1: 1-8
Abstraksi
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat efisiensi strategi dan mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi ketidak-efisienan strategi pemasaran pada suatu perusahaan Wholesaler.
Pendekatan Data Envelopment Analysis digunakan mengukur tingkat efisien pada banyak input dan
banyak output dari suatu Strategi Pemasaran. Pendekatan Fault Tree Analysis digunakan untuk mencari
penyebab ketidak-efisienan strategi pemasaran. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa nilai efisiensi
pada Bagian Tele dan Promo adalah kuran dari satu atau belum efisien. Dari pendekatan Fault Tree
Analysis diketahui bahwa faktor artikel produk yang di jual tidak lengkap, paket kemasan terlalu besar,
aksi borong pedagang besar, pengiriman Supplier terlambat, pelayanan kurang ramah dan tidak ada
delivery menyebabkan rendahnya nilai efisien.
Keywords: data envelopment analysis, fault tree analysis, wholesaler, efisiensi, strategi pemasaran
1. Pendahuluan
Date Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu metodologi yang digunakan untuk
mengevaluasi produktivitas dari suatu unit pengambilan keputusan (unit kerja) yang
menggunakan sejumlah input untuk memperoleh suatu output yang ditargetkan (Cooper et. al,
2000). DEA merupakan teknik berbasis linear programming yang dapat menangani banyak
input dan output, tidak membutuhkan asumsi hubungan fungsional antara variable input dan
output, serta input dan output dapat memiliki satuan yang berbeda (Purwantoro, 2003). Metode
DEA banyak digunakan untuk penilaian evaluasi kerja, efisiensi dan produktivitas dan
selanjutnya digunakan untuk pengukuran kinerja. Penelitian terdahulu dengan Metode DEA
antara lain dilakukan oleh Makmun (2002) dan Abidin (2007) tentang efisiensi suatu
perusahaan jasa keuangan; serta Purwantoro (2003) dan Sudaryanto (2006) tentang efisiensi
suatu sistem operasi sektor riil. Fault Tree Analysis (FTA) merupakan salah satu alat (tool)
untuk mengidentifikasi penyebab dari masalah (fault event) yang berkontribusi. Penelitian
terdahulu dengan Metode FTA antara lain dilakukan oleh Sutopo and Damayanti (2008) tentang
perbaikan proses bisnis pasang baru telepon kabel.
Pada penelitian ini, integrasi Metode DEA dan FTA akan digunakan untuk mengukur
efisiensi strategi pemasaran dan mencari penyebab masalah efisiensi pada suatu perusahaan
wholesaler. Perusahaan wholesaler adalah sebuah unit usaha yang membeli dan menjual
kembali barang-barang kepada pengusaha (Swastha, 1996). Obyek kajian pada penelitian ini
adalah perusahaan wholesaler yang ditujukan untuk para konsumen profesional seperti hotel,
restoran, warung, katering, pedagang eceran, rumah sakit, intansi pemerintah serta perusahaan
Correspondence : yuniaristanto@gmail.com
2 Performa Vol.8, No. 1
jasa. Artikel produk yang dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu: 1) non food, 2) dry
food, dan 3) fresh food. Konsumen perusahaan ini dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu: 1)
kelompok retail, 2) kelompok horeka (Hotel, Restoran dan Katering), dan 3) kelompok
perusahaan jasa. Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan kajian Manajemen Perusahan,
Stratei Pemasaran tidak dapat dijalankan dengan baik hal ini dibuktikan dengan hasil penjualan
pada rentang Bulan September 200X-Januari 200Y adalah kurang dari 75% dari target. Bagian
yang bertanggung-jawab terhadap keberhasilan strategi perusahaan adalah Bagian Customer
Development Officer (CDO), Bagian Promo dan Bagian Tele Customer. Ketiga bagian ini
mempunyai tugas utama meningkatkan tingkat keaktifan pelanggan dan meningkatkan hasil
penjualan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui strategi pemasaran yang telah efisien dan
yang belum efisien dan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi ketidak-efisienan
strategi pemasaran tersebut.
2. Metode Penelitian
Kajian ini merupakan suatu riset terapan sebagai upaya investigasi yang terorganisir,
sistematis, kritis, objektif, dan ilmiah dari suatu masalah strategi pemasaran yang tidak efisien.
Prinsip dasar pada bisnis perusahaan wholesaler adalah memberikan penghematan bagi
pelanggan karena wholesaler membeli suatu komoditas dalam jumlah besar, memecah-mecah
jumlah yang sangat besar tersebut menjadi unit-unit yang lebih kecil dan kemudian
menjualannya kembali (Kotler, 2001). Salah satu fungsi dari strategi pemasaran adalah
meningkatkan penjualan dan mendatangkan konsumen. Dalam meningkatkan penjualan dan
mendatangkan konsumen diperlukan usaha-usaha untuk mengoptimalkan fungsi dari strategi
pemasaran. Rendahnya jumlah konsumen aktif dan belum tercapainya target dari strategi
pemasaran menandakan belum efisien dalam menggunakan input untuk menghasilkan output.
Pada penelitian ini akan ditentukan seberapa efisien kegiatan CDO, Promo dan Tele
Customer dalam mencapai tujuan yaitu meningkatkan kedatangan konsumen, frekuensi
kedatangan dan jumlah belanja sehingga dapat digunakan untuk perbaikan sistem pemasaran.
Yuniaristanto, Ramadhany dan Sutopo - Integrasi Data Envelopement Analysis dan Fault Tree Analysis untuk Peningkatan Efisiensi... 3
Metode Data Envelopment Analysis (DEA) digunakan untuk menganalisis dan mengukur
tingkat efisien dari strategi pemasaran dengan menggunakan banyak input dan banyak output.
Pendekatan Fault Tree Analysis (FTA) digunakan untuk mencari akar dari permasalahan dari
rendahnya efisiensi. Pada Gambar 1 disajikan Kerangka Pemikiran untuk memecahkan masalah
pada penelitian ini.
Input dan output diperoleh dari karakteristik sistem yang terdiri dari Rich Picture
Diagram, System integritas, Influence diagram. Rich Picture Diagram digunakan untuk
menggambarkan situasi sistem secara keseluruhan. System integritas digunakan untuk
mendiskripsikan dan mengkelaskan sistem. Influence diagram digunakan untuk
menggambarkan hubungan sebab-akibat dalam komponen sistem.
Metode DEA merupakan sebuah pendekatan non-parametrik yang pada dasarnya
merupakan teknik berbasis linier programming dengan menggunakan fungsi tujuan maksimasi
dan fungsi batasan. Dalam penelitian ini, fungsi maksimasi diformulasikan sebagai berikut:
3
Max Z = j 1
q jlm u jlm (1)
2 (3)
i 1
xilm vilm = 1 m vi , u j
dimana :
xilm : jumlah input i pada wilayah l yang dimaintain oleh UKE m.
vilm : bobot input i pada wilayah l yang dihasilkan oleh UKE m.
q jlm : jumlah output j pada wilayah l yang dihasilkan oleh UKE m.
diukur terdiri dari tiga komponen yaitu tingkat kedatangan konsumen, frekuensi kedatangan dari
konsumen Tele, CDO dan Promo serta rata-rata belanja dari konsumen tersebut.
Berdasarkan hasil uji efisiensi dengan program DEA terdapat UKE yang telah mencapai
efisien dan terdapat pula yang tidak efisien. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan
bahwa CDO mencapai rata-rata nilai efisien dengan nilai objective function adalah 1 (nilai
efisiensi = 100 %). Sedangkan Tele dan Promo mempunyai nilai objective function kurang dari
1 (nilai efisiensi < 100%).
permasalahan konsumen yang datang berbelanja. Diagram pohon kesalahan disajikan pada
Gambar 2.
Analisa pohon kesalahan diperlukan untuk memperoleh informasi yang jelas dari suatu
sistem dan perbaikan-perbaikan apa saja yang harus dilakukan pada sistem. Kode 1 sampai
dengan kode 14 pada diagram pohon kesalahan adalah menyatakan hal-hal sebagai berikut:
tidak efisien; jumlah belanja turun; frekuensi kedatangan turun; jumlah konsumen yang datang
turun; harga mahal; stock habis; konsumen pindah ke pesaing; kecewa; tidak ada delivery;
artikel produk yang di jual tidak lengkap; paket kemasan terlalu besar; aksi borong pedagang
besar; pengiriman supplier terlambat dan pelayanan kurang ramah.
Minimal cut-set merupakan kumpulan basic event dan atau kombinasi yang menyebabkan
munculnya top level event jika terjadi bersama-sama. Pada penelitian ini, minimal cut-set
merupakan kumpulan penyebab tidak tercapainya nilai efisien pada setiap UKE. Minimal cut-
set ditentukan berdasarkan diagram pohon kesalahan. Langkah-langkah penentuan cut-set
disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan minimal cut-set maka basic event yang dapat menyebabkan tidak efisien
pada UKE adalah: artikel produk yang di jual tidak lengkap (kode 10); paket kemasan terlalu
besar (kode 11); aksi borong pedagang besar (kode 12); pengiriman supplier terlambat (kode
13); pelayanan kurang ramah (kode 14) dan tidak ada layanan delivery (kode 9). Pada Tabel 3
dijelaskan lebih lanjut dari basic event dan KPIs yang dipilih pada model acuan.
6 Performa Vol.8, No. 1
Kegiatan Tele harus selalu mengetahui kebutuhan konsumen terlebih dahulu sebelum
melakukan interaksi dengan konsumen, serta menawarkan artikel produk yang dibutuhkan dan
harga yang murah. Dengan mengetaui kebutuhan konsumen maka memudahkan dalam
membagi kesetiap konsumen. Peta proses bisnis Tele dapat disajikan pada Gambar 4.
Yuniaristanto, Ramadhany dan Sutopo - Integrasi Data Envelopement Analysis dan Fault Tree Analysis untuk Peningkatan Efisiensi... 7
Kegiatan promo perlu memperhatikan artikel produk yang dipromosikan, selain itu juga
perlu diperhatikan ketersediaan dari produk tersebut. Dalam kegiatan promo, selain produk yang
ditawarkan harga sangat berpengaruh. Peta proses bisnis Promo dapat disajikan pada Gambar 5.
Daftar Pustaka
Abidin, Z. (2007). Kinerja Efisiensi Pada Bank Umum. Proceeding PESAT. Jakarta, Vol. 2,
pp.113-119.
Abidin dan Cabanda (2006). Financial and Production Performances of Domestic and Foreign
Banks in Indonesia: Pre and Post Financial Crisis. Manajemen Usahawan Indonesia, No.
6.
Berman, B. and Evans, J.R. (1995). Retail Management: A Strategic Approach. Prentice Hall
Inc, United State of America.
Blanchard, B.S. (2004). Logistics Engineering and Management, 6 th Edition Virginia
polytechnic Institute and State University, Pearson Education International, Virginia.
Cooper, W.W., Seiford, L.M. and Zhu, J. (2000). A unified additive model approach for
evaluating inefficiency and congestion with associated measures in DEA. Socio-
Economic Planning Sciences, Vol. 34, No. 1.
Daellenbach, Hans. G. (1995). System and Decision Making A Management Science Approach.
John Wiley & Son Ltd, USA.
Kotler, P. (1993). Manajemen Pemasaran: Analisis, perencanaan, implementasi dan
pengendalian. Edisi Terjemahan. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta.
Makmun, (2002). Efisiensi Kinerja Asuransi Pemerintah. Jurnal Kajian ekonomi dan keuangan,
Vol. 6, No. 1. pp. 81-98.
Purwantoro, R.N, (2003). Penerapan DEA Dalam Kasus Pemilikan Produk Inkjet Personal
Printer. Usahawan, Vol 10, pp. 36-41.
Samosir, A.P. (2005). Analisis Kelayakan Penggabungan Usaha PT. Pelindo I (Persero) dan
PT. Pelindo II (Persero). Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol 9, No. 4, pp 110-
142.
Sianturi, T.A.P. (2002). Basic Principles on Creating Effective Performance Appraisal System.
Jurnal Pemasaran Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, pp 1-23.
Sudaryanto, B. (2006). Analisis efisiensi kinerja pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
dengan Data Envelopment Analysis (DEA): Studi di Kabupaten Pati dan Kabupaten
Rembang Jawa Tengah. Empirika, Vol. 19 No. 1, pp. 35-39.
Sutopo, W. dan Damayanti, R.W. (2007). Perbaikan Proses Bisnis Pasang Baru Telepon Kabel
di Wilayah Pemasangan Baru Surakarta dengan Metode Fault Tree Analysis,
PERFORMA, Vol. 6, No. 2. ISSN 1412-8624.
Swastha, B. (1996). Azas-Azas Marketing. Edisi ketiga. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Performa (2009) Vol. 8, No.1: 9-13
Abstraksi
Salah satu proses produksi shuttle cock yang kritis dalam arti dapat mempengaruhi kualitas produk
adalah pada waktu pemotongan bulu ayam. Hal ini dikarenakan bentuk bulu hasil potongan dapat
mempengaruhi bentuk cock itu sendiri. Selama ini pemotongan bulu ayam untuk produk cock dilakukan
secara manual dengan bantuan alat gunting satu persatu sehingga hasil yang diperoleh sangat lambat
dan memiliki bentuk cenderung beragam. karena itu pengusaha industri kecil memerlukan alat bantu
pemotong bulu yang dapat digerakkan secara manual. Kegiatan ini mencoba membuat alat potong yang
dapat membantu proses pemotongan bulu. Nilai tambah dari alat yang digunakan adalah adanya alat
pemanas untuk membantu proses pemotongan bulu. Dengan alat pemanas ini bentuk potongan menjadi
lebih rapi, dan dapat memotong tiga hingga lima buah bulu ayam.
1. Pendahuluan
Sejak tahun 1970an daerah Serengan terkenal sebagai penghasil shuttle cock yang murah.
Industri ini banyak terdapat di RW 09 Kelurahan Tipes dan RW 08 Kelurahan Serengan ,
Kecamatan Serengan Kota Surakarta. Saat ini ada sekitar 50 pengrajin shuttle cock yang telah
mampu memasarkan sendiri produk shuttle cock-nya karena telah memiliki merk dagang.
Dalam memproduksi shuttle cock, para pengrajin melibatkan anggota keluarga dan tetangganya
untuk terlibat dalam proses produksi. Mayoritas industri kerajinan shuttle cock di sentra ini
berskala kecil, rata-rata memiliki 10 orang karyawan. Tetapi ada juga beberapa UKM yang
berskala lebih besar dengan jumlah karyawan mencapai 20-50. Kapasitas produksi masing-
masing pengusaha bervariasi mulai dari 200 dosin/minggu hingga 1000 dosin/minggu.
Bilamana diperhatikan secara seksama maka salah satu keberhasilan kualitas shuttle cock
adalah pada waktu pemotongan bulu ayam, karena bentuk bulu ini akan mempengaruhi bentuk
cock itu sendiri. Selama ini pemotongan bulu ayam untuk produk cock dilakukan secara manual
dengan bantuan alat gunting satu persatu sehingga hasil yang diperoleh sangat lambat dan
memiliki bentuk cenderung beragam.
Meskipun daerah Serengan terkenal sebagai sentra industri shuttle cock, kualitas produk
yang dihasilkan masih rendah yang tercermin dari harga jual di pasar masih rendah. Dalam
pengabdian ini difokuskan pada perbaikan kualitas potongan dengan cara mencoba memberikan
alat potong yang diharapkan dapat meningkatkan kecepatan produksi dan menyeragamkan hasil
potongan bulu
Correspondence: lobesh@gmail.com
10 Performa Vol.8, No. 1
Yang menjadi sasaran program adalah sentra industri (klaster industri) penghasil shuttle
cock di Kota Surakarata adalah Kelurahan Serengan, di wilayah Kota Surakarta. Salah satu dari
40 pengrajin shuttle cock yang ada di kelurahan tersebut, adalah milik pengusaha bapak Sarno
di Jalan Makam Bergulo RT. 04. RW 08 Kelurahan Serengan kota solo.
Indikator Keberhasilan kegiatan pengabdian, adalah alat bantu pemotong bulu ayam untuk
pembuatan shuttle cock yang dapat menjaga kepresisian hasil pemotongan bulu ayam
4. Pelaksanaan Kegiatan
Untuk menyelesaian masalah mutu bulu hasil pemotongan dan kecepatan pemotongan
maka program ini merancang ulang alat pemotong bulu ayam yang aman, cepat dan
menghasilkan bentuk bulu yang seragam. Berikut ini rancangan awal alat pemotong bulu ayam
yang akan dibuat:
Herdiman, Liquiddanu dan Rochman - Rancang Bangun Alat Pemotong Bulu Ayam Untuk Mendukung Pembuatan Produk Shuttle cock... 11
Setelah dibuat alat pemotong, maka sebelum diserahkan ke pengusaha alat ini dilakukan
uji coba. Untuk melakukan uji coba, bulu ayam yang sudah siap dipotong diletakkan disamping
alat pemotong bulu ayam. Uji coba pengoperasian alat potong bulu ayam melalui beberapa
langkah, diantaranya, yaitu:
a) Seteker pada diem dihubungkan dengan arus listrik 220 V. Diem dimaksimalkan agar
heater cepat memanaskan pisau potong. Setelah pisau potong panas, atur panas pisau
potong melalui pengatur panas pada diem.
12 Performa Vol.8, No. 1
b) Buka dies atas, lalu ambil bulu ayam yang siap dipotong, kemudian masukkan bulu
ayam kedalam dies bawah dan selanjutnya dies atas ditutup.
c) Tekan tuas kebawah yang bertujuan untuk menggerakkan pisau yang dihubungkan oleh
batang penghubung. Pisau bergerak secara vertikal dan bolak balik, sehingga bulu ayam
dapat dipotong dengan baik.
d) Buka dies atas kemudian ambil bulu ayam dari proses pemotongan tersebut. Ujung bulu
ayam yang tidak digunakan akan terbuang kebawah landasan alat potong
5. Serah Terima
Setelah alat pemotong bulu dirakit dan diuji coba di Lab Perancangan Produk, maka
langkah berikutnya adalah penyerahan alat kepengusaha dan pelatihan penggunaan alat. Pada
saat serah terima alat, pengusaha merasa bersyukur dan berterima kasih atas bantuan alat dan
adanya perhatian perguruan tinggi terhadap pengusaha kecil. Pada saat uji coba oleh pekerja
pemotong, mereka tidak mengalami kesulitan. Pengusaha merasakan manfaatnya yaitu
pemotongan menjadi lebih cepat , karena dapat memotong bulu ayam hingga 5 (lima) bulu. Hal
ini dikarenakan selain menggunakan mata pisau yang tajam juga dengan adanya alat pemanas
menghasilkan bentuk bulu yang baik.
a. Setelah diserahterima alat potong ke pengusaha dan digunakan untuk produksi. Ditemukan
perlu adanya modifikasi alat, karena pada awalnya alat masih menggunakan tangan
sebagai penggerak. Penggunaan tangan untuk menggerakkan alat potong dalam jangka
waktu lama menyebabkan tangan mudah lelah dan tidak praktis. Setelah dilakukan diskusi
antara peneliti, pengusaha dan pekerja selaku pengguna, maka pihak pengusaha dibantu
seorang pekerjanya melakukan modifikasi alat. Modifikasi yang dilakukan pengusaha
adalah mengganti meja kerja dengan menambah pedal kaki. Pedal kaki ini terbuat dari
sebatang kayu ukuran panjang 30 cm dan lebar 10 cm. Pedal kaki ini diletakkan di meja
dengan tumpuan sebuah batang besi ke meja dan pada ujung pedal kaki ini dikaitkan dengan
tali plastik atau kain ke ujung pegangan tuan dari alat pemotong bulu.
b. Mata pisau yang telah dibuat di lab sistem produksi, setelah digunakan untuk produksi
beberapa hari mulai mengalami penurunan ketajaman atau tumpul. Kondisi ini
menyebabkan mata pisau harus diasah dengan kikir agar tajam kembali. Pekerjaan ini dapat
diganti dengan menggantikan mata pisau dengan alat potong pisau silet yang banyak
tersedia dipasar. Untuk itu perlu adanya perubahan rancangan rumah mata pisau agar dapat
menampung . Karena itu pada akhir program ini tim perancangan berhasil membuat sebuah
rumah mata pisau yang dapat menampung
7. Kesimpulan
Dari kegiatan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Alat potong bulu ayam untuk membantu memproduksi komponen shuttle cock telah
terbukti dapat beroperasi dan dapat memotong bulu ayam hingga lima bulu ayam.
Kualitas hasil potongan memiliki bentuk dan ukuran bulu yang seragam.
b. Untuk memudahkan pengoperasian alat potong bulu ini, telah dilakukan modifikasi
penggerak kaki dengan cara menambahkan pedal kaki pada meja tempat alat ini
diletakkan.
c. Agar mata pisau ini selalu tajam dan mampu menghasilkan kualitas potongan bulu yang
baik, maka mata pisau diganti dengan mata pisau silet (alat potong kumis/jenggot) yang
banyak tersedia dipasar. Untuk keperluan ini telah dilakukan modifikasi rumah tempat
mata pisau ini diletakkan.
Daftar Pustaka
Mitra, Amitava. Fundamental of Quality Control and Improvement. New York: Macmillan
Publishing Company, 1993
Nurmianto, Eko. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya, 2004
Rochim, Taufik. Teknik Pengukuran (Metrologi Industri). Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1981
Sutalaksana, I.Z. dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Laboratorium Tata Cara Kerja dan Ergonomi
Dept. Teknik Industri- ITB, 1979
Walpole, Ronald E. Pengantar Statistika Ed.3 Terjemahan: Bambang Sumantri. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1988
Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: Guna Widya 1995
news.bbc.co.uk diakses tanggal 30 Oktober 2006
www.kompas.com diakses pada tanggal 14 November 2006
www.shuttle cock.com diakses pada tanggal 30 Oktober 2006
Performa (2009) Vol. 8, No.1: 14-22
I Wayan Suletra , Eko Liquiddanu, Sigit Bagus Pamungkas
Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Telp/Fax. (0271) 632110
Abstract
This reserach proposes an integer linear programming model for the allocation of municipal solid waste
to the optimal transfer station. This model involves trade-off between two kind of transportation cost,
that is transportation cost from village to trasfer station and cost from transfer station to
landfill/treatment center. Branch-and-bound method is used to find optimum decision, which transfer
station should serve which village.
This model is applied to city of Surakarta that consist of 596 village and 62 transfer stations. From
analysis we know that this model can reduce total transportation cost per day by 5,38% and balances the
accumulated waste in all trasfer station
Key words: municipal solid waste, Integer Linear Programming, transfer station, transportation cost.
1. Pendahuluan
Sampah merupakan objek yang tidak berguna sehingga harus dibuang agar tidak
mengganggu lingkungan. Menurut Bahar (1985: 7-8), sampah yang menumpuk dan dibiarkan
begitu saja pada tempat terbuka, menyebabkan rendahnya nilai estetika di kawasan tersebut.
Untuk itu, penanganan sampah seperti pembuangan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan
dan pemusnahan sampah harus terlayani dengan baik.
Penelitian terapan yang berfokus pada manajemen sampah perkotaan (municipal solid
waste management) sedang booming saat ini karena permasalahan sampah di kota-kota besar
semakin kompleks. Bautista dan Pereira (2006) memodifikasi model dasar set-covering problem
untuk menentuan lokasi recycling plant (TPA) terpisah masing-masing untuk sampah gelas,
plastik, kertas dan material organik dan diterapkan di metropolitan area of Barcelona.
Selanjutnya, Boffey et al. (2008) mengembangkan model multicriteria penentuan lokasi
pembuangan sampah dengan empat fungsi tujuan yang semuanya bersifat minimasi.
Permasalahan ini diformulasikan dengan network model dan diaplikasikan di district of Algarve,
Portugal. Erkut et al.(2008) mengusulkan model location-allocation problem yang berbasis
pada multicriteria mix-interger linear programming untuk manajemen sampah perkotaan di
Central Macedonia. Ketiga model diatas berfokus pada pemilihan lokasi treatment center (TPA)
maupun TPS dan belum mempertimbangkan penugasan (assigment) TPS ke wilayah padahal
penentuan TPS mana melayani wilayah mana sangat menentukan total biaya pengangkutan.
Penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan suatu model untuk mengalokasikan RW ke TPS
untuk meminimumkan total biaya transportasi. Total biaya transportasi merupakan fungsi dari
Corespondence : suletra@yahoo.com
Suletra, Liquiddanu dan Pamungkas - Optimasi Pengalokasian Sampah Wilayah Ke Tempat Pembuangan Sementara...15
biaya pengangkutan sampah yang berhubungan dengan jarak untuk sekali pengangkutan baik
dengan menggunakan gerobak maupun truk sampah. Gerobak digunakan untuk pengumpulan
sampah dari RW ke TPS, sedangkan truk sampah digunakan untuk pengangkutan sampah dari
TPS ke TPA. Model yang dikembangkan ini diaplikasikan di kota Surakarta yang merupakan
salah satu kota besar di Indonesia, mempunyai luas wilayah 44,04 km2 dan jumlah penduduk
pada tahun 2008 adalah 566.141 jiwa (Dinas Kependudukan dan Capil, 2008).
Biaya pengangkutan sampah terdiri dari biaya angkut dari wilayah (RW) ke lokasi TPS
dan biaya angkut dari lokasi TPS ke lokasi TPA. Pengalokasian yang tidak tepat akan
menyebabkan pembengkakan biaya. Model yang dikembangkan harus dapat mengalokasikan
596 RW ke salah satu dari 62 TPS yang ada di Kota Surakarta. Trade-off biaya pada model
terjadi antara biaya angkut dengan gerobak (dari RW ke TPS) dan biaya angkut dengan truk
(dari TPS ke TPA).
2. Pemodelan
Sampah yang dihasilkan dari wilayah (RW) berasal dari sumber sampah, seperti rumah
tangga, pertokoan, fasilitas umum dan perkantoran. Sampah tersebut dibuang langsung ke
tempat sampah yang diletakkan di depan rumah (sumber sampah) masing-masing tanpa melalui
proses terlebih dahulu. Dari tempat sampah, sampah diambil oleh petugas pengumpul sampah
dengan menggunakan gerobak yang kemudian dibuang ke TPS jika muatannya penuh. Sampah
yang terkumpul di TPS atau pada container dimuat oleh petugas ke atas truk sampah untuk
dibawa ke TPA. Jika muatan sampah sudah memenuhi kapasitas angkut, maka truk sampah
akan menuju TPA untuk membongkar muatan sampah. Skema aliran proses yang terjadi dalam
pengangkutan sampah dapat dilihat pada Gambar 1.
Sampah yang terangkut ke TPA ditumpahkan dari atas truk sampah, kemudian didorong,
diratakan dan dipadatkan dengan alat-alat berat. Setelah itu, truk pengangkut sampah bergerak
lagi menuju TPS untuk memuat sampah dan diangkut ke TPA jika muatannya sudah memenuhi
kapasitas angkut. Setelah selesai truk kembali ke pool truk.
dimana,
c ij = biaya pengangkutan untuk sekali angkut gerobak dari RW ke-i ke lokasi TPS ke-
j (Rp/gerobak)
c j1 = biaya pengangkutan untuk sekali angkut truk dari lokasi TPS ke-j ke lokasi TPA
(Rp/truk)
BAS a = biaya angkut per meter dengan alat transportasi gerobak (Rp/m/gerobak)
BAS b = biaya angkut per kilometer dengan alat transportasi truk (Rp/km/truk)
d ij = jarak dari RW ke-i ke lokasi TPS ke-j (m)
d j1 = jarak dari TPS ke-j ke lokasi TPA (km)
i = nomor lokasi wilayah (RW)
j = nomor lokasi TPS
1 2
setiap RW. Trade-off antara biaya angkut dari RW ke TPS dan biaya angkut dari TPS ke TPA
menjamin bahwa masalah ini bukan masalah yang trivial (setiap RW memilih TPS terdekat).
2.5 Batasan-batasan
Kriteria-kriteria yang menjadi kendala pada formulasi matematis diatas, adalah sebagai
berikut :
1. Setiap lokasi TPS ke-j tidak dapat menerima sampah dari wilayah (RW) melebihi kapasitas
yang dapat ditampung
m
v
i 1
i x ij K j untuk j = 1, 2, 3, ..., n
2. Satu wilayah (RW) hanya dapat membuang sampah pada satu lokasi TPS
3
x
j 1
ij 1 untuk i = 1, 2, 3, ..., m
v x
i 1
i ij f j1 k truk untuk j = 1, 2, 3, ..., n
dimana,
TC = total biaya pengangkutan sampah (Rp/hari)
c ij = biaya pengangkutan untuk sekali angkut gerobak dari RW ke-i ke
lokasi TPS ke-j (Rp/gerobak)
c j1 = biaya pengangkutan untuk sekali angkut truk dari lokasi TPS ke-j ke
lokasi TPA (Rp/truk)
fi = frekuensi angkut per hari dari RW ke-i ke TPS dengan alat angkut
gerobak (gerobak/hari)
f j1 = frekuensi angkut per hari dari TPS ke-j ke TPA dengan alat angkut
truk (truk/hari)
x ij = keputusan mengalokasikan sampah dari RW ke-i ke lokasi TPS ke-j
vi = volume sampah dari RW ke-i ke lokasi TPS per hari (liter/hari)
Kj = kapasitas TPS ke-j
k truk = kapasitas sekali angkut alat transportasi truk (liter/truk)
i = nomor lokasi wilayah (RW)
j = nomor lokasi TPS
m = jumlah wilayah (RW)
n = jumlah lokasi TPS
3. Pengolahan Data
Parameter-parameter yang digunakan untuk mengaplikasikan model ini di Kota Surakarta
adalah sebagai berikut:
18 Performa Vol.8, No. 1
Variabel keputusan yang optimal (global), yaitu RW mana membuang sampah ke TPS
mana dapat diperoleh dengan metode branch-and-bound dengan bantuan software Lingo 8.0.
Dari hasil optimasi didapatkan usulan alokasi sampah wilayah (RW) ke TPS tahun 2009 dengan
biaya pengangkutan sampah yang minimum seperti pada Tabel 1.
Suletra, Liquiddanu dan Pamungkas - Optimasi Pengalokasian Sampah Wilayah Ke Tempat Pembuangan Sementara...19
Lanjutan Tabel 1.
19 Sondakan Kuburan Sondakan RW : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 15
20 Sondakan I Sondakan RW : 9, 10, 11, 12, 13, 14
21 Pajang Rel Pajang RW : 5, 6, 7, 8, 14
22 Pajang Gentan Pajang RW : 1, 2, 3, 4
Bumi RW : 5, 6
Panularan RW : 1
23 Mangkuyudan I
Penumping RW : 4, 5
Purwosari RW : 1
24 Mangkuyudan II Purwosari RW : 2, 4, 8
Bumi RW : 1, 2, 3, 4, 7
25 Mangkuyudan III
Purwosari RW : 3, 5, 6, 7
Purwosari RW : 9, 10, 11, 12, 13, 14
26 Brengosan
Sondakan RW : 1
Jajar RW : 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
27 Samsat
Karangasem RW : 4
Ketelan RW : 7, 8
Mangkubumen RW : 12, 13, 14
28 Pramuka Punggawan RW : 5
Timuran RW : 1, 2, 3, 4, 5
Sriwedari RW : 4
Mangkubumen RW : 3, 7
29 Kreteg Bang
Punggawan RW : 2, 3, 4, 6
Gilingan RW : 1, 2, 3, 4, 7
30 Sambeng Manahan RW : 1
Mangkubumen RW : 1, 2, 8
Gilingan RW : 5, 13, 14, 15
31 Tirtonadi
Nusukan RW : 18, 19
32 Depok Manahan RW : 4, 5, 6, 7, 8
Manahan RW : 2, 3
33 Dr. Yeni Nusukan RW : 6, 7, 8, 10
Sumber RW : 2, 3, 4
34 Manahan Jam Sumber RW : 5, 6, 7, 8, 12
35 SSS Manahan RW : 10, 11, 12
Banyuanyar RW : 4, 5, 6, 9, 12
36 Sumber BK
Sumber RW : 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17
Kadipiro RW : 16, 17
37 Minapadi
Nusukan RW : 1, 2, 3, 4, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17
38 Bonoloyo Kadipiro RW : 4, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 22, 23, 24, 25, 26
Gilingan RW : 17
39 Ngemplak Kadipiro RW : 18, 19, 20
Nusukan RW : 20, 21, 22, 24
Gilingan RW : 12
40 BKIA Setabelan RW : 1, 2, 3, 4, 5, 6
Kepatihan Kulon RW : 1, 2
Kestalan RW : 1
41 Hotel DS
Ketelan RW : 4, 5, 6, 9
Gilingan RW : 6, 8, 9, 10, 11
Kestalan RW : 2, 3, 4, 5, 6
42 Marconi
Ketelan RW : 1, 2, 3
Punggawan RW : 1
Manahan RW : 9
43 Turisari Mangkubumen RW : 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11
Penumping RW : 1
Gilingan RW : 16, 18, 19, 20
44 Ringin Semar Jebres RW : 1, 2, 3, 4, 30
Tegalharjo RW : 2, 3, 4, 5, 6
Suletra, Liquiddanu dan Pamungkas - Optimasi Pengalokasian Sampah Wilayah Ke Tempat Pembuangan Sementara...21
Lanjutan Tabel 1.
Jebres RW : 28, 29, 32
45 RC
Mojosongo RW : 2, 7, 8, 9, 35
46 UNS Cargo Jebres RW : 5, 6, 9, 10, 11, 12, 23, 24, 25, 26, 27, 28
47 UNS Jebres RW : 17, 18, 19, 20, 21, 22
48 Jurug Jebres RW : 14, 15, 16, 36
Jagalan RW : 8, 9, 10, 11, 12
49 Sariwarna Jebres RW : 7, 8, 13
Pucangsawit RW : 2, 3, 11, 14, 15
50 Jurnasan Pucangsawit RW : 1, 9, 10
Jagalan RW : 14, 15
51 Nlipakan Pucangsawit RW : 4, 5, 6, 7, 8, 12, 13
Sewu RW : 1, 2, 3, 5, 6
Gandekan RW : 1, 3, 9
Jagalan RW : 13
52 Tanggul
Sewu RW : 4, 7, 8, 9
Sangkrah RW : 1, 2, 6, 7, 11, 12, 13
Jagalan RW : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
53 Batoar
Purwodiningratan RW : 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
Kepatihan wetan RW : 1, 2
Kepatihan kulon RW : 3
54 PT. King Purwodiningratan RW : 2, 3
Sudiroprajan RW : 6, 7, 8, 9
Kampung baru RW : 2
Kadipiro RW : 21, 27
55 Mojosongo
Mojosongo RW : 12, 13, 14, 15, 20, 21, 22, 23, 27, 31, 32
Gandekan RW : 2, 4, 5, 6, 7, 8
Purwodiningratan RW : 1
56 Kerkop Sudiroprajan RW : 1, 2, 3, 4, 5
Kedung lumbu RW : 3, 7
Sangkrah RW : 3, 4, 5
Gilingan RW : 21
Nusukan RW : 23
57 Panti Kosala Jebres RW : 31, 33, 34, 35
Mojosongo RW : 1, 3, 4, 5, 6
Tegalharjo RW : 1
Joyosuran RW : 3, 4, 8
58 Silir Baru Semanggi RW : 7, 8, 9, 11, 23
Joyosuran RW : 9
Laweyan RW : 1, 2, 3
59 Sondakan II
Pajang RW : 9, 15
60 Ken Dedes Karangasem RW : 7, 8
Panularan RW : 3, 5, 7
Penumping RW : 2, 3, 6
61 Sriwedari Sriwedari RW : 1, 3, 5, 6
Kemlayan RW : 6
Tipes RW : 2
Banyuanyar RW : 1, 2, 3, 7, 8, 10, 11
Kadipiro RW : 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9
62 Komplang
Nusukan RW : 5
Sumber RW : 1
Mojosongo RW : 10, 11, 16, 17, 18, 19, 24, 25, 26, 28, 29,
63 TPA Putri Cempo
30, 33, 34
22 Performa Vol.8, No. 1
Dari hasil running optimasi software Lingo 8.0 di atas, didapatkan total biaya
pengangkutan sampah dari rumah tangga (wilayah/RW) sampai TPA sebesar Rp.
18.080.030,00/hari. Sementara kebijakan alokasi sekarang yang berdasarkan kelurahan
menghasilkan biaya Rp. 19.107.310,53/hari.
Daftar Pustaka
Bahar, Yul H. (1985). Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta : PT. Waca
Utama Pramesti.
Bautista, J. and Pereira, J. (2006). Modeling the problem of locating collection areas for urban
waste management: an application to the metropolitan area of Barcelona. Omega, 34,
617-629.
Boffey, T.B., Mesa, J.A. and Rodrigues, J.I. (2008). Locating a low-level waste disposal site.
Computers&Operations Research, 35, 701-716.
BSN. (2005). “Revisi SNI 03-3242-1994.” Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.
Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
Dinas Kependudukan dan Capil. (2008). Laporan Monografi Dinamis Kota Surakarta.
Surakarta : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
DKP. (2008). Laporan Pekerjaan Inventarisasi Timbulan Sampah Kota Surakarta Tahun
Anggaran 2008. Surakarta : Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
Erkut, E., Karagiannidis, A., Perkoulidis, G. and Tjandra, S.A. (2008). A multicriteria facility
location model for municipal solid waste management in North Greece. European
Journal of Operational Research, 187,1402 – 1421.
Winston, W.L. (2004). Operation Research:application and algorithms, 4th edition.
Brooks/cole-Thomson Learning, Belmont, California.
Performa (2009) Vol. 8, No.1: 23-33
Abstrak
Pekerjaan pengangkatan merupakan salah satu penyebab utama low back pain. Kompensasi ekonomi
yang diberikan perusahaan dalam penanganan low back pain sangat besar. Salah satu model analisis
pekerjaan pengangkatan yang banyak digunakan yaitu model Revised NIOSH Lifting Equation. Tujuan
dari model Revised NIOSH Lifting Equation adalah mengurangi resiko kecelakaan kerja akibat
pekerjaan pengangkatan. Model ini rumit sehingga memerlukan ketelitian tinggi dalam perhitungan
manual, khususnya untuk kasus multi task. Program aplikasi untuk model tersebut sudah tersedia tetapi
bersifat komersial. Adapun program aplikasi gratis memiliki fitur kurang lengkap. Perancangan program
aplikasi menggunakan pendekatan berorientasi objek dengan bahasa permodelan UML. Perancangan
user interface program aplikasi berdasarkan diagram UML. Rancangan human model dibuat untuk
memodelkan input data berupa hand location dan asymetric angle. Tahap akhir penelitian yaitu
menterjemahkan perancangan ke dalam bahasa pemograman. Hasil penelitian yaitu program aplikasi
yang mendukung penuh analisis model Revised NIOSH Lifting Equation baik kasus single task maupun
kasus multi task. Program aplikasi mampu memodelkan data input berupa hand location dan asymetric
angle. Program aplikasi dapat mencetak laporan dengan standar publikasi NIOSH. Disamping itu
terdapat beberapa fitur lain, seperti error message berupa pesan kesalahan apabila terjadi kesalahan
input data dan help file yang dapat digunakan oleh pengguna untuk mempelajari program aplikasi.
Kata Kunci : low back pain, Revised NIOSH Lifting Equation, program aplikasi
1. Pendahuluan
Low back pain merupakan fenomena umum yang terjadi dalam dunia kesehatan dan
keselamatan kerja serta mengeluarkan banyak biaya dalam penanganannya [6]. Penyebab utama
dari low back pain yaitu pekerjaan pengangkatan secara manual. Pengangkatan dengan kondisi
membungkuk adalah posisi pengangkatan yang sering digunakan, mekanisme punggung sebagai
pengungkit dan pinggul sebagai titik tumpu. Pada aktifitas mengangkat, batang tubuh
membungkuk ke depan dan sejumlah kekuatan tarikan harus dihasilkan untuk memelihara
keseimbangan sehingga membebani kolom spinal pekerja [1]. Tempat yang paling terkena
dampak dari pekerjaan pengangkatan yaitu pada tulang belakang bagian L5/S1 [3]. Penyebab
lain low back pain adalah mengangkat beban yang terlalu berat atau pekerjaan pengangkatan
yang berulang dengan frekuensi yang tidak mampu ditoleransi oleh tubuh pekerja.
Berdasarkan dari hasil review beragam literatur NIOSH merekomendasikan kriteria
mengenai kapasitas maksimal pekerja dalam pekerjan pengangkatan. NIOSH menggunakan
kriteria yang dihasilkan untuk membuat formulasi baru mengenai analisis pekerjaan
pengangkatan dengan memperhatikan keempat aspek tersebut dan formulasi tersebut dinamakan
Corespondence : henry_ti2004@yahoo.com
24 Performa Vol.8, No. 1
Revised NIOSH Lifting Equation. Tujuan dari Revised NIOSH Lifting Equation adalah untuk
melindungi atau mengurangi resiko kecelakaan kerja yang akan dialami pekerja dalam
melakukan aktivitas pekerjaan pengangkatan [6].
Program aplikasi sering membantu manusia dalam membantu memecahkan berbagai
masalah dengan cepat dan tepat. Adapun beberapa produk program aplikasi untuk analisis
pekerjaan pengangkatan dengan model Revised NIOSH Lifting Equation baik komersial maupun
non komersial. Diharapkan dengan penelitian ini mampu menghasilkan suatu program aplikasi
yang mampu melakukan analisis pekerjaan pengangkatan berdasarkan model Revised NIOSH
Lifting Equation dengan fitur yang lengkap.
2. Metodologi Penelitian
2. Pengumpulan data
Variabel dari suatu pekerjaan yang akan dianalisis harus diukur secara hati-hati dan dicatat
dalam format yang telah ditentukan. Data yang diperlukan setiap task, sebagai berikut:
a. Berat objek yang diangkat
b. Hand location
c. Asymetric angle (A)
d. Frekuensi (F)
e. Durasi pengangkatan
f. Coupling (C)
Winandar, Iftadi dan Herdiman - Perancangan Program Aplikasi Untuk Analisis Pekerjaan Pengangkatan... 27
Use case diagram menjelaskan requirement suatu program aplikasi. Dari gambar 4.2.
dapat dijelaskan bahwa user dapat langsung melakukan dua hal dari aplikasi yaitu melakukan
analisis pekerjaan atau membuka fitur help. Untuk melakukan analisis pekerjaan pengangkatan
maka dibutuhkan perantara yaitu untuk pemilihan klasifikasi pekerjaan yaitu single task atau
multi task. Spesifikasi selanjutnya yaitu user membutuhkan fitur input data, eksekusi hasil,
pembuatan laporan dan penyimpanan file.
3.6. Database
Aplikasi membutuhkan database sebagai storage file yang berguna untuk keperluan
report dan saving output aplikasi. Adapun pembuatan database menggunakan Microsoft Access
2003. Karena fungsi database hanya sebagai storage file maka tidak diperlukan rancangan
khusus dan komponen database yang dibutuhkan dibuat berdasarkan class diagram aplikasi.
Dari class diagram dapat dilihat bahwa terdapat dua klasifikasi data yaitu data single task dan
data multi task sehingga database dibagi menjadi dua tabel data.
Gambar 7. User interface form utama dan klasifikasi form program aplikasi
Winandar, Iftadi dan Herdiman - Perancangan Program Aplikasi Untuk Analisis Pekerjaan Pengangkatan... 31
Dalam program aplikasi terdiri dari 4 form utama yaitu main form, klasifikasi form, single
task form dan multi task form. Adapun langkah dalam analisis pekerjaan pengangkatan melalui
program aplikasi terdiri dari 4 langkah utama yaitu membuka program aplikasi, memasukkan
data, eksekusi hasil dan membuat laporan. User tinggal memasukkan data yang diperlukan
untuk keperluan analisis pekerjaan pengangkatan setelah terlebih dahulu menentukan klasifikasi
pekerjaan pengangkatan yang akan dianalisis. Ada dua pilihan yang disediakan oleh program
aplikasi dalam melakukan input data yaitu secara manual dan membuka file database yang
disediakan.
Program aplikasi akan menghitung berdasarkan model dengan output berupa hasil
analisis berupa RWL dan Lifting Index. Disamping itu program aplikasi mampu memodelkan
posisi hand location dan asymetric angle dari input data yang dimasukkan secara real time.
Output program aplikasi ada dua yaitu hasil analisis yang dikeluarkan dalam output form dalam
program aplikasi dan report file dalam format standar yang dapat langsung dicetak. Output
Aplikasi merupakan keluaran dari aplikasi, tetapi masih berada dalam form input. Output
aplikasi berupa hasil perhitungan dan analisis dalam bentuk text serta human model. Output
aplikasi disesuaikan dengan input aplikasi yang ada yaitu akan ada 2 output aplikasi dengan
klasifikasi task yang dilakukan yaitu single task dan multi task.
Output report merupakan keluaran aplikasi tetapi berbentuk report form yang telah terformat
dan langsung dapat dicetak.
Report form disamping berfungsi sebagai laporan hasil analisis program aplikasi
dalam bentuk print out juga sebagai tool dokumentasi karena terdapat fitur save dalam berbagai
format file yang sudah tertanam didalamnya. Dalam Visual Basic 6 format file yang didukung
yaitu .html dan .txt [2]. Penggunaan report form memerlukan komponen data environment yang
otomatis memerlukan file database. Untuk itu dibuat file database dimana memuat keseluruhan
input dan output program aplikasi untuk digunakan dalam data environment.
4. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian, sebagai berikut:
a. Hasil perancangan adalah program aplikasi untuk analisis pekerjaan pengangkatan
berdasarkan model Revised NIOSH Lifting Equation. Progam aplikasi terdiri dari form-form
yang berisi kode pemrograman, rancangan human model, rancangan report dan rancangan
sistem pendukung user.
b. Penyusunan form dan proses menggunakan perancangan berorientasi objek dengan bahasa
permodelan yang digunakan UML 2.
c. Rancangan human model berupa posisi postur manusia yang mewakili input data berupa
hand location dan asymetric angle.
d. Rancangan report digunakan untuk keperluan dokumentasi pengguna berupa laporan yang
telah terformat sesuai dengan publikasi NIOSH.
e. Rancangan sistem pendukung user berupa error message dan help file.
Winandar, Iftadi dan Herdiman - Perancangan Program Aplikasi Untuk Analisis Pekerjaan Pengangkatan... 33
Daftar Pustaka
[1] Blanton, Douglas. (2004). Effects of Increased Body Mass on Biomechanical Stresses
Affecting Worker Safety and Health during Static Lifting Tasks, Master Thesis. University
Of Cincinnati. Cincinnati.
[2] Bradley, Julia Case. (1999). Programming in Visual Basic, version 6.0. Irwin/McGraw-
Hill. Boston
[3] Chaffin D.B, Andersson G.B.J, Martin B.J. (1999). Occupational Biomechanics, Third
Edition. John Wiley & Sons. New York
[4] Fowler, Martin. (2003). UML Distilled: A Brief Guide to the Standard Object Modeling
Language, Third Edition. Addison Wesley. Boston.
[5] Ojo Adegboyega, Elsa Estevez. (2005). Object Oriented Analysis and Design with UML
Training Course. Diakses 14 Februari 2008, dari http://www.emacao.gov.mo/
documents/18/01/report19.pdf
[6] Waters, Thomas R. (1994). Applications Manual for The Revised NIOSH Equation.
Diakses 23 April 2008, dari http://www.cdc.gov/niosh/94-110.html.
Performa (2009) Vol. 8, No.1: 34-41
Eko Liquiddanu , Wakhid Ahmad Jauhari dan Yaning Tri Hapsari
Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Telp/Fax. (0271) 632110
Abstract
Plasa Telkom Solo is a service place belonging to Telkom which is provided to serve Telkom customer
with nine service servers. Those nine services servers can handle new setting and mutation, complains,
information, and cash payment and non cash payment. Queue in the scale of customer service is
important to be considered because the long queue will make the customer uncomfortable. The queue
happens because the need of service is bigger than the capacity of service. Therefore, the customer
cannot be served immediately because the busy service. This research is conducted to analyze the queue
system to find the best number of the server and service system in Plasa Telkom Solo. This research uses
simulation method to find the best solution for the company to decide the number of the servers. The
simulation model is used because this model can give solution if analytic model is failed to do that.
Analytic model cannot be used in this research since in Plasa Telkom Solo there are four kinds of service
with different approximate time service.
Based on the research, the best numbers of server is seven. Meanwhile, the service system model are
combining service 1 (new setting and mutation) and service 2 (complain) with the number of server 5 and
service 3 (information) combines with service 4 (cash payment and non cash payment) with number of
server is 2. This model can reduce the queue time for 21,7325 minutes (before the simulation) to be
17,8694 minutes (after simulation). The time difference is 3.8631 minutes with utilization 0,8996
(89,96%) or 458,796 minutes (7,65 hours) per day and the free time for the server is 0,1004 (10,04%)
atau 51,2040 minutes (0,85 hours) per day, in which per day there is 8,5 work time.
Key Words: Server, service kind, queues time, server free time, simulation, model.
1. Pendahuluan
Suatu proses antrian (queueing process) adalah suatu proses yang berhubungan dengan
kedatangan seorang pelanggan pada suatu fasilitas pelayanan, kemudian menunggu dalam suatu
baris (antrian) jika semua pelayannya sibuk, dan akhirnya meninggalkan fasilitas tersebut.
Sebuah sistem antrian adalah suatu himpunan pelanggan, pelayan dan suatu aturan yang
mengatur kedatangan pada pelanggan dan pemrosesan masalahnya (Bronson dan Wospakrik
1993: 308). Antrian terjadi karena kebutuhan akan layanan melebihi kemampuan (kapasitas)
pelayanan atau fasilitas layanan, sehingga pengguna fasilitas (pelanggan) yang tiba tidak bisa
segera mendapat layanan disebabkan kesibukan layanan.
Penelitian ini menggunakan metode simulasi untuk memberikan solusi bagi pihak
perusahaan dalam menentukan jumlah server. Model simulasi digunakan karena simulasi dapat
memberi solusi jika model analitik gagal melakukannya. Model analitik tidak dapat digunakan
dalam penelitian ini karena di Plasa Telkom terdapat empat jenis pelayanan dengan rata-rata
waktu pelayanan yang berbeda-beda yaitu pasang baru dan mutasi (jenis pelayanan 1),
Correspondence : liquiddanu@uns.ac.id
Liquiddanu, Jauhari dan Hapsari - Analisis Sistem Antrian di Plasa Telkom Solo dengan Metode Simulasi... 35
penanganan keluhan/komplain (jenis pelayanan 2), informasi (jenis pelayanan 3), dan
pembayaran tunai dan non tunai (jenis pelayanan 4).
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimanakah
menentukan model pelayanan di Plasa Telkom Solo agar diperoleh hasil model pelayanan yang
optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan jumlah server dan menentukan model
sistem pelayanan yang optimal. Adapun batasan masalah yang digunakan adalah:
1. Penelitian dilakukan pada tanggal tersibuk yaitu pada tanggal 19 dan 20 dimana banyak
terjadi antrian.
2. Permasalahan yang diambil hanya pada sistem antrian dan hanya mengamati 7 server yang
melayani pengguna jasa Telkom.
2. Metodologi Penelitian
Langkah-langkah kerangka pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
S8 S5 S4 S3 S2 S1
S6
K5
S7 K4 K3 K2
S9 K1
K6 M
Setiap pelanggan yang datang mengambil nomer antrian lewat mesin antrian yang
tersedia di dekat pintu masuk. Kemudian pelanggan menunggu nomer antriannya dipanggil.
Selama mengantri pelanggan duduk di kursi yang telah disediakan yang dapat menampung 29
pelanggan. Setelah nomer antriannya dipanggil maka pelanggan akan dilayani oleh server
Liquiddanu, Jauhari dan Hapsari - Analisis Sistem Antrian di Plasa Telkom Solo dengan Metode Simulasi... 37
hingga selesai dilayani dan keluar dari Plasa. Jam kerja Plasa Telkom dari Senin sampai Kamis
dimulai pukul 08.00 – 16.30, Jumat dimulai pukul 08.00 – 16.00, dan pada hari Sabtu dimulai
pukul 08.00 - 12.00. Pukul 11.30 server mulai istirahat, dimana setiap satu jam dua orang server
istirahat. Jam sibuk Plasa Telkom yaitu pada tanggal 19 dan 20.
Create 1 Assign 1
0
0
Pelayanan Jenis
Create 3 Assign 3 Record 1
1.3.4
0
0
Create 4 Assign 4
0 Keluar
0 0
0
0
Gambar 3. DFD Sistem Pelayanan Plasa Telkom
S 22 = 3,92 = 15,4
S12 112,5
f= = = 7,3
S 22 15,4
6. Keputusan: tolak H0 dan terima H1, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua ragam
populasi dari model simulasi dengan data yang didapatkan dari lokasi penelitian tidak sama.
x1 x 2 152,5 154,2
t' = 0,23
( S / n1 ) ( S / n2 )
1
2 2
2 (10,6 2 / 2) (3,9 2 / 20)
6. Keputusan : terima H0 dan tolak H1, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata pelanggan
yang telah dilayani hasil dari model simulasi dengan rata-rata pelanggan yang telah dilayani
pada data yang didapatkan dari lokasi penelitian sama.
3.6 Analisis
3.6.1 Analisis Pemilihan Alternatif Model Simulasi
Pemilihan alternatif model dilakukan dengan membandingkan lama mengantri pelanggan
dan waktu menganggur server untuk semua alternatif model. Alternatif model I memiliki waktu
antri yang sangat tinggi dibanding alternatif model lainnya sehingga kurang baik untuk dipilih.
Alternatif model III memiliki waktu antri yang rendah namun waktu menganggur server sangat
tinggi, sehingga alternatif model III juga kurang baik untuk dipilih. Alternatif model II cukup
baik untuk dipilih karena waktu antri dan waktu menganggur server tidak terlalu tinggi. Selain
itu, juga karena tidak perlu menambah jumlah server.
Kelompok alternatif model yang dipilih adalah kelompok alternatif model II, yaitu
alternatif model 4. Waktu antrinya adalah 17,8694 menit dan waktu menganggur server-nya
51,2040 menit. Penggabungan jenis pelayanan 1 yang memiliki waktu antar kedatangan rendah
dan jenis pelayanan 2 yang memiliki waktu antar kedatangan tinggi menyebabkan waktu antri
dan waktu menganggur server rendah. Selain itu penggabungan jenis pelayanan 3 yang
memiliki waktu pelayanan tinggi dan jenis pelayanan 4 yang memiliki waktu pelayanan rendah
juga menyebabkan waktu antri dan waktu server menganggur rendah.
Tabel 6. Perbandingan Hasil Sebelum Simulasi dan Alternatif Model Yang Dipilih
Sebelum Alternatif Model
Simulasi Yang Dipilih
WA (Menit) 21,7325 17,8694
Jenis Pelayanan 1+3+4 (6) 1+2 (5)
(Jumlah Server) 4 (1) 3+4 (2)
Berdasarkan hasil sebelum simulasi didapatkan waktu antri 21,7325 menit dan waktu
antri alternatif model yang dipilih adalah 17,8694 menit. Selisih waktu antrinya adalah 3,8631
menit. Berarti alternatif model 4 dapat mengurangi waktu antri sebesar 3,8631 menit dengan
waktu menganggur server 51,2040 menit (0,1004 atau 10,04%). Gambar 4 menjelaskan
perbandingan waktu antri sebelum simulasi dengan hasil alternatif model yang dipilih.
Liquiddanu, Jauhari dan Hapsari - Analisis Sistem Antrian di Plasa Telkom Solo dengan Metode Simulasi... 41
25
20
WA (Menit)
15
Series1
10
5
0
Sebelum Simulasi Alternatif Model yang
Dipilih
4. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Jumlah server yang tepat berdasarkan hasil simulasi adalah 7 server, sehingga perusahaan
tidak perlu menambah jumlah server yang ada.
b. Model sistem pelayanan yang tepat berdasarkan hasil simulasi adalah alternatif model 4
yaitu menggabungkan jenis pelayanan 1 (pasang baru dan mutasi) dan jenis pelayanan 2
(keluhan/komplain) dengan jumlah server 5 dan jenis pelayanan 3 (informasi) dan jenis
pelayanan 4 (pembayaran tunai dan non tunai) dengan jumlah server 2. Model ini dapat
mengurangi waktu antri dari 21,7 menit (sebelum simulasi) menjadi 17,9 menit (setelah
simulasi). Selisih waktu antrinya adalah 3,9 menit dengan utilization 0,90 (90%) atau 458,8
menit (7,65 jam) per hari dan waktu menganggur server-nya sebesar 0,10 (10%) atau 51,2
menit (0,85 jam) per hari, dimana per hari terdapat 8,5 jam kerja.
Daftar Pustaka
Bronson, R. dan Wospakrik, H. J. 1993. Teori Dan Soal-Soal Operation Research. Jakarta:
Erlangga.
Hardiyatmo, A. 2007. Usulan Perancangan Sistem Antrian Dan Jumlah Kasir Swalayan Luwes
Dengan Metode Simulasi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik Untuk Teknik Dan Sains. Erlangga: Jakarta.
Kelton, W. D., Sadowski, R. P., and Sturrock, D. T. 2004. Simulation With Arena 3nd ed.
Singapore: McGraw-Hill.
Subagyo, P., Asri, M., dan Handoko, T. H. 1983. Dasar-dasar Operation Research.
Yogyakarta: PT BPFE.
Siswanto. 2006. Operation Research. Jilid 2. Erlangga: Jakarta.
Suletra, I W. 2007. Modul Kuliah Simulasi Sistem. Surakarta: Jurusan Teknik Industri, Fakultas
Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.