Anda di halaman 1dari 52

Penatalaksanaan

Cedera Kranioserebral
Syahrul
Department of Neurology
Syiah Kuala University
Klasifikasi
Berdasarkan neuropatofisiologi
1.Komosio Serebri
2.Kontusio Serebri
3.Laserasi Otak
Komosio Serebri
Tidak ada jaringan otak yang
rusak, hanya kehilangan fungsi otak
sesaat, berupa penurunan
kesadaran (amnesia pasca cedera)
kurang dari 10 menit
Kontusio Serebri
Kerusakan jaringan otak dengan
defisit neurologis yang timbul
setara dengan kerusakan otak
tersebut, minimal pingsan lebih dari
10 menit atau ada defisit
neurologis yang jelas.
Laserasi Otak
Kerusakan jaringan otak yang luas
dan jaringan otak robek yang
umumnya disertai fraktur tengkorak
terbuka.
Klasifikasi
Untuk triage dibagi berdasarkan tingkat
SKG dan lamanya post-traumatic
amnesia (PTA):
Cedera Kepala Ringan (CKR): SKG 13-15,
PTA < 1 jam
Cedera Kepala Sedang (CKS): SKG 9-12,
PTA 1-24 jam
Cedera Kepala Berat (CKB): SKG 3-8, PTA
> 1 hari

Cedera Kepala Ringan
Kesadaran disoriented atau tidak menurut perintah,
tanpa disertai defisit neurologis fokal, tidak ada
tanda fraktur tengkorak dan tanda fraktur basal
tengkorak.

Dilakukan perawatan luka, foto kepala, istirahat
baring dan mobilisasi bertahap disertai terapi
simtomatis.

Observasi minimal 24 jam di RS untuk menilai
kemungkinan adanya hematom intrakranial (misalnya
ada riwayat lucid interval, sakit kepala,
mual/muntah, kesadaran menurun atau timbul
lateralisasi).
Cedera Kepala Ringan
Jika dicurigai ada hematoma, dibuat CT
scan otak.

Pasien tidak perlu dirawat bila:
orientasi waktu dan tempat baik, tidak
ada defisit neurologis fokal, tidak ada
muntah dan atau sakit kepala, tidak ada
fraktur tulang kepala, ada yang
mengawasi pasien dengan baik di rumah,
tempat tinggal dalam kota.
Cedera Kepala Ringan
Pasien SKG 15 dengan riwayat hilang
kesadaran, amnesia, nyeri kepala yang
memburuk atau muntah dengan faktor
risiko alkoholisme, koagulopati,
pemakaian antikoagulan, pecandu obat,
epilepsi, riwayat operasi saraf
sebelumnya, usia> 65 thn dilakukan
observasi minimal 24 jam dan
dipertimbangkan pemeriksaan skening
kepala.
Cedera Kepala Sedang
Dilakukan urutan tindakan sebagai berikut:
a. Periksa gangguan jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi
b. Pemeriksaan kesadaran, pupil, defisit fokal
serebral, dan cedera organ lain. Bila ada
kecurigaan fraktur tulang servikal dilakukan fiksasi
leher dengan pemasangan collar neck.
c. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, defisit
fokal serebral
d. Bila pada CT Scan otak ditemukan kelainan seperti
fraktur, SAH, SDH, EDH dapat dilakukan
tindakan operatif bila memang indikasi.
Cedera Kepala Berat
Penderita cedera kepala berat
biasanya disertai cedera multipel.

Urutan tindakan sama seperti pada
cedera kepala sedang

Awasi tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial (TIK).
Skala Koma Glasgow (SKG)
Reaksi membuka mata (E)
4 = buka mata spontan
3 = buka mata bila ada rangsangan suara /
dipanggil
2 = buka mata bila ada rangsang nyeri
1 = tidak buka mata walaupun dirangsang
apapun
Reaksi Berbicara (V)
5 = komunikasi verbal baik, jawaban tepat
4 = bingung, disorientasi waktu, tempat dan
orang
3 = dengan rangsangan, hanya ada kata-kata
tapi tidak berbentuk kalimat
2 = dengan rangsangan, hanya ada suara, tapi
tidak berbentuk kata
1 = tak ada suara dengan rangsangan apapun
Reaksi gerakan lengan / tungkai (M)
6 = mengikuti perintah
5 = mengetahui tempat rangsangan nyeri dengan
menolak rangsangan
4 = hanya menarik bagian tubuhnya, bila
dirangsang nyeri
3 = timbul fleksi abnormal bila dirangsang nyeri
2 = timbul ekstensi abnormal bila dirangsang
nyeri
1 = tidak ada gerakan dengan rangsangan
apapun
Epidural Hematoma
Merupakan pengumpulan darah di antara
tengkorak dengan duramater.
Diagnosa dapat lebih ditegakkan secara
akurat dengan CT scan otak yaitu sebagai
suatu gambaran bikonveks atau lentikuler di
daerah epidural.
Operasi dilakukan bila: volume hematom > 30
ml, keadaan pasien memburuk, pendorongan
garis tengah pada gambaran CT scan > 3 mm.
Epidural
Hematoma
Subdural Hematoma
Perdarahan yang mengumpul di antara
arakhnoid dengan duramater.
Berdasarkan kronologisnya dibagi menjadi:
1. SDH hiperakut : < 24 jam
2. SDH akut : 1-7 hari pasca trauma
3. SDH subakut : 8-30 hari pasca trauma
4. SDH kronis : > 30 hari pasca trauma
Tindakan operasi dilakukan apabila masa
lesi >= 40 cc
Subdural
Hematoma
Subaraknoid Hematoma
SAH : fokal perdarahan yang terdapat di
daerah araknoid.
Pada CT scan otak tampak lesi hiperdens yang
mengikuti arah girus serebri yang berdekatan
dengan hematoma.
Gejala klinis sama dengan keadaan kontusio
serebri
Pasien biasanya mendapat perawatan
medikamentosa dan tidak dilakukan operasi.
Intraserebral Hematoma
ICH: terkumpulnya darah secara fokal
pada intraparenkimal otak.
Dapat dideteksi dengan pemeriksaan
skening otak.
Operasi dilakukan bila hematoma besar
dan menyebabkan terjadinya
progresifitas kelainan neurologi atau
herniasi.
Intraserebral
Hematoma
disertai kontusio
Algoritma Tatalaksana Cedera Kepala
Pemeriksaan
Setelah resusitasi ABC, dilakukan
pemeriksaan
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi nadi,
Pola dan frekuensi pernapasan,
Pupil (bentuk, besar, dan refleks cahaya),
Defisit neurologis fokal
Cedera ekstra kranial
Pemeriksaan Radiologi
Dibuat foto polos kepala dan leher
Bila didapatkan fraktur servikal
collar neck yang telah terpasang tidak
dilepas
Foto anggota gerak, dada dan abdomen
atas indikasi
CT Scan otak dibuat bila ada fraktur
tengkorak atau bila secara klinis diduga
ada hematoma intrakranial.
Indikasi Foto Polos Kepala
1. Jejas> 5 cm (hematoma atau vulnus)
2. Luka tusuk atau luka tembak, corpus alienum (peluru,
dll)
3. Fraktur terbuka
4. Deformitas kepala (inspeksi/palpasi)
5. Nyeri kepala menetap
6. Gejala fokal neurologis
7. Gangguan kesadaran (SKG<15)
8. Kecurigaan adanya child abuse (pada pediatrik)
9. Anak < 2 tahun dengan hematoma subgaleal yang
besar
Indikasi CT Scan Kepala
1. Nyeri kepala atau muntah-muntah menetap
2. Kejang
3. Luka tusuk atau luka tembak kepala (corpus
alienum)
4. Penurunan SKG (> 1 poin)
5. Lateralisasi: pupil anisokor, hemiparesis
6. SKG<15 dan selama terapi konservatif tidak
membaik
7. Bradikardi yang menyertai salah satu gejala
di atas
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer
Gula darah sewaktu
Analisa Gas Darah
Ureum, kreatinin
Elektrolit (Na, K)
Bila dicurigai ada kelainan hematologis
dilakukan pemeriksaan hemostasis yaitu:
aPTT, PT, fibrinogen, D-dimer.
Prinsip Umum
Penatalaksanaan
Maksimalkan oksigenasi dan ventilasi
Pertahankan sirkulasi / maksimalkan
cerebral perfusion pressure (CPP)
Turunkan tekanan intrakranial
Turunkan metabolic rate serebral

Tekanan Intrakranial
Prinsip Monroe-Kellie
Tekanan Intrakranial
Tanda peningkatan tekanan intrakranial
a. Pusing/ nyeri kepala hebat
b. Muntah proyektil (menyemprot)
c. Kesadaran menurun
d. Unilateral pupil dilatasi atau hemiparesis
e. Papil edema (pemeriksaan funduskopi)
f. Paresis saraf okulomotor atau abdusens
g. Pernafasan irreguler
h. Midline shift > 3 mm (gambaran CT scan)

Midline shit > 3 mm dengan edema serebri
Tekanan Intrakranial
Peningkatan tekanan intrakranial harus
diturunkan.
Target TIK adalah 25 mmHg dan CPP
(cerebral perfusion pressure) 70 mmHg.
Untuk mempertahankan CPP hidrasi
pasien harus baik.
Menurunkan tekanan intrakranial
dapat dengan beberapa cara:
Tahap I:
Elevasi kepala 30
o
, pertahankan SaO2 >
97%, suhu < 37
o
C, PaO2 85-100 mmHg,
PaCO2 35-45 mmHg
Tahap II:
Pemberian Mannitol, obat inotropik, suhu
35-36
o
C.
Tahap III:
Hipotermia suhu 33
o
C
Tahap IV:
Pemberian Barbiturat
Tindakan operatif dapat dilakukan
untuk menurunkan tekanan
intrakranial dengan cara
pemasangan drainage ventrikel
eksternal dan craniectomy untuk
dekompresi.
Gambaran CT Scan sebelum dekompresi (A) dan
sesudah dekompresi (B)
Hyperosmolar Therapy: Increase Blood
Osmolarity
Fluid
Osmosis: Fluid will move from area of lower
osmolarity to an area of higher osmolarity
Movement of
fluid out of
cell reduces
edema
Brain
cell
Blood
vessel
Decreasing Intracranial Pressure:
T. Trimarchi, 2000
Pemberian Mannitol
Dosis awal: 1 1,5 g/kgBB
Diberikan dalam drip selama 20-30 menit
Selanjutnya diberikan dengan dosis dari
dosis awal setiap 4-6 jam tergantung kondisi
pasien (untuk mencegah terjadinya rebound
fenomena)
Pemberian mannitol diberikan dengan syarat
osmolaritas darah tidak melebihi 320 mOsm.
Efektifitas mannitol terbaik adalah 72 jam
pertama

Rumus osmolaritas darah:

2 (Na) + (Gula darah/18) + (BUN/2,8)

BUN (Blood Urea Nitrogen) = Ureum/2,1

Oleh karena itu perlu diperiksa ureum,
kreatinin, elektrolit, dan gula darah pada
saat pemberian manitol.
Keseimbangan Cairan
Awal pemasukan cairan dikurangi untuk
mencegah bertambah beratnya edema
serebri dengan jumlah cairan 1500
cc/hari.
Berikan NaCl 0,9% dalam 24 jam
pertama (bila pasien tidak dalam kondisi
hipovolemi).
Selanjutnya dapat diberikan cairan
kristaloid lain.
Nutrisi
Pada cedera kepala terjadi hipermetabolisme 2-2,5
kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme
protein.
Kebutuhan energi rata-rata pada cedera kepala
meningkat 40%.
Kebutuhan protein 1,5-2 g/kgBB/hari, lipid 10-40%
dari kebutuhan kalori/hari, dan zinc 12 mg/hari.
Pipa nasogastrik dipasang pada kesadaran menurun.
Konsumsi nutrisi protein terutama pada fase
hiperakut / akut 3 hari pertama untuk menekan
hiperkatabolisme protein yang dapat memperburuk
kondisi pasien.
Neuroprotektif
Adanya tenggang waktu antara proses
terjadinya trauma dengan timbulnya
kerusakan jaringan saraf dapat memberikan
waktu bagi kita untuk memberikan
neuroprotektif.
Beberapa penelitian model binatang
menunjukkan neuroprotektan seperti antagonis
glutamat dapat efektif, tetapi pada manusia
belum menunjukkan efektifitas yang cukup
bermakna.



Neuroprotektif
Sampai saat ini neuroprotektif yang
terbukti efektif pada cedera kepala
adalah nimodipin (Nimotop) pada kasus
perdarahan subaraknoid.
Preparat lain yang biasanya diberikan
antara lain:
Citicholin
Piracetam
Pyritinol HCl
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid hanya pada
kasus selektif, terutama pada cedera
kepala berat dan pada penderita anak.
Penggunaan kortikosteroid masih
kontroversial
Neurorestorasi dan
Neurorehabilitasi
Posisi baring dirubah tiap 8 jam
Dilakukan tapotase toraks (chest
tapping) untuk mencegah terjadinya
retensi sputum akibat imobilisasi
Ekstremitas digerakkan secara pasif
untuk mencegah dekubitus dan
pneumonia orthostatik
Komplikasi
Skala Outcome
Kriteria tidak perlu dirawat di RS
1. Orientasi baik
2. Tidak ada defisit neurologis fokal
3. Tidak ada muntah atau sakit kepala
4. Tidak ada fraktur tulang kranium
5. Ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah
6. Tempat tinggal dalam kota
7. Disertai penjelasan: jika terdapat gejala
seperti muntah, nyeri kepala/vertigo yang
memberat, gelisah/kesadaran menurun, kejang
bawa segera ke RS.
Kriteria yang harus dirawat di RS
Gangguan kesadaran (SKG<15)
Post-traumatic amnesia selama 5-60 menit
Ada defisit fokal neurologis
Nyeri kepala atau muntah yang menetap
Fraktur tulang kepala, fraktur tulang dasar
tengkorak
Luka tusuk atau tembus (corpus alienum)
Disertai kelainan lain (gangguan pembekuan
darah, diabetes mellitus)

Anda mungkin juga menyukai