Anda di halaman 1dari 25

TENURIAL REFORM KEHUTANAN PERSPEKTIF PERUM PERHUTANI

Disampaikan Oleh : Bambang Eko Supriyadi Biro Hukum Kantor Pusat PERUM PERHUTANI

Landasan Hukum
Pasal 4 (1) Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (2) Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang kepada pemerintah untuk:
a. b. c.
mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.

Penjelasan Pasal 21 UU Kehutanan:

Pengelolaan hutan pada dasarnya menjadi kewenangan Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah. Mengingat berbagai kekhasan daerah serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan kemampuan pengelolaan secara khusus, maka pelaksanaan pengelolaan hutan di wilayah tertentu dapat dilimpahkan kepada BUMN yang bergerak di bidang kehutanan, baik berbentuk perusahaan umum (Perum), perusahaan jawatan (Perjan), maupun perusahaan perseroan (Persero), yang pembinaannya di bawah Menteri.

PP. 6 Thn 2007


Pasal 4 1) Pemerintah dapat melimpahkan penyelenggaraan pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kepada badan usaha milik negara (BUMN) bidang kehutanan. 2) Direksi BUMN bidang kehutanan yang mendapat pelimpahan penyelenggaraan pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), membentuk organisasi KPH dan menunjuk kepala KPH. 3) Penyelenggaran pengelolaan hutan oleh BUMN, tidak termasuk kewenangan publik 4) Penyelenggaraan pengelolaan hutan oleh BUMN bidang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah tersendiri.

PP. 72 Thn 2010


Pasal 3 : (1) Dengan Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah melanjutkan penugasan kepada Perusahaan untuk melakukan Pengelolaan Hutan di Hutan Negara yang berada di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten, kecuali hutan konservasi, berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
(2) Pengurangan wilayah Pengelolaan Hutan di Hutan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

PENGURUSAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TH 1999

LITBANG, DIKLAT, PENYULUHAN KEHUTANAN

PENGAWASAN

PERLINDUNGAN & KONSERVASI ALAM

PENGELOLAAN HUTAN PERENCANAAN KEHUTANAN

REHABILITASI & REKLAMASI

TATA HUTAN & Penyusunan Rencana

PEMANFAATAN HUTAN & Penngunaan Kawasan Hutan

Perum Perhutani diberi kewenangan untuk mengelola hutan berdasarkan Pasal 21 UU Kehutanan, Pasal 6 PP 6/2007 & Pasal 3 PP No. 72/2010 tentang PERUM PERHUTANI

Perum Perhutani sebagai BUMN yang berbasis SDH, berdasarkan PP 72/2010 diberi tugas dan kewenangan menyelenggarakan pengelolaan hutan (Hutan Lindung dan Hutan Produksi) berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan : penataan hutan, penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi & reklamasi, perlindungan dan konservasi alam, yang tidak termasuk kewenangan publik. Dalam menyelenggarakan pengelolaan hutan, harus memenuhi 3 aspek kemanfaatan, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi secara proporsional bagi para pihak yang berkepentingan, sehingga sistem pengelolaan yang paling rasional dan relevan adalah PHBM.

MENGAPA PERUM PERHUTANI (BUMN) SEBAGAI PENGELOLA HUTAN DI JAWA 1. Hutan sebagai satu kesatuan ekosistem P. Jawa-Madura, perlu dikelola oleh satu institusi (manajemen) dalam pengelolaan yang terstruktur. 2. Mengelola SDH bukan sekedar memanfaatkan komoditas hasil hutan, pemanfaatan kawasan dan jasa lingkungan, melainkan meliputi dampak multiplier dan persoalan-persoalan sosial 3. Mengatasi masalah pendanaan dan fleksibel dalam tata waktu, yang kemungkinan sulit difasilitasi oleh APBN/APBD

PARA PIHAK :
PEMDA

STAKEHOLDER LAIN

PERUM PERHUTANI

LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN

INVESTOR/ SWASTA

INSTITUSI LAIN

Unit I Jawa Tengah (Prop. Jateng), Unit II Jawa Timur (Prop. Jatim), Unit III Jawa Barat (Prop. Banten dan Jabar)
Unit Propinsi Luas Wilayah Hutan Produksi (Ha) 546.290 809.959 349.649 411.055 61.406 Hutan Lindung (Ha) 84.430 17.244 Total Luas (Ha) %

Wilayah Kerja

Unit I

Unit II

Unit III

Jawa Tengah Jawa Timur b. Banten TOTAL

a. Jawa Barat Total Unit III

3.254.900 4.792.300 3.437.617 4.317.700 880.083

326.520 230.708 247.952 658.902

1.139.476

630.720 580.357 659.007 78.650

19,3 23,7 16,8 15,2 19,6 9,9

12.364.900

1.767.304

2.429.203

Dikelilingi oleh +/- 5617 desa dan +/- 21 juta penduduk miskin berada di sekitar hutan yang memerlukan akses langsung terhadap SDH sebagai sumber ekonomi mereka, baik dari SDH maupun kegiatan pengelolaan SDH Menurunnya daya dukung lingkungan hutan (cover area hanya +/- 19 % dari luas daratan P Jawa) Hutan produksi merupakan hutan tanaman, bukan hutan alam

Tipologi Klaim/Sengketa
Girik atas nama Penggugat atau pewarisnya. Tercatat dalam buku Letter C desa. Mempunyai nomor persil. Tercantum dalam peta Kadaster, Peta PBB, Peta Topografi, dsb. Surat pajak bumi (verponding Indonesia). Ex. Erfpacht Verponding Ex. Eigendom Verponding Tanah Desa Perdikan

Ex. Tanah Partikelir (kasus Teluk Jambe KPH Purwakarta, Muara Gembong KPH Bogor, dll) Tanah Kasultanan dan Tanah Wewengkon Sultan Cap singa. Tanah Pangonan Bukti pemberian dari Residen

Tipologi Klaim/Sengketa
Girik atas nama Penggugat atau pewarisnya. Tercatat dalam buku Letter C desa. Mempunyai nomor persil. Tercantum dalam peta Kadaster, Peta PBB, Peta Topografi, dsb. Surat pajak bumi (verponding Indonesia). Ex. Erfpacht Verponding Ex. Eigendom Verponding Tanah Desa Perdikan

Ex. Tanah Partikelir (kasus Teluk Jambe KPH Purwakarta, Muara Gembong KPH Bogor, dll) Tanah Kasultanan dan Tanah Wewengkon Sultan Cap singa. Tanah Pangonan Bukti pemberian dari Residen

LANGKAH -LANGKAH KEBIJAKAN

Pemantapan Kawasan Hutan : Penyelesaian Konflik Lahan Hutan Pengukuhan Kawasan Hutan Data dan Peta

LANGKAH -LANGKAH KEBIJAKAN Menerbitkan : SK. 136/2001 jo SK. 268/2007 jo SK. 682/2009 ttg PHBM; SK. 683/2009 ttg Kelola Sosial SK. 549/2012 ttg Pedoman Penanganan dan Penyelesaian Konflik Tenurial Dalam Kawasan Hutan

PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN SDH :


Community Based Forest Management Forest Resource Management

PHBM

Sustainable Forest Management

Good Corporate Governance ( Fairness, Transparancy, Accountability, Responsibility )

SISTEM PENGELOLAAN SDH


PHBM :
ADALAH SUATU SISTEM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN YANG DILAKUKAN BERSAMA OLEH PERUM PERHUTANI DENGAN MASYARAKAT DESA ATAU PERUM PERHUTANI DAN MASYARAKAT DENGAN PIHAK YANG BERKEPENTINGAN (STAKE HOLDERS) DENGAN JIWA BERBAGI, SEHINGGA KEPENTINGAN BERSAMA UNTUK MENCAPAI KEBERLANJUTAN FUNGSI DAN MANFAAT SUMBERDAYA HUTAN DAPAT DIWUJUDKAN SECARA OPTIMAL DAN PROPORSIONAL .

Pengelolaan SDH multi pihak, berbasis MDH, mengedepankan azas manfaat, kemitraan-kesetaraan dan mengembangkan jiwa/semangat berbagi.

Mengakomodir aspek sosial, ekologi dan ekonomi secara proporsional

PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) atau Suistainable Forest Management (SFM) bersama PHBM merupakan prinsip dasar pengelolaan sumberdaya hutan di Perum Perhutani. Penerapan 10 (sepuluh) prinsip PHL saat ini dimulai di berbagai KPH dengan difasilitasi oleh lembaga-lembaga internasional, yaitu World Wide Fund for Nature (WWF) dan Tropical Forest Trust (TFT), sebanyak 7 (tujuh) KPH telah certified.

PENYERAPAN TENAGA KERJA

Penyerapan tenaga kerja : - Tenaga kerja langsung : 1,85 juta orang - Tenaga kerja tidak langsung : 4,40 juta orang Masyarakat desa tergantung kepada Hutan : - Langsung - Tidak langsung : 21 juta jiwa. : 63 juta jiwa.

Kelola Sosial (1)


Pelaksanaan Penyelesaian Konflik dan Keluhan. Pemberian dan Pengaturan Akses Masyarakat dalam Pemanfaatan Sumberdaya Hutan; Perlindungan dan pemberdayaan hak-hak masyarakat adat dan masyarakat setempat/lokal; Pengembangan dan Pembinaan Kelembagaan Masyarakat; Pengembangan dan Pembinaan Ekonomi Masyarakat; Pengkajian dampak Sosial Perusahaan.

Kelola Sosial (2)


Pelaksanaan Penyelesaian Konflik dan Keluhan : Pelaksanaan pemetaan dan dokumentasi terhadap berbagai konflik yang ada; Melakukan upaya penyelesaian berbagai konflik secara bertahap; Melakukan kegiatan diskusi/konsultasi dgn berbagai pihak. Membangun dan memperluas kemitraan dalam rangka penyelesaian konflik. Melakukan investigasi pada kejadian-kejadian khusus.

Kelola Sosial (3)


Pemberian dan Pengaturan Akses Masyarakat dalam Pemanfaatan Sumberdaya Hutan, melalui : Kerjasama pemanfaatan Lahan di Dalam Kawasan Hutan melalui berbagai skema (penanaman tanaman kayu dan tanaman pertanian/perkebunan serta peternakan) Pengaturan perencekan dan pengambilan dedaunan; Pengaturan Penggembalaan Ternak; Penghormatan dan Perlindungan terhadap pemanfaatan Tradisional SDH oleh masyarakat setempat.

Penanganan Konflik Tenurial


Identifikasi dan Inventarisasi Masalah Perencanaan Penyelesaian Konflik Tenurial. Penyusunan Strategi Penanganan Dan Tata Waktu Pelaksanaan Alternatif Penyelesaian Konflik Tenurial Langkah-Langkah Penyelesaian

PENUTUP
Kelestarian fungsi dan manfaat SDH sangat ditentukan oleh : Kemantapan kawasan hutan Kejelasan peraturan dan pengelolanya Sistem Perencanaan dan Rancang Bangun SDH Sistem dan praktek pengelolaan SDH Multi Pihak (Manajemen Kolaborasi) serta sinergitas para pihak Dengan dilaksanakannya workshop ini, diharapkan koordinasi antar Pihak / instansi terkait akan lebih baik demi terselenggaranya pengelolaan hutan yang lestari

MARI BEKERJASAMA UNTUK MASA DEPAN YANG LEBIH BAIK TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai