetak maupun non cetak. Sepanjnag sejarah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh, media telah digunakan sebagai sarana penyampaian materi ajar. Adanya keterpisahan antara pengajar dengan peserta didik, maka diperlukan media sebagai sarana komunikasi yang menjembatani antara pengajar dengan peserta didik. Kehadiran media inilah yang menjadi salah satu ciri kesamaan diantara institusi penyelenggara Sistem Pendidikan Jarak Jauh di semua tempat. Sementara yang membedakan institusi yang satu dengan yang lain adalah pilihan jenis media yang digunakannya. Sistem pendidikan jarak jauh dengan media e-learning dapat dikatakan cukup penting untuk diterapkan dalam proses pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi penyebaran sumber daya (tenaga pegajar) yang tidak merata, di Indonesia misalnya. Sistem ini dianggap paling sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang terpisah antar pulau. Selain itu karena pendidikan Indonesia masih menghadapi sejumlah masalah, di antaranya sumber daya manusia, Indonesia tersebar dalam lingkungan

geografis yang sangat luas. ketersediaan infrastruktur dan kualitasnya juga beragam. Penyebaran sumber daya manusia yang berkualitas itu juga sangat bervariasi antar daerah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, solusi secara konvensional akan membutuhkan waktu yang lama. Padahal, banyak perguruan tinggi yang memiliki sumber daya sangat terbatas untuk mampu menambah jumlah gedung dan ruangnya, memperbesar jumlah mahasiswa, meningkatkan kualitas dosen, dan menekan biaya operasional pendidikan. Untuk mengatasi hal itu, pendidikan jarak jauh (e-learning) dapat menjadi solusi, yakni proses belajar mengajar yang difasilitasi dan didukung oleh pemanfaatan teknologi informasi dan internet. 2. Jelaskan Dampak Positif Dan Negative Di Perguruan Jarak Jauh ? Dampak positif : a) b) c) Mempermudah mahasiswa untuk menuntut ilmu ke perguruan tinggi tersebut walaupun dengan biaya sedikit. Dapat kuliah atau menuntut ilmu ke perguruan tinggi di luar negri lebih dari satu tanpa harus meninggalkan pekerjaan. Perkembangan pendidikan jarak jauh yang dulunya didukung oleh TV, radio, atau pos, sekarang pendidikan jarak jauh didukung teknologi internet yang lebih maju. d) Pembelajaran lebih menarik yang didukung dengan peralatang yang terpadu. Contohnya : Audio, Vidio, Grafis, serta Animasi. Dampak Negatif : a) b) Apabila ada informasi dari perguruan tinggi, mahasiswa akan mendapat informasi yang lambat Dosen tidak dapat mengetahui kondisi dan karakteristik mahasiswanya.

c) d)

Pembelajaran tidak akan efektif jika mahasiswanya tidak memiliki konoksi internet. Apabila ada mahasiswa yang ingin bertanya maka harus menunggu.

3. Kelompok-Kelompok Masyarakat Yang Akses Internetnya Lebih Rendah Daripada Kelompok Lainnya dan Mereka Berada di Lokasi Geografis Tertentu ? Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa internet relatif baru dikenal oleh masyarakat dan frekuensi pemakaiannya pun belum terlalu banyak. Dapat dikatakan bahwa berdasarkan tahapan evolusi pasar internet di Indonesia saat ini baru ada dalam tahapan the emerging market, bahkan mungkin masih dalam tahap the early emerging market. Pelanggan internet di Indonesia sampai tahun 2000 diperkirakan baru berkisar 400.000 orang, atau tidak lebih 3% dari total jumlah rumah tangga di perkotaan. Dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia yang lebih matang pasar internetnya, seperti Singapura yang telah memiliki pelanggan sebanyak 47,4% dari jumlah rumah tangga, maka kondisi pasar internet di Indonesia masih ketinggalan jauh. Sedangkan sebagai pembanding yang lainnya adalah di Taiwan dan Hongkong yang masing-masing 40% dan 26,7% dari jumlah rumah tangga (Newsbyte, 2001). Contoh lainnya adalah di Cina yang berpenduduk lebih dari satu miliar telah memiliki tidak kurang dari 24 juta pemakai internet dengan tingkat penetrasi mencapai 7% terhadap penduduk di atas usia 5 tahun (Iamasia, 2001). Ditinjau dari gambaran statistik di atas maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa masyarakat pengguna internet di Indonesia masih baru taraf pengenalan atau masih merupakan pasar yang baru muncul (the early emerging market). Sebagian masyarakat di sembilan kota besar di Indonesia yang disurvei oleh PT Pacific Rekanprima terhadap 1.500 responden, masih menganggap pemakaian internet adalah sesuatu kegiatan yang dianggap

`mewah` atau `mahal` sehingga tidak mengherankan sebagian besar pemakai internet (lebih dari 75%) memanfaatkan jasa internet ini melalui fasilitas komputer di kantor ataupun melalui warung internat (warnet) agar tidak banyak biaya yang dikeluarkan. Gambaran ini ditegaskan bahwa baru 21% dari seluruh responden yang berlangganan dan hanya 23% yang tidak berlangganan menyebutkan akan berlangganan internet. Alasan utama meraka tidak berlangganan berturut-turut adalah perlu banyak uang untuk menjadi anggota (40,2%), tidak memiliki komputer sendiri (37,7%) dan biaya instalasinya mahal (35,4%). Dan dari mereka yang berlangganan, kelihatannya faktor harga dan kemudahan untuk meng-install menjadi faktor utama. Lebih dari itu sebagian besar masih menganggap penggunaaan internet menjadi masalah (hampir 75%) karena mereka sering mengalami kesulitan dalam mengakses, lama pada saat browsing, sering terputus atau bahkan tidak jarang mengalami `hang`. Biasanya pada saat mereka mengalami masalah ini tindakan yang sering dilakukan yaitu menunggu atau mencoba lagi situs yang lain. Dengan demikian pemanfaatan internet di Indonesia masih dianggap mahal dan masih sering mengalami gangguan teknis yang tidak diharapkan oleh penggunanya. Masalah yang terakhir ini sering berkaitan dengan mutu layanan telekomunikasi. Namun untuk dapat lebih memberikan gambaran kebiasaan pemakaian internet dapat ditinjau dari lama pemakaian saat pertama kali mereka membuka internet berikut adalah gambarannya. Sebagian besar para pemakai internet ini menggunakan internet saat pertama kali dibuka memakan waktu antara 15 menit sampai 2 jam, dengan rincian 15-30 menit sebanyak 32%, 30-60 menit sebanyak 22% dan 1-2 jam sebanyak sekitar 12 %. Jika ditinjau dari umurnya maka sebagian besar usia 15-25 tahun dan 26-35 tahun cenderung menggunakan internet selama 15-60 menit (56%), sedangkan untuk penggunaan internet sampai dengan 2 jam atau lebih cenderung banyak dilakukan oleh mereka yang berusia 36-55 tahun

walaupun secara keseluruhan baru sedikit sekali yang memiliki pola lama pemakaian di atas 2 jam ini. Jadi sebagian besar dari pemakai ini ternyata masih menggunakan internet secara terbatas. Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa hambatan masyarakat untuk menggunakan bahkan berlanggan internet adalah pada faktor biaya dan keterbatasan penguasaan teknis. Karakteristik masyarakat internet Indonesia ini sedikit banyak memberikan gambaran yang menunjukkan bahwa mereka belum dapat secara tegas terformulasikan menjadi satu kategori konsumen internet yang terbagi atas segmen-segmen. Sebagian besar responden (40%) telah menjelajahi dunia maya selama dua tahun lebih. Namun, ada 1% yang baru sebulan berpengalaman surfing dan kurang dari separo netter mengakses internet untuk kepentingan bisnis. Hal tersebut sepertinya menjawab temuan berikutnya bahwa ternyata akses internet terbesar (42%) dilakukan di warnet. Beda tipis dengan akses internet lewat kantor (41%). Tak heran kalau akses internet sebagian besar dilakukan pada hari kerja: 74%. Layaknya jam-jam kerja yang sibuk di dunia nyata, mengakses alam cyber pun ada jam sibuknya. Sekitar 33,5% responden menjelajah sekitar pukul 12.00-17.00. Meski toko-toko dotcom seperti berkibar-kibar, ternyata hanya ada 12,6% responden yang belum tahu bahwa dia bisa melakukan transaksi lewat internet. Lagi pula, hanya 16,6% dari seluruh responden yang pernah melakukan transaksi online. Alasan mengapa para netter ini tidak melakukan transaksi, karena mereka tidak yakin dengan kualitas barang yang ditawarkan, takut kartu kreditnya disalahgunakan, dan sebagian lagi memang tidak memiliki kartu kredit. Yang melegakan, para responden sepakat bahwa dunia maya adalah gudang informasi yang tidak terbatas, termasuk peluang dan informasi bisnis. Di masa mendatang, para netter Indonesia ingin supaya keamanan dan perlindungan terhadap pribadi-pribadi penjelajah internet bisa ditingkatkan. Mereka juga minta supaya situs porno dikurangi saja, dan

informasi yang mendidik dan penghormatan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HaKI) harus ditambah. Selain itu, tentu saja, mereka menginginkan agar beban biaya akses dan pulsa diturunkan. Jika diperhatikan memang kondisi karakteristik pemakai internet di Indonesia secara keseluruhan dapat dikatakan baru dalam tahapan pengembangan industri internet `pemula`. Kondisi ini dapat berarti bisnis internet di Indonesia masih relatif fragile dan unpredictable. Untuk itu memang masih diperlukan berbagai upaya untuk dapat mencapai tahapan industri internet yang matang (the Mature Market). Paling tidak ada ada dua macam upaya mendasar yang perlu dilakukan yaitu yang pertama melakukan edukasi pasar yang cenderung dilakukan oleh masyarakat internet itu sendiri. Pendidikan ini mencakup pemahaman terhadap teknologi dan macam pelayanan yang diberikan sampai dengan pengetahuan menjadi troble shooter. Yang kedua adalah mengupayakan biaya rendah dan kemudahan serta keragaman mendapatkan pelayanan bagi setiap pemakaian internet, mulai dari pengadaan infrastruktur sampai dengan yang berkaitan dengan software dan hardware. Seperti halnya pengembangan bisnis hand phone di Indonesia yang berkembang demikian cepat. Apabila pasar internet telah menjadi matang maka akan diikuti oleh kejelasan segmentasi pasar para pemakai internet di Indonesia yang tentunya telah mencapai jumlah yang memadai untuk diperhitungkan segmentasinya, seperti di Singapura, Taiwan, Hong Kong, dan Cina.

Anda mungkin juga menyukai