Anda di halaman 1dari 5

Profil Prof. Ir.

KRMT Wreksodiningrat
Prof Ir KRMT Wreksodiningrat, mungkin kurang populer di mata masyarakat umum. Padahal keturunan
Paku Alam ini memiliki jasa yang tidak sedikit saat masa-masa Indonesia mempertahankan
kemerdekaan. Sebagai sahabat Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof Wreksodiningrat ikut bersama-
sama merintis berdirinya Universitas Gadjah Mada (UGM). Beliau pula yang memandu pejuang untuk
menghancurkan jembatan guna menghadang laju penjajah Belanda. Sebagai penghormatan, nama Prof
Ir KRMT Wreksodiningrat digunakan sebagai nama jalan dan jembatan yang menghubungkan jalan
lingkar barat Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Jalan Monumen Jogja Kembali atau Jalan AM
Sangaji diresmikan. Peresmian tersebut dilakukan Direktur Jendral Bina Marga Departeman Pekerjaan
Umum Dr Ir Hermanto Dadak MEng Sc, Minggu (8/3). Ikut mendampingi dalam peresmian tersebut
antara lain Sekda Propinsi DIY Tri Harjun Ismadji, Bupati Sleman Ibnu Subiyanto, Wakil Rektor UGM
Bidang Alumni Prof Ir Atyanto Dharoko MPhil PhD serta keluarga Prof Wreksodiningrat. Jalan dan
jembatan Prof Ir Wreksodiningrat sendiri membentang di atas Sungai Code sepanjang 145 meter dan
lebar jembatan 15,5 meter. Pada masa perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan, sebagai
seorang insinyur Teknik Sipil Pertama Indonesia lulusan negeri Belanda, almarhum Prof Wreksodiningrat
aktif memberi arahan strategi perang rakyat semesta (people defence) melalui perencanaan route jalan,
pelumpuhan jembatan untuk mendukung tindakan penyerangan oleh para pejuang dalam rangka
mempertahankan NKRI, kata Prof Ir Hardjoso Prodjopangarso yang merupakan murid langsung
sekaligus pendamping Prof Wreksodiningrat saat masa mempertahankan kemerdekaan. Lebih lanjut
dikemukakan, meski memandu para pejuang untuk menghancurkan jembatan guna menghambat laju
Belanda, Prof Wreksodiningrat berpesan agar setelah Belanda pergi, jembatan yang dirusak segera
dibangun kembali. Beliau juga mengingatkan kepada kami untuk jangan lupa membangun jembatan-
jembatan baru, kata Hardjoso Prodjopangarso yang masa itu tergabung dalam Corps Mahasiswa atau
Brigade 17. Sebagai keturunan dari Paku Alam, beliau dikenal sebagai tokoh yang merakyat sekaligus
insinyur yang gigih memperjuangkan penerapan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan dalam
pembangunan, sesuatu yang pada saat itu belum banyak dipikirkan, kata Hardjoso Prodjopangarso.
Menurut Hardjoso Prodjopangarso, reputasi dan karya Prof Wreksodiningrat cukup membanggakan,
sebagai ahli bangunan yang disegani insinyur baik di dalam maupun di luar negeri pada masanya.
Bahkan pada Perang Dunia I, Prof Wreksodiningrat dipercaya sebagai salah satu insiyur teknik di negeri
Belanda. Prof Wreksodiningrat semasa hidup pernah Staf Dinas Pekerjaan Umum DIY pada periode awal
masa kemerdekaan, menjadi Dekan Sekolah Tinggi Teknik Bandung di Yogyakarta yang merupakan cikal
bakal berdirinya Fakultas Teknik UGM. Karya-karya Prof Wreksodiningrat tersebar antara lain bangunan
air di sekitar Solo, Makam Imogiri, bangunan teknik sipil di Kedu Selatan, Pulau Lombok dan lainnya.





Sejarah
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada lahir dalam kancah revolusi. Pada akhir Perang Dunia II,
setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, dan diproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, lahirlah Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandoeng. Sebagai hasil pengambilalihan
kekuasaan dari pemerintah Jepang oleh Pemerintah Republik Indonesia, STT ini merupakan
kelanjutan Koo Gyoo Dai Gaku pada masa pendudukan Jepang dan Technische Hoogeschool pada masa
pendudukan Belanda.

Akibat pertikaian antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Belanda yang dibantu oleh
tentara Sekutu, dan juga atas usul beberapa mahasiswa, STT Bandoeng pada bulan Januari 1946
mengungsi ke Yogyakarta. Secara resmi, STT Bandoeng di Jogjakarta dibuka pada tanggal 17 Februari
1946, dengan bagian-bagian yang sama seperti ketika masih di Bandung, yakni Bagian Teknik Sipil,
Bagian Teknik Mesin-Listrik, dan Bagian Teknik Kimia. Pada awal kegiatannya di Yogyakarta, STT
ini menempati ruang-ruang di gedung olah raga Sekolah Menengah Tinggi (SMT) di kawasan Kota Baru.
Kegiatan kuliah diselenggarakan pada sore hari.

Pada tahun yang sama, yakni bulan Januari 1946 di Yogyakarta dibentuk Universitas atau Balai
Perguruan Tinggi (BPT) Swasta Gadjah Mada. Namun STT Bandoeng tidak menjadi bagian dari Perguruan
Tinggi Swasta tersebut, karena STT Bandoeng di Jogjakarta adalah lembaga pemerintah (negeri). Jadi STT
Bandung merupakan perguruan tinggi negeri yang pertama di Yogyakarta.

Tidak lama kemudian STT Bandoeng di Jogjakarta diubah menjadi Sekolah Tinggi Teknik Jogjakarta, dan
kegiatan perkuliahan pindah dari Kotabaru ke Kampus Jetis Yogyakarta. Dalam perkembangan
selanjutnya selain Kampus Jetis, STT Jogjakarta juga memiliki laboratorium di Jl. Krasak dan di Jl. Pingit
Yogyakarta.
Dalam masa perjuangan mempertahankan negara (Clash II, Desember 1948 Oktober 1949), baik STT
Jogjakarta maupun BPT Swasta Gadjah Mada terpaksa ditutup. Para dosen, mahasiswa dan pegawai STT
Jogjakarta membantu perjuangan fisik dan turut bergerilya bersama-sama rakyat dan Tentara Nasional
Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1949 setelah kedaulatan kembali ke tangan Republik Indonesia,
STT Jogjakarta digabung dengan Sekolah Tinggi Kedokteran (yang sebelumnya hijrah ke Klaten setelah
Jakarta diduduki Sekutu), dan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada (swasta) menjadi Universiteit Negeri
Gadjah Mada. STT Jogjakarta kemudian berstatus sebagai Fakulteit Teknik Universiteit Gadjah Mada
dengan bagian yang sama seperti ketika masih di Bandung. Tanggal tersebut kemudian dinyatakan
sebagai tanggal kelahiran Universitas Gadjah Mada.

Pada tahun 1950, karena kekurangan staf pengajar dan mahasiswa. Bagian Mesin-Listrik Fakultas Teknik
terpaksa ditutup. Pada tahun 1957 1966, Fakultas Teknik UGM memperoleh bantuan dari University of
California Los Angeles (UCLA) berupa tenaga-tenaga pengajar, peralatan, buku-buku untuk pendidikan
dan beasiswa pendidikan lanjut untuk staf pengajar. Dalam periode ini Fakultas Teknik UGM
mengembangkan bagian-bagian baru, yaitu Bagian Teknik Mesin (1959), Bagian Teknik Geodesi-Geologi
(1959) yang kemudian dipisah menjadi Bagian Teknik Geodesi dan Bagian Teknik Geologi (1962), Bagian
Teknik Arsitektur (1962), dan Bagian Teknik Listrik (1963).

Memasuki tahun 1966, awal masa pemerintahan Orde Baru, Fakultas Teknik UGM mengalami masa
yang sulit, karena dana yang terbatas untuk perkembangannya. Kesulitan itu merangsang gagasan untuk
mengadakan reuni dan mengajak para alumni Fakultas Teknik UGM untuk menyumbang tenaga dan
pikiran bagi pengembangan Fakultas. Reuni ini melahirkan KATGAMA (Keluarga Alumni Teknik
Universitas Gadjah Mada) yang ternyata mempunyai peran yang tidak kecil dalam berbagai upaya
pembinaan dan pengembangan Fakultas Teknik UGM. KATGAMA ini pada perkembangan selanjutnya
secara organisasi merupakan salah satu Komisariat dari KAGAMA (Keluarga Alumni Universitas Gadjah
Mada).
Pada tanggal 5 Desember 1974 ditandatangani Kerjasama Induk antara Universitas Gadjah Mada dan
Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) yang kemudian diperpanjang pada tanggal 22 Februari 1978.
Pendidikan Teknik Nuklir merupakan salah satu kerjasama tersebut yang dituangkan dalam beberapa
Naskah Pengaturan Kerjasama antara Universitas Gadjah Mada dengan Pusat Penelitian Bahan Murni
dan Instrumentasi (PPBMI) dan Pusat Pendidikan dan Latihan (PUSDIKLAT) BATAN Yogyakarta. Hasil dari
kerjasama tersebut adalah didirikannya Bagian Teknik Nuklir pada bulan Agustus 1977.Sesuai Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.: 043/U/1975 tentang pembentukan Pendidikan Ahli
Teknik (PAT), pendidikan setelah pendidikan menengah harus diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi,
dalam hal ini Universitas/Institut. Berdasarkan surat keputusan tersebut beberapa Akademi Teknologi
Negeri (ATN) di Yogyakarta dan sekitarnya yaitu Magelang, Purworejo, dan Klaten di-phase-in ke
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada menjadi PAT. Secara resmi PAT di Fakultas Teknik UGM dibuka
pada tanggal 5 September 1977.Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. : 27 tahun 1981
tentang Penataan Fakultas pada Universitas dan Peraturan Pemerintah No. : 53 Tahun 1982 tentang
Sususan Organisasi Universitas Gadjah Mada, PAT yang semula berada di Fakultas Teknik UGM
dikembangkan menjadi Fakultas tersendiri di lingkungan UGM dengan nama Fakultas Non-Gelar
Teknologi (FNT), dan resmi dinyatakan berdiri pada awal Juni 1983 dengan tiga (3) jurusan, yaitu Teknik
Elektro, Teknik Mesin, dan Teknik Sipil.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1980 maka mulai tahun 1981 setiap Bagian di
lingkungan Fakultas Teknik UGM diubah menjadi Jurusan, sehingga namanya menjadi Jurusan Teknik
Arsitektur, Jurusan Teknik Elektro, Jurusan Teknik Geodesi, Jurusan Teknik Geologi, Jurusan Teknik
Kimia, Jurusan Teknik Mesin, Jurusan Teknik Nuklir, dan Jurusan Teknik Sipil.

Pada tahun yang sama sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0218/U/1980 tentang Kurikulum Nasional Program Sarjana Ilmu Teknik, pada awal tahun akademik
1980/1981 seluruh jurusan di lingkungan Fakultas Teknik UGM melakukan penyempurnaan kurikulum
secara serentak, menyesuaikan diri dengan Kurikulum Nasional.
Pada tahun 1989 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang tentang
Sistem Pendidikan nasional (UUSPN) yang dikenal dengan Undang-undang No. : 2 Tahun 1989, yang
diikuti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. : 30 Tahun 1990 tanggal 10 Juli 1990 tentang
Pendidikan Tinggi. Menindaklanjuti peraturan tersebut diatas adalah dikeluarkannya Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. : 0312/0/1991 tanggal 6 Juni 1991 yang mengatur tentang
penutupan dan pengintegrasian Fakultas Non-Gelar Teknologi kedalam lingkungan Universitas dan
Institut. Didalam lampiran surat keputusan tersebut ditetapkan bahwa jurusan-jurusan yang sesuai
dengan FNT diintegrasikan ke jurusan-jurusan yang sesuai di Fakultas Teknik. Pada surat keputusan
tersebut ditetapkan bahwa pelaksanaan ketentuan itu diatur oleh Rektor masing-masing Perguruan
Tinggi. Setelah diterbitkannya Surat Keputusan Rektor UGM No.: UGM/2/119/UM/01/37 dan Surat
Keputusan Dekan Fakultas Teknik UGM No. : UGM/TK/ 907/UM/01/39, maka mulai saat itu FNT sudah
tidak ada.
Mulai tahun 1999, dibuka Program Diploma I Bidang Survey & Pemetaan Kadastral di Jurusan Teknik
Geodesi. Namun pada tahun 2000, program ini dikembangkan menjadi Program Diploma III Teknik
Geomatika.
Sejak tahun 1980 Fakultas Teknik mendapat bantuan dari Program Pendidikan IX Bank Dunia untuk
pengembangannya. Pelaksanaan efektif Program Pendidikan Bank Dunia dimulai bulan Agustus 1981
dengan pengiriman tenaga pengajar Fakultas Teknik UGM untuk belajar di luar negeri. Selain itu juga
didatangkan dosen tamu dan perencanaan pembangunan ruang kuliah dan ruang laboratorium. Sejak
tahun 1996 kedelapan jurusan yang ada di Fakultas Teknik UGM telah menempati komplek Fakultas
Teknik UGM yang baru, yaitu di Jl. Grafika 2, Kampus UGM Yogyakarta.
Tahun 1994 Fakultas Teknik UGM mulai menyelenggarakan program Pendidikan Ekstensi (S-1), Teknik
Arsitektur dan Teknik Sipil bagi lulusan Sarjana Muda dan Program Diploma III sejenis. Mulai tahun
akademik 1997/1998 dibuka Program Sarjana Ekstensi Pola A untuk lulusan SLTA dan Program Sarjana
Ekstensi Pola B untuk lulusan Sarjana Muda dan Program Diploma III, melanjutkan Program Ekstensi
yang sudah ada. Program Ekstensi berkembang dengan pesat, dan sejak tahun 2003 namanya berubah
menjadi Program Swadaya A dan B. Saat ini Program Swadaya B telah diselenggarakan di Jurusan Teknik
Arsitektur, Teknik Elektro, Teknik Fisika, Teknik Geodesi, Teknik Mesin (Program Studi Teknik Industri
dan Program Studi Teknik Mesin), dan Teknik Sipil.
Pada tahun 1998 Fakultas Teknik UGM membuka Program Studi Teknik Industri yang berada di bawah
Jurusan Teknik Mesin dan Program Studi Teknik Fisika yang berada di bawah Jurusan Teknik Nuklir. Pada
tahun itu pula Jurusan Teknik Nuklir diganti menjadi Jurusan Teknik Fisika, dengan menyelenggarakan 2
(dua) program studi, yaitu Teknik Fisika dan Teknik Nuklir.
Dengan diberlakukannya Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232/U/2000, maka sejak tahun
2001/2002 seluruh program studi di lingkungan Fakultas Teknik UGM telah memberlakukan kurikulum
baru yang berbasis pada kompentensi lulusan yang berorientasi kepada learning to know, learning to do,
learning to live together dan learning to be. Kurikulum 2001/2002 tersebut lebih ringkas dan lebih padat,
yakni berkisar antara 144 sks 151 sks dan terdistribusi dalam 8 semester, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan jumlah dan kualitas lulusan serta memper-pendek lama studi rerata mahasiswa.

Anda mungkin juga menyukai