Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Seksual
2.1.1 Definisi Perilaku Seksual
Berikut ini adalah pengertian tentang batasan perilaku seksual, aktivitas
seksual, hubungan seksual dan perilaku seksual pra nikah (Martopo, 2000):
1. Perilaku seksual adalah perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan
jenis. Perilaku seksual juga merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara
fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap
hubungan intim, biasanya dilakukan oleh pasangan suami isteri.
2. Aktivitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dorongan
seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin melalui berbagai
perilaku.
3. Hubungan seksual merupakan kontak seksual yang dilakukan berpasangan
dengan lawan jenis atau sesama jenis.
4. Perilaku seks pra nikah adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses
pernikahan yang resmi menurut hukum ataupun agama dan kepercayan masing-
masing individu.
5. Menurut Soetjiningsih (2004), perilaku seks pranikah pada remaja adalah segala
tingkah laku remaja yang didorong oleh hasrat baik dengan lawan jenis maupun
Universitas Sumatera Utara
sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya hubungan resmi sebagai suami istri.
Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri.
6. Perilaku seksual menurut Sarwono (2007) merupakan segala bentuk perilaku
yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan
sesama jenis. Bentuk perilaku seksual, mulai dari bergandengan tangan
(memegang lengan pasangan), berpelukan (seperti merengkuh bahu, merengkuh
pinggang), bercumbu (seperti cium pipi, cium kening, cium bibir), meraba bagian
tubuh yang sensitif, menggesek-gesekkan alat kelamin sampai dengan
memasukkan alat kelamin. Demikian halnya dengan perilaku seksual pranikah
pada remaja akan muncul ketika remaja mampu mengkondisikan situasi untuk
merealisasikan dorongan emosional dan pemikirannya tentang perilaku
seksualnya atau sikap terhadap perilaku seksualnya.
LEngle et.al. (2005) dalam Tjiptanigrum, (2009) mengatakan bahwa perilaku
seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal, 4)
berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening, pipi), 6) saling
memeluk,sedangkan yang termasuk kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut
dan lidah, 2) meraba dan mencium bagian bagian sensitive seperti payudara, alat
kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual
(senggama).
Faktor yang juga diasumsikan sangat mendukung remaja untuk melakukan
hubungan seksual adalah teman sebaya yang dilihat dari konformitas remaja pada
kelompoknya di mana konformitas tersebut memaksa seorang remaja harus
Universitas Sumatera Utara
melakukan hubungan seksual. Santrock (2003) mengatakan bahwa konformitas
kelompok bisa berarti kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari
orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang
diberikan oleh kelompoknya tersebut. Apabila lingkungan peer remaja tersebut
mendukung untuk dilakukan perilaku seksual, serta konformitas remaja yang juga
tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut sangat berpeluang untuk melakukan
hubungan seksual pranikah.
2.1.2 Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Seksual
Menurut Sarwono (2007) bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai
dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai intercourse meliputi:
a. Kissing
Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di bibir
disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang
umum dilakukan. Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka, serta menggunakan
lidah itulah yang disebut french kiss. Kadang ciuman ini juga dinamakan ciuman
mendalam/ soul kiss.
b. Necking
Berciuman di sekitar leher ke bawah. Necking merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih mendalam.


Universitas Sumatera Utara
c. Petting
Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan
organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking.Ini
termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada,
buah dada, kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik di dalam atau di luar
pakaian.
d. Intercrouse
Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan
wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk
mendapatkan kepuasan seksual
Hubungan seksual yang dilakukan pada remaja, terutama remaja putri akan
dapat menyebabkan kehamilan pada usia belasan tahun akan mengkibatkan resiko
resiko tertentu baik bagi ibu atau janin yang dikandungnya. Selain itu, pada
kehamilan remaja yang tidak dikehendaki dapat disertai oleh akibat medis dan
psikologis. Misalnya terjadinya abortus, tidak bisa menyelesaikan pendidikan
sekolah, penyiksaan anak atau ketidak pedulian dan bunuh diri. Remaja putri yang
berusia 15-19 tahun mempunyai kemungkinan 2 kali lebih besar meninggal dunia
saat mereka hamil atau melahirkan dibandingkan dengan perempuan berusia 20 tahun
keatas. Sementara itu remaja yang berusia dibawah 14 tahun, mempunyai
kemungkinan meninggal 5 kali lebih besar. Kehamilan pada remaja yang berusia
kurang dari 14 tahun memiliki risiko komplikasi medis lebih besar dari pada
perempuan dengan usia yang lebih dewasa. Hal ini dikarenakan bahwa panggul pada
Universitas Sumatera Utara
perempuan belum berkembang dengan sempurna. Pada remaja putri, dua tahun
setelah menstruasi yang pertama seorang perempuan masih mungkin mencapai
pertumbuhan panggul antara 2-9% dan tinggi badan 1% , sehingga perempuan yang
melahirkan kurang dari 14 tahun banyak mengalami disproporsi kepala bayi dan
panggul ibu atau disproporsi sefalopelvik.

2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja
Santrock (2007) yang mengutip Bandura menyatakan bahwa faktor pribadi
/kognitif, faktor perilaku dan faktor lingkungan dapat berintraksi secara timbal-
balik. Dengan demikian dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat memengaruhi
perilaku seseorang, namun seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan.
Menurut Suryoputro dkk (2007), faktor yang berpengaruh pada perilaku seksual
antara lain adalah faktor personal termasuk variabel seperti pengetahuan, sikap
seksual dan gender, kerentanan terhadap risiko kesehatan reproduksi, gaya hidup,
harga diri, lokus kontrol, kegiatan sosial, self efficacy dan variabel demografi (seperti:
umur pubertas, jenis kelamin, status religiusitas, suku dan perkawinan). Faktor
lingkungan termasuk variabel seperti akses dan kontak dengan sumber, dukungan dan
informasi, sosial budaya, nilai dan norma sebagai dukungan sosial

. Modifikasi dari
Santrock (2007) yang mengutip Bandura (1998) dan menurut Suryoputro dkk (2007)
faktor yang berpengaruh pada perilaku seksual antara lain :

Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Umur Pubertas
Pubertas adalah masa ketika seseorang anak mengalami perubahan fisik,
psikis, dan pematangan fungsi seksual. Masa pubertas dalam dimulai saat berumur 8
hingga 10 tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun. Pada masa ini
memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Berdasarkan
hasil penelitian Nursal (2008) menyatakan remaja yang mengalami usia puber dini
mempunyai peluang berperilaku seksual berisiko berat 4,65 kali dibanding responden
dengan usia pubertas normal.
Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido
seksualitas). Peningkatan ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku
seksual tertentu (Sarwono, 2007).
2.2.2 Pengetahuan tentang Perilaku Seksual
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah
mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap kesehatan reproduksi meliputi:
sistem reproduksi, fungsi, prosesnya dan cara-cara pencegahan/penanggulangan
terhadap kehamilan, aborsi, penyakit-penyakit kelamin (Notoatmodjo, 2007).
beberapa anggapan yang salah tentang hubungan seksual diantaranya adalah
kehamilan tidak mungkin terjadi bila hubungan seksual hanya dilakukan satu kali;
hanya dilakukan di usia muda; sebelum dan sesudah menstruasi; antara masa
menstruasi; dilakukan dengan teknis coitus interuptus; atau sesudahnya segera
Universitas Sumatera Utara
minum soft drinks tertentu. Oleh karena itu mereka merasa tidak merasa perlu
memakai kontrasepsi.
2.2.3 Sikap
Sikap adalah bentuk respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
seperti: senang/tidak senang, setuju/tidak setuju, baik/tidak baik (Notoatmodjo,
2007).
Sikap seksual adalah respon seksual yang diberikan seseorang setelah melihat,
mendengar atau membaca informasi serta pemberitaan, gambar-gambar yang berbau
porno dalam wujud orientasi atau kecenderungan dalam bertindak. Sikap yang
dimaksud adalah sikap remaja terhadap perilaku seksual (Bungin, 2001). Pengukuran
sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat
dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek
secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis-hipotesis
kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003).
Sikap dapat bersifat positif dan pula sifat negatif (Azwar, 2009) :
1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi
mengharapkan objek tertentu
2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai objek tertentu.
Remaja yang mendapat informasi yang benar cenderung mempunyai sifat
negatif sebaliknya remaja yang kurang pengetahuannyan tentang seksual cenderung
mempunyai sikap positif /sikap menerima adanya perilaku seksual sebagai kenyataan
sosiologis (Bungin, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian di Palembang tentang sikap remaja terhadap perilaku
seksual berisiko berat, menunjukkan bahwa 42,5% yang bersifat permisip, yaitu sikap
yang memperbolehkan apa yang dulunya tidak diperbolehkan dengan alasan tabu
(Solha, 2007).
2.2.4 Harga Diri
Harga diri adalah variabel psikologis yang memegang peranan penting dalam
perkembangan sikap dan perilaku remaja. Menurut Santrock (2003), remaja masih
dalam situasi peralihan dan krisis dalam menemukan identitas dirinya sehingga
perasaan berharga dan bernilai sangatlah dibutuhkan oleh remaja. Sedangkan menurut
Hurlock (2011), harga diri adalah kemampuan individu untuk mempertahankan
pandangan yang positif terhadap diri sendiri dalam menghadapi kemunduran,
penolakan maupun kegagalan. Sifat harga diri adalah labil dan dapat berubah dari
waktu ke waktu. Terdapat tiga kelompok harga diri, yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Individu dengan harga diri yang tinggi menunjukkan sikap atau sifat yang lebih aktif,
mandiri, kreatif, yakin akan gagasan dan pendapatnya, memiliki kepribadian yang
stabil, rasa percaya diri yang tinggi, lebih efektif dalam kehidupan sehari-hari.
Individu yang memiliki harga diri sedang memiliki harapan dan keberartian yang
positif, meski lebih moderat, inividu memandang dirinya lebih baik dari kebanyakan
orang. Namun di sisi lain, ia tidak menilai dirinya sebaik penilaian orang lain yang
memiliki harga diri yang lebih tinggi. Sebaliknya, remaja dengan harga diri yang
rendah rasa percaya diri yang rendah dan kurang berani untuk menyatakan diri masuk
ke dalam suatu kelompok, ditambah lagi ia memiliki sikap pasif, pesimis, rendah diri
Universitas Sumatera Utara
(inferior), pemalu dan kurang berani dalam melakukan interaksi sosial. Remaja
dengan harga diri yang tinggi (positif) akan menjalani tahapan perkembangannya
dengan lebih baik.
Harga diri cenderung menurun di masa remaja , terutama pada remaja
perempuan berumur 12 17 tahun. Pada umumnya laki laki menunjukkan harga diri
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Menurunnya harga diri remaja
perempuan adalah karena mereka memiliki citra tubuh yang lebih negative selama
mengalami perubahan pubertas, dibandingkan remaja laki laki (Santrock, 2007)
Menurut Khera (2003) karakteristik harga diri terbagi atas dua yaitu harga diri
tinggi dan harga diri rendah. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut :
a. Harga diri tinggi yaitu berani karena pendirian, percaya diri, menerima tanggung
jawab, asertif, optimis, menghormati orang lain, disiplin, menyukai kesopanan,
mau belajar, dan rendah hati.
b. Harga diri rendah yaitu sikap kritis, ragu-ragu, agresif, mudah tersinggung.
2.2.5 Media Informasi
Adanya penyebaran media informasi dan rangsangan seksual melalui media
massa yaitu dengan adanya teknologi yang canggih seperti, internet, majalah, televisi,
video. Remaja cenderung ingin tahu dan ingin mencoba-coba serta ingin meniru apa
yang dilihat dan didengarnya, khususnya karena remaja pada umumnya belum
mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya. Media cetak dan
media elektronik merupakan media yang paling banyak dipakai sebagai
penyebarluasan pornografi. Perkembangan hormonal pada remaja dipacu oleh
Universitas Sumatera Utara
paparan media massa yang mengundang ingin tahu dan memancing keinginan untuk
bereksperimen dalam aktivitas seksual. Yang menentukan pengaruh tersebut bukan
frekuensinya tapi isu media massa itu sendiri (Muhammad, 2006). Remaja melakukan
imitasi apa yang dilihat melalui media dan televisi. Melalui observational learning,
remaja melihat bahwa dari film barat yang mereka tonton perilaku seks itu
menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Semakin banyak pengalaman
mendengar, melihat, mengalami hubungan seksual makin kuat stimulasi yang yang
dapat mendorong munculnya perilaku seks (Muhammad, 2006). Pada saat ini, media
massa baik media cetak maupun media elektronik banyak menampilkan seksualitas
sacara vulgar yang dapat merangsang birahi terutama remaja (J uliastuti, 2009).
Meningkatnya perilaku seksual membuat remaja selalu berusaha lebih banyak
informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang memperoleh informasi tentang
seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu,mereka selalu mendorong untuk mencari
informasi seks melalui media cetak seperti majalah, koran.
Media elektronik dapat menjadi wadah untuk menarik perhatian dan
meningkatkan kesadaran berbagai pihak terhadap berbagai perkembangan situasi
yang terjadi dewasa ini. Kecenderungan pelanggaran terhadap perilaku seksual
remaja makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan
teknologi canggih (video cassette, DVD, telepon genggam, internet, dan lain lain)
menjadi tak terbendung lagi, akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media
massa, khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahuai masalah
seksual secara lengkap dari orang tuanya (Sarwono, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Peran Orang Tua
Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih menabukan pembicaraan
seks dengan anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak. Akibatnya
pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran orang tua
sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang seksualitas. Dalam
berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang
dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga,
maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian
antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja
yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah). Perilaku seksual
merupakan salah satu bentuk pelampiasan kekesalan dan ketidak puasan remaja
terhadap orangtua dan orang dewasa yang dianggap terlalu banyak mengatur atau
mengekang.
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli dalam Retnowati
(2010), antara lain:
1. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
2. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak
di rumah
3. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik
(buruk)
4. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi
daripada kejiwaan (psikologis).
Universitas Sumatera Utara
Kedekatan geografis orang tua dan anak ternyata tidak menjamin selalu
terkontrolnya perilaku seks anak remaja mereka (Hartono, 1998). Mereka justru tidak
ingin mengambil risiko bertemu dengan kenalan orang tuanya baik di hotel atau
tempat umum lainnya. Bagi mereka risiko terlihat di tempat umum lebih besar dari
pada di rumah orang tua mereka karena mereka tahu pasti jam orangtua mereka atau
saat orang tua akan berada di luar rumah (Khisbiyah, 1997). Dengan demikian, bila
hubungan seks dilakukan di rumah, mereka akan memilih saat kedua orang tuanya
sedang tidak ada di rumah atau sedang bekerja.
2.2.7 Teman Sebaya
Teman sebaya (peers) adalah anak remaja dengan tingkat usia atau tingkat
kedewasaan yang sama. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh
teman sebaya merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan mereka. Remaja mulai
belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui
interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti
minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses
penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan
beranggapan bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk
kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia
menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga
termasuk kebutuhan kasih sayang (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan,
penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual (Santrock,
2003).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Susanto (2006) minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses
tumbuh kembang yang dialami remaja. Yang dimaksud disini bukan sekadar
kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi,
nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam
kelompok tersebut atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini
memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group. Demi geng ini remaja
seringkali dengan rela hati mau melakukan dan mengorbankan apapun hanya karena
sebuah kata-kata sakti, yaitu solidaritas. Demi alasan solidaritas, sebuah geng
sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota
kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan
sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba,
mencium pacar bahkan melakukan hubungan seks.
Dalam kelompok sebaya, individu merasakan adanya kesamaan satu dengan
yang lain, seperti dibidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang dapat memperkuat
kelompok itu. Dalam kelompok sebaya tidak dipentingkan adanya struktur
organisasi, namun di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab
atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Dalam kelompok sebaya, individu
merasa menemukan dirinya ( pribadi) serta dapat mengembangkan rasa social sejalan
dengan perkembangan kepribadiannya. Dalam teman sebaya pengaruh pola
hubungan, koformitas, kepemimpinan kelompok, adaptasi sangat besar terhadap
remaja ( Santoso, 2009)
Menurut Hurlock (2011) pengelompokan remaja adalah :
Universitas Sumatera Utara
1) Teman Dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat
karib. Mereka adalah sesama seks yang mempunyai minat dan kemampuan yang
sama. Teman dekat saling memengaruhi satu sama lain, meskipun kadang-
kadang juga bertengkar.
2) Kelompok Kecil
Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat. Pada mulanya
terdiri dari seks yang sama, tetapi kemudian meliputi kedua jenis seks.
3) Kelompok Besar
Kelompok besar yang terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman
dekat, berkembang dengan meningkatkan minat akan pesta dan berkencan.
Karena kelompok ini besar maka penyesuaian minat berkurang diantara anggota-
anggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar antara diantara
mereka.
4) Kelompok yang Terorganisasi
Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa dibentuk oleh sekolah dan
organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak
mempunyai klik atau kelompok besar diantara mereka. Banyak remaja yang
mengikuti kelompok seperti itu merasa diatur dan berkurang minatnya ketika
berusia enam belas atau tujuh belas tahun.


Universitas Sumatera Utara
5) Kelompok Geng
Remaja yang tidak termasuk klik atau kelompok besar dan yang merasa tidak
puas dengan kelompok yang terorganisasi mungkin mengikuti kelompok geng.
Anggota geng yang biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama
mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku
antisosial.
2.2.8 Peluang/ Waktu luang
Dengan adanya waktu luang yang tidak bermanfaat maka lebih mudah
menimbulkan adanya pergaulan bebas, dalam arti remaja mementingkan hidup
bersenang-senang, bermalas-malas, berkumpul-kumpul sampai larut malam yang
akan membawa remaja pada pergaulan bebas. ( Gunarsa,1995)
2.2.9 Budaya
Menurut Koenjaraningrat (1997), budaya adalah pedoman yang bernilai dan
memberikan arah atau norma yang terdiri dari aturan aturan untuk bertindak yang
apabila dilanggar menjadi tertawaan, ejekan dan celaan sesaat oleh masyarakat di
sekitarnya.
Budaya suatu kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan
pada suatu saat lazimnya, budaya disuatu tempat berbeda dengan budaya ditempat
lain, demikian pula budaya disuatu tempat berbeda menurut kurun waktunya
(Soekanto, 2008).
Sarwono (2012) mengatakan, walaupun pada zaman sekarang ini marak
terjadi perilaku seks bebas tetapi sebenarnya dalam masyarakat Indonesia masih
Universitas Sumatera Utara
menjungjung tinggi nilai tradisional. Nilai tradisional dalam perilaku seksual yang
paling utama adalah tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Nilai ini
tercermin dalam bentuk keinginan mempertahankan kegadisan seseorang sebelum
menikah
Orang tua belum memiliki kesiapan dengan perubahan dan kemampuan anak-
anak dalam beradaptasi dengan nilai-nilai yang baru. Mereka masih khawatir anak-
anak akan mendapatkan pengaruh negatif dari nilai-nilai baru tersebut. Hal ini yang
membuat anak mengalami kebingungan dalam memahami nilai-nilai kontradiktif
yang diterapkan orang tua kepada mereka. Tidak mengherankan jika pada usianya
mereka masih memperlihatkan kehidupan emosional yang kurang matang dan relasi
sosial yang kurang berkembang. Mereka juga kesulitan untuk menjadi individu yang
lebih berbudaya, yang mewarnai kehidupan perilaku mereka sehari-hari.
Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola
pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola pikir
masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang
dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka,
kepercayaan, dan ideologi yang mereka anut. Tentu saja pada kenyataannya budaya
antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya berbeda, terlepas dari perbedaan
karakter masing-masing kelompok masyarakat ataupun kebiasaan mereka.
Peran budaya yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan titik acuan dalam
membentuk kepribadian seseorang atau kelompok masyarakat. Karena melalui
kebudayaan manusia dapat bertukar pikiran. Apalagi di jaman sekarang yang dimana
Universitas Sumatera Utara
teknologi informasi sangat menjadi acuan atau pengaruh dalam pertukaran
kebudayaan dalam masyarakat berbangsa maupun bernegara. Masyarakat sering
sekali menerima langsung kebudayaan-kebudayaan negatif yang seharusnya dan
memang bertentangan dengan norma-norma, karena kebudayaan negatif inilah yang
tidak dapat mengubah kepribadian seseorang/masyarakat sehingga remaja menelan
begitu saja apa yang dilihatnya dari budaya barat.
2.2.10 Gender
Menurut Raharjo (1997), permasalahan hubungan gender yang asimetris
masih tetap mengganjal dan dianggap sebagai sebab utama dari permasalahan-
permasalahan perempuan saat ini, termasuk yang berkaitan dengan hak dan kesehatan
reproduksi. Ketidakberdayaan perempuan adalah sebagai akibat dari konstruksi sosial
yang selama ini menempatkan perempuan pada kedudukan yang subordinat. Di
bidang reproduksi, ketidakberdayaan perempuan itu terlihat dari hubungan yang tidak
berimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal seksual dan reproduksi seperti
tercermin dalam kasus pemaksaan hubungan kelamin yang dapat mengakibatkan
kehamilan yang tidak diinginkan yang apabila terjadi pada remaja dapat
menyebabkan remaja tersebut hamil di usia muda.
Menurut Sarwono (2007) faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada
remaja adalah :
1. Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja yang sudah
mulai berkembang kematangan seksualnya secara lengkap kurang mendapat
Universitas Sumatera Utara
pengarahan dari orang tua mengenai kesehatan reproduksi khususnya tentang
akibat-akibat perilaku seksual maka mereka sulit mengendalikan rangsangan-
rangsangan dan banyak kesempatan seksual pornografi melalui media massa
yang membuat mereka melakukan perilaku seksual secara bebas tanpa
mengetahui risiko-risiko yang dapat terjadi seperti kehamilan yang tidak
diinginkan.
2. Meningkatnya Libido Seksual
Di dalam upaya mengisi peran sosial, seorang remaja mendapatkan motivasinya
dari meningkatnya energi seksual atau libido, energi seksual ini berkaitan erat
dengan kematangan fisik.
3. Media Informasi
Adanya penyebaran media informasi dan rangsangan seksual melalui media
massa yaitu dengan adanya teknologi yang canggih seperti, internet, majalah,
televisi, video. Remaja cenderung ingin tahu dan ingin mencoba-coba serta ingin
meniru apa yang dilihat dan didengarnya, khususnya karena remaja pada
umumnya belum mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.
4. Norma Agama
Sementara itu perkawinan ditunda, norma-norma agama tetap berlaku dimana
orang tidak boleh melaksanakan hubungan seksual sebelum menikah. Pada
masyarakat modern bahkan larangan tersebut berkembang lebih lanjut pada
tingkat yang lain seperti berciuman dan masturbasi untuk remaja yang tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat menahan diri akan mempunyai kecenderungan melanggar larangan
tersebut.
5. Orang Tua
Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih menabukan pembicaraan seks
dengan anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak. Akibatnya
pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran orang tua
sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang seksualitas.
6. Pergaulan Semakin Bebas
Gejala ini banyak terjadi di kota-kota besar, banyak kebebasan pergaulan antar
jenis kelamin pada remaja, semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap
anak remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa
remaja
Menurut Bachtiar (2004) faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada
remaja :
1. Pendidikan
Pendidikan yang rendah cenderung melakukan seks dibanding dengan yang
berpendidikan tinggi dan berprestasi.
2. Sosial Ekonomi
Dengan perekonomian keluarga yang rendah cenderung remaja melakukan seks
agar pasangannya dapat memenuhi segala sesuatu yang ia butuhkan.
3. Pengaruh Teman
Pengaruh teman memang sangat kuat dalam memengaruhi perilaku seksual.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sarwono (2012), masalah seksualitas pada remaja timbul karena
faktor-faktor berikut, yaitu :
1) Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido
seksualitas). Peningkatan ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah
laku seksual tertentu.
2) Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia
perkawinan, baik secara hukum maupun karena norma sosial yang makin lama
makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain)
3) Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku di mana
seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Untuk
remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecendrungan untuk
melanggar saja larangan-larangan tersebut.
4) Kecendrungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dengan adanya
teknologi canggih (VCD, internet, handpone seluler, dan lain-lain) menjadi
tidak terbendung lagi. Remaja yang dalam periode ingin tahu dan ingin
mencoba akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa,
khususnya bila mereka belum mengetahui secara lengkap dari orang tua.
5) Di pihak lain, adanya kecenderungan pergaulan makin bebas antara pria dan
wanita akibat dari peran dan pendidikan wanita yang makin sejajar dengan pria.
Sehingga kurang adanya pemantauan bagi anak remaja.
Universitas Sumatera Utara
Hidayah (2010) yang mengutip pendapat Pratiwi (2004), bahwa faktor
faktor yang memengaruhi prilaku seksual pada remaja yaitu faktor biologis, pengaruh
teman sebaya, pengaruh orang tua, akademik, pemahaman, pengalaman seksual,
pengalaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, kepribadian dan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi.

2.3 Remaja
2.3.1 Definisi Remaja
Menurut Hall (Santrock, 2003), usia remaja berada pada rentan 12-23 tahun.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pendapat Stanley Hall pada
saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and
stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang. Menurut Erickson masa remaja
adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson
ini dikuatkan oleh J ames Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas
diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan
identity achieved. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas
diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja
2.3.2 Ciri-ciri Remaja
Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode
sebelumnya, Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2011), antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang
dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang
bersangkutan dan akan memengaruhi perkembangan selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa
kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status
remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya
hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling
sesuai dengan dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi
perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan
pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa
usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian
karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang
membuat banyak orang tua menjadi takut.
f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang
kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan
orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya
terlebih dalam cita-cita.
g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau
kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan
Universitas Sumatera Utara
didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu
dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan
terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan
memberikan citra yang mereka inginkan.
2.3.3 Tahapan Perkembangan Remaja
Menurut Hurlock (2011) tahap perkembangannya, masa remaja dibagi
menjadi tiga tahap yaitu:
Tabel 2.1. Tahapan Perkembangan Remaja
Masa Remaja Awal
(12-15 Tahun)
Masa Remaja Tengah
(15-18 Tahun)
Masa Remaja Akhir
(18-21 Tahun)
Lebih dekat dengan
teman sebaya
Mencari identitas diri Pengungkapan identitas
diri
Ingin bebas Timbulnya keinginan
untuk kencan
Lebih selektif dalam
mencari teman sebaya
Lebih banyak
memperhatikan keadaan
tubuhnya dan mulai
berpikir abstrak
Mempunyai rasa cinta
yang mendalam
Mempunyai citra jasmani
dirinya
Mengembangkan
kemampuan berpikir
abstrak
Dapat mewujudkan rasa
cinta

Berkhayal tentang
aktifitas seks.
Mampu berpikir abstrak.

Sumber : Hurlock, 2011

2.3.4 Perkembangan Sosial Remaja
Menurut Hurlock (2011) ada tiga proses dalam perkembangan sosial adalah
sebagai berikut:
a. Berperilaku dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya
Universitas Sumatera Utara
harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus
menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagian dari masyarakat
atau lingkungan sosial tersebut.
b. Memainkan peran di lingkungan sosialnya
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan
dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat
memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.
c. Memiliki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang
menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. J ika seseorang disenangi berarti, ia
berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok
sosial tempat mereka menggabungkan diri.

2.4 Landasan Teori
Perilaku adalah adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme baik yang dapat
diamati baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).
LEngle et.al. (2005 dalam Tjiptanigrum, 2009) mengatakan bahwa perilaku
seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal,
4) berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening,pipi), 6) saling memeluk
sedangkan yang termasuk kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut dan lidah,
2) meraba dan mencium bagian bagian sensitive seperti payudara, alat kelamin, 3)
menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual (senggama).
Universitas Sumatera Utara
Santrock (2007) yang mengutip Bandura (1998) menyatakan bahwa, faktor perilaku
dan faktor lingkungan dapat berinteraksi secara timbal-balik. Dengan demikian dalam
pandangan Bandura, lingkungan dapat memengaruhi perilaku seseorang, namun
seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan.
Berdasarkan teori tersebut, maka landasan teori dapat digambarkan dalam
gambar di bawah ini :
Prinsip dasar belajar menurut
teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral
terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).


Gambar 2.1 Landasan Teori Menurut Bandura

(1998)







Orang

Lingkungan

Perilaku

Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat digambarkan
pada bagan berikut ini :
Variabel Independen Variabel Dependen














Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian










Faktor yang Memengaruhi :

1. Umur Pubertas
2. Pengetahuan Perilaku Seksual
3. Sikap
4. Harga Diri
5. Peran Media Informasi
6. Peran Orang Tua
7. Peran Teman Sebaya
8. Waktu luang
9. Budaya
10. Gender




Perilaku Seksual
pada Remaja
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai