1.1 Latar Belakang Stainless steel merupakan baja paduan tinggi yang memiliki sifat tahan korosi dan sifat mampu las yang sangat baik. Di samping itu juga mempunyai ketangguhan dan sifat mampu potong yang cukup (Wiryosumarto, 2000: 110). Stainless steel banyak digunakan antara lain untuk tangki-tangki bahan kimia, sudu turbin uap, tangki penyimpanan susu dan alat-alat rumah tangga. Unsur paduan utamanya terdiri dari Cr dan Ni dengan sedikit tambahan unsur seperti Mo, Cu, dan Mn. Untuk mengelas stainless steel sering digunakan tungsten inert gas (TIG) karena memliki keuntungan yaitu daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ) kecil sehingga pengaruh panas pengelasan pada logam induk hanya terbatas pada sekitar sambungan. Tungsten inert gas (TIG) adalah jenis las listrik yang menggunakan bahan tungsten sebagai elektroda tidak terkonsumsi. Elektroda ini digunakan hanya untuk menghasilkan busur nyala listrik. Bahan penambah berupa batang las (rod) yang dicairkan oleh busur nyala berfungsi untuk mengisi kampuh bahan induk. Untuk mencegah oksidasi digunakan gas mulia (seperti Argon, Helium, Freon) dan CO2 sebagai gas lindung (Widharto, 2003: 195). Masukan panas (head input) adalah panas total yang dihasilkan dari proses pengelasan untuk mencairkan logam yang dilas. Nilai masukan panas merupakan fungsi dari arus listrik, tegangan busur listrik, kecepatan pengelasan. Daerah lasan terbagi atas tiga bagian yaitu logam lasan, daerah terpengaruh panas atau Head Affected Zone (HAZ) dan logam induk yang tidak terpengaruh panas. HAZ adalah
1
daerah perubahan logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan yang cepat. HAZ merupakan daerah terlemah dari sambungan las yang memerlukan perhatian khusus. Besar kecilnya arus las akan mempengaruhi masukan panas yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap distribusi suhu, tegangan sisa dan distorsi. Arus las yang besar memberikan masukan panas tinggi, sebaliknya arus las yang kecil memberikan masukan panas rendah. Hal ini jelas akan mempengaruhi struktur yang terbentuk pada HAZ maupun logam las sehingga berpengaruh pula pada ketangguhan las. Di mana pada pendinginan lambat dari 6800C ke 4800C stainless steel jenis austenitis akan terbentuk karbid khrom yang mengendap diantara butir, sehingga daerah disekitarnya menjadi kekurangan kadar khrom yang berakibat pada menurunnya sifat tahan karat (Wiryosumarto, 2000: 112). Stainless steel merupakan material non magnetik dan tidak dapat dikeraskan pada proses perlakuan panas. Stainless steel hanya mampu keras pada pengerjaan dingin. Stainless steel secara umum dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu jenis feritis, jenis martensitis, dan jenis austenitis. stainless steel jenis austenitis mempunyai sifat mampu bentuk las yang baik bila dibandingkan dengan kedua jenis stainless steel yaitu jenis feritis dan jenis martensitis. Besarnya arus las yang dibutuhkan untuk proses pengelasan stainless steel jenis austenitis menurut prosedur welding of stainless steel adalah berdasarkan bahan dan ukuran dari lasan. Spesimen pada ukuran tertentu membutuhkan arus las tertentu pula. Sehingga perlu dikaji lebih lanjut mengenai menentukan arus las untuk
mengetahui kekuatan tarik dan bending dari ukuran material tertentu, dalam hal ini adalah menggunakan austenitic stainless steel.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Adakah perbedaan kekuatan tarik akibat variasi arus las tungsten inert gas (TIG) pada pengelasan austenitic stainless steel? 2. Adakah perbedaan kekuatan bending akibat variasi arus las tungsten inert gas (TIG) pada pengelasan austenitic stainless steel?
1.3 Hipotesis Penelitian Arikunto (2006: 71) menyebutkan hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya (PPKI UM, 2010: 17). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha : Ada perbedaan kekuatan tarik akibat variasi arus las tungsten inert gas (TIG) pada pengelasan austenitic stainless steel. Ha : Ada perbedaan kekuatan bending akibat variasi arus las tungsten inert gas (TIG) pada pengelasan austenitic stainless steel.
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagi mahasiswa Bagi mahasiswa, penelitian ini bisa digunakan untuk menambah pengetahuan tentang pengelasan, khususnya pengelasan TIG terhadap stainless steel dan sebagai bahan pertimbangan atau acuan untuk penelitian-penelitian sejenis demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Bagi industri pengelasan Bagi industri pengelasan, penelitian ini merupakan masukan dalam fabrikasi lasan, artinya dapat diketahui besarnya arus las tungsten inert gas (TIG) yang sesuai dengan benda kerjanya.
1.5 Definisi Istilah atau Definisi Operasional 1. Las TIG adalah jenis las listrik yang menggunakan bahan tungsten sebagai elektroda tidak terkonsumsi. Elektoda ini digunakan hanya untuk menghasilkan busur nyala listrik. Bahan penambah berupa batang las (rod), yang dicairkan oleh busur nyala listrik berfungsi untuk mengisi kampuh bahan induk, untuk mencegah oksidasi digunakan gas mulia (seperti Argon, Helium, Freon) dan CO2 sebagai gas lindung. 2. Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang disebabkan dari pergerakan elektron-elektron, mengalir melalui suatu titik dalam sirkuit listrik tiap satuan waktu. 3. Kekuatan tarik adalah pemberian gaya atau tegangan tarik kepada material dengan maksud untuk mengetahui atau mendeteksi kekuatan dari suatu material.
4.
Kekuatan bending adalah salah satu bentuk pengujian untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Selain itu uji bending digunakan untuk mengukur kekuatan material akibat pembebanan dan kekenyalan hasil sambungan las baik di weld metal maupun HAZ.
5.
Austenitic stainless steel adalah material non magnetik dan tidak dapat dikeraskan pada proses perlakuan panas, namum masih dapat digunakan dalam pengelasan dengan masukan panas rendah atau suhu metal rendah. Untuk memperjelas definisi operasional dan hubungannya dengan
variabel, sub variabel, dan indikator penelitian, maka diuraikan dalam tabel ruang lingkup penelitian berikut.
Tabel 1.1 tabel ruang lingkup penelitian No 1 Konsep Arus las Variabel Bebas Terikat Arus las DC polaritas lurus Sub Variabel Arus las TIG Indikator Besaran arus las 80A, 100A, 150A Besaran tegangan tarik ultimate Besaran tegangan bending
Kekuatan tarik
Tegangan tarik
Kekuatan bending
Tegangan bending