Anda di halaman 1dari 3

KALAU ROBOH KOTA MELAKA

Karya : Taufik Ikram Jamil




Kalau roboh kota melaka
papan di jawa kami tegakkan
tapi hutan hutan
yang segera melebat di dalam dongeng
tak buat teduh cinta kami kepadanya
bahkan kayu-kayan
yang membesar di tengah cerita
menutup kisah untuk bersama

Kalau roboh kota melaka
Papan di jawa kami tegakkan
tapi hutan-hutan
yang segera membuncah di dalam ingatan
tak bentangkan sayang kami kepadanya
bahkan lahan lahan
yang meluas di tengah kenangan
menolak impian untuk bersama

Kini kami tegakkan papan itu di awan
pada gerak yang tak lagi dianggap berkhianat
setidak tidaknya kami selalu waspada
bahwa perubahanlah yang paling abadi
menghantar semesta ke batas batas langit
bergumpal dengan kesejukan meninggi
menderukan hujan di tengah panas

Kaki kami akan terpacak ke lembah-lembah
dengan langkah membesar ke bukit-bukit
mata kami melautkan gelora sukma
melantunkan doa doa sayap
pada setiap jasad yang mengucap ungkap

Rupanya kita hanya bisa saling memandang
itu pun kami ragukan mata kalian yang membayang
usia telah mengaburkan penglihatan
jauh dan dekat kehilangan sasaran




JEMBATAN
Karya : Sutardji Calzoum Bachri

Sedalam dalam sajak takkan mampu menampung air mata bangsa
Kata kata telah lama terperangkap dalam basa basi
dalam ewuh pakewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.
Maka aku pergi menghadap pada wajah berjuta. Wajah orang
jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam
para pemulung yang memungut remah remah pembangunan.
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase
Indah di berbagai plaza. Wajah yang diam diam menjerit melenging melolong
dan mengucap
tanah air kita satu,
bangsa kita satu
bahasa kita satu!
bendera kita satu!
Tapi wahai saudara satu bendera kenapa kini ada sesuatu yang terasa beda di
antara
kita sementara jalan jalan
mekar dimana mana menghubungkan kota-kota, jembatan jembatan
tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
di antara kita?
Di lembah lembah kusam pada puncak tulang gersang dan otot
linu mengerang mereka pancangkan koyak moyak bendera hati
dipijak ketidakpedulian pada saudara. Gerimis tak mampu
mengucapkan kibarannya.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri air mata kami.






LAGU PUTIH PULAU HIJAU 1
Karya : Willy Siswanto

Pulau ini masihlah rahim ibu kita, saudara,
meskipun air matanya tanpa suara,
dan wajahnya lunglai pupus warna

Tetapi di dekapannya,
anak anak akan tetap berlarian
menangkap ikan ikan hiasan,
dan memecah bayang matahari
di pendaran lingkaran riak laut menari pagi.

Di luas samuderanya,
nelayan akan tetap sederhana,
mendayung perahu kayu kembali ke huma,
dan membelah redup senja jingga hingga purna,
mengantar hati terbuka di meja keluarga.

Anda mungkin juga menyukai