Anda di halaman 1dari 17

I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Secara umum sebuah pemukiman membutuhkan beragam fasilitas umum yang terdiri dari sumberdaya air, transportasi, ketenagalistrikan, energi, telematika, perumahan, perekonomian dan penyehatan lingkungan. Keberadaan fasilitas umum tersebut akan mendorong terjadinya peningkatan kualitas hidup masyarakat, baik dari segi kesehatan, ekonomi, produktivitas dan sebagainya. Salah satu fasilitas umum tersebut adalah pasar, sebagai tempat penunjang pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam pengertian sederhana, Pasar adalah tempat terjadinya transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli pada tempat dan waktu tertentu. Pasar yang demikian disebut juga sebagai Pasar Tradisional. Pasar tradisional pada umumnya tumbuh secara spontan berdasarkan kebutuhan dari masyarakat sekitar dan menggunakan lokasi yang tidak semestinya diperuntukan sebagai pasar. Hal tersebut sedikit banyak akan membebani sarana dan prasarana yang memang tidak dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan sebuah pasar dengan layak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasar kaget adalah pasar sesaat yang terjadi ketika terdapat sebuah keramaian atau perayaan. Namun bagi masyarakat umum, sebutan pasar kaget adalah salah satu jenis pasar tradisional dengan kegiatan pasar yang sifatnya sementara dengan wadah berjualan yang tersedia tidak permanen atau semi permanen dan aktivitasnya hanya untuk waktu-waktu tertentu dimana setiap harinya berlangsung hanya beberapa jam saja, baik pada pagi hari ataupun sore hari. Seiring dengan bertambahnya tuntutan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup, maka pasar kaget Musyawarah juga mengalami perkembangan secara perlahan. Jumlah pedagang dan pembeli semakin banyak, tempat berdagang semakin luas serta waktu transaksi semakin lama. Sementara jika ditarik kembali ke teori penentuan lokasi sebuah pasar, dibutuhkan beberapa faktor yang harus dipenuhi agar dapat tercipta lingkungan yang baik dan tertata rapih. Menurut Miles (1999), terdapat 9 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu peruntukan lahan, penampakan fisik, utilitas, transportasi, parkir, dampak lingkungan (sosial dan alam), pelayanan publik, respon masyarakat (termasuk perubahan perilaku) serta permintaan dan penawaran (pertumbuhan penduduk, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan). Sebagai gambaran, pasar kaget Musyawarah berada ditengah pemukiman dengan memanfaatkan bahu Jalan Musyawarah sebagai area berjualan. Dimana para pedagang berjualan dengan terpal sebagai alas, meja, gerobak dorong atau perumahan yang telah

beralih fungsi menjadi toko atau kios. Pedagang yang menjual beraneka ragam barang dagangan seperti sayur mayur, daging, ikan, makanan, peralatan rumah tangga, pakaian, dan lain sebagainya membuat pasar tersebut selalu ramai oleh pengunjung baik pengunjung yang berada dekat dengan pasar maupun pengunjung yang jauh dari pasar, mengingat bahwa pasar kaget Musyawarah merupakan satu-satunya pasar tradisional terdekat, menawarkan komoditas perdagangan yang relatif lengkap dengan harga murah dalam radius 50 meter dari pemukiman. Dengan jarak tempuh yang relatif dekat dan daya tarik yang mampu diberikan oleh pasar kaget Musyawarah. Dari keadaan pasar kaget Musyawarah, di mana para pedagang memanfaatkan bahu jalan untuk menjual barang dagangannya tidak tertata rapi dan sebagian pembeli yang berbelanja menggunakan motor karena tidak adanya lahan parkir yang berdampak pada semakin semrawutnya kondisi pasar kaget. Terkait dengan waktu aktivitasnya, pasar kaget Musyawarah kerap ramai oleh orang-orang yang berangkat kerja yang melintasi jalan Musyawarah pada pagi hari, sering kali penghuni rumah yang berdekatan dengan pasar merasa terganggu ketika berangkat kerja karena keberadaan pasar kaget ini sehingga membuat para pengguna jalan merasa kurang nyaman. Selain dari lokasi yang sangat strategis dan tingkat permintaan yang tinggi, pasar kaget Musyawarah juga relatif mudah dijangkau karena dekat dengan jalan utama atau jalan arteri. Dengan menggunakan ruang publik yang ada di dalam pemukiman sebagai ruang aktivitas pasar, mengakibatkan meningkatnya beban yang harus dilayani oleh prasarana yang ada. Permasalahan secara visual dapat terlihat dari adanya aktivitas pasar kaget berdampak kepada menurunnya kualitas lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan mahluk hidup (khususnya manusia), misalnya tingkat pencemaran lingkungan bertambah (banyaknya tumpukan sampah yang ditimbulkan dan meningkatnya polusi udara akibat kemacetan lalu lintas) dan parameter-parameter lingkungan lainnya yang ikut mempengaruhi keindahan kota. Namun pengaruh yang diberikan dari keberadaan pasar kaget Musyawarah tentu tidak hanya itu, dari sisi ekonomi berdampak kepada tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat, tingkat pendapatan masyarakat setempat dan tingkat peluang lapangan kerja yang timbul akibat adanya aktivitas pasar kaget tersebut. Dari meningkatnya jumlah penduduk, lokasi pasar yang strategis hingga tidak adanya pengawasan dan pengelolaan, semua faktor tersebut akan memicu dampak yang lebih parah terhadap kondisi lingkungan. Untuk itu perlu dikaji terkait dampak aktivitas pasar kaget Musyawarah terhadap kondisi lingkungan pemukiman di RW 02 Kelurahan Kebon Jeruk Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat.

B.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dampak aktivitas pasar kaget

Musyawarah terhadap kondisi lingkungan pemukiman di RW 02 Kelurahan Kebon Jeruk Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat.

C.

Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut: Bagaimana dampak aktivitas pasar kaget Musyawarah terhadap kondisi lingkungan pemukiman di RW 02 Kelurahan Kebon Jeruk Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat?

II KAJIAN PUSTAKA A. 1. Kajian Teori Pengertian Dampak Secara umum dampak lingkungan dihasilkan oleh efek lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Dampak lingkungan tidak selalu berarti negatif, tetapi juga bisa berarti positif. Dampak lingkungan yang bersifat positif apabila terjadi perubahan yang menguntungkan bagi lingkungan, sedangkan dampak lingkungan yang bersifat negatif apabila terjadi perubahan yang merugikan, mencemari, dan merusak lingkungan hidup. Dampak lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat, oleh karena itu setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat harus dilakukan analisis terhadap dampak lingkungan. Penentuan dampak penting lingkungan yang terjadi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria. Penerapan kriteria tersebut telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1994 tentang pedoman mengenai dampak penting, antara lain: 1. 2. 3. 4. Jumlah manusia yang terkena dampak lingkungan. Luas wilayah persebaran dampak lingkungan. Lama dampak lingkungan berlangsung. Intensitas dampak lingkungan berlangsung: a. Rencana kegiatan akan menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik dan atau hayati. b. Rencana kegiatan akan menyebabkan perubahan mendasar pada komponen lingkungan. c. Rencana kegiatan akan mengakibatkan spesies-spesies yang langka dan endemik. d. Rencana kegiatan akan menimbulkan kerusakan terhadap kawasan lindung. e. Rencana kegiatan akan merusak benda-benda dan bangunan peninggalan sejarah yang bernilai tinggi. f. Rencana kegiatan akan mengakibatkan kontroversi. g. Rencana kegiatan mengubah areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang tinggi. 5. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak. 6. Sifat kumulatif dampak lingkungan: a. Dampak lingkungan berlansung berulang kali dan terus menerus, sehingga dapat diasimilasi oleh lingkungan alam atau sosial yang menerimanya. b. Beragam dampak lingkungan bertumpuk dalam suatu ruang tertentu, sehingga tidak dapat diasimilasi oleh lingkungan alam atau sosial yang menerimanya. c. Dampak lingkungan dari berbagai sumber kegiatan menimbulkan efek yang saling memperkuat (sinergetik). 7. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak lingkungan.

2.

Pengertian Pasar dan Pasar Kaget


Ginanjar (1980) menyatakan bahwa pasar adalah tempat untuk menjual dan memasarkan

barang atau sebagai bentuk penampungan aktivitas perdagangan. Pasar pada mulanya merupakan perputaran dan pertemuan antara persediaan dan penawaran barang dan jasa. Selain itu dinyatakan pula bahwa pasar adalah sebagai tempat orang-orang yang mempunyai kebutuhan untuk dipuaskan, mempunyai uang untuk dibelanjakan dan kemauan untuk membelanjakan uang. Berbeda dengan pendapat para ahli diatas, Phillip Kotler (1998) melihat arti pasar dalam beberapa sisi, yaitu: 1. Pasar dalam pengertian aslinya adalah suatu tempat fisik di mana pembeli dan penjual berkumpul untuk mempertukarkan barang dan jasa. 2. Pengertian pasar bagi seorang ekonom adalah semua pembeli dan penjual yang menjual dan melakukan transaksi atas barang/jasa tertentu. Para ekonom dalam hal ini memang lebih tertarik akan struktur, tingkah laku dan kinerja dari masing-masing pasar ini. 3. Pengertian pasar bagi seorang pemasar pasar adalah himpunan dari semua pembeli nyata dan pembeli potensial dari suatu produk. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan, pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut kelas pelayanannya dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan pasar modern, sedangkan menurut sifat pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar perkulakan/grosir. Pasar tradisional diartikan sebagai pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah atau koperasi dengan usaha skala kecil dan modal kecil dan dengan proses jual beli melalui tawar menawar. Pengertian-pengertian tentang pasar tersebut diatas menunjukkan adanya 3 unsur utama yang dalam sebuah pasar. Hal ini juga disebutkan oleh Mursid (1997) mengenai pengertian sebuah

pasar, yaitu: 1. Konsumen, adalah orang dengan segala kebutuhan dan keinginannya. 2. Daya beli, merupakan faktor yang dapat mengubah keinginan menjadi permintaan. Penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak akan menjadi suatu apabila masyarakat tidak memiliki daya beli yang memadai permintaan. 3. Perilaku pembelian. Perilaku berkaitan dengan pola hidup masyarakat dalam hal menjalani kegiatan pasar, seperti pola pengeluaran uang, perubahan selera jenis barang atau jasa, waktu mewujudkan dan membeli, serta fluktasi harga atau nilai.

Sementara itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasar kaget adalah pasar sesaat yang terjadi ketika terdapat sebuah keramaian atau perayaan. Namun bagi masyarakat umum, sebutan pasar kaget adalah salah satu jenis pasar tradisional dengan kegiatan pasar yang sifatnya sementara dengan wadah berjualan yang tersedia tidak permanen atau semi permanen dan aktivitasnya hanya untuk waktu-waktu tertentu dimana setiap harinya berlangsung hanya beberapa jam saja, baik pada pagi hari ataupun sore hari. Pasar kaget merupakan pasar sesaat yang terjadi ketika terdapat sebuah keramaian atau perayaan. (www.crayonpedia.org).

2.1 Lokasi Pasar Pasar merupakan salah satu komponen pelayanan dari suatu kota, daerah dan wilayah tertentu sehingga akan mengakibatkan kaitan dan pengaruh antar unsur penunjang kegiatan perekonomian kota. Sebuah pasar yang letaknya strategis akan lebih terjamin kelancaran penjualannya daripada yang letaknya di tempat yang kurang strategis. Faktor-faktor keramaian lalu lintas, kemungkinan sebagai tempat pemberhentian orang untuk berbelanja, keadaan penduduk di lingkungan tersebut, keadaan perparkiran kendaraan dan lain-lain merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi sebuah pasar. Lokasi dimana pasar itu dibangun akan sangat mempengaruhi minat masyarakat untuk mengunjungi pasar tersebut. Lokasi sebuah pasar menurut David Dewar dan Vanessa W (1990), merupakan faktor yang penting/berpengaruh pada keberhasilan pasar tersebut. Tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi pada skala kota adalah: 1. Location of generator of population movement (lokasi yang menimbulkan pergerakan populasi/orang). Suatu pasar mampu berkembang secara baik karena berada pada lokasi yang begitu dekat dengan pergerakan orang banyak. Pasar yang paling berhasil berada pada CBD (central business district) dan kumpulan pedagang formal yang lain, pusat/konsentrasi industri, sekitar terminal transportasi umum (terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya) serta lokasi yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. 2. Sources of supply (lokasi yang dekat dengan sumber-sumber persediaan barang yang diperjualbelikan). 3. Location of consumers (lokasi yang dekat dengan pembeli/pengguna pasar). Pembangunan pasar bertujuan untuk melayani kebutuhan konsumen kota

semudah/sedekat mungkin. Lokasi pasar sebaiknya mudah dijangkau oleh konsumen

pasar, baik yang menggunakan kendaraan pribadi, pejalan kaki maupun yang menggunakan angkutan umum. Sementara menurut Miles (1999) dalam teori penentuan lokasi sebuah pasar, dibutuhkan beberapa faktor yang harus dipenuhi agar dapat tercipta lingkungan yang baik dan tertata rapih, terdapat 9 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu peruntukan lahan, penampakan fisik, utilitas, transportasi, parkir, dampak lingkungan (sosial dan alam), pelayanan publik, respon masyarakat (termasuk perubahan perilaku) serta permintaan dan penawaran (pertumbuhan penduduk, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan).

3.

Pemukiman Menurut UU perumahan dan pemukiman No. 1 tahun 2011 menyatakan bahwa:

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, dan utilitas umum serta mempunyai penunjang kegiatan dan fungsi lain di kawasan perkottan atau kawasan pedesaan. Pemukiman yang dimaksud UU perumahan dan pemukiman tersebut mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang didominasi lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi pemukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. Pemukiman yang didefinisikan di atas memiliki persamaan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sumaatmadja dalam Ahmad (2010) dimana pemukiman merupakan bagaian permukaan bumi yang dihuni manusia meliputi segala prasarana dan sarana yang menunjang kehidupannya dan menjadi satu kesatuan dengan tempat tinggal yang bersangkutan. Dalam perkembangannya, kini manusia bermukim tidak hanya sekedar untuk berteduh, diperlukan pula prasarana dan sarana yang memadai. Menurut pendapat Turner dalam Ahmad (2010) pemukiman didefinisikan sebagai suatu bagian yang tidak dapat dilihat dari sebagai hasil fisik yang rampung semata, melainkan merupakan proses yang berkembang dan berkaitan dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninnya dalam suatu kurun waktu. Pemerintah menafsirkan pemukiman dalam arti luas, yaitu meliputi rumah dengan segala fasilitas bagi penghuninnya, bersama-sama itu mewujudkan suatu lingkungan pemukiman. Fasilitas-fasilitas tadi meluputi persediaan air minum, penerangan, jaringan saluran pembuangan, jalan untuk transportasi dan sebagainya yang sangat penting untuk fungsi pemeliharaan kesehatan lingkungan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Daldjoeni

(1983), pemukiman bukanlah sekedar perumahan. Pemukiman meliputi tiga hal. Pertama, suprastruktur, yaitu berbagai komponen fisik tempat manusia berteduh; dalam bahasa Inggris disebut shelter. Keduanya, infrastruktur yaitu prasarana bagi gerak manusia, perhubungan dan komunikasi, sirkulasi tenaga dan materi untuk kebutuhan jasmaninya. Yang ketiga, pelayanan (service) yaitu segala hal yang mencakup pendidikan, kesehatan, gizi, rekreasi, dan kebudayaan. Jadi pemukiman dapat memberikan kesan tentang sikap dan perilkaunya terhadap lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati. Dengan demikian, perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi.

3.1 Syarat-Syarat Pemukiman Pemukiman harus dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan penghuninya dengan memberi perlindungan dari penyakit menular, mencakup pelayanan air bersih, sanitasi, persampahan, drainase, hygiene, perseorangan dan pemukiman, keamanan makanan, bangunan yang aman terhadap transmisi penyakit. Dalam menciptakan suatu lingkungan pemukiman yang sehat, aman dan nyaman tentu harus memenuhi syarat-syarat pemukiman yang baik. Adapun syarat-syarat pemukiman, menurut Departemen PU dalam Endriyani (2000), yaitu: a. Tidak terganggu oleh berbagai polusi. b. Dapat disediakan air bersih. c. Memberi kemungkinan untuk berkembang d. Mempunyai aksesbilitas yang baik e. Mudah dan aman mencapai tempat kerja f. Tidak di bawah permukaan air. Jadi yang menjadi syarat pemukiman dalam penelitian dampak aktivitas pasar kaget Musyawarah terhadap kondisi lingkungan pemukiman di RW 02 Kelurahan Kebon Jeruk adalah apakah suatu pemukiman terkena dampak dari aktivtias pasar kaget tersebut atau tidak dengan mengacu pada indikator syarat-syarat pemukiman menurut Departemen PU dimana pemukiman tersebut tidak terganggu oleh berbagai polusi, aksesbilitas yang tidak terganggu, mudah dan aman mencapai tempat kerja.

3.2 Fungsi Pemukiman Menurut Budihardjo (1991), secara umum pemukiman memiliki dua fungsi yaitu:

a. Fungsi pasif yaitu berkenaan dengan penyediaan sarana dan prasarana fisik. b. Fungsi aktif yaitu berkenaan dengan penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kehendak, aspirasi, adat dan tata cara hidup para penghuni dengan segenap dinamika perubahannya.

4.

Lingkungan Lingkungan menurut A.L Slamet Riyadi (1976), merupakan tempat pemukiman dengan

segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu. Sementara menurut Mulyanto (2007) lingkungan adalah seluruh faktor yang mempengaruhi suatu organinsme; faktor-faktor ini dapat berupa organism hidup (biotic factor) atau variabel-variabel yang tidak hidup (abiotic factor) misalnya suhu, curah hujan, panjangnya siang, angi, serta arus-arus laut. Interaksi-interaksi antara organisme-organisme dengan kedua factor biotic dan abiotic membentuk suatu ekosistem. Bahkan perubahan kecil suatu jenis binatang atau tumbuhan dalam lingkungannya. Lingkungan menurut Sumaatmadja dalam Mutakin (2008) adalah semua kondisi di sekitar makhluk hidup, yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan karakter makhluk hidup tersebut. Sedangkan dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup dijelaskan daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

4.1 Macam-Macam Lingkungan Beberapa pengelompokan tentang ihwal lingkungan bila dilihat dari aspek manusia, maka konsep lingkungan bisa dibedakan menjadi tiga kelompok menurut Eridiana (2008), yaitu: (1) Lingkungan alam (natural environment), yaitu seluruh kondisi alam (gejala dan proses) yang hadir di sekeliling manusia yang berpengaruh pada pertumbuhan (kualitas dan kuantitias) dan karakter manusia itu sendiri; (2) Lingkungan sosial (social environment), yaitu sesama manusia (individu dan kelompok) yang ada di sekitar seseorang atau kelompok orang yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan karakter seseorang atau kelompok orang tersebut; (3) Lingkungan budaya (cultural environment), yaitu segala kondisi budaya atau segala bentuk hasil cipta, rasa, karsa, dan karya manusia yang hadir di sekitra seseorang atau kelompok orang bersangkutan.

4.2 Lingkungan Sosial Lingkungan sosial menurut Purba dalam Widiningsih (2005), yaitu lingkungan yang berkenaan dengan aspek kehidupan masyarakat yang meliputi jenis pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, heterogenitas dan homogenitas penduduk, diferensiasi dan stratifikasi sosial, mobilitas sosial, sistem interkasi sosial. Sedangkan menurut North dalam Mutakin (2000) terdapat tiga jenis yang perlu dibedakan, yaitu diferensiasi tingkatan, diferensiasi fungsional, diferensiasi adat. 1. Diferensiasi Tingkatan Lebih banyak pada kemajemukan yang bersifat ekonomi atau kemajemukan yang disebabkan oleh status sosial. Mereka yang memiliki status sosial tinggi dapat menguasai kehidupan, seperti yang dikemukakan Weber dalam Mutakin (2000) membedakan 4 sistem tingkatan sosial yang meliputi tingkatan kekayaan yang menimbulkan kelas-kelas kekayaan, tingkatan menurut kekuatan ekonomi yang menimbulkan kelas-kelas pendapatan, tingkatan yang tercemin menurut kekayaan dan pendidikan, dan tingkatan statuas sosial. 2. Diferensiasi Fungsional Diferensiasi fungsional disebut juga pembagian kerja dalam suatu organisasi sosial yang muncul karena melaksanakan pekerjaan yang berlainan. 3. Diferensiasi Adat Diferensiasi adat meruapakan aturan-aturan untuk berperilaku yang tepat bagi warga masyarakat sesuai dengan waktu dan tempat yang digunakan, sehingga setiap masyarakat akan memiliki aturan bagi warganya. Pada RW 02 Kelurahan Kebon Jeruk lingkungan sosial masyarakat yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi dampak yang terjadi pada aspek kehidupan sosial masyarakat sebagai akibat dari adanya aktivitas pasar kaget Musyawarah yang dibatasi pada jenis pekerjaan dan diferensiasi sosial menurut tingkat ekonomi. Dalam lingkungan sosial masyarakat, terdapat perbedaan-perbedaan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, atau dengan kata lain dalam suatu masyarakat itu terdapat kemajemukan masyarakat.

B.

Kerangka Berpikir Secara umum sebuah pemukiman membutuhkan beragam fasilitas umum yang terdiri

dari sumberdaya air, transportasi, ketenagalistrikan, energi, telematika, perumahan, perekonomian dan penyehatan lingkungan. Keberadaan fasilitas umum tersebut akan

mendorong terjadinya peningkatan kualitas hidup masyarakat, baik dari segi kesehatan, ekonomi, produktivitas dan sebagainya. Salah satu fasilitas umum tersebut adalah pasar, sebagai tempat penunjang pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam pengertian sederhana, Pasar adalah tempat terjadinya transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli pada tempat dan waktu tertentu. Pasar yang demikian disebut juga sebagai Pasar Tradisional. Pasar tradisional pada umumnya tumbuh secara spontan berdasarkan kebutuhan dari masyarakat sekitar dan menggunakan lokasi yang tidak semestinya diperuntukan sebagai pasar. Hal tersebut sedikit banyak akan membebani sarana dan prasarana yang memang tidak dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan sebuah pasar dengan layak. Seiring dengan bertambahnya tuntutan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup, maka pasar kaget Musyawarah juga mengalami perkembangan secara perlahan. Jumlah pedagang dan pembeli semakin banyak, tempat berdagang semakin luas serta waktu transaksi semakin lama. Sementara jika ditarik kembali ke teori penentuan lokasi sebuah pasar, dibutuhkan beberapa faktor yang harus dipenuhi agar dapat tercipta lingkungan yang baik dan tertata rapih. Menurut Miles (1999), terdapat 9 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu peruntukan lahan, penampakan fisik, utilitas, transportasi, parkir, dampak lingkungan (sosial dan alam), pelayanan publik, respon masyarakat (termasuk perubahan perilaku) serta permintaan dan penawaran (pertumbuhan penduduk, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan). Sebagai gambaran, pasar kaget Musyawarah berada ditengah pemukiman dengan memanfaatkan bahu Jalan Musyawarah sebagai area berjualan. Dimana sebagian pedagang menggunakan bahu jalan lingkungan untuk berdagang dengan terpal sebagai alas, meja, gerobak dorong atau perumahan yang telah beralih fungsi menjadi toko atau kios. Permasalahan secara visual dapat terlihat dari adanya aktivitas pasar kaget berdampak kepada menurunnya kualitas lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan mahluk hidup (khususnya manusia), misalnya tingkat pencemaran lingkungan bertambah (banyaknya tumpukan sampah yang ditimbulkan dan meningkatnya polusi udara akibat kemacetan lalu lintas) dan parameter-parameter lingkungan lainnya yang ikut mempengaruhi keindahan kota. Namun pengaruh yang diberikan dari keberadaan pasar kaget Musyawarah tentu tidak hanya itu, dari sisi ekonomi berdampak kepada tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat, tingkat pendapatan masyarakat setempat dan tingkat peluang lapangan kerja yang timbul akibat adanya aktivitas pasar kaget tersebut. Dari meningkatnya jumlah penduduk, lokasi pasar yang strategis hingga tidak adanya pengawasan dan pengelolaan, semua faktor

tersebut akan memicu dampak yang lebih parah terhadap kondisi lingkungan. Untuk itu perlu dikaji terkait dampak aktivitas pasar kaget Musyawarah terhadap kondisi lingkungan pemukiman di RW 02 Kelurahan Kebon Jeruk Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat.

Kelurahan Kebon Jeruk

Keberadaan Pasar Kaget Musyawarah

Aktivitas Pasar Dampak Positif Negatif

Dampak ke Pemukiman

Dampak Aktivitas Pasar Kaget Musyawarah terhadap Kondisi Lingkungan Pemukiman di RW 02 Kelurahan Kebon Jeruk Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat

III METODOLOGI PENELITIAN

A. 1.

Populasi dan Sampel Populasi Menurut Tika (2005) populasi adalah himpunan individu atau objek yang banyaknya

terbatas dan tidak terbatas. Sedangkan menurut Sugiyono (2011) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemukiman dalam kawasan RW 02 Kelurahan Kebon Jeruk sebanyak 1244 pemukiman.

2.

Sampel Menurut Tika (2005) sampel adalah sebagian dari objek atau individu-individu yang

mewakili suatu populasi. Sedangkan menurut Sugiyono (2011) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Simple Random Sampling (Sampel Acak Sederhana) dengan menggunakan rumus Slovin. Menurut Suharsaputra (2012) rumus Slovin digunakan untuk menentukan ukuran sampel yang populasinya diketahui jumlahnya. Rumus Slovin:

Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e = Toleransi kesalahan yang akan diambil Berdasarkan rumus Slovin tersebut, maka perhitungan jumlah sampel yang akan diambil adalah sebagai berikut:

dibulatkan menjadi 93

Dari jumlah populasi tersebut dan tingkat kesalahan sebesar 10% maka dengan rumus tersebut didapat jumlah sampel sebanyak 93 keluarga.

B.

Pengumpulan Data Pada suatu proses penelitian, diperlukan tahapan pengumpulan data yang bertujuan

untuk mendapatkan suatu hasil yang optimal yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi dan angket kepada pemukiman penduduk yang terkena dampak dari kegiatan pasar kaget. Menurut Tika (2005), observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Pengamatan secara langsung di lapangan terhadap objek penelitian dilakukan untuk memperoleh data yang aktual mengenai kondisi fisik dan lingkungan pemukiman penduduk. Menurut Arikunto (2006) angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau halhal yang ia ketahui. Sedangkan menurut Nawawi dalam Tika (2005), angket (kuesioner) adalah usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden. Pengumpulan data melalui angket dilakukan terhadap penduduk tentang dampak aktivitas pasar kaget mengenai aksesbilitas dan kondisi sosial ekonomi penduduk.

2.

Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dengan teknik dokumentasi. Menurut Arikunto (2006)

dokumentasi, dari asal kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Teknik dokumentasi ini dilakukan dengan mencari data sekunder yang berhubungan dengan penelitian melalui jurnal, hasil penelitian dan data dari instansi terkait seperti data monografi penduduk. Di samping itu, data sekunder lainnya adalah studi pustaka untuk mendapatkan literatur yang berkaitan dengan studi.

C.

Pengolahan data Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian ditabulasi dan diolah menggunakan

teknik perhitungan persentase. Hasil dari tabulasi data kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif.

D.

Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk mengolah data yaitu menggunakan teknik

perhitungan persentase, dimana dalam pengumpulan datanya menggunakan metode pengumpulan data berupa kuesioner, yang selanjutnya ditabulasikan dan di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif.

E.

Bagan Alur Penelitian

Observasi

Aktivitas pasar kaget

Dampak Positif

Dampak Negatif
Kondisi Pemukiman Lingkungan Aksesbilitas

Sosial Ekonomi

Pemukiman

Merumuskan Masalah

Studi Kepustakaan

Mengumpulkan Data

Penelitian di Lapangan

Pengolahan dan Analisis Data

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Daldjoeni, N. 1983. Manusia Penghuni Bumi. Bandung: Alumni. Definisi Pasar dalam http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_9._PASAR#2. Dewar, David and Vanessa Watson.1990. Urban Market Developing Informal Retailing. London: Rontledge. Ginanjar, Nugraha Jiwapraja. 1980. Masalah Ekonomi Mikro. Jakarta: Acro. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 Tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan. Miles, Mike E. et al. 1999. Real Estate Development, Principles and Process. Washington DC: Urban Land Institute. Mulyanto, H.R. 2007. Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Mursid, M. 1997. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Mutakin, Awan. 2000. Masyarakat Indonesia Dalam Dinamika. Bandung: Buana Nusa. Mutakin, Awan. 2008. Geografi Perilaku Keragaman Perilaku Kelingkungan. Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI Bandung. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1994 Tentang Pedoman Mengenai Dampak Penting. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharsaputra, Uhar. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama. Tika, Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara. UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Pemukiman. UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Outline Proposal Penelitian

DAMPAK AKTIVITAS PASAR KAGET MUSYAWARAH TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN PEMUKIMAN DI RW 02 KELURAHAN KEBON JERUK KECAMATAN KEBON JERUK JAKARTA BARAT

FIRYA FATURAHMAN 4315 08 2093

PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2013

Anda mungkin juga menyukai