Dua pulau yang dimiliki Indonesia kini menjadi milik Malaysia Petugas dari kementrian Indonesia yang ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia di dalam territorial Indonesia, menunjukan masih adanya persepsi yang berbeda tentang batas negara. Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Singapura, mengakibatkan mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Lebar Selat Melaka yang hanya 1,5 mil laut pada titik tersempit, yaitu Selat Phillips dekat Singapura, merupakan salah satu dari kemacetan lalu lintas terpenting di dunia. Semua faktor tersebut menyebabkan kawasan itu menjadi sebuah target pembajakan dan kemungkinan target terorisme.
5. Konflik Selat Malaka antara Tiga Negara( Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dan Korelasinya dengan Kepentingan Masing-masing Negara dalam Bidang Ekonomi dan Keamanan Selat Malaka jalur SLOC (Sea Lanes of Communication) penting bagi kepentingan negara-negara di dunia dalam kegiatan ekonomi, lalu-lintas perdagangan, maupun strategi militer terutama negara besar Menurut Undang-undang RI tentang Landas Kontinen Indonesia BAB II Pasal 2 dan 3 yang berarti perselisihan yang terjadi di antara ketiga negara tersebut harus diselesaikan oleh ketiga negara tersebut juga, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Dasar perbedaan pandangan antara Indonesia dan Malaysia dengan Singapura menyangkut hak lintas damai biasa disebut dengan innocent passage. Indonesia dan Malaysia setuju dengan dasar innocent passage bahwa kepentingan mengenai Selat Malaka berangkat dari keinginan untuk membangun sebuah jembatan penghubung antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang kemudian akan meningkatkan sektor pariwisata dan pastinya menambah devisa negara serta meyakini bahwa setiap negara yang melalui jalur Selat Malaka harus dipastikan tidak mengancam kedaulatan atau menyebabkan berbagai masalah di negara pantai. Namun sikap ini bertabrakan dengan keinginan dari pihak Singapura yang lebih berminat untuk meng-internasionalkan Selat malaka dengan sistem free transit. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, sangat jelas bahwa kepentingan Singapura sudah sejak awal lebih dekat dengan negara-negara maritime besar, khususnya Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris daripada negara pantai lainnya yang merupakan tetangga terdekatnya di kawasan.
Kesepakatan juga menghendaki agar negara-negara pemakai selat untuk membantu negara pantai dalam meningkatkan keselamatan dan perlindungan lingkungan laut di selat-selat tersebut. Penyelesaian ke dua mengarah pada kesepakatan Malaysia, Indonesia, dan Singapura berkomitmen untuk melakukan Cooperative mechanism, dimana tiga negara ini mengijinkan dan mendukung adanya pelayaran aktif bagi banyak negara di jalur Malaka tersebut. Untuk melaksanakan dua kesepakatan ini, tiga negara pantai dengan rutin melakukan patroli yang terkoordinasi untuk mengamankan selat Malaka.
Sejauh ini untuk mengelola keamanan maritim di Selat Malaka, Malaysia telah melakukan penerapan beberapa sistem keamanan yakni: Sistem Survei Laut atau Malaysian Sea Surveilance System (SWASLA) Sistem lalu-lintas Kapal atau Malaysian Vessel Traffic System (VTS) Sistem Pendataan dan Laporan Kapal atau Mandatory Ship Reporting System (STRAITREP) Kerjasama patroli tiga negara pantai atau Tri-lateral Cordinated Patrols. Membentuk Pusat Pelaporan Perompakan berupa IMB Piracy Reporting Center. Serta sistem yang dinamakan Total Maritime Domain Awarness.
Kesimpulan Keberadaan dan fungsi jalur laut Selat Malaka telah terkenal di dunia sejak ribuan tahun silam dan hingga saat ini tetap tidak bisa tergantikan. Namun dalam perkembangan hubungan multilateral antara negara-negara yang dilewati selat tersebut, terdapat beberapa permasalahan, dan yang utama adalah mengenai batas wilayah masing-masing negara. Kasus sengketa yang pertama tentang batas laut ini melibatkan Indonesia dan Malaysia. Selanjutnya adalah mengenai batas Malaysia dan Singapura, dimana masing-masing negara tersebut mempunyai kepentingan sendiri yang tentunya bertujuan untuk kemakmuran setiap negara.
Inti dari permasalahan antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam perebutan wilayah Selat Malaka pada akhirnya mengacu pada kepentingan ekonomi , yaitu perdagangan yang mengacu pada perselisihan prinsip free transit dan innocent pessage, serta keamanan yang terkait dengan adanya perampokan di laut. Upaya pembuatan peraturan mengenai Selat Malaka ini akhirnya mempertemukan Indonesia, Malaysia, dan Singapura, sebagai ketiga negara pantai. Prinsip tripartit adalah kewenangan setiap negara pantai yang selalu menyertakan perwakilan dalam setiap kerjasama keamanan dan operasionalisasi di lapangan. Penyelesaian ke dua mengarah pada kesepakatan Malaysia, Indonesia, dan Singapura berkomitmen untuk melakukan Cooperative mechanism, dimana tiga negara ini mengijinkan dan mendukung adanya pelayaran aktif bagi banyak negara di jalur Malaka tersebut.