Anda di halaman 1dari 9

4.

Konflik Batas Wilayah Tiga Negara (Indonesia,


Malaysia dan Singapura) di Selat Malaka

Dua pulau yang dimiliki Indonesia kini menjadi milik Malaysia
Petugas dari kementrian Indonesia yang ditangkap oleh polisi
Diraja Malaysia di dalam territorial Indonesia, menunjukan
masih adanya persepsi yang berbeda tentang batas negara.
Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau
yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Singapura,
mengakibatkan mata pencaharian nelayan yang semula
menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat
penambangan pasir laut.
Lebar Selat Melaka yang hanya 1,5 mil laut pada titik
tersempit, yaitu Selat Phillips dekat Singapura, merupakan
salah satu dari kemacetan lalu lintas terpenting di dunia.
Semua faktor tersebut menyebabkan kawasan itu menjadi
sebuah target pembajakan dan kemungkinan target
terorisme.



5. Konflik Selat Malaka antara Tiga Negara( Indonesia,
Malaysia, dan Singapura) dan Korelasinya dengan
Kepentingan Masing-masing Negara dalam Bidang
Ekonomi dan Keamanan
Selat Malaka jalur SLOC (Sea Lanes of
Communication) penting bagi kepentingan
negara-negara di dunia dalam kegiatan ekonomi,
lalu-lintas perdagangan, maupun strategi militer
terutama negara besar
Menurut Undang-undang RI tentang Landas
Kontinen Indonesia BAB II Pasal 2 dan 3 yang berarti
perselisihan yang terjadi di antara ketiga negara
tersebut harus diselesaikan oleh ketiga negara
tersebut juga, yaitu Indonesia, Malaysia, dan
Singapura.


Dasar perbedaan pandangan antara Indonesia dan Malaysia
dengan Singapura menyangkut hak lintas damai biasa
disebut dengan innocent passage.
Indonesia dan Malaysia setuju dengan dasar innocent
passage bahwa kepentingan mengenai Selat Malaka
berangkat dari keinginan untuk membangun sebuah
jembatan penghubung antara Indonesia, Malaysia, dan
Singapura yang kemudian akan meningkatkan sektor
pariwisata dan pastinya menambah devisa negara serta
meyakini bahwa setiap negara yang melalui jalur Selat
Malaka harus dipastikan tidak mengancam kedaulatan atau
menyebabkan berbagai masalah di negara pantai.
Namun sikap ini bertabrakan dengan keinginan dari pihak
Singapura yang lebih berminat untuk meng-internasionalkan
Selat malaka dengan sistem free transit.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, sangat jelas bahwa
kepentingan Singapura sudah sejak awal lebih dekat dengan
negara-negara maritime besar, khususnya Amerika Serikat,
Jepang, dan Inggris daripada negara pantai lainnya yang
merupakan tetangga terdekatnya di kawasan.

Kesepakatan juga menghendaki agar negara-negara
pemakai selat untuk membantu negara pantai dalam
meningkatkan keselamatan dan perlindungan
lingkungan laut di selat-selat tersebut.
Penyelesaian ke dua mengarah pada kesepakatan
Malaysia, Indonesia, dan Singapura berkomitmen
untuk melakukan Cooperative mechanism, dimana tiga
negara ini mengijinkan dan mendukung adanya
pelayaran aktif bagi banyak negara di jalur Malaka
tersebut.
Untuk melaksanakan dua kesepakatan ini, tiga negara
pantai dengan rutin melakukan patroli yang
terkoordinasi untuk mengamankan selat Malaka.

Sejauh ini untuk mengelola keamanan maritim di Selat
Malaka, Malaysia telah melakukan penerapan
beberapa sistem keamanan yakni:
Sistem Survei Laut atau Malaysian Sea Surveilance
System (SWASLA)
Sistem lalu-lintas Kapal atau Malaysian Vessel Traffic
System (VTS)
Sistem Pendataan dan Laporan Kapal atau Mandatory
Ship Reporting System (STRAITREP)
Kerjasama patroli tiga negara pantai atau Tri-lateral
Cordinated Patrols.
Membentuk Pusat Pelaporan Perompakan berupa IMB
Piracy Reporting Center.
Serta sistem yang dinamakan Total Maritime Domain
Awarness.

Kesimpulan
Keberadaan dan fungsi jalur laut Selat Malaka telah
terkenal di dunia sejak ribuan tahun silam dan hingga saat
ini tetap tidak bisa tergantikan.
Namun dalam perkembangan hubungan multilateral antara
negara-negara yang dilewati selat tersebut, terdapat
beberapa permasalahan, dan yang utama adalah mengenai
batas wilayah masing-masing negara.
Kasus sengketa yang pertama tentang batas laut ini
melibatkan Indonesia dan Malaysia.
Selanjutnya adalah mengenai batas Malaysia dan
Singapura, dimana masing-masing negara tersebut
mempunyai kepentingan sendiri yang tentunya bertujuan
untuk kemakmuran setiap negara.

Inti dari permasalahan antara Indonesia, Malaysia, dan
Singapura dalam perebutan wilayah Selat Malaka pada
akhirnya mengacu pada kepentingan ekonomi , yaitu
perdagangan yang mengacu pada perselisihan prinsip free
transit dan innocent pessage, serta keamanan yang terkait
dengan adanya perampokan di laut.
Upaya pembuatan peraturan mengenai Selat Malaka ini
akhirnya mempertemukan Indonesia, Malaysia, dan
Singapura, sebagai ketiga negara pantai.
Prinsip tripartit adalah kewenangan setiap negara pantai
yang selalu menyertakan perwakilan dalam setiap
kerjasama keamanan dan operasionalisasi di lapangan.
Penyelesaian ke dua mengarah pada kesepakatan
Malaysia, Indonesia, dan Singapura berkomitmen untuk
melakukan Cooperative mechanism, dimana tiga negara ini
mengijinkan dan mendukung adanya pelayaran aktif bagi
banyak negara di jalur Malaka tersebut.

Anda mungkin juga menyukai