ATRESIA ANI
Disusun oleh :
Pada hari ini tanggal 22 februari 2018 di Wahana RS Annisa telah dipresentasikan portofolio
oleh :
Nama : dr. Arief Kamil
Kasus : Medik (anak)
Topik : Atresia Ani
Nama Pendamping : dr. Elwin Afandi MM, dr. Cecep Awaludin
Nama Wahana : RS Annisa Kabupaten Bekasi
No Nama Peserta Tanda tangan
1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12.
13 13.
14 14.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Bayi lahir dengan BB : 2500 gr, PB : 47 cm, LK : 33 cm, LD : 30 cm, LILA : 10 cm. Bayi
kurang aktif dan menanigs tidak kuat.
2. Riwayat Pengobatan:
-
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
-
4. Riwayat Keluarga:
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
5. Riwayat Kebiasaan:
-
6. Riwayat Pekerjaan:
-
Daftar Pustaka:
1. Anonim. Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of Paediatric Surgery
Starship Hospital Auckland, 2006.
http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf [diakses 18 Mei
2013]
2. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 18 Mei 2013].
3. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and Associated
Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.
4. Faradilla N, Damanik R.R, Mardhiya W.R.2009. Anestesi pada Tindakan Posterosagital
Anorektoplasti pada Kasus Malformasi Anorektal. Universitas Riau. Available from:
(http://www.Files-of-DrsMed.tk. [diakses 19 mei 2013]
5. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. [diakses18
Mei 2013].
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Atresia Ani
2. Penatalaksanaan Atresia Ani
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subyektif:
Pasien lahir di RS Annisa Cikarang secara SC dari seorang ibu G5P3A1 Gravid 31-32
minggu inpartu kala 1 fase laten dengan KPD + BSC + HDK, lahir pada jam 16.46 wib. Bayi
lahir menangis tidak kuat dan kurang aktif.
Bayi lahir dengan BB : 2500 gr, PB : 47 cm, LK : 33 cm, LILA : 10 cm, Pasien kemudian
dirawat di ruang perina dan rencana menjalani operasi pembuatan saluran BAB sementara
oleh dokter bedah.
- Objektif:
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, menangis (-)
Nadi : 120 x/menit
Pernafasan : 62 x/menit
Suhu : 36,5 0C
- Kepala : Normocephal, facies mongoloid
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
- Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, sianosis (-)
- Thorax-Kardiovaskular
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (24 januari 2018)
Hematologi :
- Hb : 17,6 gr%
- Leukosit : 14,600/mm3
- Trombosit : 225.000/mm3
- Hematokrit : 50 vol%
- Golongan darah : O Rhesus +
- GDS : 46 mg/dl
- BT : 1.00
- CT : 3.00
- Natrium : 141 mmol/L
- Kalium : 5.1 mmol/L
- Klorida : 110 mmol/L
BNO : tip rectum inferior dari sacropubis line (letak rendah)
THORAX PA Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal, Tak tampak infiltrat
- Assessment:
- NKB SMK post SC hari 0
- Atresia Ani
- Susp Syndrom Dawn
- Plan:
PENATALAKSANAAN
medikamentosa
Non-medikamentosa
LAPORAN OPERASI
…………………………………………………….
S : muntah (-)
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
Status Generalis :
- Diet Asi ad lib mulai dari 5cc / 2-3 jam di naikkan bertahap bila tidak ada residu.
- Antibiotik Sesuai Sp.A
26 januari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
Status Generalis :
27 januari 2018
O :
95%
baik CM - 150x/i 51 x/i 36,6C
(nasal)
Status Generalis :
28 januari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
- Cefotaxime 3 x 150 mg
- Gentamicin 2 x 6 mg
- Aminopilin 4 x 1 cc stop
- sanmol 3 x 50 ml
- aminofusin pediactic 50 cc/ hari
29 januari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
- Cefotaxime 3 x 150 mg
- Gentamicin 2 x 6 mg
- aminofusin pediactic 50 cc/ hari
- Aff OGT
- Cek bilirubin total
30 janiari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
- Cefotaxime 3 x 150 mg
- BLT 2x24 jam
- Aff OGT
- ASI ad lib oral
31 januari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
1 februari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
Status Generalis :
A. Definisi
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna,
termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum. Insiden 1:5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial,
B. Embriologi
sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. endodern usus belakang ini juga membentuk lapisan
dalam kandung kemih dan uretra. Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka,
suatu rongga yang dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm
permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum urorektal,
pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini tumbuh kearah kaudal, karena itu
membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus uroginetalis primitif, dan bagian posterior,
yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal mencapai
membran kloaka, dan di daeraah ini terbentuklah korpus parienalis. Membran kloakalis
kemudian terbagi menjadi membran analis di belakang, dan membran urogenitalis di depan
Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim, yang dikenal
sebagai celah anus atau proktodeum. Pada minggu ke-9, membran analis koyak, dan
terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian atas kanalis analis berasal dari
endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nasi usus belakang, yaitu arteri mesentrika inferior.
Akan tetapi, sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari ektoderm dan ektoderm
dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna analis. Pada garis ini,
epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng (Sadler T.W, 1997).
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus,
sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum.
Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari
endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu
keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum
urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak
rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital.
Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot
sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter (Faradilla, 2009).
C. Etiologi
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen
genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang
memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan
dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya
hubungan antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal
tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat
menyebabkan atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt
M, 2007).
D. Patofisilogi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina
vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak
E. Klasifikasi
Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi
menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada
dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan
yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada
kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada
invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu
kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm
F. Manifestasi Klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala
2. Muntah.
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana
Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana rectum berada
pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya,
malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi
anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada (Departement of Surgery University
of Michigan, 2009).
Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas yang
mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas
berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan
secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
anorektal adalah
1. Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling
banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh
2. Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum
(1%-2%).
intraspinal.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.
Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi
antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan
tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae,
K, 2005).
G. Diagnosa
3. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah
a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak
kolostomi
b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih dahulu,
meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka
disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel
(-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero
sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostom terlebih dahulu.
Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila mekonium didadapatkan
pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila
Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan
foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara
Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau
knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal.
Pada pemeriksan klinis, pasien atresia ani tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi
saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah
lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.
(Levitt M, 2007).
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam
pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau
fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi
struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong.
Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang
mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan
jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan
tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot
perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak tinggi dan
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia ani letak rendah
meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada
anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium) (Levitt M,
2007).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani
1982 yang dikutip oleh Faradillah memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan
postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel
(Faradilla, 2009).
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,
meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis.
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat
ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan
letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi,
serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari
a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4
– 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti,
vetibulum atau vagina (80-90%). Golongan I Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar
dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi.
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama
penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan
padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat
kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna.
Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan
kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera
dilakukan kolostomi. Golongan II. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva
dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di posteriornya.
Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di
Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.
Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit. Dapat segera dilakukan
pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan
adanya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat kelompok
dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum. Golongan I. Jika ada fistel urin, tampak
mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun
ke vesika urinaria.
Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila
dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses
tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya sama
pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit
pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Fistel perineum sama
dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal
biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan wanita,
tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1cm dari kulit pada
invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah (Hamami A.H, 2004).
Kematian pascaoperasi PSARP pada atresia ani jarang, biasanya disebabkan oleh
kelainan kongenital mayor yang menyertai. Komplikasi mayor membutuhkan reoprasi dan
kasus yang paling sering adalah repair kloaka. Komplikasi minor yang sering terjadi adalah
infeksi perineal, dehisensi luka operasi, trauma uretra atau vagina, dan trauma pada saraf
daerah pelvis. Komplikasi lanjut yang sering terjadi adalah stenosis ani, prolaps mukosa
hari. 10 hari post operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari dan tiap
minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran
ynag sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
Dilatasi anus bisa dilakukan oleh orang tua di rumah, mula-mula dengan jari kelingking
kemudian dengan jari telunjuk selama 2–3 bulan berikutnya. Penutupan kolostomi dapat
2 hari sekali 1
3-5 x sehari 2
3 hari sekali 2
Kadang – kadang 2
Terus menerus 3
3. Konsistensi Normal 1
Lembek 2
Encer 3
Tidak terasa 3
Terus menerus 3
Komplikasi minor 2
Komplikasi mayor 3
Nilai skoring 7 – 21
7 = Sangat baik
8-10 = Baik
11-13 = Cukup
>14 = Kurang
perawatan luka secara baik dan benar sehingga mengurangi resiko infeksi, melalukan dilatasi
rutin pada anus dengan cara colok dubur, konsumsi makanan bergizi dan menghindari