Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jalan Tol

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 38 tentang Jalan, Jalan tol

diselenggarakan untuk:

a. Memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang

b. Meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa

guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi

c. Meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan, dan

d. Meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.

Berdasarkan PP No. 15 Tahun 2005 tentang jalan tol, dijelaskan bahwa

definisi jalan adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan

sebagai jalan nasional yang penggunannya diwajibkan membayar tol. Tol

merupakan sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol.

Besarnya tarif tol berbeda untuk setiap golongan kendaraan dan ketentuan tersebut

telah ditetapkan berdassarkan keputusan presiden. Sedangkan ruas jalan tol adalah

bagian dari jalan tol tertentu yang pengusahaannya dapat dilakukan oleh badan

usaha tertentu.

Target yang menjadi sasasran pelayanan jasa jalan tol terhadap pemakai jasa

adalah kelancaran, keamanan dan kenyamanan. Untuk dapat mencapai sasaran

tersebut ditetapkan sebagai tolak ukur operasionalnya adalah berupa waktu

pelayanan di gardu, waktu tempuh jalan tol, tingkat kelancaran, tingkat faisilitas,

5
6

tingkat keluhan pelanggan dan standar kerataan jalan. Pada situasi dimana

terdapat banyak jalur masuk station dan jua tersedia fasilitas pelayanan, maka

asumsi pengguna fasilitas pelayanan tunggal dapat dilakukan asalkan kendaraan

terbagi secara merata atau sama di antara fasilitas-fasilitas yang ada.

2.2 Jalan Tol Pulogebang – Semanan

Jalan tol Pulogebang – Semanan memiliki beberapa segmen ruas atau ruas.

Ruas- ruas tersebut antara lain:

a. Pulogebang – Kelapa Gading (9,3 km)

b. Semanan – Grogol (9,5 km)

c. Grogol – Kelapa Gading (12,4 km)

Jalan tol Kelapa Gading - Pulo Gebang sebagai bagian dari jalan tol lingkar

dalam dan lingkar luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) diharapkan

dapat meningkatkan kecepatan distribusi logistik menjadi makin baik.

2.3 Tarif Jalan Tol

Penentuan tarif tol dihitung berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan,

besar keuntungan biaya operasi kendaraan dan kelayakan investasi. Besarnya

tercantum dalam perjanjian pengusahaan jalan tol yang pemberlakukannya

bersamaan dengan penetapan pengoperasian jalan tol tersebut.

Menurut Rendy (2011) dalam pembentukan tarif jalan tol dapat didasarkan

pada salah satu dari tiga cara berikut ini:


7

a. Sistem pembentukan tarif dasar produksi jasa transportasi (cost of

service pricing). Sistem ini dibentuk atas dasar biaya produksi jasa

transportasi ditambah dengan keuntungan yang layak bagi kelangsungan

hiduo dan dinyatakan sebagai tarif minimum dimana perusahaan tidak

akan menawarkan lagi jasa transportasi di bawah tarif serendah itu.

b. Sistem pembentukan tarif atas dasar nilai jasa transportasi (value of

service pricing). Sistem didasarkan atas nilai yang dapat diberikan jasa

pelayanan transportasi. Besar kecilnya nilai tersebut tergantung kepada

elastisitas permintaan jasa pelayanan transportasi. Tarif ini biasanya

dinyatakan sebagai tarif maksimum

c. Sistem pembentukan tarif atas dasar ‘What the traffic will bear’ yaitu

tarif berada diantara tarif minimum dan tarif maksimum. Untuk itu,

dasar tarif ini berusaha menutup biaya variabel sebanyak mungkin dan

biaya tetap (fixed cost).

Dari tiga pendekatan penetapan tarif diatas, yang sesuai untuk penetapan

tarif jalan tol adalah atas dasar nilai jasa transportasi. Dalam menentukan

kebijakan tarif, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Pertama adalah

tingkatan tarif yang dikenakan. Rentang dari tingkatan tarif ini dari tarif bebas

atau tidak dikenakan biaya sampai tingkatan tarif yang memberikan keuntungan

pada pelayanan. Selain tingkatan tarif, yang perlu dipertimbangkan adalah cara

bagaimana tarif tersebut dibayarkan. Beberapa pilihan yang umum adalah tarif

seragam (flat fare) dan tarif

berdasarkan jarak (distance base fare) (Ryandika,2011).


8

2.4 Teori Permintaan (Demand Theory)

Permintaan akan jasa transportasi timbul akibat adanya aktivitas/ kegiatan

manusia dan barang yang perlu melakukan pergerakan karena adanya permintaan

akan suatu komoditi atau jasa lain. Oleh karena itu, permintaan jasa transportasi

dikatakan sebagai permintaan turunan (derived demand). Pada dasarnya,

permintaan akan jasa transportasi diturunkan dari:

a. Kebutuhan seseorang untuk bergerak dari satu lokasi ke lokasi lainnya

untuk melakukan suatu kegiatan.

b. Permintaan akan angkutan dari suatu barang agar sampai di tempat yang

diinginkan.

Sehingga, faktor terpenting yang mempengaruhi jasa transportasi adalah

tujuan perjalanan seperti pergi bekerja, membeli makanan, pergi berekreasi, dan

sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan melewati jalur jalan tol

atau non tol bukan merupakan suatu proses yang bersifat statis dan acak

melainkan akan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik secara tunggal

maupun kolektif. Dari beberapa faktor yang berpengaruh ada yang bersifat mudah

diukur (seperti biaya perjalanan, biaya tol, dan waktu perjalanan) dan ada yang

sulit terukur (seperti comfortable, convenience, dan keamanan).

Hal-hal lain yang juga mempengaruhi adalah:

a. Karakteristik pelaku perjalanan (yang sifatnya trukur) antara lain:

 Tingkat pendapatan

 Kepemilikan kendaraan
9

 Kepadatan tempat tinggal

b. Karakteristik perjalanan, antara lain:

 Panjang perjalanan

 Maksud perjalanan

c. Karakteristik sistem transportasi, antara lain:

 Waktu tempuh perjalanan

 Biaya perjalanan

 Tingkat pelayanan

 Indeks aksesibilitas

1. Permintaan Menurut Teori Ekonomi

Teori ekonomi umum mengenai permintaan menghubungkan jumlah

komoditi tertentu yang akan dikonsumsi dengan harga tertentu, biasanya komoditi

dianggap homogen, yang berarti bahwa semua unit yang dijual atau ditukarkan di

pasaran adalah identik.


10

Gambar 2.1 Kurva Permintaan

Pada gambar 2.1 dilihat bahwa kemiringan kurva adalah negatif. Hal ini

terjadi karena:

 Pada harga tinggi, para pembeli yang mampu membeli barang

mengundurkan diri sebagai pembeli. Tetapi pada harga yang rendah,

lebih banyak pembeli yang mampu membelinya, sehingga lebih banyak

barang yang dibeli.

 Dalam kaitannya dengan pembeli perseorangan, peningkatan harga,

dengan pendapatan yang tetap, akan memperkecil anggaran yang tersedia

untuk komoditi lain. Sedangkan, semakin kecil nilai suatu barang

konsumsi dalam kaitannya dengan anggaran belanja tertentu, akan

semakin kurang peka terhadap perubahan harga.

 Pada harga yang tinggi, orang lebih tertarik membeli barang lain yang

dapat dijadikan penggantinya. Hal ini mengurangi permintaannya

terhadap barangitu.

Didalam teori ekonomi mikro permintaan didekati pada 2 level:

a. Level individu ditunjukkan oleh Consumer Demand

b. Level aggregate ditunjukkan oleh Market Demand

Teori ini penting dalam penggunaan teori permintaan transportasi analisa

permintaan individual dapat diterapkan jika aplikasi cocok dengan prediksi yang

diteliti dari perilaku perjalanan individu dalam sistem transportasi dan permintaan
11

pasar/ market demand dapat diterapkan jika prediksi perilaku total sistem

transportasi dilihat dengan teliti.

Beberapa sifat perilaku consumer demand adalah:

a. Choice: ada pilihan dari consumer akan pemakaian jasa transportasi

yang tersedia, misalkan pemilihan jalan tol dan jalan non tol untuk

kebutuhan perjalanan di malam hari atau pada hari libur di mana

pemakai jalan cenderung memilih jalan non tol untuk perjalanannya

karena tingkat kepadatan jalan non tol paada waktu tersebut rendah.

b. Preference: Selera dan kecenderungan untuk memilih moda. Contohnya:

di kota Jakarta pengguna transportasi cenderung memakai kendaraan

pribadi melalui jalan raya/tol dibandingkan memanfaatkan transportasi

moda kereta api yang relatif lebih bisa menampung penumpang dalam

sekali perjalanan. Tentu saja masyarakat memiliki alasan-alasan tertentu

mengapa mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi

dibanding dengan angkutan umum.

c. Level of Income: tingkat penghasilan dari pengguna transportasi

menentukan bagaimana pemilihan pemakaian transportasi yang akan

digunakannya pada level High dan Low Income pengguna transportasi

sudah captive, yaitu dimana sudah tidak ada pilihan lain. Sedangkan,

pada level medium pengguna transportasi masih memilih moda

transportasi yang digunakannya.

d. Satisfaction (kepuasan): tingkat kepuasan pengguna transportasi

terhadap sarana transportasi yang tersedia menjadi ciri dari pengguna


12

jasa transportasi. Sebagai contoh, ketidaknyamanan pada angkutan

Kereta Api Jabotabek antara lain over kapasitasnya gerbong kereta

(berdesak-desakannya penumpang) yang membuat sebagian pengguna

transportasi memilih Bus Patas untuk transportasinya.

e. Mengkonsumsi lebih banyak: sifat ini merupakan ciri spesifik dari

pengguna transportasi di kota metropolitan. Sebagai contoh: di kota

Jakarta, pada satu keluarga dapat terjadi 3 kendaraan pribadi digunakan

dalam satu waktu perjalanan (ayah, ibu, dan anak) dengan tujuan

berbeda. Konsumsi yang lebih banyak ini tentu saja membuat kapasitas

jalan tidak bisa mencukupi kebutuhan akan kendaraan yang jumlahnya

besar tersebut.

f. Budget Constraint: Ciri lain dari pengguna transportasi dalam memilih

moda transportasinya adalah anggaran yang tersedia, keterbatasan

anggaran yang dimiliki membatasi pengguna transport untuk

menggunakan transportasi. Contohnya, untuk perjalanan di Pulau Jawa

dengan pesawat udara memerlukan ongkos yang mahal, sehingga

penggunannya lebih sedikit dibanding dengan perjalanan dengan moda

transportasi kereta api yang lebih murah.

2.5 Ability To Pay

Kemampuan membayar (Ability To Pay) adalah kemampuan seseorang

dalam membayar jasa pelayanan yang telah diterima berdasarkan nilai pendapatan

yang diangap logis/ideal. Pendekatan dalam analisis ATP adalah jumlah alokasi
13

biaya transportasi yang diperoleh dari nilai pendatapan yang diterima. Menurut

Tamin (1999), faktor yang mempengaruhi ATP antara lain :

1. Besaran penghasilan

2. Kebutuhan transportasi

3. Total biaya transportasi

4. Intensitas perjalanan

5. Pengeluaran total per bulan

6. Jenis kegiatan

7. Prosentase penghasilan yang digunakan untuk biaya transportasi

Dasar pendekatan dalam menghitung nilai ATP dirumuskan dengan persamaan :


Ix . Pp . Pt
ATP = .......................................................................................................................
Tr
Dimana:

ATP : daya beli penumpang

Ix : tingkat penghasilan penumpang per bulan (Rp/bulan)

Pp : presentase biaya untuk transportasi per bulan dari tingkat penghasilan

Pt : Ppresentase alokasi biaya transportasi untuk angkutan umum

Tr : total frekuensi perjalanan penumpang per bulan (trip/bulan)

2.6 Willingnes To Pay

Kesediaan membayar (Willingness To Pay) adalah kesediaan pengguna

jasa guna mengeluarkan biaya terhadap nilai jasa yang telah diperolehnya.

Pendekatan dalam analisis WTP adalah persepsi pengguna jasa terhadap tarif dari
14

jasa yangditawarkan. Menurut Tamin (1999) nilai WTP dalambidang transportasi

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Produk jasa pelayanan transportasi

2. Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan

3. Utilitas pengguna terhadap jasa pelayanan transportasi

4. Penghasilan pengguna

Dasar pendekatan dalam menghitung nilai WTP tiap opsi pekerjaan

(Anggraini dkk., 2019), dirumuskan dengan persamaan :


∑ (tarif yang dipilih x jumlah responden tiap opsi)
WTP jenis pekerjaan = .................................................................
Jumlah seluruh responden per jenis pekerjaan
WTP = ∑ (WTP jenis pekerjaan)..............................................................................................................
Jumlah kategori pekerjaan

Menurut Tamin (1999), pada saat menentukan tarif sering muncul kondisi

yang mengakibatkan benturan terhadap besar nilai ATP dan WTP.

1. ATP > WTP, menunjukkan kemampuan membayar lebih besar dari keinginan

untuk membayar jasa transportasi. Kondisi ini terjadi pada saat pengguna jasa

mempunyai penghasilan relatif tinggi, namun utilitas/pergerakaan dengan jasa

transportasi rendah. Pengguna jenis ini lebih dikenal dengan choice riders.

2. ATP < WTP, menunjukkan keinginan membayar lebih besar dari kemampuan

membayar jasa transportasi. Kondisi ini terjadi pada saat pengguna jasa

mempunyai penghasilan relatif rendah dibandingkan keinginan membayar jasa

transportasi, namun utilitas/pergerakaan terhadap jasa transportasi relatif

tinggi. Penggunajenis ini lebih dikenaldengan captive riders.


15

3. ATP = WTP, menunjukkan kemampuan membayar jasa sama dengan

kesediaan membayar jasa transportasi. Kondisi ini terjadi keseimbangan antara

utilitas/pergerakan pengguna dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

transportasi.
Biaya per
satuan jarak
(Rp) ATP>WTP

ATP<WT

ATP=WTP

Presentase responden yang


mempunyai ATP dan WTP

Gambar 2.2 Kurva ATP dan WTP

Dalam kondisi tertentu, apabila angkutan umum dikelola oleh pemerintah

akan terjadi rangkap fungsi sebagai operator dan regulator. Bila aspek pengguna

dijadikan subyek yang menentukan nilai tarif ATP dan WTP yang ditinjau, maka

prinsip yang diperhatikan adalah (Tamin dkk., 1999) :

1. WTP merupakan fungsi tingkat pelayanan, apabila nilai WTP berada dibawah

nilai ATP, ada kemungkinan untuk menaikkan tarif dengan disertai perbaikan

tingkat pelayanan transportasi.

2. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif

transportasi tidak boleh melebihi besaran nilai ATP. Campur tangan

pemerintah dalam bentuk subsidi dibutuhkan pada saat nilai tarif yang
16

diberlakukan lebih besar dari ATP, hingga didapat nilai tarif yang besarannya

sama dengan ATP.

Gambar 2.3 Keleluasan Penentuan Tarif Berdasarkan ATP dan WTP

Gambar 2.3 Keleluasaan penentuan tarif berdasarkan ATP dan WTP

Dalam penentuan besar nilai tarif dianjurkan beberapa parameter berikut ini

(Tamin dkk., 1999) :

1. Tarif tidak melebihi nilai ATP

2. Tarif berada diantara nilai ATP dan WTP, diperlukan perbaikan tingkat

pelayanan apabilan tarif akan diberlakukan

3. Tarif berada di bawah perhitungan tarif dan diatas ATP, selisih nilai tarif

tersebut menjadi beban subsidi

4. Tarif berada jauh dibawah ATP dan WTP, terdapat keleluasan dalam

penentuan nilai tarif baru. Hal ini menjadi peluang penerapan subsidi silang

pada jenis kendaraan lain yang perhitungan nilai tarifnya diatas ATP.

2.7 Biaya Operasional Kendaraan (BOK)


17

Pembentukan tarif jasa transportasi dapat didasarkan salah satu dari tiga cara

berikut:

a. Sistem pembentukan tarif dasar produksi jasa transportasi (cost of

service pricing). Sistem ini dibentuk atas dasar biaya produksi jasa

transportasi ditambah dengan keuntungan yang layak bagi kelangsungan

hidup dan pengembangan perusahaan. Tarif yang dibentuk atas dasar

produksi dinyatakan sebagai tarif miminum di mana perusahaan tidak

akan menawarkan lagi jasa transportasinya di bawah tarif terendah itu.

b. Sistem pembentukan tarif atas dasar nilai jasa transportasi (value of

service pricing). Sistem ini didasarkan atas nilai yang dapat diberikan

jasa pelayanan transportasi. Tarif ini biasanya dinyatakan sebagai tarif

maksimum.

c. Sistem pembentukan tarif atas dasar “What the traffic will bear”yaitu

tarif berada di antara tarif minimum dan tarif maksimum. Untuk itu,

dasar tarif ini berusaha menutup biaya variabel serta sebanyak mungkin

dari bagian pada biaya tetap (fixed cost).

Biaya Operasi Kendaraan (BOK) merupakan suatu nilai yang menyatakan

besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian suatu kendaraan. BOK

terdiri atas beberapa komponen, yaitu :

a. Biaya Tidak Tetap (Running Cost)

- Biaya Bahan bakar

- Biaya Oli / Pelumas

- Biaya Pemakaian Ban


18

- Biaya Pemeliharaan ( Servis kecil / besar, General Overhaul)

- Biaya Over Head ( Biaya tak terduga)

b. Biaya Tetap

- Asuransi

- Bunga Modal

- Depresiasi (Penyusutan Kendaraan)

- Nilai Waktu

2.7.1 Perhitungan BOK yang dikembangkan oleh PT. Jasa Marga dan LAPI

ITB

Komponen-komponen BOK yaitu:

a. Konsumsi Bahan Bakar (KBB)

Θ Jalan tol

Konsumsi Bahan Bakar = basic fuel (1+ (kk+kI+kr))

Dimana : basic fuel dalam liter/1000 km

kk = koreksi akibat kelandaian

kI = koreksi akibat kondisi lalu lintas

kr = Koreksi akibat kekasaran jalan (roughness)

Konsumsi Bahan Bakar Gol I = 0,0284 V² - 3,0644 V + 141,68

Konsumsi Bahan Bakar Gol IIA = 2,26533 x Basic fuel Gol I

Konsumsi Bahan Bakar Gol IIB = 2,90805 x Basic fuel Gol I

V= Kecepatan berjalan (Running Speed)

Θ Jalan non Tol


19

Konsumsi bahan bakar = basic fuel (I+(kk+kl+kr))

Dimana : basic fuel dalam liter/1000 km

Kk = koreksi akibat kelandaian

Kl = koreksi akibat kondisi lalu lintas

Kr = Koreksi akibat kekasaran jalan (roughness)

Konsumsi Bahan Bakar Gol I = 0,05693V² - 6,42593 V + 269,18567

Konsumsi Bahan Bakar Gol IIA = 0,21692 V² - 24,11549 V +

954,78624

Konsumsi Bahan Bakar Gol IIB = 0,21557 V² - 24,17699 V +

947,80862

b. Konsumsi Minyak Pelumas

Berdasarkan survey literatur, dengan kriteria kemudahan dalam

mengimplementasikan model, maka dipilih spesifikasi model yang

dikembangkan dalam GENMERRI, yaitu model yang dipakai oleh Bina

Marga untuk studi kelayakan jalan. Model ini memperhatikan pengaruh

dari kecepatan perjalanan dan kekasaran permukaan jalan (roughness)

terhadap konsumsi minyak pelumas.

Konsumsi dasar minyak pelumas untuk jalan non tol dirumuskan

sebagai berikut :

Konsumsi minyak pelumas Gol I = 0,00037 V² - 0,04070 V + 2,20405

Konsumsi minyak pelumas Gol IIA = 0,00209 V² - 0,24413 V +

13,29445
20

Konsumsi minyak pelumas Gol IIB = 0,00186 V² - 0,22035 V +

12,06486

V = Kecepatan berjalan (Running Speed)

Konsumsi Ban Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kondisi atau

umur ban, yaitu :

1. Rolling Friction, yaitu geseken antara ban dengan permukaan jalan

2. Gesekan akibat Driving Force, yang diakibatkan tekanan udara yang

terjadi pada saat kendaraan melakukan tanjakan dan atau pengurangan

kecepatan.

3. Gaya longitudinal dan transversal yang menyebabkan gesekan pada

sebagian permukaan ban. Gaya tersebut terjadi akibat pengereman,

akselerasi dan tikungan.

Dengan memperhatikan kriteria kesederhanaan dan kemudahan dalam

mengimplementasikan model, maka digunakan model PCI sebagai berikut :

Golongan I Y = 0,0008848 V – 0,0045333 Golongan IIA Y = 0,0012356 V –

0,0065667

Golongan IIB Y = 0.0015553 V – 0,0059333

Dimana : Y = Pemakaian ban per 1000 km

V = Kecepatan berjalan (Running Speed)

Pemeliharaan Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya suku cadang dan upah

montir/tenaga kerja yang berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol maupun
21

jalan non tol, sedangkan menurut PCI persamaannya sebagai berikut : 1. Suku

Cadang

Golongan I Y = 0,0000064 V + 0,0005567 Golongan IIA Y = 0,0000332 V +

0,0020891

Golongan IIB Y = 0.0000191 V + 0.0015400

Dimana : Y = Pemeliharaan suku cadang per1000 km

V = Kecepatan berjalan (Running Speed)

2. Montir

Golongan I Y = 0,00362 V + 0,36267 Golongan IIA Y = 0,02311 V + 1,97733

Golongan IIB Y = 0,01511 V + 0,21200 Dimana : Y = Jam montir per1000 km

V = Kecepatan berjalan (Running Speed) e. Depresiasi Biaya depresiasi berlaku

untuk perhitungan BOK pada jalan tol maupun jalan non tol. Persamaannya

adalah sebagai berikut : Golongan I Y = 1 / (2,5 V + 125) Golongan IIA Y = 1 /

(1,9 V + 450) Golongan IIB Y = 1 / (6,0 V + 300) Dimana : Y = Depresiasi

per1000 km dikalikan ½ nilai depresiasi dari kendaraan. f. Bunga Modal Biaya

bunga modal per kendaraan-km yang dilambangkan dengan INT dan

diekspresikan sebagai fraksi dari kendaraan baru diberikan dalam persamaan

berikut : INT = AINT / AKM Dimana : AINT = Rata-rata bunga modal

tahunan dari kendaraan yang diekspresikan sebagai fraksi dari kendaraan baru.

0,01 (AINV/2) AINV = Bunga modal tahunan dari kendaraan baru. AKM =

Rata-rata jarak tempuh tahunan (kilometer) kendaraan.

Dalam hal ini bunga modal diasumsikan tidak dipengaruhi oleh pilihan pemakai

jalan tol maupun jalan non tol.


22

g. Asuransi Biaya asuransi berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol

maupun jalan non tol. Golongan I Y = 38 / (500 V) Golongan IIA Y = 6 /

(2571,45857 V) Golongan IIB Y = 61 / (1714,28571 V) Dimana : Y = Asuransi

per1000 km V = Kecepatan berjalan (Running Speed) h. Persamaan dari waktu

perjalanan Gol I (mobil) : Y = - Gol IIA (bus) : Y = 1000 / S Gol IIB

(truk) : Y = 1000 / S Dimana : Y = Jam perjalanan dikalikan dengan

upah/jam/1000 km. S = Kecepatan (km/jam) Rata – rata jumlah awak

kendaraan. Gol I (mobil) : sopir 1 Gol IIA (bus) : sopir 1 ; kondektur 1,7 Gol

IIB (truk) : sopir 1 ; kernet 1

i. Overhead ( biaya tak terduga )

Gol I (mobil) : -

Gol IIA (bus) : 10 % dari sub total

Gol IIB (truk) : 10 % dari sub total

2.8 Nilai Waktu

Nilai waktu atau nilai penghematan waktu didefinisikan sebagai jumlah

uang yang rela dikeluarkan oleh seseorang untuk menghemat satu satuan waktu

perjalanan. Pendekatan di dalam melakukan perhitungan nilai waktu dilakukan

dengan asumsi bahwa pengemudi kendaraan akan menggunakan jalan yang lebih

baik untuk menghindari kemacetan. Perhitungan ini berdasarkan teori Herbert

Mohring, dimana pengendara cenderung mencari rute dengan biaya operasi

kendaraan minimum dari beberapa alternatif jalan yang tersedia. Persamaan dari

total biaya operasi kendaraan dapat dirumuskan sebagai berikut:


23

Dimana : P = Nilai waktu sesuai dengan jenis kendaraan ( Rp./jam )

F = Biaya Operasi Kendaraan ( tidak termasuk nilai waktu, Rp./km )

c = Total Biaya Operasi Kendaraan ( Rp./jam )

S = Kecepatan selama perjalanan (km/jam)

Apabila pemakai jalan bermaksud memperkecil BOK maka :

Dari persamaan diatas didapat nilai waktu ( P )

Dimana:

F’ = Biaya operasi secara langsung (Biaya bahan bakar, oli, ban, suku

cadang, dan mekanik) (Rp./km)

S = Kecepatan selama perjalanan (km/jam)

F = Biaya Operasi Kendaraan ( tidak termasuk nilai waktu, Rp./km )

*Kondisi geometri jalan, kecepatan lalu lintas dan kekasaran permukaan jalan

(roughness).

2.9 Teknik Revealed Preference

Revealed Preference (SP) adalah suatu metoda yang digunakan untuk

mengetahui pendapat masyarakat apabila kepada mereka diberikan pertanyaan

tanpa pilihan jawaban. Nanum, sebelum diberikan pertanyaan, responden terlebih

dahulu diberikan informasi tentang suatu kondisi nyata yang bisa dibilang kurang

baik, dan kemudian ditawarkan suatu kondisi yang lebih baik. Dalam hal ini yang

dimaksud adalah perjalanan dengan menggunakan jalan tol dengan jalan non tol.

Maksudnya adalah agar ketika masyarakat (responden) diberikan trade-off dari


24

varibel yang diinginkan, masyarakat diharapkan dapat memberikan jawaban atas

pertanyaan, “apa yang mereka inginkan?” atau “apa yang akan mereka lakukan?”

Beberapa alasan mengenai penggunaan metoda Revealed Preference yaitu

dapat mengukur pendapat masyarakat terhadap suatu solusi baru yang ditawarkan

dan dioperasikan lebih baik dari kondisi yang telah ada. Teknik Revealed

Preference menganalisis pilihan masyarakat berdasarkan laporan yang sudah ada.

Dengan menggunakan teknik statistik diidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi pemilihan. Teknik Revealed Preference memiliki kelemahan

antara lain dalam hal memperkirakan respon individu terhadap suatu keadaan

pelayanan yang pada saat sekarang belum ada dan bisa jadi keadaan tersebut jauh

berbeda dari keadaan yang ada sekarang (Ortuzar and Willumsen, 2001).

Kelemahan pada pendekatan pertama ini dicoba diatasi dengan pendekatan

kedua yang disebut teknik Stated Preference (SP). Teknik SP merupakan

pendekatan terhadap responden untuk mengetahui respon mereka terhadap situasi

yang berbeda. Pada teknik ini peneliti dapat mengontrol secara penuh faktor-

faktor yang ada pada situasi yang dihipotesis. Masing-masing individu ditanya

tentang responnya jika mereka dihadapkan kepada situasi yang diberikan dalam

keadaan yang sebenarnya (bagaimana preferensinya terhadap pilihan yang

ditawarkan). Kebanyakan stated preference menggunakan perancangan

eksperimen untuk menyusun alternatif-alternatif yang disajikan kepada responden.

Tahapan yang harus dilakukan dalam menyiapkan survei preferensi antara lain:

a. Penentuan variabel

b. Memancang kondisi hipotetik


25

c. Pemilihan contoh/ sampel

d. Metoda wawancara

e. Pengukuran preferensi

f. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak statistik yang sesuai

g. Analisa Data

Teknik Revealed Preference (RP) menyediakan informasi dengan prioritas

utama pada atribut-atribut yang menentukan perilaku dan pendapat orang.

2.10 Metode Statistik

Metode statistik telah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh

peneliti, pemerintah, masyarakat umum, pemimpin perusahaan, baik dalam bidang

ilmu pengetahuan, ekonomi bahkan politik. Metode statistik bukan saja

mempersoalkan cara pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisa data

kuantitatif secara deskriptif tetapi juga mempersoalkan cara menarik kesimpulan

tentang karakteristik populasi dengan menggunakan data sampel yang terbatas.

Data kuantitatif imi umumnya diperoleh dari hasil observasi atau percobaan

secara statistik yang bersifat kuantitatif dari seluruh atau sebagian obyek yang

diteliti. Bila observasi tersebut dilakukan terhadap obyek yang terbatas jumlahnya,

pengukuran langsung terhadap seluruh proyek masih mungkin dilakukan. Namun,

bila obyek yang akan diteliti luar biasa besarnya, pengukuran umumnya hanya

dilakukan terhadap sebagian dari total jumlah obyek yang bersangkutan. Ini

tentunya menghemat biaya, waktu, dan tenaga yang dibutuhkan guna


26

melaksanakan observasi tersebut. Serangkaian obeservasi yang dilakukan

terhadap sebagian dari obyek dengan tujuan memperoleh gambaran mengenai

keseluruhan obyek dinamakan observasi sampel. Keseluruhan obyek yang tidak

seluruhnya diobservasi tetapi merupakan obyek penelitian dinamakan populasi.

Langkah-langkah dalam rancangan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan model (bila digunakan pemodelan)

2. Variabel-variabel

3. Rancangan data yang diperlukan

4. Alat dan bahan yang diperlukan

5. Prosedur pengambilan data 6. Cara pengolahan dan analisa data

Variabel-variabel yang diperlukan dalam rancangan penelitian ini berguna

untuk menganalisis objek yang sedang diteliti. Menurut jenisnya, variabel dapat

dibedakan:

1. Berdasarkan hubungannya:

a. variabel bebas: variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab

bagi variabel yang lain

b. b. variabel terikat: variabel yang dipengaruhi atau disebabkan oleh

variabel yang lain

2. Berdasarkan sifat nilainya:

a. variabel kategoris (diskrit) : yang dibagi menjadi golongan-golongan

atau kategori-kategori dengan ciri-ciri tertentu untuk setiap golongan


27

b. variabel kontinu : variabel yang dapat mengambil nilai pecahan

sehingga antara dua nilai bulat yang berdekatan tidak terputus tetapi

masih ada nilai-nilai lain secara sinambung

3. Berdasarkan dapat tidaknya dimanipulasi /dikendalikan:

a. Variabel aktif (variabel non subjek): yang dapat dikendalikan, misal :

temperatur alat, tekanan

b. variabel atribut (variabel subjek) : yang tidak dapat dikendalikan,

yaitu peneliti tidak dapat melakukan perubahan yang menyangkut

variabel pada subjek penelitian, misal : umur, temperatur ruangan.

Setelah menentukan variabel yang akan digunakan, diperlukan

rancangan data. Data yang digunakan dalam setiap penelitian ini

dapat dibedakan berdasarkan:

1. Menurut sumber pengambilannya: Data primer : dikumpulkan langsung

di lapangan oleh peneliti. Disebut juga data asli atau data baru. Contoh :

data kuesioner, data survei, data penelitian di laboratorium dan sebagainya.

Data sekunder : dari sumber-sumber yang telah ada seperti buku-buku

literatur, BPS, dan sebagainya.

2. Menurut waktu pengumpulannya:

a. Data berkala (time series) : data yang terkumpul dari waktu ke waktu

untuk memberikan gambaran perkembangan suatu kegiatan atau keadan,

misal: data impor bahan kimia selama 10 tahun terakhir. b. Data kerat

lintang (cross section) : data yang terkumpul pada suatu waktu tertentu

untuk memberikan gambaran perkembangan suatu keadaan pada waktu itu.


28

3. Menurut sifatnya:

a. data kualitatif: data yang tidak berbentuk bilangan mis : jenis kelamin,

agama, dan sebagainya.

b. data kuantitatif: data yang berbentuk bilangan misal : tinggi, panjang,

temperatur, dan lain sebagainya.

4. Pengelompokan menurut tingkat pengukurannya / skalanya: - data

nominal, mis : 1 untuk pria, 0 wanita; nomor urut - data ordinal, mis: nilai

80-100 A; 65-79 B dsb - data interval, mis : A B C D E atau 1 2 3 4 5 -

data rasio, misal : juara I Rp. 1 jt; juara II Rp. 800 rb dan sebagainya.

Data-data yang telah didapatkan kemudian dianalisis. Dalam metode

statistik, analisis data terdiri dari analisis data secara kuantitatif dan kualitatif.

Analisis data kuantitatif adalah analisis yang menggunakan alat analisis

yang bersifat kuantitatif seperti model-model matematika dan model statistik.

Hasil analisis disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan

dinterpetasikan dalam suatu uraian.

Analisis kuantitatif ini terdiri dari analisis hubungan (hubungan simtetris,

kausal, timbal balik), komparatif, dan deskriptif. Analisis hubungan dalam analisis

data kuantitatif ini biasanya menggunakan teknik statistik berupa koefisien

korelasi, koefisien penentu/determinasi, dan regresi.

Sedangkan analisis kualitatif adalah analisis yang tidak menggunakan

modelmodel matematika. Analisis data terbatas pada teknik pengolahan data

seperti pengecekan data dan tabulasi., membaca tabel-tabel dan grafik atau angka-

angka yg tersedia, kemudian melakukan uraian dan penafsiran. Salah satu cara
29

analisa dengan menggunakan metode statistik adalah analisa dengan cara

pengukuran statistik deskriptif. Pengukuran statistik deskriptif pada dasarnya

memaparkan secara numerik dua hal pokok pengukuran data: 1. Pemusatan data

(Central Tendency) dan 2. Penyimpangan data (Dispersi) Dengan bantuan

software Statistic SPSS, pengukuran statistik deskriptif ini bisa mengukur tidak

hanya dua hal pokok tadi, tetapi juga mampu mengukur distribusi suatu data.

Central Tendency mengukur pemusatan data. Ada beberapa parameter umum

pengukuran central tendency suatu data, yaitu: - Mean atau rata-rata, yaitu rata-

rata hitung - Median, yaitu nilai tengah data setelah data tersebut diurutkan dari

kecil ke besar - Modus, yaitu nilai yang sering muncul dari suatu data Dispersi

mengukur penyebaran suatu data. Ada beberapa parameter umum pengukuran

disperse suatu data, yaitu: - Std. deviasi, adalah nilai simpangan baku - Variance,

adalah nilai varian atau nilai kuadrat dari std deviasi. - S.E mean, adalah nilai

kesalahan standar dari sampel Distribusi mengukur distribusi suatu data. Ada

beberapa parameter umum pengukuran distribusi suatu data, yaitu: - Skewness,

adalah nilai kemencengan distribusi data. Apabila bernilai positif maka distribusi

data menceng ke kanan. Apabila negatif, sebaliknya. - Kurtosis, adalah nilai

keruncingan/ tinggi distribusi data - Kenormalan suatu data dilihat dari nilai

perbandingan Skewness dengan Std. Error of Skewness, dan nilai perbandingan

Kurtosis dengan Std. Error of Kurtosis, harus diantara -2 dan 2.

Anda mungkin juga menyukai