Anda di halaman 1dari 21

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Manajemen dari usaha angkutan menghadapi pilihan yang sangat luas dalam hal
penentuan harga dan rencana operasi,walaupun sering pilihan-pilihan ini dibatasi oleh
peraturan pemerintah. Pilihan-pilihan ini antara lain ialah operasi pada rute yang tetap
atau tidak, operasi dengan penjadwalan yang tetap atau tergantung pada kebutuhan,
ukuran kendaraan yang akan dioperasikan, jenis lalu-lintas yang akan dilayani
(terutama dalam transport muatan barang), dan harga atau tarif yang akan ditarik
(Morlok, 1998).

Khisty, C. Jotin & B. Kent Hill (2003), menyatakan bahwa pelayanan angkutan
umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan jenis rute dan
perjalanan yang dilayaninya:

1. Angkutan jarak pendek ialah pelayanan kecepatan rendah di dalam kawasan


sempit dengan densitas perjalanan tinggi, seperti kawasan perdagangan utama
(central business district-CBD).
2. Angkutan kota, yang merupakan jenis yang paling lazim, melayani orang-orang
yang membutuhkan transportasi di dalam kota.
3. Angkutan regional melayani perjalanan jauh, berhenti beberapa kali, dan
umumnya memiliki kecepatan tinggi. Sistem kereta api cepat dan bus ekspres
termasuk ke dalam kategori ini.
Neumann, Marika (2006) menjelaskan bahwa perencanaan tarif sangat dibutuhkan
dalam transportasi umum karena tarif adalah salah satu instrumen penting dalam
meningkatkan keuntungan dari sistem transportasi publik. Desain tarif dapat
mempengaruhi jumlah penumpang dan pendapatan dari sistem transportasi umum
tersebut.

commit to6 user


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id7

Abbas, Salim (1998) dalam Manajemen Transportasi menyatakan bahwa biaya


adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untuk penetapan tarif, alat kontrol
agar dalam pengoperasiannya mencapai tingkat efektivitas dan efisien.

Black (1995) beberapa varibel yang berkaitan dengan karakteristik penumpang


angkutan umum ialah:
1. Umur Penumpang
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
4. Jenis Pekerjaan/profesi
5. Tingkat Pendapatan
6. Alasan dan Tujuan Perjalanan
7. Waktu Perjalanan
8. Land Use Asal dan Tujuan Penumpang
9. Frekuensi Per Minggu Penumpang

Krisnanto (2014), melakukan penelitian tentang Evaluasi Tarif Berdasarkan Biaya


Operasional Kendaraan (BOK), Ability to Pay (ATP), Willingness to Pay (WTP),
dan Analisis Break Even Point (BEP) Bus Batik Solo Trans (Studi Kasus: Koridor 2).
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi tarif BRT di Surakarta dengan
beberapa metode, di mana survei dilakukan terhadap pengguna jasa Batik Solo Trans,
yang berkesimpulan bahwa pada skenario 1, penghitungan BOK menurut metode
DepHub Rp. 5.312,90, menurut metode DLLAJ Rp. 5.214,86, menurut metode
FSTPT Rp. 4.820,28. Sedangkan pada skenario 2, penghitungan BOK menurut
metode DepHub Rp. 4.614,37, menurut metode DLLAJ Rp. 4.516,33, menurut
metode FSTPT Rp. 4.121,75. Pada skenario 2 terjadi penurunan sebesar 13 – 14 %
dibanding skenario 1. Kondisi ini menunjukkan bahwa tarif yang berlaku pada saat
penelitian dilaksanakan sebesar Rp. 2.000,- untuk pelajar dan Rp. 3.500 untuk umum
masih di bawah dengan nilai BOK.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id8

Setyanto (2002), melakukan penelitian tentang Analisis Biaya dan Tarif Angkutan
Umum Paska Kenaikan Bahan Bakar (Studi Kasus pada Angkutan Umum di Wilayah
Surakarta). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tarif yang
semestinya berlaku terhadap Biaya Operasional Kendaraan (BOK) saat harga
premium Rp. 700, Rp. 1.100, dan Rp. 1.450 (tarif yang berlaku saat penelitian), yang
berkesimpulan bahwa BOK pada kondisi break even point sebesar Rp. 625,
berdasarkan daya beli penumpang sebesar Rp. 912,33, dan sebesar Rp. 1.142,12
apabila fasilitas ditingkatkan. Tarif yang berlaku sebesar Rp. 900,-, sehingga tarif
yang berlaku masih sesuai dengan rentangan tarif sebesar Rp.625,- Rp. 912,33,- dan
masih dimungkinkan menaikkan tarif hingga batas daya beli penumpang. Sedangkan
pada penelitian ini akan mengkaji tentang tarif angkutan umum berdasarkan dari
profesi seseorang dalam menggunakan moda transportasi tersebut dengan
memperhatikan kawasan dan profesi dengan menggunakan metode ATP, dan WTP.

Yuliana (2002), melakukan penelitian tentang Penentuan Tarif Angkutan Umum


Kereta Api (Studi Kasus K.A. Prambanan Ekspres Solo-Jogja). Penelitian tersebut
bertujuan untuk mengetahui apakah tarif resmi yang ditetapkan pemerintah dapat
memenuhi biaya operasi dan masih memberikan keuntungan bagi perusahaan kereta
api, dan apakah masih sesuai dengan daya beli penumpang. Penelitian tersebut
berkesimpulan bahwa tarif yang berlaku sebesar Rp.3.000,- berada di bawah tarif
berdasarkan perhitungan BOK Rp.3.208,61, berdasarkan ATP Rp.3.084,16, dan
berdasarkan WTP Rp.4.167,64, dimana untuk perhitungan WTP kurang sesuai
apabila berdasarkan asumsi peningkatan fasilitas, karena perhitungan BOK
berdasarkan kondisi eksisting. Hal ini menunjukkan bahwa tarif yang berlaku masih
dapat dinaikkan sampai dengan batas ATP dan selisih antara batas ATP dan BOK
menjadi beban pemerintah. Sedangkan pada penelitian ini akan mengkaji tarif
angkutan Bus BST berdasarkan ATP dan WTP

Saputra (2015), dalam jurnalnya melakukan penelitian tentang Analisis Tarif dan
Penambahan Demand Batik Solo Trans Koridor 2 Berdasarkan Estimasi Penambahan
Demand Mahasiswa UNS Menggunakan Metode Ability to Pay (ATP), Willingness to

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id9

Pay (WTP), dan Biaya Operasional Kendaraan (BOK). Berdasarkan penelitian


tersebut diketahui bahwa potensi penambahan demand dari mahasiswa UNS terhadap
BST koridor 2 dapat mengurangi tingginya nilai BOK. Potensi penambahan demand
mahasiswa UNS terhadap koridor 2 adalah 9.554 perjalanan selama 5 hari kerja.
Angka tersebut jika dikonversikan ke dalam satuan per rit dalam sehari adalah 11
penumpang. Dari penelitian tersebut diperlukan pengembangan yaitu tidak hanya
pada lingkup kampus UNS saja, tetapi pada sepanjang wilayah koridor pelayanan
Batik Solo Trans.

Triyanto (2008), melakukan penelitian mengenai Analisis Tarif Angkutan Umum


Berdasarkan Biaya Operasi Kendaraan (Studi Kasus Rencana Penerapan Bus Rapid
Tansit Surakarta). Penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan tarif BRT di
Surakarta dengan beberapa metode, yang berkesimpulan bahwa tarif berdasarkan
BOK pada load factor eksisting sebesar Rp. 5.445,649 berada di atas nilai ATP
sebesar Rp. 2.202,-. Sedangkan pada penelitian ini akan mengkaji tentang analisis
penambahan demand pada bus BST khususnya koridor 2 di Surakarta dan juga
menganalisa ATP dan WTP.

Penelitian yang akan dilaksanakan memiliki kesamaan dari metode yang akan
digunakan dalam menganalisis penambahan demand dan analisis Ability To Pay
(ATP) dan Willingness To Pay (WTP) dari penelitian sebelumnya. Sedangkan,
perbedaan penelitian terdapat pada kawasan yang ditinjau sebagai lokasi untuk
pengambilan data. Dalam penelitian yang akan dilaksanakan, data yang di peroleh
adalah data dari kawasan pemukiman yang masuk dalam radius rute pelayanan BST
koridor 2.

commit to user
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.1 Penelitian yang Mendukung


Peneliti Tujuan Metode Hasil
Albertus Ryan K. Evaluasi Tarif Bus Ability To Pay (ATP) Nilai load factor dari
(2014) Batik Solo Trans & Willingness To Pay Batik Solo Trans
Berdasarkan Metode (WTP) dan Biaya Koridor 2 masih
Dishub, DLLAJ dan Operasional berada di bawah
FSTPT Koridor 2 Kendaraan (BOK) rencana

Aditya Krisnanda Analisis Tarif dan Ability To Pay (ATP) -Potensi penambahan
Bagus S. (2015) Penambahan Potensi & Willingness To Pay demand mahasiswa
Demand Batik Solo (WTP) dan Biaya UNS terhadap koridor
Trans Koridor 2 Khusus Operasional 2 sebesar 9.554
Mahasiswa Universitas Kendaraan (BOK) perjalanan selama 5
Sebelas Maret hari kerja.
Menggunakan Metode -ATP
Ability To Pay, Rp. 2.850
Willingness To Pay dan -WTP
BOK Rp. 2.500

Reza alviano (2015) Menganaisis potensi Ability To Pay (ATP) Penambahan potensi
demand, kemapuan dan & Willingness To Pay demand mahasiswa
kemauan civititas (WTP) dan Biaya UNS terhadap koridor
akademika UNS dalam Operasional 1 adalah 21 rit perhari
membayar tiket BST Kendaraan (BOK)
koridor 1

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Pengertian Angkutan Umum

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1993 Tentang


Angkutan Jalan, angkutan umum adalah pemindahan orang dan/atau barang dari
suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan bermotor yang
disediakan untuk dipergunakan untuk umum dengan dipungut bayaran. Sedangkan
pengertian umum disini adalah penumpang atau orang secara umum, tidak
membedakan strata sosial, umur, jenis kelamin, dan lain sebagainya. Siapapun boleh

commit to user
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

menaiki angkutan umum asal mampu membayar ongkos sesuai rute yang ditempuh
ke tempat yang dituju.

Menurut Warpani (1990) angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang


yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar dan tujuan diselenggarakannya
angkutan umum adalah memberikan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi
masyarakat.

Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa, angkutan umum
merupakan seluruh alat transportasi saat berpergian tidak menggunakan kendaraan
pribadi yang dimanfaatkan untuk mengangkut barang atau orang dari satu tempat ke
tempat lain, baik disediakan oleh pribadi, swasta, atau pemerintah, yang dapat
digunakan oleh siapa saja dengan cara membayar atau sewa. Keberadaan angkutan
umum ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya bagi golongan masyarakat
yang tidak dapat memfasilitasi pergerakannya dengan angkutan pribadi agar dapat
mempermudah melakukan aktivitas berpindah tempat.

Moda angkutan umum menurut kapasitas angkutannya dapat dikelompokkan menjadi


dua golongan, yaitu:

a. Transit
Angkutan umum dengan daya angkut menengah dan besar, dengan jadwal
serta rute yang pasti. Contoh dari jenis ini adalah bus regular, bus patas, trolly
bus, dan busway.
b. Paratransit
Paratransit atau sering kita sebut transportasi informal merupakan moda
transportasi yang pelayanannya disediakan oleh operator dan dapat digunakan
oleh setiap orang dengan kesepakatan diantara penumpang dan pengendara,
dengan menyesuaikan keinginan dari pengguna. Pergerakan moda Paratransit
memiliki rute dan jadwal yang dapat dirubah sesuai pengguna perorangan
lebih tertuju sebagai demand responsive. Contohnya seperti : taxi, becak, ojek,
dll.

commit to user
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

2.2.2. Batik Solo Trans (BST)

Batik Solo Trans (BST) memiliki sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) yang
mulai beroperasi di Surakarta pada Bulan September 2010. Adapun tujuan
pengoperasian BST adalah:

1. Peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum di Kota Surakarta.


2. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan beralih ke moda angkutan
umum.
3. Mengurangi tingkat polusi udara, kemacetan, kecelakaan.

Manfaat yang diharapkan bisa didapatkan melalui BST ini, diantaranya :


1. Meningkatkan daya tarik angkutan umum, sehingga pada giliran selanjutnya
akan terjadi perpindahan moda dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
2. Meningkatkan efisiensi penggunaan energi.
3. Meningkatkan aksesibilitas Kota Surakarta terhadap wilayah lain.
4. Mempercepat pertumbuhan dan perkembangan Kota Surakarta di segala bidang,
dalam rangka menuju kota pariwisata, perdagangan, budaya dan kota olah raga

2.2.3. Koridor

Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada Bab I
Ketentuan Umum mendefinisikan bahwa koridor adalah lintasan kendaraan umum
atau rute untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus yang mempunyai
asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan terjadwal.

Dishubkominfo kota Surakarta, BST telah dioperasikan dalam 8 koridor, yaitu:


1. Koridor 1 (Bandara Adisoemarmo-Palur)
Bandara Adi Sumarmo – Terminal Kartasura – Pabelan – Gladag – Balai Kota
Solo – RSUD Moewardi – Pasar Gede – Pusat Grosir Solo – Jalan Kapten
Mulyadi – Jalan Veteran – Lotte Mart – Baron – Gendengan – Purwosari –
Pabelan – Terminal Kartasura – Bandara Adi Sumarmo.

commit to user
library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

2. Koridor 2 (Kartasura-Palur)
Terminal Kartasaura – Pabelan – Jalan Slamet Riyadi – Lapangan Kota Barat –
Monumen Pers – Stasiun Balapan – SMAN 1 Surakarta – RSUD Moewardi –
Kampus UNS – Palur.
3. Koridor 3 (Palur-Kartasura) via Pasar Klewer
Terminal Palur – Taman Jurug – Belakang Kampus UNS – RSUD Moewardi –
Pasar Gede – Gladag – Klewer – Coyudan – Jongke – Makam Haji – Terminal
Kartasura.
4. Koridor 4 (Kartasura-Solo Baru)
Terminal Kartasura – Colomadu – Manahan – Mall Paragon – Monumen Pers –
Novotel – Tipes – Gemblegan – Gading – Joyotakan – Bundaran Solo Baru –
Grogol – Gading – Gemblegan – Nonongan – Gladag – Mangkunegaran – RS
PKU – Mall Paragon – Manahan – Colomadu – Terminal Kartasura.
5. Koridor 5 (Mojosongo-Solo Baru)
Mojosongo – RS Dr Oen Kandang Sapi – Pasar Gede – Pusat Grosir Solo – Jalan
Kapten Mulyadi – Gading – Gemblegan – Bundaran Solo Baru – Gemblegan –
Gading – Jalan Kapten Mulyadi – Loji Wetan – Telkom – Balai Kota Solo –
Pasar Gede – RS Dr Oen Kandang Sapi – Mojosongo.
6. Koridor 6 (Kadipiro-Semanggi)
Subterminal Kadipiro – Jalan Kolonel Sugiono – Terminal Tirtonadi – Gilingan–
Stasiun Balapan – Monumen Pers – Novotel – Tipes – Gemblegan – Gading –
Jalan Kyai Mojo – Subterminal Semanggi – Jalan Kyai Mojo – Gading –
Gemblegan – Tipes – Jalan Honggowongso – Jalan Dr Rajiman – Bundaran
Baron – Sriwedari – Novotel – Monumen Pers – Stasiun Balapan – Gilingan
Tirtonadi – Jalan Kolonel Sugiono – Subterminal Kadipiro.
7. Koridor 7 (Palur-Solo Baru)
Terminal Palur – Kampus UNS – Perempatan Sekarpace – Jagalan – Warung
Pelem – Gladag – Kampung Baru – Nonongan – Gemblegan – Gading –
Joyotakan – Bundaran Solo Baru – Joyotakan – Gading – Gemblegan –

commit to user
library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Nonongan – Gladag – Pasar Gede – Jagalan – Sekarpace – Kampus UNS –


Terminal Palur.
8. Koridor 8 (Palur-Kartasura)
Terminal Kartasura – Colomadu – Manahan – Jalan MT Haryono – Jalan Ahmad
Yani – Terminal Tirtonadi – Gilingan – SMAN 1 Surakarta – Panggung – RS Dr
Oen Kandang Sapi – Pedaringan – Belakang Kampus UNS – Jurug – Terminal
Palur.

2.2.4. Demand

Saputra, Aditya Krisnanda Bagus (2015), Demand atau dalam Bahasa Indonesia
disebut permintaan adalah sejumlah barang atau jasa yang dibeli pada suatu harga dan
waktu tertentu. Demand berkaitan dengan keinginan konsumen akan suatu barang
atau jasa yang ingin dipenuhi.

Berdasarkan hukum permintaan disebutkan bahwa semakin turun tingkat harga,


maka semakin banyak jumlah barang/jasa yang tersedia diminta dan sebaliknya
semakin naik tingkat harga semakin sedikit jumlah barang/jasa yang bersedia
diminta. Oleh karena itu dalam meningkatkan demand diperlukan suatu tingkat harga
yang sesuai dengan kemampuan konsumen dalam membeli barang atau jasa tersebut.

Dalam transportasi juga dikenal istilah demand atau permintaan transportasi. Demand
transportasi adalah besarnya jumlah jasa transportasi yang dibutuhkan untuk
mengangkut manusia atau barang dari dan ke suatu lokasi/wilayah. Untuk mengetahui
berapa jumlah permintaan akan jasa angkutan yang sebenarnya (actual demand),
perlu diperhatikan beberapa hal berikut:

1. Pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk suatu daerah akan membawa pengaruh terhadapjumlah
yang dibutuhkan.
2. Pembangunan wilayah dan daerah

commit to user
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Dalam rangka pemerataan pembangunan dan penyebaran penduduk diseluruh


daerah, transportasi sebagai sarana dan prasarana penunjang untukmemenuhi
kebutuhan akan jasa angkutan harus dilakukan sejalandengan program
pembangunan guna memenuhi kebutuhan tersebut.
3. Industrialisasi
Proses industrialisasi di segala sektor ekonomi dewasa ini yang
merupakanprogram pemerintah untuk pemerataan pembangunan akan
membawadampak terhadap jasa transportasi yang diperlukan.
Permasalahannyaadalah sampai seberapa jauh penyediaan jasa angkutan
tersebutdapat dipengaruhi, sebab banyak faktor yang mempengaruhi
seperti:peralatan yang dioperasikan, masalah teknis alat angkut yang
digunakan,jumlah alat angkut yang tersedia, masalah pengelolaan perangkutan
(segimenajemen operasional), jasa-jasa angkutan merupakan jasa slow
yielding(hasilnya lambat), sedangkan biaya investasi dan biaya
pemeliharaanbesar.
4. Penyebaran penduduk
Penyebaran penduduk ke seluruh daerah merupakan salah satu faktor demand
yang menentukan banyaknya jasa-jasa angkutan disediakan,harus diperhatikan
pula keamanan, ketepatan, keteraturan,kenyamanan dan kecepatan yang
dibutuhkan oleh pengguna jasatransportasi.
5. Analisis dan proyeksi akan permintaan jasa transportasi
Sehubungan dengan faktor-faktor tersebut diatas, untuk memenuhipermintaan
akan jasa transportasi, perlu dilakukan perencanaan transportasiyang mantap dan
terarah, agar dapat menutupi kebutuhan akan jasaangkutan yang diperlukan oleh
masyarakat pengguna jasa. Analisis danproyeksi sangat diperlukan untuk
mengetahui berapa permintaan(demand analysis) yang dibutuhkan.

commit to user
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

2.2.5. Demand Koridor

Permintaan sejumlah barang atau jasa yang di beli pada harga dan waktu tertentu
dengan menggunakan kendaraan umum seperti bus yang memiliki asal dan tujuan
lokasi yang tetap dan memperhitungkan waktu perjalanan yang terjadwal dan
memiliki jarak pelayanan rute yaitu 400 meter di kanan dan 400 meter di kiri ruas
jalan. Jarak terjauh yang mampu di lalui oleh seorang pejalan kaki untuk mencapai
sebuah halte adalah 400 meter. Hal ini sesuai dengan standar kualitas pelayanan jalan
(Dinas Perhubungan, 1996), di mana jarak standar yang ditetapkan adalah 300 m –
500 m.

Gambar 2.1 Area Survei 400 m di Kiri dan Kanan Ruas Jalan

2.2.6. Survei Asal Tujuan

Survei asal tujuan atau dalam bahasa Inggris disebut Origin-destination survey adalah
survei yang mempelajari pola perjalanan dengan mempelajari asal dan tujuan
perjalanan yang digunakan sebagai sumber informasi utama dalam
proses perencanaan transportasi. Ada 2 metode dalam melakukan survei asal tujuan,
yaitu:

commit to user
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

1. Survei Wawancara Rumah Tangga (Home Interview Survey)

Home interview survey merupakan survei untuk mengumpulkan data perjalanan


yang dilakukan setiap anggota keluarga pada hari yang normal. Hari normal
adalah hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis. Data survei yang dikumpulkan yaitu:
 Jumlah anggota keluarga
 Jumlah pemilikan kendaraan
 Pekerjaan anggota keluarga
 Tingkat pendapatan keluarga
 Waktu perjalanan dilakukan
 Perincian perjalanan setiap anggota keluarga, antara lain:
1. Jumlah perjalanan yang dilakukan setiap anggota keluarga.
2. Asal- tujuan perjalanan setiap anggota keluarga.
3. Moda yang digunakan dalam setiap perjalanan.

2. Survei Wawancara Tepi Jalan (Road Side Interview)

Road side interview merupakan survei untuk mengumpulkan informasi perjalanan


yang dilakukan masyarakat yang melakukan perjalanan dengan menggunakan
kendaraan pribadi atau angkutan umum. Survei dilakukan pada hari normal yaitu hari
Senin, Selasa, Rabu dan Kamis. Data survei yang dikumpulkan yaitu:
 Jumlah penumpang
 Tingkat pendapatan
 Asal-tujuan setiap penumpang
 Maksud perjalanan
 Waktu perjalanan

2.2.7. Analisis Potensi Demand

Analisis potensi demand merupakan analisis untuk mengetahui jumlah calon


penumpang BST yang bisa beralih dari kendaraan pribadi ke BST (Reza Alfiano,

commit to user
library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

2015). Analisis potensi demand diperlukan untuk mengetahui penambahan


penumpang dari fungsi guna lahan pemukiman yang bisa dikembangkan oleh BST
koridor 2.

Potensi penambahan demand didapat dari:

Total penambahan demand = % potensi demand x populasi awal (2 - 1)

2.2.8. Ability To Pay

Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan
yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal (O.Z. Tamin, 1999).
Pendekatan yang digunakan dalam analisis ATP didasarkan pada alokasi biaya untuk
transportasi dan intensitas perjalanan pengguna. Besar ATP adalah rasio anggaran
untuk transportasi dengan intensitas perjalanan. Besaran ini menunjukkan
kemampuan masyarakat dalam membayar ongkos perjalanan yang dilakukannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ATP adalah :

1. Penghasilan keluarga per bulan


Bila pendapatan total keluarga semakin besar, tentunya semakin banyak uang
yang dimilikinya sehingga akan semakin besar alokasi biaya transportasi yang
disediakannya.

2. Alokasi biaya transportasi


Semakin besar alokasi biaya transportasi yang disediakan sebuah keluarga, maka
secara otomatis akan meningkatkan kemampuan membayar perjalanannya,
demikian pula sebaliknya.

3. Intensitas perjalanan
Semakin besar intensitas perjalanan keluarga tentu akan semakin panjang pula
jarak (panjang) perjalanan yang ditempuhnya maka akan semakin banyak alokasi
dana dari penghasilan keluarga per bulan yang harus disediakan.

commit to user
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

4. Jumlah anggota keluarga


Semakin banyak jumlah anggota keluarga tentunya akan semakin banyak
intensitas perjalanannya, semakin panjang jarak yang ditempuhnya dan secara
otomatis akan semakin banyak alokasi dana dari penghasilan keluarga per bulan
yang harus disediakan.

Untuk menganalisis kemampuan membayar dari masyarakat pada dasarnya dilakukan


dengan pendekatan travel budget, dengan asumsi bahwa setiap keluarga akan selalu
mengalokasikan sebagian dari penghasilannya untuk kebutuhan akan aktivitas
pergerakan, baik yang menggunakan kendaraan pribadi maupun yang menggunakan
angkutan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi Ablility to Pay dapat dijelaskan
pada Gambar 2.2.

Penghasilan
keluarga per bulan

Alokasi biaya
transportasi
ABILITY TO PAY
Intensitas (ATP)
perjalanan

Jumlah anggota
keluarga

Gambar 2.2. Faktor-Faktor ATP

Besarnya biaya perjalanan atau tarif merupakan salah satu pertimbangan masyarakat
dalam memilih moda angkutan untuk memenuhi kebutuhannya. Jika tarif yang harus
dibayar mempunyai proporsi yang besar dari tingkat pendapatannya maka masyarakat
akan memilih moda yang lebih murah, tetapi jika tidak ada pilihan lain maka ia akan
menggunakan moda tersebut secara terpaksa. Secara eksplisit tampak bahwa
pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi daya beli atas jasa pelayanan
angkutan umum. Selanjutnya diperhitungkan persentase alokasi dana untuk
transportasi untuk setiap keluarga dari total pendapatannya. Setelah dilakukan

commit to user
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

perhitungan terhadap persentase alokasi biaya transportasi keluarga, maka kemudian


diperhitungkan ATP tiap keluarga.

Dengan menggunakan metode household budget dapat dicari besaran ATP. Ada dua
besaran ATP yaitu :

𝐼𝑡.𝑃𝑝 .𝑃𝑡
𝐴𝑇𝑃𝑈𝑚𝑢𝑚 = (2 – 2)
𝑇𝑡

Dimana :
It = Total pendapatan keluarga per bulan (Rp/Kel/Bulan)
Pp = Persentase pendapatan untuk transportasi perbulan dari total pendapatan
keluarga
Pt = Persentase untuk angkutan dari Pendapatan transportasi keluarga per bulan

Tt = Total panjang perjalanan keluarga per bulan per trip (trip/kel/bulan)

𝐼𝑟𝑠 .𝑃𝑝 .𝑃𝑡


𝐴𝑇𝑃𝑟𝑒𝑠𝑝 /𝑡𝑟𝑖𝑝 = (2 – 3)
𝑇𝑟𝑠

Dimana :
ATPresp = ATP responden berdasarkan jenis pekerjaan (Rp/Resp/Trip)
Irs = Pendapatan responden per bulan (Rp/bulan)
Pp = Persentase pendapatan untuk transportasi per bulan dari Pendapatan
responden
Pt = Persentase untuk angkutan dari Pendapatan untuk transportasi
Trs = Total panjang perjalanan per bulan per trip (Trip/Resp/bulan)
Dengan menggunakan metode travel cost individual ATP yang dapat diterima oleh
pengguna jasa, adalah :
𝐼𝑐.%𝑇𝐶
𝐴𝑇𝑃𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢𝑎𝑙 = (2 – 4)
𝐷

Dimana :
Ic = Penghasilan
%TC = Persentase dari penghasilan untuk travel cost

commit to user
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

D = Frekuensi perjalanan

2.2.9. Willingness To Pay

Willingness To Pay (WTP) adalah kemauan pengguna mengeluarkan imbalan atas


jasa yang telah diterimanya (O.Z.Tamin, 1999). Pendekatan yang digunakan dalam
analisis WTP didasarkan atas persepsi pengguna terhadap tarif dan jasa pelayanan
angkutan umum tersebut. Dalam permasalahan transportasi WTP dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah:

1. Produk yang ditawarkan/disediakan


Apabila produk yang ditawarkan/disediakan oleh operator jasa pelayanan
transportasi semakin banyak jumlah armada angkutan yang melayani tentunya
lebih menguntungkan pihak pengguna.

2. Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan


Dengan produksi jasa angkutan yang besar, maka tingkat kualitas pelayanan akan
lebih baik, dengan demikian dapat dilihat pengguna tidak berdesak-desakan
dengan kondisi tersebut tentunya konsumen dapat membayar yang lebih besar.

3. Utilitas atau maksud pengguna terhadap angkutan tersebut


Jika manfaat yang dirasakan konsumen semakin besar terhadap suatu pelayanan
transportasi yang dirasakannya tentunya semakin besar pula kemauan membayar
terhadap tarif yang berlaku, demikian sebaliknya jika manfaat yang dirasakan
konsumen rendah maka konsumen akan enggan untuk menggunakannya, sehingga
kemauan membayarnya pun akan semakin rendah.

4. Penghasilan pengguna
Apabila seseorang mempunyai penghasilan yang besar maka tentunya kemauan
membayar tarif perjalanannya semakin besar hal ini disebabkan oleh alokasi biaya
perjalanannya lebih besar, sehingga akan memberikan kemampuan dan kemauan
membayar tarif perjalanannya semakin besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Willingness to Pay dijelaskan pada Gambar 2.4.

commit to user
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Produk yang di
tawarkan

Kualitas dan kuantitas


pelayanan
WILLINGNESS TO PAY
(WTP)
Utilitas atau maksud
pengguna

Penghasilan keluarga
per bulan

Gambar 2.3. Faktor-faktor WTP


Nilai WTP yang diperoleh dari masing-masing responden yaitu berupa nilai
maksimum rupiah yang bersedia dibayarkan oleh responden untuk tarif angkutan jasa
bus, diolah untuk mendapatkan nilai rata-rata (mean) dari nilai WTP tersebut, dengan
rumus :

1
𝑀𝑊𝑇𝑃 = 𝑛 𝑖=1 𝑛 𝑊𝑇𝑃𝑖 (2 – 5)

Dimana :
MWTP = Rata-rata WTP
n = Ukuran sampel
WTPi = Nilai WTP maksimum responden ke i

commit to user
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

Prosentase response yang memiliki ATP dan WTP tertentu

Gambar 2.4. Kurva ATP dan WTP

Pelaksanaan dalam menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya ATP dan
WTP, kondisi tersebut dapat berupa:

1. ATP lebih besar dari WTP


Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan membayar lebih besar daripada
keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai
penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif
rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders.

2. ATP lebih kecil dari WTP


Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi yang diutarakan sebelumnya
dimana keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar
daripada kemampuan membayarnya. Hal ini mungkin terjadi bagi pengguna
yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa
angkutan sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa
tersebut relatif lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna
disebut captive riders.

3. ATP sama dengan WTP


Kondisi ini menunjukkan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar
jasa tersebut adalah sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas
pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut.

commit to user
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek utama dalam
sistem angkutan umum. Aspek-aspek tersebut adalah:

1. Pengguna (User);
2. Operator;
3. Pemerintah (Regulator)

Rekomendasi kebijakan penentuan tarif angkutan umum berdasarkan analisis


perbandingan ATP dan WTP dapat dilakukan dengan penerapan prinsip berikut ini,
yaitu:

1. Karena WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, bila nilai
WTP masih dibawah ATP, maka masih dimungkinkan menaikkan nilai tarif
dengan perbaikan tingkat pelayanan angkutan umum.

2. Karena ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, maka besaran tarif
angkutan umum yang diberlakukan tidak boleh melebihi nilai ATP kelompok
sasaran.

3. Intervensi/campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi langsung atau silang


dibutuhkan pada kondisi dimana besaran tarif angkutan umum yang berlaku lebih
besar dari ATP, hingga didapat besaran tarif angkutan umum maksimum sama
dengan nilai ATP.

2.2.10. Teknik Sampling

Sampel adalah sekumpulan unit yang merupakan bagian dari populasi dan dipilih
untuk merepresentasikan seluruh populasi. Pengambilan sampel membantu
mengalokasikan sumber daya yang terbatas. Desain tersebut bertujuan untuk
memperoleh data yang representatif/mewakili populasi, di mana hal ini mendukung
penentuan besar sampel. Tujuan tahap desain sampel adalah menentukan spesifikasi
kualitatif dan kuantitatif dari tata cara cara pengambilan sampel pada saat survei
dilaksanakan. Sasaran terakhir tahapan desain sampel adalah teknik pengambilan
sampel dan besar sampel. Tahap pengambilan sampel antara lain:

commit to user
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

a. Target Populasi
Target populasi adalah kumpulan objek yang dilengkapi tempat informasi atau
data yang akan dikumpulkan. Dalam hal ini elemen-elemen dasar dari kumpulan
objek yang dimaksud dapat saja berupa orang, kendaraan, daerah geografis,
ataupun objek-objek lainnya. Target populasi ditentukan berdasarkan tujuan
survei.
b. Unit Sampling
Unit sampling adalah suatu unit yang akan digunakan sebagai dasar bagi
penentuan besar sampel. Suatu populasi pada dasarnya terbentuk dari
sekumpulan elemen-elemen individu yang membentuknya. Unit sampel pada
umumnya merupakan pengelompokan dari elemen populasi.
c. Metode Penarikan Sampel
Tujuan penarikan sampel adalah mendapatkan sampel dari populasi agar sampel
tersebut representatif atau mewakili populasi. Atas pertimbangan bahwa sampel
yang diambil digunakan untuk merepresentasikan seluruh populasi, maka
penentuan cara yang tepat dalam menarik sampel menjadi penting. Ditinjau dari
metode penarikan sampel dari suatu populasi dikenal beberapa cara yaitu:
- Pengambilan Sampel Acak
Pada sampel acak, pengambilan sampel dilakukan secara acak (dengan
metode angka acak tertentu) dari seluruh populasi yang ada.
Ciri utama sampling ini adalah setiap unsur dari keseluruhan populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih.
- Pengambilan Sampel Acak Berstrata
Pada sampel acak berstrata pengambilan sampel berdasarkan informasi awal
berkaitan dengan sertifikasi dari populasi. Dalam hal ini pengambilan sampel
pada setiap sertifikasi dilakukan secara acak, sama halnya seperti yang
dilakukan pada pengambilan sampel acak. Teknik ini digunakan apabila
populasinya heterogen atau terdiri atas kelompok-kelompok yang bertingkat,
misalnya menurut usia, pendidikan, penghasilan.

commit to user
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

- Pengambilan Sampel Klaster


Pada teknik ini total populasi dibagi menjadi sekumpulan kelompok sampel.
Selanjutnya masing-masing kelompok ditarik sampelnya secara acak. Teknik
ini digunakan untuk membedakan jumlah sampel setiap area.
- Pengambilan Sampel Sistematik
Teknik pengambilan sampel pada metode ini dilakukan dengan memilih
anggota sampel berdasarkan daftar, dan penarikannya dilakukan berdasarkan
interval tertentu. Anggota sampel dipilih secara sistematis dengan
menggunakan rentang tertentu. Rentang ditentukan berdasarkan perhitungan
jumlah populasi dibagi jumlah sampel yang diinginkan.

Supaya hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya
dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan
sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan
nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel.Menentukan ukuran sampel
menurut Slovin (Riduwan, 2005):

𝑁
𝑛 = 1+𝑁𝑒 2 (2 - 6)

Keterangan:
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolelir sampai 10 %.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai