Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan
berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Hampir
semua lemabaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya
terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli telah
mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini belum ada
kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal ini terbukti dari
banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo
economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical Animal (Binatang
ekonomi), dan sebagainya.
Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan
manusia kedalam kelompok binatang. Hal ini berlaku selama manusia itu
mempergunakan akal pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang
diridhoi-Nya. Namun, jika manusia tidak mempergunakan semua karunia itu dengan
benar, maka derajad manusia akan turun, bahkan jauh lebih rendah dari seekor binatang.
Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Araf ayat 179.

1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang manusia dalam pandangan islam, maka
diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian manusia?
2. Bagaimana perspektif manusia dalam islam?
3. Apa saja potensi yang dimiliki manusia?
4. Bagaimana peran manusia dan tanggung jawabnya dalam kehidupan?

1.3 Tujuan dan Manfaaf
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas MKU agama Islam
dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan
penulis dan pembaca tentang manusia dalam pandangan islam dan untuk membuat kita
lebih memahami islam.
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manusia
Pengertian manusia dapat dilihat dari berbagai segi. Secara bahasa manusia
berasal dari kata manu (Sansekerta), mens (Latin), yang berarti berpikir, berakal
budi atau makhluk yang mampu menguasai makhluk lain. Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi.
2.1.1 Pengertian manusia menurut para ahli
NICOLAUS D. & A. SUDIARJA
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani
dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu
barang
ABINENO J. I
Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi yang berada
atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana"
UPANISADS
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan
prana ataubadan fisik
I WAYAN WATRA
Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta,
rasa dan karsa
OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang
berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal,
dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan
lingkungan.

3

ERBE SENTANU
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan
bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan
dengan mahluk yang lain
PAULA J. C & JANET W. K
Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi,
mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta
turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai
kemungkinanan.

2.2 Manusia dalam perspektif Islam
Konsep manusia dalam AI-Qur'an dipahami dengan memperhatikan kata-kata
yang saling menunjuk pada makna manusia yaitu kata basyar, insan, dan al-nas. Allah
memakai konsep basyar dalam AI-Qur'an sebanyak 37 kali, salah satunya al-Kahfi:
110, yaitu : Innama anaa basayarun mitslukum (Sesungguhnya aku ini hanya seorang
manusia seperti kamu). Konsep basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat biologis
manusia, seperti asalnya dari tanah liat atau lempung kering (al-Hijr. 33; ar-Rum: 20),
serta manusia makan dan minum (al-Mu'minuun: 33). Basyar adalah makhluk yang
sekedar berada (being) yang statis seperti hewan.
Kata insan disebutkan dalam AI-Qur'an sebanyak 65 kali, di antaranya (al-Alaq:
5), yaitu: Allamal insaana maa lam ya'lam (Dia, mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya). Konsep insan selalu dihubungkan pada sifat psikologis atau spiritual
manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi ilmu, dan memikul amanah (al-Ahzab:
72). Insan adalah makhluk yang menjadi (becoming) dan terus bergerak maju ke arah
kesempurnaan.
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti (az-Zummar. 27), yaitu :
Walaqaddlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (Sesungguhnya telah
Kami buatkan bagi manusia dalam al-Qur'an ini setiap macam perumpamaan). Konsep
al-nas menunjuk pada semua manusia sebagai makhluk sosial atau secara kolektif.
Dengan demikian, al-Qur'an memandang manusia sebagai makhluk biologis,
psikologis, dan sosial. Manusia sebagai basyar tunduk pada takdir Allah, sama dengan
makhluk lain. Manusia sebagai insan dan al-nas bertalian dengan hembusan llahi atau
ruh Allah, memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau menantang takdir
4

Allah. Menurut pandangan Murtadha Mutahhari, manusia adalah makhluk serba
dimensi yang dapat disimpulkan menjadi empat dimensi, yaitu:
1. Manusia adalah makhluk yang berdimensi biologis reproduksi. Yang dimaksud
dengan dimensi biologis-reproduksi adalah manusia makhluk yang memiliki
kebutuhan-kebutuhan biologis seperti sandang, papan dan pangan serta seks dan
memiliki kemampuan bereproduksi (berkembang biak). Dalam konteks makna
inilah manusia dinamai dengan albasyar (QS. al-Mu'minun/23:33 dan QS.
Maryam/19:20).
2. Manusia adalah makhluk bendimensi intelektual peradaban. Yaitu manusia
membutuhkan ilmu pengetahuan dan memiliki kemampuan untuk mengetahui. Oleh
karena itu manusia sejak lahir telah diberikan padanya potensi-potensi ilmiah,
berupa pendengaran, penglihatan dan akal budi (QS. as-Sajadah/32:9).
3. Manusia adalah makhluk bendimensi sosial-masyarakat. Artinya manusia memiliki
kecenderungan yang kuat untuk hidup dalam komunitas sosial-masyarakat. Bahkan
dapat dikatakan bahwa manusia tidak akan dapat hidup tanpa sosial masyarakatnya.
Oleh karena itu manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya dalam memenuhi
kebutuhankebutuhannya. Sebagai contoh seorang manusia tidak akan dapat
memenuhi kebutuhan dan kemampuan reproduksinya tanpa bantuan seorang
manusia lainnya. Dalam konteks ini, seorang manusia laki-laki membutuhkan
seorang manusia perempuan sebagai pasangannya dalam rangka pemenuhan
kebutuhan reproduksinya. Pada kedua dimensi tersebut manusia dinamai dengan al-
insan (QS. al-Hujurat/49:13).
4. Manusia adalah makhluk bendimensi religius-spritual. Maksudnya manusia
merupakan makhluk yang membutuhkan akan agama dan kepatuhan terhadap
agama. Dalam konteks inilah manusia dinamai dengan al-ins (QS. Al-A'raf/7:172).

2.2.1 Penciptaan Manusia dalam Agama Islam
Sebagaimana yang telah Allah firmankan:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. (At Tin : 5)
Terdapat dua ayat Al Quran yang setidaknya dapat mewakili untuk
menunjukkan kepada kita bahwa asal kejadian manusia itu dari tanah. Ayat itu
5

adalah dari surat Shad ayat 71 yang artinya Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah. dan surat Ash Shaffat ayat 11 yang artinya
Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat.
Allah Subhanahu wa Taala telah menentukan tahapan-tahapan penciptaan
manusia. Allah Subhanahu wa Taala berfirman :
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang
Paling Baik. (Al Mukminun : 12-14)
Wahai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari
kubur), maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari
tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian
dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna,
agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang
Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi . (Al Hajj : 5)
Ayat-ayat di atas menerangkan tahap-tahap penciptaan manusia dari suatu
keadaan kepada keadaan lain, yang menunjukkan akan kesempurnaan
kekuasaan-Nya. Begitu pula penggambaran penciptaan nabi Adam yang Allah
ciptakan dari suatu saripati yang berasal dari tanah berwarna hitam yang berbau
busuk dan diberi bentuk, yang tertera dalam surat Al Hijr ayat 26, Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Setelah Allah SWT menciptakan nabi Adam dari tanah. Allah ciptakan pula
Hawa dari Adam, sebagaimana firman-Nya :
Dia menciptakan kamu dari seorang diri, kemudian Dia jadikan
daripadanya istrinya . (Az Zumar : 6)
6

Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia
menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya . (Al Araf : 189)
Dari Adam dan Hawa Alaihimas Salam inilah terlahir anak-anak manusia
di muka bumi dan berketurunan dari air mani yang keluar dari tulang sulbi
laki-laki dan tulang dada perempuan hingga hari kiamat nanti. (Tafsir Ibnu
Katsir juz 3 halaman 457)
Allah SWT menempatkan nuthfah (yakni air mani yang terpancar dari
laki-laki dan perempuan dan bertemu ketika terjadi jima) dalam rahim
seorang ibu sampai waktu tertentu. Dia Yang Maha Kuasa menjadikan rahim
itu sebagai tempat yang aman dan kokoh untuk menyimpan calon manusia.
Dia nyatakan dalam firman-Nya :
Bukankah Kami menciptakan kalian dari air yang hina? Kemudian Kami
letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim) sampai waktu yang
ditentukan. (Al Mursalat : 20-22)
Dari nuthfah, Allah jadikan alaqah yakni segumpal darah beku yang
bergantung di dinding rahim. Dari alaqah menjadi mudhghah yakni sepotong
daging kecil yang belum memiliki bentuk. Setelah itu dari sepotong daging
bakal anak manusia tersebut, Allah Subhanahu wa Taala kemudian
membentuknya memiliki kepala, dua tangan, dua kaki dengan tulang-tulang
dan urat-uratnya. Lalu Dia menciptakan daging untuk menyelubungi tulang-
tulang tersebut agar menjadi kokoh dan kuat. Ditiupkanlah ruh, lalu
bergeraklah makhluk tersebut menjadi makhluk baru yang dapat melihat,
mendengar, dan meraba. (dapat dilihat keterangan tentang hal ini dalam kitab-
kitab tafsir, antara lain dalam Tafsir Ath Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, dan lain-
lain)
Dari pembahasan diatas, terdasarlah kita bahwa kita tak patut untuk
menyombongkan diri karena kita ini adalah ciptaan yang Maha Kuasa. Ciptaan
yang diciptakan dengan sebaik-baiknya. Patutlah kita mensyukurinya dan
beribadah kepada-Nya.

7

2.3 Potensi (Fitrah) yang Dimiliki Manusia
Secara etimologi fitrah berasal dari kata fathara yang artinya menjadikan,
secara terminologi fitrah adalah mencipta/menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum
ada dan merupakan pola dasar yang perlu penyempurnaan. Menurut Shanminan Zain
(1986) bahwa fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam
diri manusia dibawah sejak lahir. Menurut Al Auzal (1976) fitrah adalah kesucian dalam
jasmani dan rohani. Menurut Ramayulis : fitrah adalah : kemampuan dasar bagi
perkembangan manusia yang dianugrahkan oleh Allah SWT yang tidak ternilai harganya
dan harus dikembangkan agar manusia dapat mencapai tingkat kesempurnaan.
Dalam Al-Quran, dalam surat Ar-Rum ayat 30 dijelaskan, yaitu :
Artinya :Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya
(sesuai dengan kecenderungan asli) itulah fitrah Allah yang Allah menciptakan manusia
diatas fitrah itu tak ada perubahan atas fitrah ciptaannya. Itulah agama yang lurus
namun kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa fitrah adalah suatu perangkat yang
diberikan oleh Allah yaitu kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya
yang disebut dengan potensialitas dan manusia diciptakan Allah dalam struktur yang
paling tinggi, yaitu memiliki struktur jasmaniah dan rohaniah yang membedakannya
dengan makhluk lain.
Jadi menurut permakalah fitrah adalah suatu kemampuan dasar yang ada pada
tiap-tiap diri manusia yang perlu dikembangkan untuk mencapai perkembangan yang
sempurna melalui bimbingan dan latihan.
2.3.1 Hakekat Potensi (Fitrah) Manusia Dalam Pandangan Filsafat Pendidikan
Islam
Allah SWT telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok
untuk menyembah khaliknya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan
kekayaan yang terdapat di bumi agar mereka dapat hidup sejahtera dan makmur
lahir batin. Untuk melaksanakan fungsinya sebagai khalifah Allah membekali
manusia dengan seperangkat potensi.Dalam konteks ini, maka pendidikan Islam
merupakan upaya yang ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimiliki
manusia secara maksimal. Sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit,
dalam artian berkemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi
8

dirinya, masyarakat dan lingkungan. Sebagai realisasi fungsi dan tujuan
penciptaannya sebagai khalifah.
Walaupun berfikir dan bernalar diakui sebagai salah satu kemampuan
dasar manusia, namun kemampuan untuk menemukan jalan kebenaran tidaklah
mutlak tanpa petunjuk Ilahi, pikiran dan penalaran dalam perkembangannya
memerlukan pengarahan dan latihan yang bersifat kependidikan yang sekaligus
mengembangkan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya dalam pola keseimbangan dan
keserasian yang ideal.
Oleh karena itu pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada
pengajaran. Dimana orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi
lebih menekankan pada pendidikan dimana sasarannya adalah pembentukan
kepribadian yang utuh dan bulat maka pendidikan Islam pada hakekatnya adalah
menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan firman Allah
dalam kitab suci Al-Quran
Artinya :Wahai orang mukmin, masuklah ke dalam Islam secara total
menyeluruh dan berkebulatan. (QS. Al-Baqarah : 208)
2.3.2 Makna Potensi (Fitrah)
Makna fitrah menurut Hasan Langgulung (1986 : 5) menyatakan
bahwa, ketika Allah menghembuskan/meniupkan ruh pada dirinya manusia
(pada proses kejadian manusia secara fisik maupun nonfisik) maka pada saat itu
pula manusia (dalam bentuk sempurna) mempunyai sebagian sifat-sifat
ketuhanan yang tertuang dalam Al-Asmahusna. Hanya saja kalau Allah serba
maha, sedangkan manusia hanya diberi sebagiannya, sebagian sifat-sifat
ketuhanan yang menancap pada diri manusia dan dibawanya sejak lahir itulah
yang disebut fitrah.
Misalnya, Al-Alim (maha mengetahui), manusia hanya diberi
kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan. Al-Rahman dan Al-Rahim (maha
pengasih maha penyayang) manusia juga diberi kemampuan untuk mengasihi
dan menyayangi, Al-Afuw Al-Ghafar (maha pemaaf maha pengampun),
manusia juga diberi kemampuan untuk memaafkan dan mengampuni kesalahan
orang lain. Al Khalik (maha pencipta) manusia juga diberi kemampuan untuk
mengkrerasikan sesuatu, membudayakan alam.
9

2.3.3 Macam-Macam Fitrah
1. Potensi Fisik (Psychomotoric)
Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya
untuk berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
2. Potensi Mental Intelektual (IQ)
Merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya : untuk
merencanakan sesuatu untuk menghitung, dan menganalisis, serta memahami
sesuatu tersebut.
3. Potensi Mental Spritual Question (SP)
Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri
manusia yang berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan akhlak manusia.
4. Potensi Sosial Emosional
Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya
mengendalikan amarah, serta bertanggung jawab terhadap sesuatu.
2.3.4 Hubungan Potensi (Fitrah) Dengan Pendidikan
Sebelum kita melihat hubungan fitrah dengan pendidikan maka dilihat dulu
dari segi pengertian.
a. Fitrah adalah : kemampuan dasar yang ada pada diri seseorang yang harus
dikembangkan secara optimal.
b. Pendidikan adalah : usaha sadar orang dewasa untuk mengembangkan
kemampuan hidup secara optimal, baik secara pribadi maupun sebagai anggota
masyarakat serta memiliki nilai-nilai religius dan sosial sebagai pengarah
hidupnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan fitrah dengan pendidikan adalah
potensi yang ada atau kemampuan jasmani dan rohaniah yang dapat dikembangkan
tersebut.Pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai dimana tiitk
optimal kemampuan-kemampuan tersebut untuk mencapainya.
Dalam sebuah hadits dapat juga dijelaskan yang diriwayatkan oleh Muslim,
yaitu :
Artinya :Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang
tuanya yang menjadikan dirinya beragama Yahudi atau Nasrani dan Majusi
10

Keutuhan terhadap pendidikan bukan sekedar untuk mengembangkan aspek-
aspek individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga mengarahkan perkembangan
kemampuan dasar tersebut kepada pola hidup yang ukhawi.Oleh karena itu diperlukan
atau keharusan pendidikan.
Dengan demikian proses pendidikan Islam demi mencapai tujuan yang total,
menyeluruh dan meliputi segenap aspek kemampuan manusia diperlukan landasan
falsafah pendidikan yang menjangkau pengembangan potensi kemanusiannya,
falsafah pendidikan yang demikian itu bercorak menyeluruh dimana iman
melandasarinya. Sehingga proses pendidikan yang berwatak keagamaan mampu
mengarahkan kepada pembentukan manusia yang mukmin, atau dengan filsafat
pendidikan Islam bisa memikirkan perkembangannya secara mendasar, sistematik,
dan rasional yang berdasarkan Al-Quran dan Hadits agar berkembang secara optimal
dan bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat.
2.4 Peran dan Tanggung Jawab Manusia Menurut Islam
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup di Bumi ini mempunyai berbagai
fungsi, peran dan tanggung jawab, dan Islam sebagai agama dengan jumlah
pemeluknya terbesar dibanding agama-agama yang lain, sudah tentu mempunyai
pandangan tersendiri akan fungsi, peran dan tanggung jawab manusia di Bumi.
2.4.1 Peran Manusia Menurut Islam
Berpedoman kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan
adalah sebagai pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam
membudayakan ajaran Allah. Untuk menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi
menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah, seseorang dituntut memulai dari
diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.
Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah
ditetapkan Allah, diantaranya adalah :
1. Belajar (surat An naml : 15-16 dan Al Mukmin :54) ; Belajar yang
dinyatakan pada ayat pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah
yaitu Al Quran.
2. Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39)
11

3. Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan
hanya untuk disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk
dirinya sendiri dahulu agar membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan
oleh Nabi SAW.
2.4.2 Tanggung Jawab Manusia Menurut Islam
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di
muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di
muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Allah untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada
manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan
apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan memilih
dan menentukan, sehingga kebebasannya melahirkan kreatifitas yang dinamis.
Kebebasan manusia sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah,
sehingga kebebasan yang dimiliki tidak menjadikan manusia bertindak
sewenang-wenang.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-
hukum Allah baik yang tertulis dalam kitab suci (al-Quran), maupun yang
tersirat dalam kandungan alam semesta (al-kaun). Seorang wakil yang
melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkari
kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya.
Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaan
kewenangannya di hadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman Allah dalam
QS 35 (Faathir : 39) yang artinya adalah :
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah dimuka bumi. Barang
siapa yang kafir, maka (akibat) kekafiran orang-orang kafir itu tidak lain
hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran
orang-orang yang kafir itu tidak lainhanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka.
12

Kedudukan manusia di muka bumi sebagai khalifah dan juga sebagai
hamba Allah, bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan suatu kesatuan
yang padu dan tak terpisahkan. Kekhalifan adalah realisasi dari pengabdian
kepada Allah yang menciptakannya.
Dua sisi tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam diri setiap muslim
sedemikian rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan maka akan lahir sifat-sifat
tertentu yang menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh ketingkat yang
paling rendah, seperti fiman-Nya dalam QS (at-tiin: 4) yang artinya
sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.
Di dalam Al Quran sudah begitu lengkap semua hal mengenai fungsi,
peran dan tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca
dan memahami Al Quran agar dapat memahami apa fungsi, peran dan
tanggung jawabnya sebagai manusia sehingga dapat menjalani kehidupan
dengan penuh makna.

13

BAB III
KESIMPULAN

Manusia dalam agama islam diartikan sebagai makhluk Allah SWT yang memiliki
unsur dan jiwa yang arif, bijaksana, berakal, bernafsu, dan bertanggung jawab pada Allah
SWT. Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan
panca indera yang berbeda dengan makhluk lain karena pada manusia terdapat daya berfikir,
akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk
yang berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Al
Mukminun : 12-14)
Manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain, salah satu buktinya adalah kepatuhan
manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan godaan
syetan sedangkan kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena sudah tabiatnya, sebab
malaikat tidak memiliki hawa nafsu . Oleh karena itu sebagai manusia (makhluk ciptaan
Allah) seharusnyalah kita senantiasa bersyukur atas karunia dan kasih sayang-Nya, karna
salah satu kunci kesuksesan adalah bersyukur.
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami angkut mereka
di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang Kami
ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).
Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi ini dan perannya sebgai
khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT mencakup tiga poin yaitu belajar,
mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu. Tenggung jawab manusia sebagai khalifah yang
berarti wakil Allah adalah mewujudkan kemakmuran di muka bumi, mengelola dan
memelihara bumi.
14

Sebenarnya Al Quran sudah membahas semua hal mengenai potensi, peran dan
tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan memahami Al Quran
agar dapat memahami apa potensi, peran dan tanggung jawabnya sebagai manusia, sehingga
dapat menjalani kehidupan dengan penuh makna.

15

DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. PT RajaGrafindo Persada : Jakarta.
Al-Maududi, Abu Ala, dkk. 1987. Hak Azasi Manusia dalam Islam, diterjemahkan oleh
Badri Yatim, dkk. Pustaka Firdaus: Jakarta.
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama. 2004. Materi Instruksional
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta.
Djatmika, H. Rahmat. 1985. Sistem Ethika Islami (akhlak mulia). Pustaka Islam : Surabaya.
Shihab, M. Quraish. 2007. Wawasan Al-Quran. PT Mizan Pustaka : Bandung.

Anda mungkin juga menyukai