Anda di halaman 1dari 26

PEMILIHAN RUTE

Peningkatan jumlah kendaraan pribadi menyebabkan beberapa permasalahan transportasi, seperti


kemacetan, waktu perjalanan yang semakin lama, dan tundaan serta antrian. Akibat dari
kemacetan, pengguna jalan cenderung memilih rute terbaik. Rute terbaik adalah rute dengan
waktu tempuh minimum dan biaya termurah. Pada pemodelan transportasi empat tahap (Four
Step Modelling), tahapan pemilihan rute merupakan tahapan terakhir. Pemodelan pemilihan rute
dapat mengidentifikasi rute yang akan digunakan oleh setiap pengendara sehingga akhirnya
didapat jumlah pergerakan pada setiap ruas. Tujuan Literature review adalah untuk kengkaji
konsep dasar tentang pemilihan rute yg bernilai ekonomis. Metode penelitian dilakukan dengan
melakukan penelusuran terhadap hasil publikasi ilmiah tentang pemilihan rute yang bernilai
ekonomis. Setiap jurnal yang telah dipilih berdasarkan kriteria, pembatasan ruang lingkup jurnal
yang tahun terbit publikasi antara 2009 sampai 2022 dilakukan analisa dan dibuat sebuah
kesimpulan. Hasil review menunjukkan faktor mempengaruhi pelaku perjalanan dalam
pemilihan rute waktu tempuh, nilai waktu, biaya perjalanan dan biaya operasional kendaraan.
Faktor lainnya yang berpengaruh dalam pemilihan rute yaitu kelancaran serta faktor sosio
demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan pendapatan perbulan. Namun untuk
angkutan barang cenderung lebih mementingkan jarak dan biaya perjalanan. Kesimpulan:
pemilihan rute sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun external.

Kata-kata kunci: Pemilihan Rute, Waktu Tempuh, Biaya Perjalanan, Jarak Tempuh,

PENDAHULUAN

Keseimbangan dalam sistem jaringan jalan secara sederhana adalah setiap pelaku perjalanan
mencoba mencari rute terbaik masing – masing yang meminimumkan biaya perjalanannya
(misalnya waktu). Hasilnya, mereka mencoba mencari beberapa rute alternatif yang akhirnya
berakhir pada suatu pola rute yang stabil (kondisi keseimbangan) setelah beberapa kali mencoba-
coba. Proses pengalokasian pergerakan tersebut menghasilkan suatu pola rute yang arus
pergerakannya dapat dikatakan berada dalam keadaan keseimbangan jika setiap pelaku
perjalanan tidak dapat lagi mencari rute yang lebih baik untuk mencapai zona tujuannya karena
mereka telah bergerak pada rute terbaik yang tersedia. Kondisi ini dikenal dengan kondisi
keseimbangan jaringan jalan.

Fenomena lain terjadi pada sistem jaringan transportasi angkutan umum; penumpang berusaha
mencari rute yang meminimumkan biaya perjalanan yang terdiri dari biaya kemacetan, waktu
tunggu dan berjalan kaki, serta waktu berada di atas kendaraan (angkutan umum). Tetapi, hal
tertentu dapat terjadi. Jika kemacetan pada ruas jalan yang diakibatkan oleh angkutan pribadi
meningkat, bus yang beroperasi pada ruas jalan yang sama akan meningkat pula waktu
perjalanannya. Hal ini mempengaruhi pengguna jasa angkutan umum (dan juga sopir bus) untuk
mengalihkan rute dalam usaha menghindari tundaan tersebut. Ini berinteraksi dengan pengemudi
kendaraan pribadi yang juga mempunyai pemikiran yang sama sehingga menghasilkan volume
pergerakan yang berbeda pada beberapa ruas jalan dan terciptalah kondisi keseimbangan yang
baru. Kondisi ini dikenal dengan kondisi keseimbangan jaringan multimoda.

Dalam melakukan pemilihan rute, terdapat beberapa alasan utama yang melatarbelakanginya
diikuti dengan faktor penentu umum yang menjadi dasar pengembangan model pemilihan rute.
Terdapat beberapa model pemilihan rute, yaitu :
1. Model all – or – nothing, dalam model ini dianggap bahwa setiap pengendara mempunyai
persepsi rute terbaik yang sama.
2. Model Stokastik, pada model ini mencoba mempertimbangkan perbedaan persepsi
pengemudi terhadap rute terbaiknya.
3. Model Kurva Diversi, pada model ini rute yang dipilih tidak terlalu banyak.

Kondisi jalan di perkotaan saat ini cenderung kritis, hal tersebut terlihat dari seringnya terjadi
kemacetan yang disebabkan oleh tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi dan
pemilikan kendaraan, serta tidak efisiennya fungsi jaringan jalan. Dengan adanya kondisi
tersebut, menimbulkan biaya tambahan, tundaan kemacetan, dan bertambahnya polusi udara dan
suara. Sehingga sebagai pengguna jalan, diharuskan untuk memilih rute yang tepat untuk
melakukan perjalanan dengan waktu tempuh yang minimum dan biaya yang paling murah.
Pada tahap pembebanan rute, beberapa prinsip digunakan untuk membebankan MAT pada
jaringan jalan yang akhirnya menghasilkan informasi arus lalulintas pada setiap ruas jalan.
Tetapi, hal ini bukanlah satu-satunya informasi. Terdapat beberapa informasi tambahan lainnya
yang bisa dihasilkan sebagaimana diuraikan berikut ini:
1. Primer
a. Ukuran kinerja jaringan seperti arus dan keuntungan pelayanan bus;
b. Taksiran biaya (waktu) perjalanan antarzona untuk tingkat kebutuhan pergerakan
tertentu;
c. Informasi mengenai arus lalulintas dan ruas jalan yang macet.
2. Sekunder
a. Taksiran rute yang digunakan oleh antar-pasangan-zona;
b. Analisis pasangan zona yang menggunakan ruas jalan tertentu;
c. Pola pergerakan pada persimpangan

LANDASAN TEORI

Pembebanan lalulintas (trip assignment) adalah suatu proses dimana permintaan perjalanan
(yang didapat dari tahap distribusi) dibebankan ke jaringan jalan. Tujuan trip assignment adalah
untuk mendapatkan arus di ruas jalan dan/atau total perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau.

Beberapa bab terdahulu menerangkan secara rinci beberapa model utama dalam perencanaan
transportasi, meliputi model bangkitan dan tarikan, model sebaran pergerakan, dan model
pemilihan moda yang sangat sering digunakan untuk mencerminkan kebutuhan akan transportasi
di dalam suatu daerah kajian.

Dalam pemikiran secara ekonomi yang sederhana, proses pertukaran barang dan jasa dapat
terjadi sebagai akibat dari kombinasi antara kebutuhan dan penyediaan. Titik keseimbangan
kombinasi ini menjelaskan harga barang yang diperjualbelikan serta jumlahnya di pasar. Titik
keseimbangan (p*,q*) didapat jika biaya marginal produksi dan penjualan barang sama dengan
keuntungan marginal yang didapat dari hasil penjualan tersebut. Hal ini dapat diterangkan
dengan gambar 7.1.

Teori ekonomi menyangkal bahwa kondisi keseimbangan ini secara praktis tidak pernah tercapai
karena sistem harga dan tingkat produksi tidak selalu dapat langsung berubah sesuai dengan
perubahan daya beli, selera, teknologi, dan teknik produksi. Tetapi, konsep keseimbangan
sangatlah berharga dalam usaha memahami permasalahan kegiatan ekonomi dan peramalannya
pada masa mendatang.

Dalam rekayasa lalulintas dikenal hubungan yang sangat sering digunakan, yaitu pengaruh arus
pada kecepatan kendaraan bergerak pada ruas jalan tertentu. Konsep ini pada awalnya
dikembangkan untuk ruas yang panjang pada jalan bebas hambatan atau terowongan. Hubungan
kecepatan−arus sering digambarkan seperti gambar 7.2.
Jika arus lalulintas meningkat, kecepatan cenderung menurun secara perlahan. Jika arus
mendekati kapasitas, penurunan kecepatan semakin besar. Arus maksimum didapat pada saat
kapasitas tercapai. Apabila kondisi tersebut terus dipaksakan untuk mendapatkan arus yang
melebihi kapasitas, maka akan terjadi kondisi yang tidak stabil dan malah tercipta arus yang
lebih kecil dengan kecepatan yang lebih rendah.

Kombinasi:
Informasi MAT perkiraan arus lalin
Deskripsi sistem jaringan pd suatu ruas jalan
Pemodelan pemilihan rute

Tujuan perosedur pemilihan rute : memodel perilaku pelaku pergerakan utk memilih rute yg
terbaik

PROSES PEMILIHAN RUTE


Dalam proses pemilihan rute, terdapat prosedur pemilihan rute, dimana pada prosedur ini
memiliki tujuan untuk memodelkan perilaku pergerakan dalam memilih rute yang menurut
mereka merupakan rute yang terbaik. Dengan kata lain, setiap pergerakan antara dua zona untuk
moda tertentu dibebankan pada moda tertentu yang terdiri dari ruas jaringan jalan tertentu.
Sehingga pemodelan pemilihan rute ini dapat diidentikasi rute yang akan digunakan oleh setiap
pengendara sehingga akhirnya didapat jumlah pergerakan pada setiap ruas jalan.
Yang diutamakan dalam proses pemilihan rute adalah asumsi pengguna jalan dalam memilih
rute, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengguna jalan dalam memilih
rute¸diantaranya adalah waktu tempuh, jarak, biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan
antrian, jenis manuver yang dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol, arteri), pemandangan,
kelengkapan rambu dan marka jalan, serta kebiasaan. Sangatlah sukar menghasilkan persamaan
biaya gabungan yang menggabungkan semua faktor tersebut. Selain itu, tidaklah praktis
memodel semua faktor sehingga harus digunakan beberapa asumsi atau pendekatan. Model
pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor pertimbangan yang didasari
pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal yang menuju ke zona tujuan akan
memilih rute yang persis sama, khususnya di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya:
• Perbedaan persepsi pribadi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena
adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai
kondisi lalulintas pada saat itu; dan
• Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang menyebabkan
kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang untuk
memilih rute tersebut.

Sehingga tujuan dari penggunaan model adalah untuk mendapatkan setepat mungkin arus yang
didapat pada saat survei dilakukan untuk setiap ruas jalan dalam jaringan jalan tersebut. Analisis
pemilihan rute tersebut terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu:
• Alasan pemakai jalan memilih suatu rute dibandingkan dengan rute lainnya;
• Pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi dengan alasan pemakai jalan
memilih rute tertentu;
• Kemungkinan pengendara berbeda persepsinya mengenai ‘rute yang terbaik’. beberapa
pengendara mungkin mengasumsikannya sebagai rute dengan jarak tempuh terpendek, rute
dengan waktu tempuh tersingkat, atau mungkin juga kombinasi keduanya;
• Kemacetan dan ciri fisik ruas jalan membatasi jumlah arus lalulintas di jalan tersebut.

Berikut ilustrasi pertimbangan pengguna jalan dalam memilih rute:


Dimisalkan terdapat tiga buah alternatif rute (rute 1,rute 2 dan rute 3) yang menghubungkan zona
i dan d, rute 2 berjarak pendek dan berkapasitas rendah (1500 kendaraan/jam) dan rute 1 dan rute
3 berjarak panjang dan berkapasitas lebih besar (4000 kendaraan/jam)

GAMBAR 1 PEMILIHAN RUTE

Gambar 1 Pasangan zona asal tujuan yang memiliki tiga rute alternatif

Asumsikan pada jam sibuk pagi terdapat 4.500 kendaraan bergerak dari zona i ke d dan setiap
pengendara akan memilih rute terpendek (rute 2). Sangatlah kecil kemungkinan bahwa semua
kendaraan akan dapat melakukan hal tersebut karena rute 2 pasti akan sangat macet, meskipun
kapasitasnya belum tercapai. Beberapa kendaraan mulai akan memilih pilihan kedua yang
mempunyai jarak lebih jauh untuk menghindari kemacetan dan tundaan. Suatu saat akan terjadi
kondisi stabil (keseimbangan), yaitu tidak dimungkinkan lagi seseorang memilih rute lain yang
lebih baik karena kedua rute mempunyai biaya yang sama dan minimum. Kondisi ini dikenal
dengan kondisi keseimbangan yang ditemukan oleh Wardrop (1952).

Akhirnya, tidak semua (4.500) kendaraan memilih rute 2; sebagian akan memilih rute 1 dan rute
3 dengan alasan pemandangannya lebih menarik atau karena jaminan tidak akan terjadi
kemacetan, meskipun jaraknya lebih jauh. Perbedaan dalam tujuan dan persepsi menghasilkan
proses penyebaran kendaraan pada setiap rute yang dalam hal ini disebut proses stokastik dalam
proses pemilihan rute. Beberapa jenis model tertentu akan lebih sesuai dalam mewakili hal
tersebut. Beberapa model pemilihan rute sudah dikembangkan dan tabel 1 memperlihatkan
klasifikasi model tersebut sesuai dengan asumsi yang melatarbelakanginya. Rincian dan ciri
setiap model dijelaskan.

Tabel 1 Klasifikasi model pemilihan rute


Efek stokastik dipertimbangkan ?
Kriteria
Ya Tidak
Stokastik murni (dial,
Tidak All – or – nothing
burrel)
Efek batasan kapasitas
Keseimbangan –
dipertimbangkan?
Ya Keseimbangan wardrop pengguna – stokastik
(KPS)
Sumber : Ortuzar and Willumsen (1994)

Selain pengelompokan di atas, dikenal pengelompokan lain seperti yang diusulkan oleh
(Robillard, 1975), yaitu metode proporsional dan metode tidak proporsional. Suatu metode
termasuk dalam kelompok proporsional jika:
• total arus pada suatu ruas jalan (hasil pembebanan) adalah penjumlahan dari semua arus jika
setiap pasangan zona dibebankan secara terpisah, dan
• semua unsur MAT dikalikan dengan faktor tertentu, dan semua arus (hasil pembebanan) pada
setiap ruas jalan berubah sesuai dengan faktor yang sama. Sebagai contoh, jika setiap sel
MAT dikalikan dua, maka arus hasil pembebananpun akan meningkat dua kali lipat.

Proses pemilihan rute lainnya yang tidak mengikuti atau cocok dengan kedua kondisi tersebut
dikelompokkan sebagai metode tidak-proporsional. Jadi, metode all-or-nothing dan metode
stokastik dikelompokkan dalam metode proporsional, sedangkan metode batasan-kapasitas dan
metode keseimbangan adalah metode tidak-proporsional.
 Model All or Nothing, Metode ini merupakan model pemilihan rute yang paling
sederhana. Pada model ini diasumsikan bahwa semua pengendara berusaha untuk
meminimumkan biaya perjalanannya yang tergantung pada karakteristik jaringan jalan
dan asumsi pengendara. Dianggap bahwa pengendara memiliki persepsi dan tujuan
yang sama sehingga hanya terdapat satu rute terbaik yang dipilih. Metode ini tidak
dipengaruhi oleh efek kemacetan.
 Model Keseimbangan, Wardrop Konsep dasar analisis keseimbangan untuk jaringan
jalan pertama kali dikemukakan oleh Wardrop (1952), yang dikenal sebagai prinsip
Keseimbangan Wardrop, yang menyatakan bahwa: Dalam kondisi keseimbangan arus
lalu lintas akan merekayasa dirinya sendiri dalam jaringan yang macet sedemikian rupa
hingga tidak ada pengendara baru yang akan dapat mengurangi biaya perjalanannya
dengan mengganti ke rute lainnya. Dengan kata lain dalam kondisi keseimbangan,
semua rute yang dipilih mempunyai biaya yang sama, sementara rute yang tidak dipilih
mempunyai biaya yang sama atau lebih besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem
tersebut telah mencapai kondisi keseimbangan menurut pandangan pengguna.
Dalam program SATURN fungsi biaya arus pada suatu ruas tertentu digambarkan
melalui persamaan universal yang dapat mengakomodasi semua jenis fungsi biaya arus.
Secara umum fungsi tersebut dituliskan :
t = to + a . V n .................................................(3)

dengan:
t = waktu tempuh pada kondisi arus tertentu
to = waktu tempuh pada saat arus bebas
V = volume ruas
a, n = konstanta

 Kriteria Konvergensi, Terdapat tiga tipe dasar kriteria konvergensi pada prosedur
pembebanan batasan kapasitas, yaitu:
a. Dengan melihat perbedaan antara arus atau biaya ruas pada setiap pengulangan
yang berturutan. Dengan perbedaan ini dapat dilihat apakah proses pengulangan
selanjutnya akan menghasilkan perubahan yang berarti bagi arus atau biaya
tersebut. Jika tidak, konvergensi dianggap sudah tercapai.
b. Dengan mengukur perbedaan antara asumsi hubungan biaya−arus pada saat awal
pembebanan dengan hubungan biaya−arus pada saat akhir pembebanan.
c. Melihat potensi perbaikan yang dihasilkan apabila dilakukan proses pengulangan
berikutnya.
Berdasarkan tiga tipe dasar tersebut, Van Vliet (dalam Tamin, 1997) mengusulkan
kriteria konvergensi pada pembebanan keseimbangan δ yang sering digunakan untuk
melihat seberapa dekat solusi terhadap kondisi keseimbangan:

dengan:
Cijr− Cij adalah selisih biaya pada rute tertentu dan biaya minimum untuk pasangan (i,j). Biaya
ini dihitung setelah pengulangan selesai dan total pergerakan didapatkan untuk setiap ruas jalan.
Karena itu, δ adalah nilai yang dihasilkan oleh selisih antara biaya rute optimal dan biaya rute
tidak-optimal.

pemilihan rute yang terbaik, yaitu cara pengendara mengantisipasi biaya perjalanan, tingkat
kemacetan, dan informasi mengenai tersedianya jalan alternatif beserta biaya perjalanannya.
Setiap model mempunyai tahapan yang harus dilakukan secara berurutan. Fungsi dasarnya
adalah:
• Mengidentifikasi beberapa set rute yang akan diperkirakan menarik bagi pengendara; rute ini
disimpan dalam struktur data yang sering disebut pohon; oleh sebab itu, tahapan ini disebut
tahap pembentukan pohon.
• Membebankan MAT ke jaringan jalan dengan proporsi yang sesuai yang menghasilkan
volume pergerakan pada setiap ruas di jaringan jalan.
• Mencari konvergensi; beberapa teknik mengikuti pola pengulangan dari pendekatan menuju
ke solusi. Sebagai contoh, dalam proses keseimbangan Wardrop, proses konvergensi harus
selalu diamati untuk menentukan saat penghentian proses pengulangan.

Pemilihan rute dipengaruhi oleh:


1. Alternatif terpendek
2. Alternatif tercepat
3. Alternatif termurah
4. Informasi tentang kemacetan

Untuk angkutan umum, rute telah ditentukan berdasarkan moda transportasi (bus dan kereta api
mempunyai rute yang tetap). Dalam kasus ini, pemilihan moda dan rute dilakukan bersama-
sama. Untuk kendaraan pribadi, diasumsikan bahwa orang memilih moda dulu, baru rutenya.

Dalam menentukan rute yang akan digunakan selalu terdapat perbedaan persepsi yang kemudian
menghasilkan pola pemilihan rute yang disebut dengan pemilihan rute stokastik. Efek stokastik
muncul akibat adanya perbedaan persepsi setiap pengendaraan tentang biaya perjalanan,
sedangkan untuk efek batasan kapasitas timbul akibat biaya perjalanan (dalam hal ini adalah
komponen waktu tempuh) tergantung pada arus lalu lintas.

Dengan kata lain, kedua efek tersebut terjadi bersama-sama, khususnya di daerah perkotaan,
sehingga model pemilihan rute yang terbaik harus mengikutsertakan kedua efek tersebut. Efek
stokastik merupakan faktor yang dominan pada tingkat arus lalulintas yang rendah, sedangkan
efek batasan-kapasitas dominan pada tingkat arus lalulintas yang tinggi.

Jika diasumsikan bahwa semua pengendara mempunyai persepsi yang sama mengenai biaya,
maka pada kondisi tidak macet, akan selalu ada satu rute terbaik (hanya satu) bagi setiap zona
asal dan tujuan. Tetapi, pada kondisi macet, biaya perjalanan pada suatu ruas jalan tidak hanya
tergantung pada ciri ruas, tetapi juga pada jumlah kendaraan yang menggunakan ruas jalan
tersebut.
Pembentukan pohon adalah tahapan penting dalam setiap model pemilihan rute karena dua
alasan utama. Pertama, hal ini sangat sering dilakukan dalam algoritma pemecahannya, minimal
sekali per pengulangan. Kedua, algoritma pembentukan pohon yang baik dapat menghemat
waktu dan biaya komputer. Algoritma yang baik bukan hanya efisien, tetapi harus ditulis dalam
bentuk program komputer, tergantung pada bahasa komputer yang digunakan. Van Vliet (1978)
membahas dengan sangat baik algoritma yang paling sering digunakan.

Alasan pemilihan rute


1. Pembebanan all-or-nothing Pemakai jalan secara rasional memilih rute terpendek yang
meminimumkan hambatan transportasi (jarak, waktu, dan biaya). Semua lalulintas antara
zona asal dan tujuan menggunakan rute yang sama dengan anggapan bahwa pemakai jalan
mengetahui rute yang tercepat tersebut. Dengan kata lain, pemakai jalan mengetahui rute
terpendek yang meminimumkan waktu tempuh dan semuanya menggunakan rute tersebut,
tidak ada yang menggunakan rute lain.

2. Pembebanan banyak-ruas Diasumsikan pemakai jalan tidak mengetahui informasi yang tepat
mengenai rute tercepat. Pengendara memilih rute yang dipikirnya adalah rute tercepat, tetapi
persepsi yang berbeda untuk setiap pemakai jalan mengakibatkan bermacam-macam rute
akan dipilih antara dua zona tertentu. Diasumsikan bahwa pemakai jalan belum mendapatkan
informasi tentang alternatif rute yang layak. Dia memilih rute yang dianggapnya terbaik
(jarak tempuh pendek, waktu tempuh singkat, dan biaya minimum).

3. Pembebanan berpeluang Pemakai jalan menggunakan beberapa faktor rute dalam pemilihan
rutenya dengan meminimumkan hambatan transportasi. Contohnya, faktor yang tidak dapat
dikuantifikasi seperti rute yang aman dan rute yang panoramanya indah. Dalam hal ini,
pengendara memperhatikan faktor lain selain jarak, waktu tempuh, dan biaya yang minimum,
misalnya rute yang telah dikenal atau yang dianggap aman.

FAKTOR PENENTU UTAMA


Waktu tempuh adalah waktu total perjalanan yang diperlukan, termasuk berhenti dan tundaan,
dari suatu tempat ke tempat lain melalui rute tertentu. Waktu tempuh dapat diamati dengan dua
cara. Pertama dengan metode Pengamat Bergerak, yaitu pengamat mengemudikan kendaraan
survei di dalam arus lalulintas dan mencatat waktu tempuhnya.

Nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang untuk dikeluarkan (atau dihemat)
untuk menghemat satu unit waktu perjalanan. Nilai waktu biasanya sebanding dengan
pendapatan per kapita, merupakan perbandingan yang tetap dengan tingkat pendapatan. Ini
didasari asumsi bahwa waktu perjalanan tetap konstan sepanjang waktu, relatif terhadap
pengeluaran konsumen. Ini merupakan asumsi yang agak berani karena sedikit atau tidak adanya
data empiris yang menyokongnya.

Biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang, waktu tempuh, jarak, atau kombinasi
ketiganya yang biasa disebut biaya gabungan. Dalam hal ini diasumsikan bahwa total biaya
perjalanan sepanjang rute tertentu adalah jumlah dari biaya setiap ruas jalan yang dilalui.

Jadi, dengan mengetahui semua biaya dari setiap ruas jalan, dapat ditentukan (dengan algoritma
tertentu) rute terbaik yang dapat dilalui pada jaringan jalan tersebut. Tetapi, persepsi setiap
pengendara terhadap biaya perjalanan jelas berbeda Model pemilihan rute 289 beda sehingga
sukar menjabarkan perbedaan ini ke dalam bentuk model pemilihan rute yang sederhana.

Efek batasan-kapasitas dan stokastik dapat juga dianalisis dalam bentuk biaya perjalanan. Kita
dapat mengasumsikan bahwa setiap pemakai jalan memilih rute yang meminimumkan biaya
perjalanannya dan ini sangat beragam. Jadi, diperlukan usaha untuk mendapatkan rata-rata biaya
perjalanan yang sesuai untuk semua pengendara. Metode yang paling sering digunakan adalah
dengan mendefinisikan biaya sebagai kombinasi linear antara jarak dan waktu:

Biaya = a1 x waktu + a2 x jarak + a3

a1 = nilai waktu (Rp/jam)


a2 = biaya operasi kendaraan (Rp/km)
a3 = biaya tambahan lain (harga karcis tol)
Dalam studi ini model pemilihan rute yang digunakan adalah Stokastik murni (dial, burrel),
dimana efek batasan kapasitas tidak dipertimbangkan begitu pula dengan efek stokastik tidak
dipertimbangkan. Batasan analisis penentuan rute adalah volume dan waktu yang menggunakan
asumsi hukum davidson, sebagai berikut :

Q
1−( 1−a ) x
C
T Q=T o x [ ]
Q
1−
C

Dimana :
TQ = Waktu tempuh pada kondisi volume = Q;
To = Waktu tempuh pada kondisi Q=0;
Q = Arus (kend/jam);
C = Kapasitas (kend/jam);
a = Indeks tingkat pelayanan (ITP).

Sehingga setelah dilakukan 3 tahapan pemodelan, yaitu Tahap Bangkitan, Tahap Distribusi, dan
Tahap Pemilihan Moda, perlu untuk dilakukan pengumpulan data yang mendukung
dilakukannya pemilihan moda, diantaranya adalah :
1. Panjang masing – masing rute yang akan dipilih (km);
2. Waktu tempuh pada kondisi free flow, Q=0 (To, menit);
3. Indeks tingkat pelayanan/ITP (a);
4. Kapasitas jalan (C, kendaraan/jam);
5. Arus lalu lintas (Q, kendaraan)

Tahapan analisis
1. Tahap Bangkitan
Tentukan berapa besarnya populasi pada suatu zona asal dan zona tujuan,
Misal :
zona A adalah zona asal, sehingga didapatkan populasi zona A yaitu PA
zona B adalah zona tujuan, sehingga didapatkan populasi zona B yaitu AB
2. Tahap Distribusi
Pada tahap distribusi ini dihitung berapa besar bangkitan dan tarikan di masing – masing
zona, sehingga didapatkan demand function

PA x AB
Q AB= x 0,0025
T AB

Dimana :
QAB = Arus lalu lintas dari A ke B (kendaraan)
PA = Jumlah populasi di zona A (kendaraan)
AB = Jumlah populasi di zona B (kendaraan)
TAB = Waktu tempuh dari zona A ke B (menit)

3. Tahap Pemilihan Moda


Pada tahap pemilihan moda ini, informasi mengenai jenis moda yang digunakan dalam
melakukan aktivitas pada suatu zona didapatkan berdasarkan survei, dalam pedoman ini
dimisalkan pada zona A dan zona B menggunakan kendaraan pribadi, dimana untuk 3 orang
menggunakan 1 kendaraan.

4. Tahap Pemilihan Rute


Pada tahap pemilihan rute, digunakan asumsi hukum davidson yang kemudian akan
didapatkan supply function untuk masing – masing rute, berdasarkan supply function tersebut
maka akan diketahui rute yang dipilih berdasarkan waktu tempuh tercepat.

Sehingga pada tahapan pemilihan rute akan didapatkan hubungan antara demand function
dengan supply fungsi pada masing – masing rute sebagai berikut :

1 2 3 x PA x AB
T Q +T Q +T Q + …+T Q= x 0,0025
Q AB
Dimana :
TQ1, TQ2, TQ3,….., TQx = waktu tempuh pada kondisi volume Q untuk rute 1, 2, 3 hingga rute x
(x=banyaknya rute yang akan dipilih)
PENGAPLIKASIANNYA

BAGAN ALIR PEMILIHAN RUTE

Berdasarkan hasil hipotesa, maka saya mengambil acuan dari hasil penelitian SINTA RIA
ARINI “MODEL PEMILIHAN RUTE ANTARA JALAN TOL DENGAN JALAN
NASIONAL NGAWI-KERTOSONO” untuk dijadikan sampel pengaplikasian pemilihan
rute pada jaringan jalan, yang kemudian agar dapat diketahui metode dan juga proses
mendapatkan hasil dari pemilihan rute pada ruas jalan tersebut.
Langkah awal yaitu menganalisis hasil survei volume lalu lintas,berikut dapat di lihat pada
tabel

DATA VOLUME LALU LINTAS

Dari hasil volume lalu-lintas ruas Ngawi-Madiun, terdapat hasil yang bervariasi setiap harinya. Selain itu
terdapat jumlah kendaraan terbesar masing-masing golongan dari survei yang telah dilakukan. Untuk
golongan Unmotor/Motor jumlah kendaraan terbanyak berada dihari ketiga (Rabu-Kamis) sebesar 21973
kendaraan. Golongan I jumlah kendaraan terbanyak berada juga dihari ketiga sebesar 4772 kendaraan.
Golongan II dan III jumlah kendaraan terbanyak berada di hari pertama (Senin-Selasa) sebesar 1357 dan
913 kendaraan. Sedangkan golongan IV dan golongan V jumlah kendaraan terbanyak berada di hari
kedua (Selasa-Rabu) sebesar 1124 dan 656 kendaraan.

DATA LALU LINTAS HARIAN DAN TIAP JAM


Pada gambar 4.3-4.9, dapat dilihat bahwa diruas Ngawi- Madiun dominasi kendaraan berada dikeadaan
maksimum dihari kedua (Selasa-Rabu). V ariasi golongan I memiliki volume kendaraan tertinggi pada
hari pertama (Senin-Selasa) pada pukul 17.00-18.00, sedangkan golongan yang lain memiliki volume
kendaraan tertinggi pada hari kedua. Volume golongan UM/M tertinggi pada pukul 07.00-08.00,
golongan II dan golongan III tertinggi pada pukul 13.00-14.00

DATA KAPASITAS JALAN

Dalam pembahasan ini, semua analisa perhitungan didasarkan pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia
1997 (MKJI 1997). Peninjauan setiap ruas ditinjau pada kondisi peak hour setiap golongan. Tahap
perhitungan awal yakni mengkonversi jumlah kendaraan pada tabel 4.10 dengan angka pada tabel 5.1.

Contoh perhitungan konversi kendaraan ruas Ngawi-Madiun hari Senin-Selasa:


UM/M= 2075 x 0,4 = 830 smp/jam

GOL 1= 384 x 1= 384 smp/jam


GOL 2= 116 x 1,3 = 151 smp/jam

GOL 3= 78 x 1,3 = 101 smp/jam

GOL 4= 81 x 2,5 = 203 smp/jam

GOL 5= 48 x 2,5 = 120 smp/jam

KINERJA LALU LINTAS SEBELUM ADANYA JALAN TOL

Perhitungan selanjutnya yakni menentukan derajat kejenuhan (DS). Nilai DS nantinya akan menunjukkan
tingkat pelayanan jalan. Sebelum itu dilakukan perhitungan mengenai rasio arus lalu lintas (Q) dengan
menjumlahkan semua jumlah kendaraan (tabel 5.2) dalam satuan smp/jam. Lalu dilanjutkan dengan
menghitung kapasitas jalan (C) yang sudah dijelaskan pada tabel 4.2.
Contoh perhitungan DS ruas Ngawi-Madiun hari Senin- Selasa:

Q = 830 + 384 + 151 + 101 + 203 + 120 = 1789 smp/jam

C = 3100 x 0,91 x 1 x 0,83 = 2341 smp/jam

DS = 1789 ÷ 2341 = 0,76

DS = 0,76 berada batas lingkup tingkat pelayanan jalan D (0,75 – 0,84)

Dari hasil tersebut, diketahui bahwa tingkat pelayanan jalan terendah didominasi hari Senin-Selasa untuk
ruas Ngawi-Madiun, Caruban-Nganjuk dan Nganjuk Kertosono. Sedangkan ruas Madiun-Caruban
memiliki tingkat pelayanan jalan terendah pada hari Rabu-Kamis.

Untuk membandingkan derajat kejenuhan sebelum dan sesudah adanya jalan tol, dilakukan perhitungan
tingkat pelayanan jalan dengan memilih jumlah kendaraan terbanyak setiap golongan pada hari Senin-
Kamis. Pemilihan tersebut mewakili kondisi dalam waktu satu tahun. Tahun berikutnya, jumlah
kendaraan tersebut diprediksi menggunakan PDRB sesuai kabupaten/kota.

Contoh perhitungan DS Ngawi-Madiun sebelum ada jalan tol tahun 2015-2016:

Tahun 2015
Q = 946 + 384 + 156 + 104 + 230 + 135
= 1955 smp/jam
C = 3100 x 0,91 x 1 x 0,83 = 2341 smp/jam

DS = 19559 ÷ 2341 = 0,83

DS = 0,83 berada batas lingkup tingkat pelayanan jalan D (0,75- 0,84)

Tahun 2016
Q = 946 (1+5,36%) + 384 (1+5,68%) + 156 (1+5,68%) + 104

(1+5,68%) + 230 (1+5,68%) + 135 (1+5,68%) = 2061 smp/jam

C = 3100 x 0,91 x 1 x 0,83 = 2341 smp/jam

DS = 2061 ÷ 2341 = 0,88

DS = 0,88 berada batas lingkup tingkat pelayanan jalan E (0,85-1,00)


Berdasar pada hasil perhitungan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa setiap tahunnya disemua ruas
mengalami peningkatan derajat kejenuhan. Hal tersebut juga menyebabkan semakim endahnya tingkat
pelayanan jalan. Tingkat pelayanan jalan terburuk berada diruas Caruban-Nganjuk.

KINERJA LALU LINTAS SETELAH ADANYA JALAN TOL

Dalam menentukan kinerja lalu-lintas dijalan nasional sesudah adanya jalan tol, perhitungan ini
membutuhkan data laju pertumbuhan kendaraan per hari di jalan nasional sebelum ada jalan tol
dilampirkan pada tabel 4.13. Dengan data tersebut, perhitungan dilanjutkan dengan mengkonversi jumlah
kendaraan dengan angka pada tabel 5.1. Hasil perhitungan-perhitungan tersebut terlampir pada tabel 5.6-
5.7.

Contoh perhitungan DS Ngawi-Madiun sesudah ada jalan toL tol tahun 2015:
Q = 946 + 133 + 44 + 33 + 25 + 2 = 1182 smp/jam

C = 3100 x 0,91 x 1 x 0,83 = 2341 smp/jam

DS = 1182 ÷ 2341 = 0,50

DS = 0,50 berada batas lingkup tingkat pelayanan jalan C (0,46 – 0,75)


Dari hasil perhitungan tabel 5.7, dapat diketahui bahwa derajat kejenuhan jalan nasional sesudah adanya
jalan tol setiap tahunnya cenderung stabil. Hasil perhitungan derajat kejenuhan jalan nasional Ngawi-
kertosono sesudah ada jalan tol menghasilkan angka yang lebih rendah dibanding dengan sebelum adanya
jalan tol. Hal tersebut berbanding lurus dengan tingkat pelayanan jalan yang semakin tinggi di jalan
nasional sesudah adanya jalan tol. Derajat kejenuhan terendah berada diruas Nganjuk-Kertosono.

Dari hasil tabel 5.8, dapat diketahui bahwa hasil biaya operasi kendaraan per tahun meningkat setiap
tahunnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh jumlah kendaraan dijalan nasional sehingga biaya operasi
kendaraan terbanyak ada pada golongan I. Dengan cara yang sama untuk perhitungan biaya operasi
kendaraan jalan nasional golongan II-V, hasil rekap BOK/1000km, BOK/hari dan BOK/tahun terlampir
pada tabel 5.9
KESIMPULAN

Berdasar hasil perhitungan penghematan biaya operasi kendaraan dan nilai waktu didapatkan bahwa
golongan I memiliki nilai terbesar untuk semua ruas. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah kendaraan golongan
I yang lebih banyak dibanding golongan lain. Penghematan biaya operasi kendaraan dan nilai waktu
terbesar ada di ruas Caruban-Nganjuk sedangkan penghematan terkecil ada di ruas Nganjuk-Kertosono
untuk semua golongan kendaraan. Sehingga total penghematan biaya operasi kendaraan

Ngawi-Kertosono sebesar Rp 1.747.902.677.961,-/tahun sedangkan total penghematan nilai waktunya


sebesar Rp 335.308.256.032,-/tahun.

Berdasar hasil Analisa model pemilihan rute baik menggunakan model JICA I, logit-binomial dan
regresi-pengali didapatkan probabilitas kendaraan yang memilih jalan tol berbeda-beda. Probabilitas
kendaraan yang memilih rute jalan tol terbesar berada digolongan V mencapai 100%.

DAFTAR PUSTAKA
Tamin, Ofyar Z. 2002. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Bandung : ITB.
Ortuzar, JD and Willumsen. 1990. Modelling Transport, Chichester: JHON Wiley & Sons.
Fitrianingsih, Aryanti 2008, Pengaruh beban lalu lintas terhadap pemilihan rute Studi Kasus
Kawasan Simpang Lima Kata Semarang, Universitas Diponegoro Semarang
Morlok, Edward K., 1991 Pengantar Teknik dan Perencanaan Transpartasi (terjemahan), Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia.
Arini,Sinta Ria.2017. “MODEL PEMILIHAN RUTE ANTARA JALAN TOL DENGAN JALAN
NASIONAL NGAWI-KERTOSONO”: ITS.

Anda mungkin juga menyukai