Anda di halaman 1dari 20

1

Naskah Seminar Tugas Akhir




OPTIMALISASI PENERAPAN ATCS (AREA TRAFFI C
CONTROL SYSTEM) DALAM PENGOPERASIAN
TRANS JOGJA BUS PRI ORI TY PADA SIMPANG BERSINYAL
1


Oleh: Yustina Niken R.H.
2
Pembimbing: Dr. Eng. M. Zudhy Irawan, S.T.,M.T.


INTISARI

Saat ini Bus Trans Jogja dioperasikan dalam kondisi lalu lintas bercampur
atau mixed traffic dengan kendaraan lain. Hal ini memberikan dampak bagi kinerja
simpang bersinyal terhadap waktu tundaan dan panjang antrian lalu lintas yang
terjadi serta bagi kinerja Bus Trans Jogja terhadap waktu perjalanan dan tundaan
perjalanan yang terjadi selama pengoperasian bus. Oleh karena itu perlu dilakukan
perbaikan dengan salah satu cara menerapkan ATCS dalam Trans Jogja Bus Priority.
Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan penerapan ATCS yang bisa dilakukan
dalam memprioritaskan Bus Trans Jogja pada kondisi lalu lintas bercampur.
Pemodelan penelitian menggunakan software AIMSUN 6.1. dengan 3
skenario penerapan ATCS kemudian dibandingkan dengan kondisi eksisting. Pada
masing-masing skenario, penerapan ATCS dilakukan pada simpang-simpang
bersinyal tertentu dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kinerja simpang
bersinyal dan Bus Trans Jogja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan ATCS dalam Trans Jogja bus
priority menghasilkan kinerja dari simpang bersinyal dan Bus Trans Jogja menjadi
semakin baik dengan semakin berkurangnya jumlah titik-titik kritis kemacetan yang
terjadi sehingga besar tundaan perjalanan yang terjadi juga semakin berkurang.
Kondisi optimal dicapai pada penerapan ATCS dalam skenario 3 yang merupakan
optimalisasi dari penerapan ATCS pada penelitian terdahulu (Ilahi, 2013). Dengan
penerapan ATCS pada skenario 3 diperoleh penurunan tundaan lalu lintas yang
terjadi sebesar 47%, panjang antrian rata-rata 54%, waktu perjalanan Bus Trans Jogja
37% dan tundaan perjalanan bus 67%. Penerapan ATCS bisa berfungsi optimal jika
penempatan posisi penerapan ATCS dilakukan dengan lebih teliti dan disesuaikan
dengan kondisi lalu lintas yang terjadi pada jaringan jalan tersebut.


Kata kunci: Bus Trans Jogja, ATCS, panjang antrian, tundaan, waktu
perjalanan

1. Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Mahasiswa S1 reguler Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan NIM: 09/289294/TK/36066.

2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan akan transportasi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Transportasi merupakan kebutuhan yang muncul karena adanya
kebutuhan lain. Masyarakat memenuhi kebutuhan tersebut dengan melakukan perjalanan
untuk bisa mendapatkan manfaat yang ingin diperoleh di tempat tujuan. Tingkat pemenuhan
kebutuhan tersebut semakin meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kota. Tingkat
keragaman aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat akan semakin kompleks dan
mengakibatkan adanya peningkatan proporsi seseorang melakukan perjalanan.
Tata guna lahan di wilayah Kota Yogyakarta sudah sangat padat dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penambahan kapasitas jalan dengan pembangunan maupun
pelebaran infrastruktur transportasi yang ada. Salah satu strategi yang tepat untuk bisa
mengatasi permasalahan kemacetan di Kota Yogyakarta adalah penekanan volume
kendaraan pribadi dengan cara menyediakan sarana transportasi massal, yaitu Bus Trans
Jogja. Pada kondisi lalu lintas di Kota Yogyakarta, pengoperasian Bus Trans Jogja dilakukan
dengan lalu lintas bercampur dengan kendaraan lain. Hal ini menyebabkan nilai manfaat
waktu yang bisa diberikan Bus Trans Jogja menjadi menurun. Dalam kondisi lalu lintas
bercampur, semakin besar kemungkinan Bus Trans Jogja terjebak dalam antrian dengan arus
lalu lintas kendaraan lain. Waktu perjalanan dan tundaan terutama pada simpang bersinyal
menjadi semakin tinggi.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Melakukan mikrosimulasi pengoperasian Bus Trans Jogja pada kondisi existing.
b) Melakukan evaluasi pengaruh pengoperasian Bus Trans Jogja terhadap kondisi lalu
lintas existing.
c) Melakukan optimalisasi terhadap mikrosimulasi pengoperasian Bus Trans Jogja serta
pengaruh pengoperasian pada lalu lintas sekitar jika diterapkan prioritas simpang
bersinyal (ATCS).
d) Membandingkan kondisi existing dengan usulan ditinjau dari kinerja persimpangan yaitu
waktu tundaan dan panjang antrian yang terjadi pada simpang bersinyal yang ditinjau
serta dari waktu tundaan dan waktu perjalanan yang terjadi pada pengoperasian Bus
Trans Jogja pada rute yang ditinjau.

C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Mengetahui pengaruh dari penerapan prioritas simpang bersinyal (ATCS) terhadap
kinerja simpang, ditinjau dari dampak terhadap panjang antrian dan tundaan pada
simpang bersinyal.
b) Mengetahui pengaruh dari penerapan prioritas simpang bersinyal (ATCS) terhadap
kinerja Bus Trans Jogja, ditinjau dari dampak terhadap waktu tundaan dan waktu
perjalanan pada pengoperasian Bus Trans Jogja pada rute yang ditinjau.
c) Mengetahu tingkat keefektifan terbaik dari alternatif pengoperasian Bus Trans Jogja di
kondisi existing dengan penerapan prioritas simpang bersinyal (ATCS).

D. Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan biaya, waktu dan tenaga, maka penelitian dibatasi oleh batasan
masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah batasan wilayah penelitian dan batasan
parameter, antara lain:
3

1) Wilayah penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta meliputi Jalan Diponegoro Jalan
Jendral Sudirman Jalan Urip Sumoharjo Jalan Laksamana Adi Sucipto.
2) Penelitian dilakukan menggunakan mikrosimulasi menggunakan AIMSUN 6.1.
3) Simulasi dilakukan pada kondisi existing, penerapan prioritas simpang bersinyal
(ATCS).
4) Kalibrasi dan validasi dilakukan pada penelitian sebelumnya (Ilahi, 2013).
5) Penelitian dibatasi pada indikator kinerja simpang bersinyal yakni waktu tundaan dan
panjang antrian pada simpang dan kinerja pengoperasian Bus Trans Jogja yakni waktu
tundaan dan waktu perjalanan pada rute yang ditinjau dengan tidak mempertimbangkan
hambatan samping yang ada di lapangan.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat perbedaan dengan penelitian
yang akan dilakukan, diantaranya penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui kinerja
Bus Trans Jogja dan kinerja simpang bersinyal dengan penerapan ATCS pada simpang
bersinyal yang mengalami tundaan yang cukup besar atau lebih besar dari 2.5 menit di salah
satu lengan simpang. Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk
melewati simpang bila dibandingkan dengan situasi tanpa simpang. Dengan besar tundaan
2.5 menit maka tingkat pelayanan simpang bersinyal tersebut sudah sangat buruk atau
termasuk kategori F (Highway Capacity Manual, 1985). Waktu siklus dari simpang bersinyal
yang ditinjau pada penelitian ini berkisar antara 76 sampai 130 detik, dengan begitu tundaan
sebesar 2.5 menit atau 150 detik yang dialami kendaraan pada simpang tersebut akan
menyebabkan kendaraan tersebut terkena 2 kali lampu merah untuk bisa melewati simpang
tersebut. Semakin besar tundaan yang dialami kendaraan menunjukkan tingkat pelayanan
simpang bersinyal semakin buruk. Selain itu, semakin besar tundaan yang dialami kendaraan
pada simpang tersebut, termasuk yang dialami Bus Trans Jogja, menyebabkan kinerja dari
Bus Trans Jogja dalam kondisi mixed traffic akan semakin menurun dan operasional dari Bus
Trans Jogja semakin tidak optimal.
Selain itu, dilakukan pula skenario optimalisasi pada kondisi hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Ilahi (2013) yaitu pada kondisi penerapan ATCS dan busway di seluruh
jaringan dan menyebabkan tundaan pada beberapa simpang menjadi semakin meningkat
dengan besar peningkatan lebih dari 2.5 menit. Dengan tundaan yang semakin besar maka
ketepatan waktu jadwal keberangkatan dari tiap shelter dari seluruh rute Trans Jogja menjadi
terganggu. Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Ilahi (2013), dengan
penerapan busway dan ATCS menyebabkan kinerja simpang bersinyal menjadi memburuk.
Penelitian ini menitikberatkan pada optimalisasi posisi penerapan ATCS pada jaringan jalan
yang ditinjau sehingga bisa didapatkan hasil terbaik untuk kinerja Bus Trans Jogja dan
kinerja simpang bersinyal tanpa harus menambahkan busway. Penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan bantuan software AIMSUN 6.1.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Transportasi
Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu
tempat ke tempat lain. Transportasi dapat menciptakan suatu barang/komoditi berguna
menurut waktu dan tempat (time utility and place utility) (Salim, 1993). Jenis transportasi
banyak ragam dan secara kepemilikan dapat dibagi dua, yaitu transportasi pribadi dan
transportasi umum.

4

B. Perencanaan Transportasi
Perencanaan transportasi perlu dilakukan untuk mengelola dan mengoptimalkan sumber
dana, sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang ada agar didapatkan hasil yang
efisien dan efektif. Tujuan dasar para perencana transportasi adalah memperkirakan jumlah
serta lokasi kebutuhan akan transportasi (misalnya menentukan total pergerakan, baik untuk
angkutan umum maupun angkutan pribadi) pada masa mendatang atau pada tahun rencana
yang akan digunakan untuk berbagai kebijakan investasi perencanaan transportasi (Tamin,
2000).

C. Pemodelan Transportasi
Pemodelan transportasi merupakan salah satu cara penyederhanaan atau simplikasi dari
kondisi transportasi yang terjadi di kenyataan lalu dilakukan simulasi dari simplikasi tersebut
untuk mempresentasikan keadaan yang sesungguhnya dan kemungkinan yang akan terjadi
terhadap sistem transportasi pada masa yang akan datang.
Kegunaan model tersebut adalah untuk dapat memperlihatkan dan menjelaskan
perkembangan wilayah tersebut jika konsep pengembangan dilakukan. Dengan demikian,
dapat diketahui apa saja yang perlu dilengkapi oleh para perencana atau pengembang dengan
hanya melihat dan mempelajari model tersebut. Beberapa simulasi skenario dapat dilakukan
pada model sehingga dapat dipilih rencana pengembangan yang optimum yang sesuai
dengan tujuan awal pembangunan (Tamin, 2000).

D. Angkutan Umum Penumpang
Angkutan merupakan sarana transportasi yang digunakan untuk memindahkan orang
dari sutu tempat ke tempat lain. Kebutuhan akan angkutan penumpang tergantung fungsi
bagi kegunaan seseorang (personal place utility) (Salim, 1993).
Harries (1976) menyatakan pelayanan angkutan umum dapat diusahakan mendekati
angkutan pribadi untuk membuat angkutan umum menjadi lebih menarik dan pemakai
angkutan pribadi tertarik berpindah ke angkutan umum

E. Simpang Bersinyal Terkoordinasi
Simpang bersinyal dengan sistem sinyal terkoordinasi merupakan suatu sistem sinyal
pengatur lalu lintas yang dikoordinasikan atau dioperasikan secara bersama-sama dengan
konsep gelombang hijau (greenwave) dimana dimungkinkannya iringan kendaraan (platoon)
berjalan melewati beberapa simpang bersinyal dengan selalu mendapat sinyal hijau secara
berturut-turut sehingga meminimalkan tundaan (delay) dalam sistem jaringan. Ukuran-
ukuran kinerja simpang bersinyal berikut dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu
sehubungan dengan geometrik, lingkungan dan lalu lintas adalah:
a) Kapasitas (C)
b) Derajat Kejenuhan (DS)
c) Tundaan (D)
d) Peluang antrian (QP %)

F. Sinyal Prioritas Bus dengan ATCS
ATCS merupakan sistem pengaturan lalu lintas bersinyal terkoordinasi yang diatur
mencakup satu wilayah secara terpusat. Dengan penerapan ATCS atau lampu lalu lintas
terkoordinasi maka akan terjadi efisiensi pergerakan dan akan meningkatkan kapasitas
simpang untuk melayani lalu lintas, waktu perjalanan yang lebih pendek, penurunan tingkat
resiko kecelakaan bagi pengendara dan kenyamanan pengguna jalan yang lebih baik.
Penerapan ATCS sebagai sinyal prioritas bus dibutuhkan untuk memberikan prioritas pada
bus dalam lalu lintas sehingga ruang jalan bus bisa dimaksimalkan dan waktu perjalanan bus
5

bisa diminimalkan. Bus sebagai moda angkutan massal bisa bersaing dengan kendaraan
pribadi dalam meningkatkan pelayanan akan ketepatan waktu perjalanan kepada masyarakat.


BAB III
LANDASAN TEORI

A. Pemodelan Transportasi
Model transportasi adalah simplikasi dan simulasi untuk mempresentasikan keadaan
yang sesungguhnya dan kemungkinan yang akan terjadi terhadap sistem transportasi pada
masa yang akan datang (Morlok, 1978). Pemodelan dengan menggunakan bantuan perangkat
lunak (software) didasarkan pada 4 tahap perencanaan (four step model), yaitu bangkitan
pergerakan (trip generation), distribusi atau sebaran pergerakan (trip distribution), pemilihan
moda transportasi (modal split) dan pembebanan perjalanan/lalu lintas atau pemilihan rute
pergerakan (trip/traffic assignment).

B. Pemodelan Menggunakan AIMSUN 6.1.
AIMSUN (Advanced Interactive Microscopic Simulator for Urban and Non-Urban
Network) merupakan suatu piranti lunak yang digunakan untuk keperluan pendidikan dalam
bahasan perencanaan dan pemodelan transportasi. Aplikasi AIMSUN menggunakan dasar
pemodelan lalu lintas four step model. AIMSUN mampu menyimulasikan lalu lintas dalam
skala mikroskopik dengan kemampuan yang akurat menampilkan geometri jalan sesuai
dengan kondisi di lapangan dan pemodelan perilaku individu kendaraan yang rinci sehingga
pemodelan yang dihasilkan mampu menyerupai aliran lalu lintas kendaraan sesuai dengan
kondisi lapangan. Asumsi dasar dan proses kerja program AIMSUN 6.1 mengenai keadaan
lalu lintas yang akan dianalisa adalah sebagai berikut:
a. Persimpangan dalam jaringan jalan dioperasikan dengan traffic light, sistem prioritas,
maupun un-controlled.
b. Seluruh setting lampu lalu lintas dalam jaringan jalan mempunyai waktu ulang (cycle
time) serta rincian setiap fase dan periode minimum pada seluruh setting diketahui.
Garis besar proses kerja program AIMSUN 6.1. adalah sebagaimana dijelaskan di
bawah:
a. Dengan menggunakan model lalu lintas, berdasarkan data jaringan jalan dan volume lalu
lintas, serta setting lampu lalu lintas eksisting dilakukan simulasi untuk kondisi eksisting.
b. Output yang dihasilkan meliputi kinerja sistem, kinerja ruas jalan, kinerja public transport
kaitannya dengan delay time, travel time, density, flow, speed, qmean (panjang antrian),
dan fuel consumption.
c. Melakukan pemodelan terhadap skenario yang akan dilakukan kemudian disimulasikan.

C. Parameter Arus Lalu Lintas
Parameter mikroskopik yang menjelaskan arus lalu lintas secara keseluruhan terdiri dari
volume atau tingkat arus, kecepatan, kepadatan, tundaan, dan panjang antrian. Parameter
mikroskopik menjelaskan perilaku individu kendaraan atau sepasang kendaraan dalam arus
lalu lintas terdiri dari Kecepatan individu kendaraan, headway, dan spacing.
1) Volume dan Tingkat Arus Lalu Lintas
Volume adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada jalan raya
pada selang waktu tertentu atau kendaraan per unit waktu. Unit waktu yang paling
sering digunakan adalah setiap hari atau setiap jam. Volume harian digunakan untuk
melihat pola dari waktu ke waktu dan untuk tujuan perencanaan atau pengontrolan yang
diperlukan volume pada jam-jam puncak harian.
2) Kecepatan dan Waktu Perjalanan
6

Kecepatan adalah perubahan jarak per waktu, waktu perjalanan adalah waktu yang
dibutuhkan untuk melintasi suatu ruas jalan pada jarak tertentu:
d
V
t
= (3.1)
dimana:
V = Kecepatan (km/jam)
d = Jarak lintasan (km)
t = waktu melintasi jarak d (jam)
Ada dua cara untuk menghitung rata rata kecepatan, Time Mean Speed (TMS) yaitu
Rata- rata kecepatan untuk suatu lokasi tertentu selama selang waktu tertentu. Space
Mean Speed (SMS) adalah rata rata kecepatan kendaraan berada pada suatu lokasi pada
rata-rata selang waktu tertentu.
( / )
i
d t
TMS
n
=

(3.2)
.
i
i
n d
SMS
t
=

(3.3)
dimana:
TMS = Time mean speed (km/jam)
SMS = Space mean speed (km/jam)
N = Jumlah kendaraan yang diamati (buah)
d = Jarak lintasan (km)
t = waktu melintasi jarak d (jam)
3) Tundaan Lalu Lintas Untuk Simpang Bersinyal
Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati simpang
bila dibandingkan dengan situasi tanpa simpang. Hubungan antara besarnya tundaan
henti kendaraan (detik) dengan tingkat pelayanan ditunjukkan pada Tabel III.1.
Tabel III.1. Kriteria Tingkat Pelayanan Pada Persimpangan Bersinyal
Tingkat Pelayanan
Tundaan Henti Tiap Kendaraan
(detik)
A 5.0
B 5.1-15.0
C 15.1-25.0
D 25.1-40.0
E 40.1-60.0
F 60.0
Sumber : Highway Capacity Manual ( 1985)
Untuk menghitung tundaan lalu lintas pada simpang bersinyal digunakan rumus berikut
ini:
( ) ( )
{ }
1/ 2
2
/ 4 4 / D T f F f T f F
(
= + +

(3.4)
dimana:
D = Tundaan rata-rata kendaraan (detik)
7

f = rata-rata arus kedatangan pada ruas jalan (smp/jam)
F = Arus maksimum yang dapat ditampung ruas jalan (smp/jam)
T = durasi kondisi arus dengan memperhatikan waktu sinyal (jam)
4) Tundaan Pada Ruas Jalan
Untuk menghitung tundaan pada ruas jalan digunakan rumus berikut ini:
sec
sec
i
i
DT
DT
N
=

(3.5)
( , * ( , *
s t
i i
i s i i t i
L L
DT TT
Min SMax S Min SMax S u u
(
= +
(

(3.6)
dimana:
DT
sec
= rata-rata waktu tundaan setiap kendaraan pada ruas jalan (detik)
S
s
= Batasan kecepatan bagian ruas jalan s (m/s)
S
t
= Batasan kecepatan berubah t (m/s)

i
= speed acceptance kendaraan i
SMax
i
= maximum desired speed dari kendaraan i(m/s)
L
s
= distance of section s (meter)
L
t
= jarak dari turning t (meter)
5) Panjang Antrian Untuk Simpang Bersinyal
Untuk menghitung panjang antrian pada simpang bersinyal digunakan rumus berikut
ini:
|
.
|

\
|
+ = qd
qr
N
2
(3.7)
dimana:
N = Rata-rata antrian pada permulaan waktu hijau (meter)
q = Arus lalu lintas (smp/jam)
r = waktu merah (detik)
d = Rata-rata tundaan per kendaraan (detik)
6) Antrian Pada Ruas Jalan
Untuk menghitung antrian pada ruas jalan digunakan rumus di bawah ini:
( )
, ( 1) , ,( 1)
sec
sec
sec
*
i l
l t i l i l i
l t T
QL t t
AQL
NBLanes
I
e

e
| |
(

|
|
\ .
=

(3.8)
sec
sec
sec
l
l
MaxQL
MaxQL
NBLanes
e
=

(3.9)
dimana:
QL
l,t
= Panjang antrian pada lajur l saat waktu t
MaxQL
1
= Panjang antrian maksimum pada lajur l (kendaraan)
I = Selang waktu statistik (detik)
t
l
= (0, t
l,1
, ..., t
l-m
, I) : Sesaat ketika panjang antrian lajur l berubah
NBlanes
sec
= Jumlah lajur pada ruas sec
7) Kepadatan
Kepadatan adalah jumlah kendaraan yang berada pada panjang ruas jalan.
Kepadatan dihitung dengan rumus di bawah ini:

f
D
v
= (3.10)
8

dimana:
D = kepadatan (kendaraan/km)
f = Arus (kendaraan/jam)
v = Kecepatan (km/jam)
8) Time Headway dan Space Headway
Headway didefinisikan sebagai perbedaan waktu kedatangan (time) atau perbedaan
jarak kedatangan (space) antara kendaraan yang berjalan berurutan yang melintasi suatu
penampang jalan. Biasanya headway diukur berdasarkan jarak antara bumper dapan ke
bumper depan kendaraan yang berurutan, dan lebih baik lagi jika di ukur antara bumper
belakang ke bumper belakang kendaraan yang berurutan.
1000
s
D
d
= (3.11)
3600
t
f
d
= (3.12)
dimana:
D = Kepadatan(kendaraan/km)
f = Arus (Kendaraa/jam)
d
s
=

Space

Headway (m)
d
t
=

Space

Headway (detik)

D. Parameter Statisktik Rute Transportasi Umum
Parameter mikroskopik yang menjelaskan kinerja rute dari transportasi umum terdiri dari
waktu perjalanan dan tundaan yang dialami kendaraan.
1) Waktu Perjalanan
Untuk menghitung besarnya waktu perjalanan kendaraan digunakan rumus di bawah
ini:
1
l
N
i
i
l
l
TT
TT
N
=
=

(3.13)
dimana:
TT
l
= Rata-rata waktu perjalanan setiap kendaraan (detik)
TT
i
= Rata-rata waktu perjalanan kendaraan ke-i (detik)
TT
i
= TEX
i
+ TEN
i
Tt
i
= TDT
i
TEN
i
= Waktu masuk kendaraan ke-i dari sistem (detik)
TEX
i
= Waktu keluar kendaraan ke-i dari sistem (detik)
2) Tundaan
Untuk menghitung tundaan bagi rute bus digunakan rumus sebagai berikut:
1
l
N
i
i
l
l
DT
DT
N
=
=

(3.14)
dimana:
DT
i
= Rata-rata waktu tundaan kendaraan ke-i (detik)
DT
l
= Rata-rata waktu tundaan setiap kendaraan (detik)

E. Model Pergerakan Kendaraan
9

Lalu lintas pada model mikrosimulasi mempertimbangkan interaksi kendaraan pribadi
dengan kendaraan lain dan jaringan jalan. Pergerakan kendaraan sepanjang jaringan jalan ,
disesuaikan berdasarkan model perilaku kendaraan : car following and lane changing.
1) Car Following Model
Car Following Model pada AIMSUN berdasarkan pada Gipps model (Gipps 1981 dan
1986b) model ini terdiri dari dua komponen dasar, percepatan dan perlambatan,
komponen yang pertama mewakili kecepatan yang ingin dicapai oleh kendaraan,
sedangkan komponen yang kedua memberikan batasan kecepatan, yang disebabkan oleh
kendaraan didepannya ketika mencoba mengemudi dengan kecepatan yang
diinginkannya. Gipps (1981) menetapkan batasan pada model melalui pertimbangan
keselamatan dan asumsi pengemudi dalam memperkirakan kecepatannya berdasarkan
kendaraan di depan untuk tetap dapat menjaga jarak aman. Model ini menyatakan,
kecepatan maksimum pada suatu kendaraan ketika melakukan percepatan selama
periode waktu (t,t + T), dinyatakan sebagai:
( ) ( ) ( )
( )
( )
,
( , )
, , 2.5 1 0.025
* *( )
V n t
V n t
V n t T V n t a n T
V n V n

| |
+ = + +
|
|
\ .
(3.15)
dimana:
V(n,t) = kecepatan kendaraan n pada waktu t
V*(n) = kecepatan yang diinginkan kendaraan (n) pada bagian saat itu
a (n) = percepatan maksimum untuk kendaraan (n)
T = waktu reaksi
Kecepatan maksimum pada kendaraan yang sama (n) bisa tercapai selama interval waktu
yang sama (t, t + T), sesuai dengan karakteristik sendiri dan keterbatasan yang
ditentukan oleh pengaruh dari kendaraan didepannya (kendaraan n-1), dengan persamaan
sebagai berikut:
( ) ( ) | |
2 2
, ( ) ( )
b
V n t T d n T d n T d A n + = +
(3.16)
( ) ( ) { } ( )
2
( 1, )
2 1, 1 ( , ) ,
`( 1)
V n t
x n t s n x n t V A n t T
d n

=
(3.17)
dimana:
d(n) (<0) = perlambatan maksimum yang diinginkan kendaraan n
x(n,t) = posisi kendaraan n pada waktu t
x(n-1,t) = posisi kendaraan yang mendahuluinya (n-1) pada waktu t
s(n-1) = panjang efektif kendaraan (n-1)
d`(n-1) = estimasi perlambatan yang diinginkan kendaraan (n-1)
2) Lane Changing Model
Lane changing model atau perubahan jalur terjadi ketika pengemudi menganggap
kondisi lalu lintas pada jalur lain yang ada lebih baik, sehingga pengemudi memilih
untuk memindah jalur (Gipps, 1986), atau sering disebut discretionary lane changing
(perubahan jalur diskresi).


BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Yogyakarta. Fokus kasus penelitian ini adalah meneliti
kinerja rute Bus Trans Jogja pada lokasi sepanjang Jalan Diponegoro menuju Jalan Adi
Sucipto. Batas wilayah studi ditunjukkan pada Gambar IV.1. Bus Trans Jogja telah
10

mengoperasikan 6 rute dengan panjang total trayek yang dilayani 200.55 km
(Dishubkominfo Provinsi Yogyakarta, 2011), pada penelitian ini difokuskan pada rute Bus
Trans Jogja yang merupakan bagian dari jaringan jalan utama di Kota Yogyakarta yang
memiliki volume lalu lintas tinggi karena pada jaringan jalan tersebut merupakan jalur
utama menuju pusat-pusat tarikan perjalanan, seperti kampus, pusat perbelanjaan, dan objek
pariwisata. Rute yang menjadi fokus penelitian terdiri dari 9 simpang bersinyal utama, 25
simpang kecil, dan terdapat sebanyak 15 shelter Bus Trans Jogja.




Gambar IV.1 Lokasi Penelitian

B. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1) Peta jaringan jalan Kota Yogyakarta dari Google Earth.
2) Data volume lalu lintas seperti bus, mobil, motor, dan truk, didapat dari data survei
Dinas Perhubungan pada tahun 2010 yang kemudian diproyeksikan di tahun 2013
dengan faktor pertumbuhan 4%.
3) Peta Rute Bus Trans Jogja dari Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika
Provinsi Yogyakarta.
4) Geometri Ruas Jalan
a) Geometri ruas jalan utama didapat dari Dinas Pekerjaan Umum.
b) Geometri ruas jalan pada simpang kecil sepanjang lokasi penelitian didapat dari data
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ilahi (2013).
5) Waktu siklus pada simpang bersinyal didapat dari data penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ilahi (2013).
6) Data headway Bus Trans Jogja dan letak shelter Bus Trans Jogja didapat dari data
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ilahi (2013) dan dari data hasil survei
pemantauan operasional Bus Trans Jogja oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan
Informatika Provinsi Yogyakarta.
7) Kecepatan kendaraan didapat dari data penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ilahi
(2013).

C. Alat yang Digunakan
Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer dengan paket
perangkat lunak AIMSUN 6.1., dengan pemilik lisensi Laboratorium Transportasi Jurusan
Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Posisi Shelter Bus Trans Jogja
Rute Bus Trans Jogja
Jalan Adi Sucipto
Jalan Diponegoro
UTARA
11


D. Pelaksanaan Penelitian
Adapun tahapan dan proses penelitian ditunjukkan pada Gambar IV.2 berikut ini:





































Gambar IV.2. Diagram Alir Penelitian
Rumusan Masalah
Studi literatur
Pengumpulan data
1. Peta Lokasi Google Earth
2. Volume Lalu lintas
3. Waktu Sinyal
4. Peta Rute Bus Trans Jogja
5. Data survey operasional Bus Trans Jogja
Running Model Kondisi Eksisting dengan
AIMSUN 6.1
Selesai
Analisis data
Kalibrasi dan validasi

Mulai
Lapangan = Model
Running Model Kondisi skenario
Pembahasan dan Kesimpulan
Ya
Tidak
Kondisi Optimal
Ya
Tidak
12

BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Eksisting
Operasional Bus Trans Jogja pada kondisi eksisting cenderung kurang optimal
dikarenakan Bus Trans Jogja beroperasi dalam kondisi lalu lintas bercampur (mixed traffic).
Dalam kondisi mixed traffic, Bus Trans Jogja terjebak dalam kondisi lalu lintas yang cukup
padat terutama pada simpang bersinyal sehingga dalam operasionalnya Bus Trans Jogja
mengalami tundaan lalu lintas yang cukup besar. Semakin besar tundaan yang dialami Bus
Trans Jogja membuat kecenderungan ketidaktepatan jadwal keberangkatan Bus Trans Jogja
semakin besar pula. Hal ini menyebabkan kinerja Bus Trans Jogja semakin buruk. Besarnya
tundaan yang terjadi merupakan indikator tingkat pelayanan dari simpang bersinyal.
Semakin besar tundaan yang terjadi maka tingkat pelayanan dari simpang bersinyal semakin
buruk.

B. Kalibrasi dan Validasi
Pada software AIMSUN 6.1 ini memiliki keterbatasan seperti tidak dapat memodelkan
pergerakan lalu lintas sepeda motor dan karakteristik pergerakan kendaraan sesuai dengan
kondisi lapangan dalam penggunaan lajur kendaraan. Proses kalibrasi dan validasi untuk
pemodelan kondisi eksisting dari penelitian ini telah dilakukan pada penelitian sebelumnya
(Ilahi, 2013). Kalibrasi dan validasi dilakukan pada parameter perubahan lajur dengan
penyesuaian terhadap kondisi pergerakan lalu lintas di lapangan. Pada kondisi lapangan, 2
lajur bisa digunakan untuk 3 kendaraan berdampingan sedangkan pada pemodelan AIMSUN
hanya bisa digunakan untuk 2 kendaraan berdampingan, misalnya dengan total lebar jalan
7.5 meter dengan 2 lajur, dalam kondisi pemodelan hanya bisa dilalui satu kendaraan tiap
lajurnya, sedangkan pada kondisi di lapangan jalan dengan lebar 7.5 meter tersebut bisa
dilalui 3 kendaraan berdampingan kemudian dilakukan kalibrasi dan validasi dengan cara
mengubah jumlah lajur pada pemodelan menjadi jalan 3 lajur dengan lebar masing-masing
lajur 2.5 meter. Kalibrasi lain dilakukan pada parameter Max Desired Speed dan Speed
Acceptance, dengan melakukan trial and error sebanyak 15 kali seperti yang ditunjukkan
pada Tabel V.1. Setiap satu NO. Eksperimen terdiri dari 5 eksperimen dengan Speed
Acceptance yang berbeda-beda mulai dari 0.8, 0.9, 1.0, 1.1, dan 1.2. Selanjutnya kecepatan
yang diperoleh dari simulasi pada detektor, dibandingkan dengan kecepatan observasi yang
diperoleh di lapangan. Nilai chi-square yang didapat seperti yang ditunjukkan pada Tabel
V.2. Nilai RMSE (Root Mean Square Error) yang didapat seperti yang ditunjukkan pada
Tabel V.3. Nilai R-square yang didapat seperti yang ditunjukkan pada Tabel V.4.
Tabel V.1. Trial and Error Eksperimen
NO.
Eksperimen
Max Desired Speed (km/jam)
Mobil Motor Truk Bus
1 30 40 50 60
2 50 60 20 30
3 60 70 30 40
Sumber: Ilahi (2013)
Tabel V.2. Nilai RMSE
Speed Acceptance Eksperimen 1 Eksperimen 2 Eksperimen 3
0.80 8.25 7.43 7.38
0.90 8.06 8.12 7.82
1.00 9.56 12.41 12.67
1.10 9.56 14.78 15.55
1.20 8.16 15.61 19.56
Sumber: Ilahi (2013)
13

Tabel V.3. Nilai Chi-square
Speed Acceptance Eksperimen 1 Eksperimen 2 Eksperimen 3
0.80 16.04 9.87 9.82
0.90 14.86 10.37 9.65
1.00 31.73 45.66 55.88
1.10 15.94 92.40 66.47
1.20 14.91 51.32 98.68
Sumber: Ilahi (2013)
Tabel V.4. Nilai R-square
Speed Acceptance Eksperimen 1 Eksperimen 2 Eksperimen 3
0.80 0.27 0.19 0.21
0.90 0.24 0.11 0.20
1.00 0.19 0.19 0.29
1.10 0.23 0.25 0.21
1.20 0.13 0.26 0.28
Sumber: Ilahi (2013)
Berdasarkan eksperimen tersebut diperoleh eksperimen 3 dengan speed acceptance 0.8,
merupakan hasil yang terbaik. Eksperimen 3 dengan speed acceptance 0.8 memiliki rata-rata
nilai error yang paling kecil dengan nilai RMSE 7.38, nilai Chi-square 9.82, dan nilai R-
square 0.21.

C. Pemodelan Kondisi Skenario
Pemodelan untuk kondisi skenario merupakan tindak lanjut dari pemodelan kondisi
eksisting. Pembuatan skenario dilakukan dengan dasar pemodelan kondisi eksisting yang
telah melalui proses kalibrasi dan validasi. Pada kondisi skenario dilakukan penerapan
ATCS sebagai sinyal prioritas khusus bagi Bus Trans Jogja ketika melewati simpang
bersinyal. Bus Trans Jogja beroperasi pada kondisi lalu lintas bercampur (mixed traffic)
seperti yang terjadi pada kondisi eksisting, namun ketika akan melewati simpang bersinyal,
Bus Trans Jogja diberikan prioritas untuk bisa melewati simpang bersinyal.
Pemberian prioritas simpang bersinyal ini pada pemodelan skenario dilakukan dengan
mengatur lampu lalu lintas dan memberikan detektor-detektor ketika kendaraan akan
memasuki simpang bersinyal yang disebut priority request start dan ketika telah melewati
simpang bersinyal yang disebut priority request end. Detektor dipasang sejauh 50 meter pada
mulut simpang untuk request start dan 10 meter untuk request end.
1) Kondisi Skenario 1
Pada skenario 1 dilakukan alternatif dengan menerapkan ATCS pada simpang bersinyal
yang mengalami tundaan pada masing-masing lengan simpang lebih besar dari 2.5 menit
pada kondisi eksisting, sedangkan pada simpang bersinyal dengan tundaan pada masing-
masing lengan simpang kurang dari 2.5 menit tidak diterapkan ATCS, seperti
ditunjukkan pada Gambar V.1.

Gambar V.1. Posisi Penerapan ATCS Pada Skenario 1
14

2) Kondisi Skenario 2
Pada skenario 2 dilakukan alternatif dengan menerapkan ATCS pada simpang bersinyal
yang mengalami tundaan rata-rata simpang lebih besar dari 2.5 menit pada kondisi
eksisting, sedangkan pada simpang bersinyal dengan tundaan rata-rata simpang kurang
dari 2.5 menit tidak diterapkan ATCS, seperti ditunjukkan pada Gambar V.2. Pada
skenario 2 ini dilakukan optimalisasi terhadap kondisi skenario 1.

Gambar V.2. Posisi Penerapan pada Skenario 2
3) Kondisi Skenario 3
Pada skenario 3 ini dilakukan penerapan ATCS hanya pada lengan-lengan simpang
bersinyal yang pada penelitian terdahulu (Ilahi, 2103) mengalami penurunan tundaan
yang cukup signifikan dengan adanya penerapan busway dan ATCS, sedangkan
penerapan ATCS tidak dilakukan pada simpang bersinyal yang mengalami peningkatan
tundaan lebih besar dari 2.5 menit, seperti yang ditunjukkan pada Gambar V.3.

Gambar V.3. Posisi Penerapan ATCS Pada Skenario 3

D. Hasil Analisis
Analisis yang akan dibahas pada penelitian ini antara lain perbandingan analisis kinerja
simpang bersinyal dan kinerja operasi Bus Trans jogja hasil model pada kondisi eksisting
dengan kondisi skenario. Parameter yang digunakan dalam analisis kinerja simpang
bersinyal terdiri dari besar waktu tundaan dan panjang antrian yang terjadi pada lengan dari
simpang bersinyal yang ditinjau. Parameter yang digunakan dalam analisis kinerja operasi
Bus Trans Jogja terdiri dari besar waktu tundaan dan waktu perjalanan dari rute Bus Trans
Jogja yang ditinjau.
1) Analisis Kinerja Simpang Bersinyal
15

Hasil simulasi dari pemodelan terhadap skenario yang dilakukan memberikan dampak
terhadap kinerja simpang bersinyal yang ditinjau dalam penelitian ini. Parameter yang
digunakan dalam analisis kinerja simpang bersinyal antara lain:
a) Waktu Tundaan Pada Simpang
Waktu tundaan rata-rata dari simpang bersinyal yang ditinjau ditunjukkan pada
Tabel V.5.
Tabel V.5. Tundaan Rata-rata Simpang
Simpang
Waktu Tundaan
Eksisting Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
menit detik menit detik menit detik menit detik
Tugu 4 2 2 50 3 1 2 4
Badran 0 27 0 24 0 22 0 22
Cik Ditiro 2 20 1 33 1 37 1 25
Mirota 2 47 2 43 2 47 2 26
Sagan 2 22 2 14 1 55 1 38
Galerian 1 15 1 13 1 6 0 44
Colombo 1 14 0 41 0 32 0 27
Demangan 6 34 5 34 5 14 3 47
UIN 9 47 3 31 3 32 3 8
Rata-rata 3 20 2 17 2 13 1 47
Penurunan 32% 34% 47%
Waktu tundaan rata-rata simpang bersinyal pada kondisi eksisting sebesar 3 menit 20
detik yang menunjukkan bahwa tingkat pelayanan simpang bersinyal tersebut sudah
sangat buruk serta dengan tundaan rata-rata sebesar itu maka kendaraan cenderung
terkena 2 kali lampu merah untuk bisa melewati simpang bersinyal pada jaringan
jalan yang ditinjau. Dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 1, 2 ,dan 3
berhasil menurunkan tundaan rata-rata simpang sebesar 32%, 34%, dan 47%. Pada
kondisi skenario 3 waktu tundaan berhasil diturunkan menjadi 1 menit 47 detik dan
ini merupakan kondisi optimal sebab dengan waktu siklus maksimal dari simpang
bersinyal yang ditinjau sebesar 130 detik maka dengan besar tundaan 1 menit 47
detik atau 107 detik, kendaraan hanya terkena 1 kali lampu merah untuk bisa
melewati simpang bersinyal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja simpang
bersinyal semakin baik dengan adanya penerapan ATCS sebagai bus priority system.
b) Panjang Antrian Pada Simpang
Panjang antrian rata-rata dari simpang bersinyal yang ditinjau ditunjukkan pada
Tabel V.6.
Tabel V.6. Panjang Antrian Rata-rata Simpang
Simpang
Panjang Antrian (m)
Eksisting Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Tugu 89.08 60.18 63.91 42.88
Badran 10.27 6.78 4.35 4.14
Cik Ditiro 58.26 36.31 36.83 32.19
Mirota 52.86 51.22 52.08 45.88
Sagan 38.94 41.75 35.11 28.12
Galerian 31.76 30.31 27.38 17.17
Colombo 37.07 14.67 9.31 6.55
Demangan 115.73 110.16 102.2 71.48
UIN 304 101.68 102.03 90.63
Rata-rata 82 50.34 48.14 37.67
Penurunan 39% 41% 54%
16

Panjang antrian rata-rata simpang bersinyal pada kondisi eksisting sebesar 82 m
yang artinya kinerja dari keseluruhan jaringan jalan yang ditinjau belum cukup baik
dan beberapa lengan simpang bersinyal pada jaringan jalan yang ditinjau memiliki
tundaan yang sangat besar sehingga semakin banyak kendaraan yang terjebak dalam
antrian untuk bisa melewati simpang bersinyal tersebut. Dengan adanya penerapan
ATCS pada skenario 1, 2 ,dan 3 berhasil menurunkan tundaan rata-rata simpang
sebesar 39%, 41%, dan 54%. Pada kondisi skenario 3 panjang antrian berhasil
diturunkan menjadi 37.67 meter dan ini merupakan kondisi optimal sebab dengan
penerapan ATCS sebagai bus priority system pada Simpang Tugu, Badran, Mirota,
Galeria, Colombo, dan Demangan memberikan dampak baik bagi kinerja simpang
bersinyal dalam keseluruhan jaringan jalan yang ditinjau. Semakin kecil panjang
antrian yang terjadi pada simpang bersinyal maka itu menunjukkan bahwa kinerja
simpang bersinyal tersebut semakin baik. Penerapan alternatif pada skenario 3 sudah
optimal, dengan penerapan ATCS sebagai bus priority system memberikan dampak
baik bagi kinerja simpang bersinyal dalam keseluruhan jaringan jalan yang ditinjau
dan berhasil menurunkan jumlah titik-titik kritis kemacetan yang terjadi. Pada
Gambar V.4. ditunjukkan lokasi titik-titik kritis kemacetan yang terjadi pada kondisi
eksisting. Titik-titik kritis yang terjadi berhasil diturunkan jumlahnya dengan
penerapan alternatif pada skenario 1, seperti yang ditunjukkan pada Gambar V.5.
Namun hasil penurunan yang terjadi masih belum optimal, sehingga dilakukan
penerapan alternatif pada skenario 2 dan menghasilkan titik-titik kritis yang terjadi
semakin berkurang dengan besar penurunan yang tidak jauh berbeda dengan
skenario 1, seperti yang ditunjukkan pada Gambar V.6. Selanjutnya dilakukan
penerapan alternatif pada skenario 3 dan menghasilkan penurunan jumlah titik-titik
kritis yang terjadi semakin besar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar V.7. Hal ini
berarti dengan penerapan alternatif pada skenario 3 menghasilkan kinerja simpang
bersinyal pada jaringan jalan yang ditinjau sudah cukup optimal.

Gambar V.4. Lokasi Titik-Titik Antrian Kritis Pada Kondisi Eksisting

Gambar V.5. Lokasi Titik-Titik Antrian Kritis Pada Kondisi Skenario 1

17


Gambar V.6. Lokasi Titik-Titik Antrian Kritis Pada Kondisi Skenario 2

Gambar V.7. Lokasi Titik-Titik Antrian Kritis Pada Kondisi Skenario 3
2) Analisis Kinerja Operasi Bus Trans Jogja
Hasil simulasi dari pemodelan terhadap skenario yang dilakukan memberikan dampak
terhadap kinerja dari operasi rute Bus Trans Jogja yang ditinjau dalam penelitian ini.
Parameter yang digunakan dalam analisis kinerja operasi Bus Trans Jogja antara lain:
a) Waktu Perjalanan
Pada hasil pemodelan diperoleh besar waktu perjalanan untuk setiap rute Bus Trans
Jogja yang ditinjau pada kondisi eksisting dan kondisi penerapan alternatif pada
skenario, seperti ditunjukkan pada Tabel V.7.
Tabel V.7. Waktu Perjalanan Masing-masing Rute
Rute
Waktu Perjalanan
Eksisting Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
menit detik menit detik menit detik menit detik
1A 42 22 17 60 16 49 24 34
1B 32 16 27 23 25 6 16 43
2A 12 26 11 52 13 25 10 22
2B 11 26 8 24 8 45 8 0
3A1 11 11 9 48 9 50 7 53
3A2 7 48 8 47 8 56 5 39
3B 10 29 7 51 8 34 7 15
Rata-Rata 18 17 13 9 13 4 11 29
Penurunan 28% 29% 37%
Waktu perjalanan rata-rata pada kondisi eksisting dari keseluruhan rute dalam
jaringan jalan yang ditinjau sebesar 18 menit 17 detik. Dengan adanya penerapan
ATCS pada skenario 1, 2, dan 3, waktu perjalanan rata-rata berhasil diturunkan
sebesar 28%, 29% dan 37%. Hasil dari skenario 3 merupakan hasil yang optimal
18

dengan penurunan waktu tempuh perjalanan rata-rata sebesar 37%. Semakin sedikit
waktu tempuh yang dibutuhkan, semakin baik kinerja dari rute Bus Trans Jogja
tersebut. Dengan waktu tempuh yang semakin singkat maka rute tersebut semakin
efisien. Waktu tempuh Bus Trans Jogja pada masing-masing rute tergantung
kecepatan dan kondisi lalu lintas. Dengan adanya hambatan berupa kemacetan maka
waktu tempuh yang dibutuhkan akan semakin besar. Waktu perjalanan dari masing-
masing rute pada kondisi skenario 3 kurang dari 25 menit, hal ini menunjukkan
dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 3, pengoperasian Bus Trans Jogja
semakin baik.
b) Tundaan Perjalanan
Pada hasil pemodelan diperoleh besar tundaan perjalanan untuk setiap rute Bus
Trans Jogja yang ditinjau pada kondisi eksisting dan kondisi penerapan alternatif
pada skenario, seperti ditunjukkan pada Tabel V.8.
Tabel V.8. Tundaan Perjalanan Masing-masing Rute
Rute
Tundaan Perjalanan
Eksisting Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
menit detik menit detik menit detik menit detik
1A 34 3 14 25 13 58 14 43
1B 21 38 16 46 14 30 6 6
2A 8 11 6 48 8 21 5 17
2B 7 28 4 25 4 46 4 1
3A1 8 58 7 35 7 37 5 40
3A2 5 57 6 56 7 6 3 49
3B 6 22 3 46 4 28 3 10
Rata-Rata 13 14 8 40 8 41 4 24
Penurunan 35% 34% 67%
Waktu tundaan perjalanan rata-rata pada kondisi eksisting dari keseluruhan rute
dalam jaringan jalan yang ditinjau sebesar 13 menit 14 detik. Dengan adanya
penerapan ATCS pada skenario 1, 2, dan 3, tundaan perjalanan rata-rata yang terjadi
berhasil diturunkan sebesar 35%, 34%, dan 67%. Pada kondisi skenario 3, diperoleh
penurunan tundaan perjalanan rata-rata yang cukup optimal dengan besar tundaan
perjalanan pada masing-masing rute lebih kecil dari 15 menit sehingga headway
yang terjadi lebih kecil dari 15 menit dan jadwal berangkat menjadi tepat waktu.
Dengan tundaan perjalanan yang semakin kecil maka ketepatan waktu
keberangkatan pada rute tersebut akan semakin tinggi.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap pemodelan jaringan jalan
yang ditinjau pada kondisi eksisting dan skenario penerapan ATCS sebagai bus priority
system menggunakan software AIMSUN 6.1. maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1) Pengaruh penerapan ATCS sebagai bus priority system terhadap performa simpang
bersinyal, antara lain:
a) Dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 1, 2 ,dan 3 berhasil menurunkan
tundaan rata-rata simpang sebesar 32%, 34%, dan 47%. Hal ini menunjukkan bahwa
kinerja simpang bersinyal semakin baik dengan adanya penerapan ATCS sebagai
bus priority system.
19

b) Dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 1, 2 ,dan 3 berhasil menurunkan
tundaan rata-rata simpang sebesar 39%, 41%, dan 54%. Semakin kecil panjang
antrian yang terjadi pada simpang bersinyal maka itu menunjukkan bahwa kinerja
simpang bersinyal tersebut semakin baik.
c) Pada kondisi skenario 3 dicapai kondisi optimal dengan besar tundaan 1 menit 47
detik dan panjang antrian berhasil diturunkan menjadi 37.67 meter dan ini
merupakan kondisi optimal sebab dengan penerapan ATCS sebagai bus priority
system pada Simpang Tugu, Badran, Mirota, Galeria, Colombo, dan Demangan
memberikan dampak baik bagi kinerja simpang bersinyal dalam keseluruhan
jaringan jalan yang ditinjau dan dengan waktu siklus maksimal dari simpang
bersinyal yang ditinjau sebesar 130 detik maka dengan besar tundaan 1 menit 47
detik, kendaraan hanya terkena 1 kali lampu merah untuk bisa melewati simpang
bersinyal tersebut.
2) Pengaruh penerapan ATCS sebagai bus priority system terhadap pengoperasian Bus
Trans Jogja
a) Dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 1, 2, dan 3, waktu perjalanan rata-
rata berhasil diturunkan sebesar 28%, 29% dan 37%. Semakin sedikit waktu tempuh
yang dibutuhkan, semakin baik kinerja dari rute Bus Trans Jogja tersebut. Dengan
waktu tempuh yang semakin singkat maka rute tersebut semakin efisien.
b) Dengan adanya penerapan ATCS pada skenario 1, 2, dan 3, tundaan perjalanan rata-
rata yang terjadi berhasil diturunkan sebesar 35%, 34%, dan 67%. Dengan tundaan
perjalanan yang semakin kecil maka ketepatan waktu keberangkatan pada rute
tersebut akan semakin tinggi.
c) Dengan penerapan skenario 3 dicapai kondisi optimal ditunjukkan dengan
penurunan tundaan perjalanan rata-rata yang cukup optimal dengan besar tundaan
perjalanan pada masing-masing rute lebih kecil dari 15 menit sehingga headway
yang terjadi lebih kecil dari 15 menit dan jadwal berangkat menjadi tepat waktu dan
besar waktu perjalanan kurang dari 25 menit atau jauh dari batas maksimum dari
rata-rata waktu perjalanan yang tercantum pada Standar Pelayanan Angkutan Umum
di Indonesia menurut SK Dirjen 687/2002, yaitu sebesar 1 jam.
3) Penerapan ATCS sebagai bus priority system menghasilkan kinerja dari simpang
bersinyal dan Bus Trans Jogja menjadi semakin baik dengan semakin berkurangnya
jumlah titik-titik kritis kemacetan yang terjadi sehingga besar tundaan perjalanan yang
terjadi juga semakin berkurang.
4) Pada kondisi mixed traffic, penerapan ATCS bisa berfungsi optimal jika penempatan
posisi penerapan ATCS dilakukan dengan lebih teliti dan disesuaikan dengan kondisi
lalu lintas yang terjadi pada jaringan jalan tersebut.

B. Saran
Saran yang dapat direkomendasikan antara lain:
1) Pada penelitian ini tidak dilakukan pemodelan dengan mensimulasikan pergerakan
sepeda motor karena keterbatasan alat bantu yang digunakan sehingga harus dilakukan
kalibrasi dan validasi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan pemodelan
yang bisa mensimulasikan pergerakan sepeda motor dalam lalu lintas sehingga kondisi
pemodelan semakin mendekati kondisi yang sesungguhnya terjadi di lapangan.
2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan manajemen lalu lintas lain yang lebih
optimal dalam memprioritaskan angkutan umum dalam sistem pergerakan dengan
memperhitungkan dampaknya terhadap kinerja jaringan jalan tersebut, seperti dengan
memberikan jalur khusus bus atau busway pada simpang dengan lalu lintas yang sudah
jenuh sehingga penerapan ATCS dengan kondisi mixed traffic sudah tidak berjalan
dengan efektif.
20

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002, Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 687 Tahun
2002, Tentang Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga, Jakarta,.

Harries, S., 1976, State-of-the-art review of Urban Transportation Concepts and Public
Attitudes, US Department of Transportation, Washington.

Hehakaya, A.T., 2013, Pemodelan Lalu Lintas Persimpangan Bersinyal di Provinsi DKI
Jakarta dengan Program AIMSUN versi 6.1. (Studi Kasus : Persimpangan Jalan
Gatot Soebroto Jalan HR. Rasuna Said), Tesis, Magister Sistem dan Teknik
Transportasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hidayati, L., 2011, Modelling and Analysis of Bus Priority Implementation Using Aimsun
6.1., Tesis, Magister Sistem dan Teknik Transportasi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Ilahi, A. 2013, Mikrosimulasi Penerapan Trans Jogja Busway dan Trans Jogja Area Traffic
Control System (ATCS). Tesis, Magister Sistem dan Teknik Transportasi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Khisty. C.J, Kent L.B, 2005, Transportation Engineering, An Introduction/Third
Edition.Published by Pearson Education.

Maulana, D., 2011, Pengaruh Penempatan Sensor pada Jaringan Jalan Bebas Hambatan
Dalam Simulator AIMSUN Untuk Kualitas Kebijakan Pengukuran Durasi Waktu
Lampu Hijau, Tesis, Magister Teknik, Universitas Indonesia, Jakarta.

Noor, M., 2007, Studi Area Traffic Control System (ATCS) Pada Persimpangan di Kota
Malang (Jalan A. Yani - L.A.Sucipto Borobudur), Tugas Akhir, Jurusan Teknik
Sipil, Universitas Muhammadiyah Malang.

Salim, H.A. Abbas, 2012, Manajemen Transportasi, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta.

Tamin, Ofyar Z., 2000, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung.

Transport Simulation System (TSS), 2010, Microsimulator and Mesosimulator Aimsun 6.1.,
Barcelona.

Transport Simulation System (TSS), 2010, Users Manual Aimsun 6.1., Barcelona.

Zega, M., 2013, Analisa koordinasi Sinyal Antar Simpang (Studi kasus: Jalan Jamin Ginting
Jalan Pattimura Jalan Mongonsidi), Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil,
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Anda mungkin juga menyukai