Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH PEMBERIAN GULA PASIR

DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP KARAKTERISTIK


SIRUP TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb)

Rizna Ethika Indah
1)
, Wahono Hadi Susanto
2)

1) Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP Universitas Brawijaya Malang
2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP Universitas Brawijaya Malang


ABSTRAK

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan tanaman yang tumbuh subur di
Indonesia. Pada umumnya temulawak tumbuh dengan baik diladang disekitar pemukiman
penduduk, terutama pada tanah gembur. Pemanfaatan temulawak yang biasa dikenal adalah sebagai
jamu. Pembuatan sirup temulawak merupakan salah satu alternatif pengolahan temulawak menjadi
produk pangan dengan menggunakan bioteknologi secara fermentasi menggunakan ragi roti,
sehingga sirup yang dihasilkan memiliki flavor yang khas.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi dan konsentrasi
gula pasir untuk menghasilkan sirup temulawak dengan sifat fisik, kima dan organoleptik yang
terbaik.
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor.
Faktor I adalah lama fermentasi (5 hari, 7 hari, 9 hari, 11 hari) dan faktor II adalah konsentrasi gula
pasir (10% , 15%). Masing-masing satuan percobaan diulang sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh
dianalisa dengan menggunakan analisa ragam (ANOVA). Dari hasil analisa jika menunjukkan beda
nyata dilakukan uji lanjut dengan BNT ( = 0,05). Apabila terjadi interaksi antara kedua perlakuan
dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncant Multiple Range Test). Pemilihan perlakuan terbaik dengan
Indeks Efektifitas (De Garmo et al, 1984).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap gula
reduksi, pH, total asam, aktivitas antioksidan dan viskositas. Sedangkan konsentrasi gula pasir
berpengaruh nyata terhadap gula reduksi, aktivitas antioksidan dan viskositas. Interaksi antara
kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap gula reduksi, aktivitas antioksidan dan organoleptik
warna. Perlakuan terbaik sirup temulawak diperoleh pada lama fermentasi 11 hari dengan
konsentrasi gula pasir 15% yang memiliki parameter fisik-kimia sebagai berikut : gula reduksi
42,88%; pH 2,56; total asam 3,31%; aktivitas antioksidan 32,43%; dan viskositas 50,33 dPa-S.
Sedangkan parameter organoleptik memiliki kesukaan terhadap warna 3,95 (menyukai); rasa 3,55
(menyukai) dan aroma 3,65 (menyukai).

Kata kunci : temulawak, sirup temulawak, fermentasi, konsentrasi gula pasir

PENDAHULUAN
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb) merupakan tanaman obat berupa
tumbuhan rumpun berbatang semu dan
tumbuh subur di Indonesia serta memiliki
banyak sekali manfaat. Pemanfaatan
temulawak yang biasa dikenal adalah sebagai
jamu, dan terbatas pada kalangan tertentu
yang menggunakannya sebagai obat.
Temulawak adalah tanaman asli Indonesia
yang bisa dijumpai dimanapun, temulawak
juga banyak ditemukan di hutan-hutan daerah
tropis, umumnya berkembang biak dengan
baik di tanah tegalan sekitar pemukiman
terutama pada tanah gembur sehingga buah
rimpangnya mudah berkembang menjadi
besar.
Pada pembuatan sirup temulawak ini
juga terdapat penambahan gula pasir di dalam
proses fermentasinya. Hal ini dilakukan
karena gula pasir merupakan karbon yang
dibutuhkan mikroorganisme untuk
melangsungkan kehidupan dan diharapkan
dengan adanya penambahan gula pasir
aktivitas mikroorganisme akan meningkat,
serta terjadi perubahan karakteristik sirup,
menghasilkan karakteristik sirup temulawak
yang lebih baik. Menurut Wibowo (1990), gula
pasir atau sukrosa merupakan salah satu
sumber karbon bagi mikroorganisme.
Tujuan fermentasi dalam pembuatan
sirup ini adalah untuk menghasilkan produk
(bahan pangan) yang mempunyai kandungan
nutrisi, viskositas, yang baik dan
mendapatkan flavor asam yang khas.
Fermentasi ini menggunakan khamir
Saccharomyces cerevisiae karena mampu
memecah gula menjadi alkohol, dan asam-
asam organik. Asam-asam organik yang
dihasilkan dalam fermentasi ini sangat
berguna untuk menyamarkan rasa pahit dan
getir yang ada pada temulawak, serta
menghasilkan aroma yang khas pada sirup
temulawak. Menurut Daulay dan Rahman
(1992), pada proses fermentasi minuman
beralkohol, gula diubah menjadi alkohol,
asam-asam organik, gliserol dan gas CO2.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian gula pasir
dan lama fermentasi sari temulawak pada
perlakuan pendahuluan terhadap
karakteristik sirup temulawak.
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat kepada peneliti, sebagai
penghasil produk baru yang bisa
diaplikasikan di lingkungan sekaligus untuk
menambah variasi pilihan sirup yang beredar.
Masyarakat, sebagai informasi untuk
mendapatkan pilihan sirup yang efisien dan
mudah dibuat. Industri, sebagai informasi
adanya peluang untuk memproduksi sirup
temulawak dalam jumlah komersial.

METODOLOGI PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah air, rimpang temulak
diperoleh dari Pasar Besar kota Malang, asam
sitrat, gula pasir, ragi roti merek fermipan.
Bahan kimia yang digunakan untuk analisa
antara lain reagen Nelson, reagen
Arsenomolibdat, NaOH, larutan gula standart,
alkohol, dari Toko Bahan Kimia Makmur,
etanol, DPPH 0 2mM, indikator pp, aquades,
buffer pH 4 dan buffer pH 7.

Alat
Alat yang digunakan dalam
pembuatan sirup temulawak antara lain panci,
kompor gas merek Quantum, baskom, kain
saring, glassware, stopwatch, timbangan
analitik (Mettler Toledo AL204), pengaduk
kayu, sendok.
Alat yang digunakan untuk analisa
antara lain timbangan analitik (Mettler Toledo
AL204) , stopwatch, pH meter (Ezido PL-600),
glassware, bola hisap, spektrofotometer,
viskosimeter, centrifuge, shaker water bath, biuret.

Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Malang. Penelitian ini dilaksanakan mulai
bulan Mei 2011 sampai Juni 2012. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara
Faktorial dengan 2 faktor.
Faktor 1 : Lama Fermentai (L) yang terdiri dari
4 level yaitu :
L1 = 5 hari
L2 = 7 hari
L3 = 9 hari
L4 = 11 hari
Faktor 2 : Konsentrasi Gula Pasir (K) yang
terdiri atas 2 level yaitu :
K1 = 10 %
K2 = 15 %
Dari kedua faktor di atas diperoleh 8
kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan
diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 24
satuan percobaan.
Pengamatan yang dilakukan pada
sirup temulawak meliputi analisa kadar gula
pereduksi, pH, total asam, aktivitas
antioksidan, viskositas, dan analisa
organoleptik (rasa, aroma, dan warna). Data
hasil pengamatan dianalisis dengan analisa
ragam (ANOVA). Jika hasil analisa
menunjukkan beda nyata dilanjutkan dengan
uji BNT (Least Significant Difference Test) 5%.
Apabila terjadi interaksi yang berbeda nyata
dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncant
Multiple Range Test) 5% (Yitnosumarto, 1991).
Pemilihan perlakuan terbaik dengan Indeks
Efektifitas (De Garmo et al., 1984).

Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pembuatan sirup temulawak
dari penelitian ini adalah bahan baku disortasi
dengan cara memilih rimpang temulawak
yang masih bagus dari segi kenampakan,
kondisi masih segar dan tidak busuk.
Rimpang temulawak kemudian dicuci dengan
air mengalir. Pencucian ini untuk
menghilangkan tanah dan kotoran yang masih
melekat pada rimpang. Rimpang diblanching
dengan suhu 90
o
C selama 5 menit untuk
menonaktivkan enzim.Rimpang ditimbang
seberat 1kg dan dipotong kecil-lecil untuk
mempermudah penghancuran. Setelah
dipotong, rimpang ditambah dengan air
dengan perbandingan bahan : air = 1 : 1 (b/v),
kemudian dihancurkan menggunakan
penggiling sehingga diperoleh slurry
temulawak. Setelah diperoleh slurry
temulawak, lalu dipasteurisasi pada suhu
72
o
C selama 15 detik dengan tujuan untuk
membunuh mikroba pathogen dan sebagian
mikroba pembusuk agar tidak mengganggu
fermentasi. Setelah itu didinginkan selama 1
jam. Slurry temulawak yang telah dingin
kemudian dimasukkan ke dalam baskom dan
ditaburi dengan ragi roti (fermipan) sebanyak
0,2% (b/v). Lalu diaduk supaya merata dan
wadah ditutup dengan rapat. Slurry
temulawak didiamkan atau difermentasi
sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Penyaringan dilakukan menggunakan kain
saring dengan cara memeras slurry
temulawak yang telah difermentasi sehingga
diperoleh sari temulawak yang jernih. Sari
temulawak ditambahkan dengan gula 150%
(b/v) lalu dipanaskan pada suhu 1100C 10C
selama 75 menit dan diaduk terus dengan
pengaduk kayu. Saat waktu pemanasan
mencapai 70 menit lalu ditambahkan asam
sitrat 1% (b/v). Penambahan asam sitrat
bertujuan untuk mencegah pertumbuhan
mikroba dan untuk memecah sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa sehingga sirup tidak
mengalami endapan dan warna menjadi lebih
jernih. Penyaringan dilakukan menggunakan
saringan teh untuk menyaring kotoran yang
terbawa oleh bahan baku, sukrosa (gula pasir),
air dan asam sitrat selama proses pemanasan.
Sirup temulawak yang telah dipanaskan
kemudian didinginkan secara tertutup pada
suhu ruang selama 4 jam. Pengemasan sirup
temulawak dilakukan dengan sistem
penyemprotan alkohol 96% pada kemasan
(botol plastik) yang digunakan. Setelah itu,
sirup yang telah dingin dimasukkan ke dalam
botol dan ditutup rapat. Tujuan dari
pengemasan ini adalah untuk proses
pengawetan dan menghindari kontaminasi
mikroba.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rimpang temulawak.
Rimpang ini kemudian diblender kemudian
dianalisa gula reduksi, pH, total asam,
aktivitas antioksidan. Data hasil analisa
rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel
1.
Sumber: *Suguharto (2004)
Dari hasil analisa didapatkan
perbedaan antara temulawak dari literatur
dengan hasil analisa. Hal ini dikarenakan
perbedaan kondisi iklim serta umur dari
rimpang temulawak yang digunakan berbeda.
Muctadi (1992), menyatakan bahwa
komponen kimia didalam tanaman dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
perbedaan varietas, keadaan iklim, tempat
tumbuh, dan cara pemeliharaan tanaman, cara
pemanenan, kematangan pada waktu panen,
dan kondisi penyimpanan setelah panen.
Tempat tumbuh temulawak sangat
mempengaruhi komponen yang terkandung
dalam temulawak. Temulawak yang tumbuh
di dataran rendah menghasilkan jumlah
rimpang lebih banyak dibandingkan dengan
temulawak yang tumbuh di dataran tinggi,
serta cenderung memiliki kadar pati yang
tinggi dan kadar air yang terkandung di
rimpang relatif rendah bila dibandingkan
dengan temulawak yang tumbuh di dataran
tinggi (Afifah, 2003). Bahan yang memiliki
kadar air rendah biasanya memliki pH yang
rendah begitu juga sebaliknya bahan yang
memiliki kadar air tinggi biasanya memiliki
pH yang tinggi pula.

Karakteristik Sari Temulawak
Analisa sari temulawak fermentasi
meliputi gula reduksi, pH, total asam,
aktivitas antioksidan. Hasil analisa sari
temulawak dari perlakuan pendahulan dapat
dilihat pada Tabel 2.

Komponen
Rimpang
Temulawak
Hasil Analisa
Laboratorium
Pustaka
(*)
Gula
reduksi
pH
Total asam
Aktivitas
antioksidan
8,09 %
6,09
0,06 %
36,2 %
-
5,41
-
58,10%

Tabel 2, menunjukkan peningkatan
aktivitas antioksidan hal ini dikarekan setelah
fermentasi akan terjadi peningkatan asam-
asam organik yang akan menstabilkan atau
bahkan menaikkan aktivitas antioksidan.
Menurut Trisnawati (2008), selama fermentasi
dihasilkan senyawa-senyawa yang dapat
menaikkan dan menstabilkan aktivitas
antioksidan seperti asam laktat, asam asetat,
asam sitrat, asam suksinat, asam malat,
asetaldehid, diasetil dan asetoin. Berdasarkan
literatur tersebut sari temulawak terfermentasi
akan memiliki total asam yang meningkat
serta pH yang semakin turun. Semakin lama
waktu fermentasi maka semakin banyak gula
pereduksi (glukosa dan fruktosa) yang
terbentuk, adanya kandungan pati pada
temulawak menyebabkan mikroorganisme
fermentasi merombak pati menjadi senyawa
yang lebih sedehana.

Karakteristik Sirup Temulawak
Kadar Gula Reduksi
Pada pembuatan sirup temulawak ini
padatan yang ditambahkan salah satunya
adalah gula pasir (sukrosa) dengan jumlah
yang tinggi sebesar 150% (b/v) sehingga perlu
dianalisa kadar gula pereduksi pada sirup
tersebut. Hasil analisa menunjukkan kadar
gula pereduksi sirup temulawak berkisar
antara 26,90 42,88%. Hasil analisa kadar gula
pereduksi sirup temulawak dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Rerata Kadar Gula
Pereduksi (%) Sirup Temulawak Akibat
Konsentrasi Gula Pasir dan Lama Fermentasi.
Gambar 1, menunjukkan gula reduksi
tertinggi terdapat pada konsentrasi gula pasir
15% dengan lama fermentasi 11 hari (42,88%),
sedangkan gula reduksi terendah terdapat
pada konsentrasi gula pasir 10% dengan lama
fernentasi 5 hari (26,90%).
Berbeda dengan sari temulawak, sirup
penggunaannya tidak langsung diminum
tetapi harus diencerkan terlebih dahulu.
Pengenceran diperlukan karena kandungan
gulanya yang tinggi, yakni sekitar 65%. Pada
dasarnya sirup terbuat dari larutan gula yang
kental. Girindra (1991) menyatakan bahwa
yang termasuk golongan gula pereduksi
adalah golongan monosakarida dan
disakarida yang memiliki gugus pereduksi
meliputi glukosa, fruktosa, galaktosa, maltosa
dan laktosa. Meningkatnya konsentrasi
sukrosa yang ditambahkan maka konsentrasi
glukosa dan fruktosa yang terbentuk selama
pemanasan juga semakin meningkat. Menurut
Winarno (1997), proses ini disebut proses
inversi sukrosa dan terjadi pada suasana
asam, dimana semakin tinggi suhu pemanasan
maka semakin banyak presentase gula invert
yang terbentuk.

pH
pH merupakan salah satu faktor yang
penting dalam penentuan mutu sirup. Nilai
pH diukur dengan pH meter yang bertujuan
untuk mengetahui perubahan pH sirup
temulawak setelah dilakukan fermentasi.
Hasil analisa menunjukkan nilai pH sirup
temulawak berkisar antara 2,56 2,85. Hasil
analisa nilai pH sirup temulawak dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Rerata nilai pH Sirup
Temulawak Akibat Konsentrasi Gula Pasir
dan Lama Fermentasi.
Gambar 2, menunjukkan pH tertinggi
terdapat pada konsentrasi gula pasir 10%
dengan lama fermentasi 5 hari (2,85),
sedangkan pH terendah terdapat pada
konsentrasi gula pasir 15% dengan lama
fermentasi 11 hari (2,56). Berdasarkan Gambar
19, pH cenderung menurun dengan semakin
lama waktu fermentasi.
Hal ini seperti pendapat Wignyanto
(2001), perubahan pH dalam fermentasi
dikarenakan dalam aktivitasnya sel khamir
selain menghasilkan etanol sebagai metabolit
primer juga menghasilkan asam-asam organic
seperti asam malat, asam tartarat, asam sitrat,
asam asetat, asam butirat dan asam
propionate sebagai hasil sampingan. Nilai pH
sirup temulawak lebih rendah dibandingkan
dengan pH pada sari temulawak, hal ini
dikarenakan ada penambahan asam sitrat
pada pembuatan sirup temulawak yang
mengakibatkan pH sirup temulawak lebih
rendah dibandingkan dengan sari temulawak.

Total Asam
Salah satu faktor yang berhubungan
dengan kestabilan mutu sirup adalah total
asam. Keawetan bahan pangan untuk
disimpan lebih lama bergantung pada total
asam yang ada dalam bahan pangan tersebut.
Hasil analisa menunjukkan total asam sirup
temulawak berkisar antara 2,45 3,31%. Hasil
analisa total asam sirup temulawak dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Rerata Total Asam (%) Sirup
Temulawak Akibat Konsentrasi Gula Pasir
dan Lama Fermentasi.
Gambar 3, menunjukkan total asam
tertinggi terdapat pada konsentrasi gula pasir
15% dengan lama fermentasi 11 hari (3,31%),
sedangkan total asam terendah terdapat pada
konsentrasi gula pasir 10% dengan lama
fermentasi 5 hari (2,45%). Hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin lama waktu
fermentasi dan semakin tinggi konsentrasi
gula pasir maka semakin tinggi pula nilai total
asam.
Menurut
Wood (1998), S. cerevisiae selain
merombak gula-gula sederhana menjadi
alkohol juga menggunakannya dalam
metabolisme sel dan pembentukan biomassa
sel untuk menghasilkan gliserol, asam asetat
dan asam suksinat sebagai produk samping.



Aktivitas Antioksidan
Pada penelitian ini digunakan metode
pengukuran aktivitas antioksidan
menggunakan reagen DPPH. Radikal 2,2
Difenil-1-pierilhidrazil (DPPH) adalah radikal
bebas stabil yang menerima sebuah elektron
atau hidrogen untuk diubah menjadi molekul
diamagnetik. Menurut Prakash (2001),
electron yang tidak berpasangan pada DPPH
memiliki kemampuan penyerapan yang kuat
pada panjang gelombang 517 mm dengan
warna ungu. Hasil analisa menunjukkan
aktivitas antioksidan sirup temulawak
berkisar antara 20,27 32,43%. Hasil analisa
aktivitas antioksidan sirup temulawak dapat
dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Rerata Aktivitas
Antioksidan (%) Sirup Temulawak Akibat
Konsentrasi Gula Pasir dan Lama Fermentasi.
Gambar 4, menunjukkan aktivitas
antioksidan tertinggi terdapat pada
konsentrasi gula pasir 15% dengan lama
fermentasi 11 hari (32,43%), sedangkan
aktivitas antioksidan terendah terdapat pada
konsentrasi gula pasir 10% dengan lama
fermentasi 5 hari (20,27%). Berdasarkan
Gambar 4 aktivitas antioksidan cenderung
naik seiring dengan semakin meningkatnya
konsentrasi gula pasir dan semakin lama
fermentasi. Hal ini dikarekan gula pasir
merupakan glukosa yaitu substrat yang
mudah dicerna dan dimanfaatkan S. cerevisiae
untuk pertumbuhan sehingga proses
fermentasi akan meningkat. Meningkatnya
proses fermentasi ini akan meningkatkan nilai
aktivitas antioksidan karena dalam fermentasi
dihasilkan senyawa-senyawa yang dapat
menaikkan dan menstabilkan aktivitas
antioksidan, oleh sebab itu semakin lama
fermentasi maka aktivitas antioksidan juga
semakin meningkat. Menurut Trisnawati
(2008), selama fermentasi, dihasilkan
senyawa-senyawa yang dapat menaikkan dam
menstabilkan aktivitas antioksidan seperti
asam laktat, asam asetat, asam sitrat, asam
suksinat, asam malat, asetaldehid, diasetil dan
asetoin.
Rerata aktivitas antioksidan pada
sirup temulawak lebih rendah dibandingkan
dengan aktivitas antioksidan pada sari
temulawak, hal ini dikarenakan pada
pembuatan sirup temulawak terdapat proses
pemanasan dengan suhu yang tinggi, karena
antioksidan pada temulawak cenderung rusak
pada suhu yang tinggi, hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan aktivitas antioksidan
pada sirup temulawak.

Viskositas
Viskositas adalah sifat ketahanan terhadap
aliran suatu bahan yang berwujud cair, pasta
atau dalam bentuk gel atau bubur. Pomeranz
(1991) menyatakan bahwa konsistensi adalah
sifat ketidakmauan suatu bahan untuk
berubah bentuk karena adanya gaya yang
diberikan atau ketidakmauan suatu bahan
untuk menyatu. Hasil analisa menunjukkan
viskositas sirup temulawak berkisar antara
36,67 50,33 dPa-S. Hasil analisa viskositas
sirup temulawak dapat dilihat pada Gambar
5.

Gambar 5. Grafik Rerata Viskositas (dPa-S)
Sirup Temulawak Akibat Konsentrasi Gula
Pasir dan Lama Fermentasi.
Gambar 5, menunjukkan rerata
viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan
konsentrasi gula pasir 15% dengan lama
fermentasi 11 hari (50,33 dPa-S) sedangkan
viskositas terendah terdapat pada perlakuan
konsentrasi gula pasir 10% dengan lama
fermentasi 5 hari (36,67 dPa-S). Berdasarkan
gambar diatas viskositas cenderung naik
seiring dengan bertambahnya konsentrasi
gula pasir dan lamanya fermentasi.
Viskositas sirup temulawak yang
dihasilkan cenderung meningkat dengan
semakin lamanya waktu fermentasi. Semakin
lama fermentasi mengakibatkan banyaknya
komponen padatan yang terlarut karena
melunaknya jaringan dinding sel akibat
penetrasi air kedalam bahan sehingga makin
banyak molekul padatan yang terekstrak.
Komponen padatan yang terekstrak ini
menyebabkan penigkatan viskositas pada
bahan. (Winarno, 1997).
Viskositas sirup temulawak yang
dihasilkan cenderung meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi gula pasir. Hal ini
karena semakin tinggi konsentrasi gula pasir
maka tingkat aktivitas air dalam bahan
semakin berkurang, sehingga akan
menyebabkan peningkatan viskositas. Buckel
et al. (1987) menyatakan bahwa apabila gula
ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan
konsentrasi tinggi menyebabkan sebagian air
yang ada berkurang. Sukrosa memiliki laju
kelarutan yang tinggi, semakin kecil ukuran
partikel semakin cepat gula larut (Winarno
dkk, 1980). Gula pasir (sukrosa) memiliki sifat
larut dalam air. Semakin banyak sukrosa yang
larut maka zat organik yang terlarutkan juga
semakin banyak. Menurut Bourne (1982)
komponen terlarut yang semakin besar dalam
suatu larutan akan meningkatkan viskositas,
apalagi dalam sirup ditambah bahan-bahan
seperti gula pasir.

Uji Organoleptik Mutu Hedonik
Rasa
Rasa suatu bahan pangan dapat
berasal dari bahan pangan itu sendiri dan
apabila telah mendapat perlakuan dan
pengolahan, maka rasanya dipengaruhi oleh
bahan yang ditambahkan selama pengolahan
(Kumalaningsih dkk, 2005). Hasil analisa
menunjukkan nilai kesukaan panelis terhadap
rasa sirup temulawak berkisar antara 3,3
(netral) hingga 4,2 (menyukai). Hasil skor
kesukaan panelis terhadap rasa sirup
temulawak dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Rerata Skor Kesukaan
Panelis Terhadap Rasa Sirup Temulawak
Akibat Konsentrasi Gula Pasir dan Lama
Fermentasi.
Berdasarkan Gambar 6, menunjukkan
skor kesukaan panelis terhadap rasa sirup
temulawak, dimana skor kesukaan panelis
tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi
gula pasir 10% dengan lama fermentasi 7 hari
sebesar 3,85 ( agak menyukai). Sedangakan
skor kesukaan panelis terendah diperoleh
pada perlakuan konsentrasi gula pasir 15%
dengan lama fermentasi 9 hari sebesar 3,55
(netral).

Aroma
Hasil analisa menunjukkan nilai
kesukaan panelis terhadap aroma sirup
temulawak berkisar antara 3,35 (netral) hingga
3,65 (agak menyukai). Hasil skor kesukaan
panelis terhadap aroma sirup temulawak
dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Rerata Skor Kesukaan
Panelis Terhadap Aroma Sirup Temulawak
Akibat Konsentrasi Gula Pasir dan Lama
Fermentasi.
Berdasarkan Gambar 7, menunjukkan
bahwa perlakuan konsentrasi gula pasir 15%
dan lama fermentasi 11 hari memliki skor
kesukaan panelis tertinggi sebesar 3,65 (agak
menyukai). Sedangkan perlakuan konsentrasi
gula pasir 10% dan lama fermentasi 5 hari
memiliki skor terendah sebesar 3,35 (netral).

Warna
Rerata nilai kesukaan panelis
terhadap warna sirup temulawak berkisar
antara 3,4 (netral) 3,95 (agak menyukai).
Histogram rerata kesukaan panelis terhadap
warna sirup temulawak akibat konsentrasi
gula pasir dan lama fermentasi dapat dilihat
pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Rerata Skor Kesukaan
Panelis Terhadap Warna Sirup Temulawak
Akibat Konsentrasi Gula Pasir dan Lama
Fermentasi.
Berdasarkan Gambar 8, menunjukkan
bahwa perlakuan konsentrasi gula pasir dan
lama fermentasi secara berturut-turut yang
memliki skor kesukaan tertinggi terhadap
warna sirup temulawak adalah konsentrasi
gula pasir 15% dengan lama fermentasi 5 hari
sebesar 3,95 (agak menyukai) dan konsentrasi
gula pasir 15% dengan lama fermentasi 11
hari sebesar 3,95(agak menyukai). Sedangkan
perlakuan konsentrasi gula pasir 10% dengan
lama fermentasi 11 hari memiliki skor
kesukaan terendah sebesar 3,4 (netral)
terhadap warna sirup temulawak.
Pada proses pembuatan sirup
temulawak, penambahan asam sitrat
umumnya dilakukan pada tahap
pencampuran bahan. Hal ini dapat mencegah
warna memudar serta memberikan efek
penggunaan terhadap stabilitas warna,
dimana dalam proses pengolahan produk
warna tidak mudah rusak oleh pemanasan
(Gsianturi, 2003). Setiap panelis memiliki
tingkat kesukaan warna yang berbeda-beda,
hal inilah yang menyebabkan skor kesukaan
warna bervariasi. Warna merupakan salah
satu rangsangan yang kuat terhadap
konsumen untuk memilihnya, semakin
menarik warna suatu produk maka akan
bertambah pula minat konsumen untuk
memilih produk tersebut.

Perlakuan Terbaik
Penentuan perlakuan terbaik dengan
membandingkan nilai produk setiap
perlakuan menggunakan Indeks Efektifitas
(de Garmo,1984). Pemilihan perlakuan terbaik
dilakukan dengan metode pembobotan tiap
parameter yang ditentukan oleh panelis,
menentukan nilai efektifitas (NE) dan nilai
perlakuan (NP) lalu dijumlahkan untuk
mendapatkan perlakuan terbaik.
Berdasarkan perhitungan dengan
metode pembobotan dari penilaian tiap
parameter, perlakuan terbaik untuk parameter
fisik, kimia, dan organoleptik sirup
temulawak dapat dilihat pada Tabel 3.








Tabel 3. Hasil Perhitungan Nilai Sirup
Temulawak Pada Parameter Fisik, Kimia dan
Organoleptik Untuk Perlakuan Terbaik

Keterangan= (*) Perlakuan Terbaik
Berdasarkan Tabel 3, pemilihan
perlakuan terbaik pada parameter fisik, kimia
dan organoleptik diperoleh pada perlakuan
konsentrasi gula pasir 15% dengan lama
fermentasi 11 hari. Penilaian perlakuan terbaik
didasarkan pada parameter organoleptik,
karena organoleptik lebih menentukan
seberapa besar produk dapat diterima
konsumen. Adapun karakteristik sirup
temulawak yang dihasilkan dari perlakuan
terbaik adalah memiliki gula reduksi 42,88%,
pH 2,56, total asam 3,31%, antioksidan 32,43%,
dan viskositas 50,33dPa-S. Rerata kesukaan
panelis terhadap rasa dari sirup temulawak
sebesar 3,55 (agak suka); aroma 3,65 (agak
suka); warna 3,95 (agak suka).

PENUTUP
Kesimpulan
Temulawak dapat diaplikasikan ke
dalam produk pangan dalam bentuk sirup.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama
fermentasi berpengaruh nyata terhadap gula
reduksi, pH, total asam, aktivitas antioksidan
dan viskositas. Sedangkan konsentrasi gula
pasir berpengaruh nyata terhadap gula
reduksi, aktivitas antioksidan dan viskositas
pada sirup temulawak. Interaksi antara kedua
perlakuan berpengaruh nyata terhadap nilai
gula reduksi, aktivitas antioksidan dan
organoleptik warna.
Perlakuan terbaik sirup temulawak
diperoleh pada lama fermentasi 11 hari
dengan konsentrasi gula pasir 15% yang
memiliki parameter fisik-kimia sebagai
berikut : gula reduksi 42,88%; pH 2,56; total
asam 3,31%; aktivitas antioksidan 32,43%; dan
viskositas 50,33 dPa-S. Sedangkan parameter
organoleptik memiliki kesukaan terhadap
warna 3,95 (menyukai); rasa 3,55 (menyukai)
dan aroma 3,65 (menyukai).

Saran
Sirup temulawak yang dihasilkan
belum diketahui lama waktu simpannya. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai umur simpan sirup
temulawak, karena umur simpan merupakan
faktor yang menentukan mutu dari sirup
temulawak. Perlu dilakukan analisa senyawa
curcuminoid pada sari temulawak fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA
Afifah, E. 2003. Khasiat dan Manfaat
Temulawak Rimpang Penyembuh
Aneka Penyakit. Agro Media
Pustaka. Jakarta

Bourne, M.C. 1982. Food Textur and Viscosity
Concept and Measurement. John
Willey and Jons. New York

Buckel, et.al. 1987. Ilmu Pangan. UI-Press.
Jakarta.

Daulay, D dan A. Rahman. 1992. Teknologi
FermentasiSayuran dan Buah-
buahan. PAU Pangan dan Gizi. IPB.
Bogor

De Garmo, E. P., W. G. Sullivian, and J. R.
Canada. 1984. Enginering Economy.
Mac Millan Publishing Company.
New York
.
Girinda. 1991. Dasar-dasar Biokimia.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gsianturi. 2003. Apel Buah Ajaib Penangkal
Penyakit..!.http://www.gizi.net/cgi
bin/berita/fullnews.cgi?newsid1053
939416,47933. Tanggal akses 9
November 2012.

Kumalaningsih, S., Suprayogi, Beni Yudha.
2005. Membuat Makanan Siap Saji.
Trubus Agrisarana. Surabaya.

Muchtadi, M. 1992. Analisis Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi.
IPB. Bogor.

Pomeranz, Y and C.E. Meloan. 1991. Food
Analysis. Chapman and Hall. New
York.
Prakash, A. 2001. Analitycal Progress :
Antioxidant Activity. Vol 19 (2).
Medallion Laboratorium. Minnesota.

Wibowo, D. 1990. Teknologi Fermentasi. PAU
Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta

Wignyanto, Suarjono, dan Novita. 2001.
Pengaruh Konsentasi Gula Reduksi
Sari Hari Nanas dan Inokulum
Saccharomyces cerevisiae Pada
Fermentasi Etanol. Jurnal Teknologi
Pertanian. 2. (1).

Winarno, F.G. 1980. Kimia Pangan dan Gizi.
PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.
PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta.

Wood, B. J. B. 1998. Microbiologi of
Fermented Food. 2nd ed. Blackie
Academis and Profesional. London.

Yitnosumarno, S. 1991. Percobaan,
Perencanaan, Analisis dan
Interpretasinya. Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai