Anda di halaman 1dari 2

1

POLIMIOSITIS
By: OSYN

Definisi: Polimiositis merupakan suatu miopati inflamatorik idiopatik. Penyakit ini
merupakan penyakit jaringan ikat menahun yang ditandai dengan peradangan yang
menimbulkan nyeri dan degenerasi dari otot-otot.
Epidemiologi: Biasanya terjadi pada dewasa (usia 40-60 tahun) atau pada anak-
anak (usia 5-15 tahun). Wanita 2 kali lebih sering terkena. Pada dewasa, penyakit ini bisa
terjadi sendiri atau merupakan bagian dari penyakit jaringan ikat lainnya, misalnya penyakit
jaringan ikat campuran.
Etiologi: Etiologi pasti belum diketahui. Diduga beberapa enterovirus seperti
Coxsackie B atau A19, atau Echo virus dapat mencetus polimiositis, khususnya pada pasien
hipogammaglobulinemi. Polimiositis juga ditemukan pada infeksi retrovirus HIV dan human
T-lymphocyte virus-1 (HTLV-1). Polimiositis dilaporkan juga ditemukan pada penggunaan
obat-obatan seperti D-penicillinamine, simetidin, ranitidine, analgesik (pentazocine),
implantasi silikon atau kolagen, dan beberapa toksin (cyanoacrylate glues, kontaminasi
silica). Obat yang terutama menginduksi polimiositis adalah D-penicillinamine.

Patogenesis: Kelainan ini diduga berhubungan dengan sistem imun tubuh. Adanya
cedera otot yang diperantarai oleh virus atau mikrovaskuler menyebabkan pelepasan dari
autoantigen otot. Autoantigen ini kemudian disampaikan ke T Limfosit oleh makrofag dalam
otot. Aktifasi T Limfosit menyebabkan proliferasi dan pelepasan sitokin seperti interferon
gamma (IFN-gamma) dan Interleukin 2 (IL-2). IFN-gamma menyebabkan aktivasi makrofag
lagi dan pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-
alfa). Sitokin kemudian menyebabkan ekspresi yang menyimpang dari histokompabilitas
kompleks mayor (MHC) molekul kelas I dan Iidan adesi molekul pada sel otot. Kerusakan
serat otot terjadi ketika CD8
+
T Limfosit (sitotoksik) bertemu dengan antigen bersama
dengan MCH molekul kelas I pada sel otot. Makrofag kemudian menyebabkan kerusakan
otot, baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekresi sitokin.
2

Manifestasi Klinis: Gejalanya pada semua umur hampir sama, tetapi biasanya pada
anak-anak gejalanya timbul secara lebih mendadak.
Gejala khas: kelemahan otot proksimal simetris (terutama otot bahu, panggul, dan paha),
nyeri otot dan sendi, fenomena Raynaud, kemerahan (ruam kulit), kesulitan menelan, demam,
dan penurunan berat badan.
Pemeriksaan Penunjang:
1. Peningkatan enzim otot (Kreatinin kinase) 5-50 kali dari nilai normal (25-195 U/L)..
kreatinin kinase merupakan pemeriksaan yang sensitif pada polimiositis tapi tidak
spesifik.
2. Pemeriksaan EMG pada polimiositis ditemukan adanya abnormalitas pada 90% kasus
seperti: iritabilitas membran, aktivitas insersional yang memanjang, potensial fibrilasi,
gelombang positif tajam saat istirahat.
3. Biopsi otot untuk mengkonfirmasi diagnosis polimiositis. Pada polimiositis ditemukan
gambaran inflamasi, nekrosis dan regenerasi. Ditemukan infiltrasi endomisial fokal oleh
sel mononuclear, obliterasi kapiler, kerusakan sel endothelial dan peningkatan jumlah
jaringan ikat.
Tatalaksana: secara garis besar dibagi menjadi tatalaksana secara farmakologis dan
non farmakologis. Tujuan utama pengobatan polimiositis adalah untuk memperbaiki fungsi
otot. Secara farmakologis, terapi polimiositis merupakan terapi imunosupresif, seperti
kortikosteroid, Azatioprin, dan IVIg. Terapi non farmakologikal berupa latihan fisik dan diet
rendah garam, rendah karbohidrat tinggi protein untuk mencegah obesitas.
Secara umum direkomendasikan pemberian kortikosteroid (pengobatan lini
pertama) dosis tinggi selama beberapa bulan sebagai terapi inisial dengan atau tanpa terapi
imunosupresif lain. Pemberian prednison dosis awal 0.75 mg/kg/hari (sekitar 40-60 mg/hari)
diberikan selama 4-12 minggu, Tapering dosis prednison dilakukan setelah terjadi perbaikan
fungsi otot yang ditandai dengan penurunan kadar CK. Tapering dilakukan perlahan-lahan
20% dari dosis perhari perbulan.
Efek samping yang sering terjadi adalah osteoporosis sehingga dianjurkan pemberian
suplemen Kalsium (1g/hari) dan vitamin D (400-800IU/hari) pada pasien yang menerima
pengobatan dengan kortikosteroid.
Pemberian IVIG dilaporkan dapat memperbaiki kekuatan otot, fungsi dan kadar
enzim otot pada pasien polimiositis yang resisten. Dosis yang diberikan sebesar 2 g/Kg/bulan.
Setelah pemberian beberapa kali, dosis diturunkan sampai 0.8 g/Kg/bulan.

Anda mungkin juga menyukai