Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup
kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada
semua organisme. Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik
dalam keadaan sehat maupun sakit; mal fungsi sistem imun pada gangguan imunologi
karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun. Seiring
dengan makin berkembangnya pemahaman mengenai respon imun tubuh dalam
menghadapi infeksi maupun penyakit lain, makin berkembang pula penelitian mengenai
komponen yang dapat mempengaruhi respon imun tersebut. Adanya pengetahuan
mengenai bagaimana sel berkomunikasi (berinteraksi) memungkinkan kita untuk
mengembangkan cara memanipulasi jalur komunikasi tersebut..
Imunofarmakologi merupakan bagian dari imunologi dan farmakologi,
memfokuskan obat-obatan yang mempengaruhi sistem Imun, baik menekan,
mengaktifkan atau memanipulasi. Dasar imunofarmakologi adalah sistem
imun sendiri yang sangat kompleks. Obat yang diharapkan dapat
mengendalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau
untuk menekan fungsinya yang berlebihan merupakan obat ideal. Obat-obatan
yang dapat mengembangkan ketidakseimbangan sistem imun disebut
imunomodulator. Obat yang sekaligus memperbaiki fungsi komponen sistem
imun yang satu (imunostimulator) dan menekan fungsi komponen yang lain
(imunosupresan), dewasa ini belum ditemukan. Obat-obatan dalam
imunofarmakologi dapat digolongkan sebagai berikut :

1
- Antiinflamasi non steroid
- Imunorestorasi
- Imunostimulasi
- Imunosupresi
Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut imunorestorasi atau
upregulation, sedangkan imunosupresi disebut down regulation. Obat-obatan
berupa imunosupresan termasuk GKS dan DMARD.

II. Rumusan Masalah


1. Mengetahui apa itu definisi dari imunofarmakologi dan imunomodulator
?
2. Bagaimana pembagian obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi
gangguan pada sistem imun ?
3. Bagaimana cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan
imunostimulan ?
4. Bagaimana cara mengetahui sifat-sifat obat imunosupresi ?
5. Mengetahui macam macam vitamin apa saja yang mempengaruhi sistem
imun ?

III. Tujuan
Untuk mengetahui mengenai imunofarmakologi dan agar penulis dan
maupun pembaca mengerti apa itu imunofarmakologi. Selain itu penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Imunologi”

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kata imun berasal dari bahasa latin imunitas yang berarti pembebasan
(kekebalan) yang kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi
perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi terhadap penyakit menular.
Sel dan molekul yang bertanggungjawab dalam imunitas adalah sistem imun, dan
keseluruhan sistem yang mengatur respon terhadap pengenalan substansi asing
disebut dengan respon imun (Abbas & Lichtman, 2005). Sistem imun adalah semua
mekanisme yang digunakan tubuh untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan
tubuh dari bahaya yang menyerang tubuh (Tjandrawinata et al., 2005). Menurut
Baratawidjaya (1994) sistem imun itu terdiri dari komponen genetik, molekuler, dan
seluler yang berinteraksi secara luas dalam merespon antigen endogenus dan
eksogenus.
Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah membedakan „dirinya
sendiri‟ (seluruh sel di dalam tubuh) dengan „agen asing‟ (bakteri, virus, toksik,
jamur, serta jaringan asing). Menghadapi agen asing tadi, sistem imunitas harus
membentuk sel khusus melalui sel darah putih, untuk mengeliminasi pendatang asing
tersebut. Karena manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sistem imunitas
mampu beradaptasi dengan kondisi sehari-hari. Sistem imun terdiri dari sistem imun
spesifik dan sistem imun nonspesifik, keduanya berperan terutama dalam proses
fagositosis.
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang
memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi
dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup luka-luka fisik, infeksi,
panas dan interaksi antigen-antibodi (Houglum et al, 2005).

3
Vitamin adalah sekelompok senyawa organik amina yang sangat penting dan
sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin berfungsi untuk membantu pengaturan
atau proses kegiatan tubuh (vitamin mempunyai peran sangat penting dalam
metabolisme tubuh), karena vitamin tidak dapat dihasilkan oleh
Imunostimulan adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja
komponenkomponen sistem imun (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Bahan
tersebut mampu memodulasi sistem imunitas manusia dengan berperan memperbaiki
ketidakseimbangan sistem imun (Ediati, 2012). Sistem imun terdiri atas imunitas
nonspesifik dan spesifik. Kedua sistem imun bekerja sama dalam pertahanan
keseimbangan badan. Penyembuhan infeksi akan lebih cepat bila fungsi sistem imun
tubuh ditingkatkan. Berbagai bahan asal tanaman dapat memacu fungsi berbagai
komponen sistem imun nonspesifik (makrofag, sel NK) dan sistem imun spesifik
(proliferasi sel T, sel B yang memproduksi antibodi) serta produksi sitokin sehingga
dapat digunakan dalam klinik sebagai adjuvan (meningkatkan sistem imun namun
bersifat non imunogenik) untuk penyembuhan berbagai penyakit infeksi
(Baratawidjaja & Rengganis, 2010; Anderson, 1999).
Imunosupresi adalah suatu tindakan untuk menekan respon imun dengan
imunosupresan yaitu kelompok obat yang menekan satu atau lebih komponen dari
sistem imun spesifik maupun nonspesifik seperti mencegah penolakan transpalansi
atau mengatasi penyakit autoimun. (Abbas & Lichman, 2005).

4
BAB III

PEMBAHASAN

I. Anti Inflamasi Nonsteroid


AINS mencegah siklooksigenase dalam metabolism prostaglandin.
Fosfolipid di membrane sel. Asam arakidonat merupakan substart untuk
produksi eikosanoid, leukotrin, tromboksan, prostasiklin dan prostaglandin.
Fase terpenting dalam sintesis prostaglandin adalah produksi PGH2 melalui
oksigenase. Dua dari isoenzim tersebut telah diketahui, COX1 dan COX2.
COX1 (Gambar 18.1) berperan dalam produksi PG yang menunjukkan fungsi
fisiologik sebagai berikut :
- Regulasi resintensi perifer dan arus darah ginjal serta eliminasi sodium.
- Sitoproteksi mukosa lambung dengan meningkatkan arus mucus dan
mencegah sekresi asam.
- Meningkatkan sensitivitas reseptor sakit.
- Bronkodilatasi.

(Gambar 18.1)

COX 2 diinsuksi monosit, makrofag, sel endotel, dan sinoviosit oleh


rangsang inflamasi. Endotoksin atau IL2 meningkatkan sintesis PG selama
respon inflamasi. Siklooksigenase yang dicegsh AINS menunjukkan efek

5
antiinflamasi dan mencegah efek fisiologik attas pengaruh COX1 (gambar
18.2 & gambar 18.3).
Efek antiinflamasi diperlukan pada pengobatan inflamasi sendi akut dan
kronis. Penggunan AINS untuk mencegah efek COX1 dapat menimbulkan
efek samping berupa kerusakan mukosa lambung dan tukak, gagl ginjal
dan gangguan tekanan darah pada aubjek tertentu.

6
II. Imunorestorasi
Imunorestorasi ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem
imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun,
seperti imunogobulin dalam bentuk ISG, HSG, Plasma, plasma feresis,
leukoferesis, transflantasi sumsum tulang, hati dan timus. Imunoglonulin
dapat digunakan sebagai imunorestorasi dan imunosupresi.
A. ISG dan HSG
Immunoglobulin dapat diberikan sebagai imunorestorasi pada
penderita dengan defisiensi imun humoral, baik primer maupun sekunder.
Defisiensi immunoglobulin sekunder dapat terjadi bila tubuh kehilangan
IG dalam jumlah besar, misalnya pada sindrom neprotik, limpangiektasi
intestinal, dermatitis eksploliatif dan luka bakar. Pada luka bakar yang
luas, imunitas dapat terganggu dan penderita meninggal akibat sepsis yang
tidak dapat ditolong dengan pemberian antibiotik.
ISG maupun HSG dapat digunakan untuk imunorestorasi. ISG
dapat diberikan secara intravena dengan aman. Efek sampingnya berupa
mengigil, mual, muntah, pusing dan sakit otot yang ringan. Yang dapat
dihilangkan dengan menghentikan atau memperlambat pemberiannya.
Reaksi anafilaktis timbul bila terjadi kompleks imun dari anti IgA yang
dibentuk reisifien yang defisien. IgA terhadap IgA yang berasal dari
preparat ISG. Kompleks IgA anti IgA dapat mengaktifkan komplemen
melalui jalur klasik atau alternative. Kompleks tersebut sering ditemukan
segera setelah pemberian infus, tetapi segera menghilang tanpa disertai
gejala. Antibodi dapat dibebtuk terhadap β – lipoprotein yang berada dala
ISG. Pemberian intravena hanya dapat dilakukan oada penyakit yang
berat karena metabolime ISG lebih cepat daripada biasanya.

B. Plasma
Infus plasma segar telah diberikan sejak tahun 1960 dalam usaha
memperbaiki sistem imun keuntunganya ialah karena semua jenis

7
imunoglubin dapat diberikan dalam jumlah besar tanpa menimbulkan rasa
sakit. Efek samping yang dapat terjadi ialah penularan virus dan reaksi
anafilaksis. Antigen memacu produksi berbagai antibody, masing masing
dengan spesifisitas sendiri. Valensi antigen adalah sama dengan jumlah
total epitop yang dimiliki antigen.
C. Plasma Feresis
Plasma Feresis dilakukan dengan mengambil darah, plasma
dipisahkan dan fraksi yang mengandung sel darah merah dikembalikan.
Sebaliknya exchange plasma dilakukan dengan mengambil darah, plasma
dipisahkan dan mengenbalikan fraksi yang kaya dengan sel darah merah
dalam plasma donor. Perbaikan pada plasmaferesis diduga karena plasma
yang dipisahkan mengandung banyak antibody yang dapat merusak
jaringan atau sel misalnya pada :
- Miastenia Gravis : antibody pada reseptor asetilkolin
- Syndrom Goodpasture : autoantibody terhadap membrane basal
glomerulus ginjal.
- Anemia Hemolitik Autoimun
Pada keadaan tersebut pembentukan antibodi berjalan terus oleh
karena itu plasmaferesis hanya memberikan perbaikan sementara.
Plasmaferesis dapat dilakukuan pada pengobatan hiperfiskosistas dalam
keadaan darurat efek plasmaferesis terhadap bearbagai penyakit terlihat
pada tabel 18.1 .

8
D. Leukoferesis
Pemisahan leukosit secara selektif dari penderita telah pula
dilakukan dalam usaha terapi pada artitritis rheumatoid yang tidak
memberikan respon dengan cara cara yang sudah ada. .

III. Terapi Pengganti (REPLACEMENT)


Pemberian antibody dalam profilaksis dan pengobatan infeksi sudah
diberikan pada tahun 1890 oleh von Behring dan Kitasato dalam pencegaahan
tetanus dan difteri. Immunoglobulin dapat diberikan IV, IM dan SK bahkan
oral. IGIM dan IGSK tidak boleh diberikan IV, tetapi IGIV dapat diberikan
SK.
A. Imunoglobulin intravena
IGIV diberikan sebagai plasma protein dalam terapi pengganti
(IgG) sebagai pengganti protein plasma (IgG) pada penderita dengan
kemampuan produksi antibodi yang menurun atau tidak ada. Hal ini
dimaksudkan mempertahankan kadar antibodi yang adekuat untuk
mencegah infeksi dan pada beberapa keadaan klinis lain seperti defisiensi
imun primer, sekunder dan penyakit autoimun. (tabel 18.2).

9
IGIV hanya terdiri atas IgG da jaringan perifer yang dilindungi
IgA seperti mata, paru, saluran cerna, dan kemih tidak seluruhnya
dilindungi IGIV. Efek samping dapat terjadi berupa anafilaksis terutama
pada penderita dengan defisiensi IgA.Bila terjadi efek samping, dosis
IGIV diutunkan. Pemberiannya kepada penderita dengan DM perlu
dipetimbangkan. Beberapa IGIV diperoleh dalam kadar gula yang tinggi
seperti sukrosa dam maltosa. IGIV dapat diberikan kepada wanita hamil
dan pada keguguran sering kali yang sebabnya tidak jelas, namun efeknya
masih controversial.Mekanisme bagaimana IGIV menekan inflamasi
belum jelas benar. Diduga ada berbagai mekanisme IGIV. ( tabel 18.3).

Dosis dan efek samping


Dosis yang diberikan adalah 100-400 mg/kg. bebrapa setiap 3-4
minggu pada disfungsi imun primer. Pada penyakit saraf dan autoimun,
diberikan 2 gr/kg BB yang diberikan dalam jangka waktu 5 hari/bulan
selama 3-6 bulan. Pengobatan perawatan adalah 100-400 mg/kg setiap 3-4
minggu. IGIV dapat menimbulkan berbagai efek sam;ing seperti sakit
kepala, dermatitis (kulit telapak tangan dan kaki mengelupas), Edem paru
akibat cairan berlebihan dan tekanan onkotik koloid tinggi IGIV,
alergi/anafilaksis, kerusakan jaringan direct (hepatitis) yang ditimbulkan

10
antibodi yang terkandung dalam IGIV, gagal ginjal akut trombosit vena
dan meningitis aseptik.
Penggunan IGIV dalam terpai imununomodulasi dan penyakit
autoimun terlihat pada (tabel 18.4. )

B. Imunoglobulin Intramuskular
IGIM merupakan immunoglobulin yang dapat diberikan satu kali
seminggu sehingga tidak memerlukan pemberian infuse di rumah sakit.
Reaksi yang tidak diinginkan terjadi pada 20% penderita.
C. Imunoglobulin Subkutan
Immunoglobulin juga dapat diberikan subkutan. IGSK
menggunakan larutan 16% dari immunoglobulin.
D. Bahan-bahan lain yang dapat diberikan sebagai replacement
diantaranya :
- Inhibitor C1-esterase untuk defisiensi inhibitor C1 esterase.
- α 1 – antitrypsin untuk defisiensi α 1 – antitrypsin.

11
IV. Imunostimulan
Imunostimulasi atau imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi
sistem imun dengan menggunakan imunostimulan yaitu bahan yang
merangsang sistem imun. ( tabel 18.5 )

A. Biolgis
1. Hormon timus
Sel epitel timus memproduksi beberapa jenis hormon yang
berfungsi dalam pematangan sel T dan modulasi fungsi sel T yang
sudah matang. Hormon timus ditemukan dalam darah dan kadarnya
menurun pada berbagai penyakit imun, usia lanjut atau bila timus
diangkat. Ada empat jenis hormon timus, yaitu timosin alfa,
timostimulin, timopoetin dan faktor humoral timus. Keempat jenis
hormon tersebut diperoleh dari sapi dan telah dapat disintesis dengan
rekayasa genetik. Semuanya mempunyai sifat memperbaiki fungsi
sistem imun (imunostimulasi nonspesifik) pada usia lanjut, kanker,
autoimunitas dan pada imunosupresi sistem imun akibat pengobatan.
Bahan-bahan tersebut meningkatkan jumlah, fungsi dan reseptor sel T
dan beberapa aspek imunitas selular. Efek sampingnya dapat berupa
reaksi alergi lokal atau sistemik.
2. Limfokin
Limfokin disebut interleukin atau sitokin, diproduksi limfosit
yang diaktifkan dan memiliki peran penting dalam respon imun

12
selular. Contohnya ialah MAF, MGF, T-cell GF atau IL-2, CSF dan
IFN-y. Beberapa jenis limfokin seperti IL-2 dan TNF yang diproduksi
makrofag telah dapat disintesis dengan rekayasa genetik. Bahan
tersebut dapat menyembuhkan beberapa tumor pada tikus. Gangguan
sintesis IL-2 ditemukan pada kanker, penederita AIDS, usia lanjut dan
autoimunitas.
3. Interferon
Ada tiga jenis interferon yaitu alfa, beta dan gama. INF-α
diproduksi leukosit, IFN-β oleh sel fibrolas yang bukan limfosit dan
IFN-𝛾 atau interferon imun oleh sel T yang diaktifkan. Semua jenis
interferon dapat menghambat replikasi virus DNA dan RNA, sel
normal, sel ganas serta memodulasi sistem imun Interferon dalam
dosis tinggi dapat menghambat proliferasi sel B dan sel T sehingga
menurunkan respons imun selulae dan humoral. Pada dosis rendah,
interferon merangsang sistem imun dengan meningkatkan aktivitas
membunuh sel NK, makrofag, sel T dan mengatur produksi antibodi.
Efek samping pemberian interferon adalahh sindrom flu (meriang,
malaise, dan mialgia), emesis, diare, leukopeni, trombositopeni dan
aritmia.
4. Antibodi minoklonal
Antibodi monoklonal diperoleh dari fusi dua sel yang dapat
membentuk antibodi dan sel dan sel yang dapat hidup terus menerus
dalam biakan sehingga antibodi tersebut dapat diproduksi dalam
jumlah yang besar. Antibodi monoklonal dapat mengikat komplemen,
membunuh sel tumor manusia dan tikus in vivo.
5. Transfer factor / ekstrak leukosit
Berbagai ekstrak leukosit yaitu Dialysed Leukocyte Extract dan
Transfer Factor (TF) telah digunakan dalam imunostimulasi pada
penyakit-penyakit sebagai berikut :
- Kandidiasis mukokutan kronik

13
- Koksidiodomikosis
- Lepra lepromatosa
- Tuberkulosis
- Vaksinia gangrenosa (melalui transfusi leukosit)
6. Lymphokine-activated killer cells
LAK cells adalah sel T sitotoksik syngeneic yang dihasilkan in
vitro dengan menambahkan sitokin seperti IL-2 ke sel-sel seseorang
yang kemudian diinfuskan kembali. Prosedur tersebut merupakan
immunoterapi terhadap keganasan.

7. Bahan asal bakteri


a. Bacillus Calmette Guerin
BCG adalah mikrobakium bovis hidup yang dilemahkan
dan dapat mengaktifkan sel T, memperbaiki produksi limfokin dan
mengaktifkan sel NK. BCG digunakan sebagai profilaksis pada
tumor rekuren seperti karsinomakandungan kencing yang
merupakan tumor tersering ke-6, tidak digunakan bila ada
defisiensi imun atau tuberkulosis.
b. Korinebakterium parvum
Kuman K, parvum mati yang digunakan sebagai
immunostimulan mempunyai sifat mirip dengan BCG, digunakan
sebagai immunostimulator nonspesifik pada keganasan. Efek
samping yang ditimbulkannya adalah pusing, panas dan muntah.
c. Klebsiela dan brusela
Dewasa ini telah dihasilkan bahan asal kuman klebsiela dan
brusela yang diduga mempunyai efek yang sama seperti BCG.
d. Bordetela pertusis
B.pertusis penyebab batuk rejan, memproduksi LPF yang
merupakan mitogen untuk sel T dan imunostimulan.

14
e. Endotoksin
Endotoksin atau LPS adalah komponen dinding bakteri
negatif-Gram seperti E.Coli, sigela dan salmonela yang dapat
merangsang proliferasi sel B dan sel T serta mengaktifkan
makrofag. Keterbatasan penggunaannya terutama disebabkan
karena sifatnya yang imunogenik dan pirogenik.

f. Bahan asal jamur


Berbagai bahan seperti lentinan, krestin, glukan dan
schaizophyllan telah dapat dihasilkan dari jamur. Bahan-bahan
tersebut dapat meningkatkan fungsi makrofag. Dua preparat
diantaranya yaitu krestin dan lentinan telah banyak digunakan
dalam pengobatan kanker sebagai imunostimulan non spesifik.
B. Sintetik
1. Levamisol
Levamisol adalah derivat tetramizol, obat cacing yang dapat
meningkatkan proliferasi dan sitotoksisitas sel T serta mengembalikan
anergi pada beberapa penderita dengan kanker (imunostimulasi
nonspesifik). Anergi ternyata berhubungan dengan prognosis.
Levamisol dapat meningkatkan efek anti gen, mitogen, limfokin dan
faktor kemotaktik untuk merangsang limfosit, granulosit dan
makrofag.
Levamisol telah pula digunakan dalam penanggulangan artritis
reumatoid, penyakit virus dan LES. Dosis yang diberikan ialah 2,5
mg/kg berat badan secara oral untuk dua minggu berturut-turut setiap
hari dan sesudah itu, kalau perlu masih dapat diberikan beberapa hari
dalam seminggu. Levamisol meningkatkan efek fluorourasil sebagai
ajuvan pada terapi pasca reseksi kanker kolon. Efek sampingnya
berupa mual, muntah, urtikaria dan agranulositosis sehingga
pemberiannya harus dihentikan.

15
2. Isoprinosin
Iso adalah bahan sintesis yang mempunyai sifat antivirus dan
juga maningkatkan proliferasi dan toksisitas sel T seperti halnya
dengan levamisol. ISO diduga membantu produksi limfokin (IL-2)
yang berperan pada diferensiasi limfosit, makrofag dan peningkatan
fungsi sel NK. Isoprinosin adalah imunostimulator yang dapat
meningkatkan sitotoksisitas sel NK dan aktivitas sel T dan monosit.
Dosis yang biasa diberikan adalah 50 mg/kg berat badan yang
dapat dinaikan sampai 1-4 g/hari bila diperlukan. ISO telah dicoba
diberikan selama dua tahun secara terus menerus tanpa menimbulkan
efek samping. Efek samping yang kadang-kadang ditemukan berupa
peningkatan kadar asam urat plasma.
3. Muramil dipeptida
MDP adalah komponen aktif terkecil dari dinding sel
mikrobakteri. Bahan tersebut telah dapat disintesis dan pada
pemberian oral dapat meningkatkan sekresi enzim dan monoksin.
Efeknya adalah langsung dan tidak memerlukan limfokin atau
pengaruh lain. Bila diberikan bersama minyak dan antigen, MDP telah
banyak digunakan sebagai anjuvan yang diberikan dengan mencegah
rekurens tumor dan infeksi.

4. Biologic Response Modifier


BRM merupakan molekul dengan spektrum luas yang dapat
meningkatkan fungsi sistem imun pejamu misalnya sitokin, IFN, CSF,
TNF, GF untuk limfosit B, limfotoksin , MAF dan faktor kemotaktik
OAF dan sebagainya. Terapi biologik atau bioterapi, menggunakan
BRM untuk merangsang pemulihan kemampuan sistem imun dalam
menyingkirkan penyakit dan atau infeksi. BRM seperti penyekat TNF
( enbrei/etanercept, kineret/anakinra, rituksan/rituximab) telah banyak
digunakan pada pengobatan RA. TNF-α meruapakn sitokin utama

16
yang berperan pada RA. Penyakit TNF mengikat TNF-α yang
berperan dalam inflamasi dan kerusakan jaringan. Kineret adalah
antagonis IL-1. Yang akhir juga ditemukan dalam jumlah besar pada
RA dan berperan dalam inflamasi. Rituksan merupakan obat
antikanker yang telah banyak diguanakan bersama MTX dalam
pengobatan RA dewasa.
5. Hidroksiklorokin
Hidroksiklorokin adalah obat antimalaria, namun telah pula
digunakan terhadap penyakit jaringan ikat seperti LES dan artritis
reumatoid.
6. Arginin
Arginin adalah asam amino yang menunjukan fungsi
imunomodulasi, diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen dan fungsi fisiologik pada manusia. Pemberian arginin pada
hewan percobaan dapat meningkat ukuran timus, jumlah limfosit dan
respons mitogenik limfosit limfosit terhadap miogen dan antigen,
meningkatkan sintesis IL-2 dan melindungi involusi timus akibat
trauma dan gangguan fungsi Sel T meningkatkan reaksi
hipersensitivitas lambat dan respons imun antitumor. Arginine adalah
esensial untuk timosin, timopentin dan tufsin menunjukan efek
terhadap berbagai sel dan molekul system imun dan diduga memiliki
potensi sebagai obat dimasa mendatang pada penderita
imunokompromais.
7. Antioksidan
Sistem imun tergantung dari keseimbangan antara radikal
bebas dan status antioksidan dan tubuh . Pajanan orang dewasa sehat
dengan kadar tinggi oksidan menurunkan respon imun. Pajanan
dengan kadar rendah antioksidan dalam diit juga menurunkan respons
imun seperti hipersensitivitas lambat.

17
Peningkatan stress oksigen dan disfungsi imun ditemukan pada
artritis rheumatoid, usia lanjut dan perokok. Radikal bebas akan
menimbulkan kerusakan lipid dan komponen selular lainya. Jadi
suplemen antioksidan diperlukan untuk menghilangkan stress
oksidatif dan memperbaiki system imun. Peningkatan antioksidan
dapat di perlukan golongan usia lanjut untuk mempertahankan respons
hipersensitivitas lambat .
8. Bahan-bahan lain
Berbagai bahan lain yang telah digunakan secara eksperimental
di klinik diantaranya adalah :
a. Azimexondanciamexon yang di berikan secara oral dapat
meningkatkan respon imun selular.
b. Bestatin yang di berikan secara oral dapat meningkatkan respon
imun selular dan humoral
c. Tufsin yang di berikan secara parenteral dapat meningkatkan
fungsi makrofag , sel NK dan granulosit.
d. Maleic anhydride, divinyl ether copolymer yang di berikan secara
parentral dapat meningkatan fungsi makrofag dan sel NK .
e. 6-phenyl-pyrimidol yang diberikan secara oral dapat meningkatkan
fungsi makrofag dansel NK.
f. Fluorokuinolon menunjukan efek bakterisidal dan juga efek
terhadap fungsi imun tertentu, seperti meningkatkan aktivitas
transkripsi sel T untuk sintesis IL-2 dan IFN.

V. Imunosupresan
Imunosupresi merupakan suatu tindakan untuk menekan respon imun .
Kegunaannya di klinik terutama pada transplantasi dalam usaha mencegah
reaksi penolakan dan berbagai penyak itinflamasi yang menimbulkan
kerusakan . Penyakit-penyakit autoimun memiliki beberapa ciri yang sama

18
yaitu kerusakan jaringan akibat inflamasi. Kerusakan imun berperan dalam
pathogenesis penyakit, kronisitas, progresif dan relaps.
Obat imunosupresi mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
 Sitotoksik
 Antimetabolit
 Antiproliferatif
 Antiaktivasi sel T
Obat-obat imunosupresi digunakan pada penderita yang akan
menjalani transplantasi dan penyakit autoimun oleh karena kemampuannya
yang dapat menekan respon imun. Kegunaannya sering dikombinasikan
dengan steroid dalam usaha mengurangi dosis steroid yang diperlukan
(steroid sparing agent) . Komplikasi utama dari penggunaan yang lama
adalah imunosupresif yang berupa kerentanan terhadap keganasan. Ada
beberapa golongan imunosupresan dan efeknya terhadap system imun dapat
berupa perubahan jalur sel system imun yang sementara dan efek yang lebih
persisten terhadap fungsi sel individual .
Efek anti inflamasinya dapat dipisahkan dari efeknya terhadap system
imun. Pada umumnya, azatioprin dan siklofosfamida bekerja terhadap
pematangan sel, sedang KS dan derivate asal jamur mencegah fungsi sel
matang. (Gambar 18,4)

19
A. Sitotoksik
SP atau sitoksan dan klorambusil, merupakan alkylating agent
yang semula dibuat sebagai analog nitrogen mustard dalam pengobatan
kanker . Dewasa ini SP banyak digunakan dalam penggunaan penyakit
imun sebagai kemoterapi kanker dan pada transplantasi sumsum tulang .
SP dapat membunuh sel pada setiap siklus perkembangannya dan lebih
toksil terhadap sel yang sedang berproliferasi . SP diberikan oral atau
intravena setiap hari dalam dosis kecil atau dosis besar intermiten. Oleh
karena efek toksiknya, SP hanya diberikan pada penyakit berat.
SP diabsorpsi baik oleh usus dan metabolismnya terjadi di hati.
Atas pengaruh oksidase dan system sitokrom p-450 dijadikan senyawa 4-
hidroksi yang masuk kedalam plasma dan dapat menembus membrane dan
masuk kedalam sel. Bahan aktif utama SP ialah metabolitnya berupa
phosphoramide mustard dan akrolein. Phosphoramide merupakan
alkylating agent yang mengikat silang (cross-link) makromolekul selular
antara lain DNA, RNA dan protein.
Reaksi biokimia intraselule rmenimbulkan kematian sel. Oleh
karena itu SP digolongkan sebagai obat sitoksik. SP dapat membunuh sel
pada semua stadium masa hidup, selama fase istirahat atau selama sel
memproduksi DNA. SP mempunyai efek tertinggi terhadap sel yang
sedang membelah. Jadi SP bekerja sebagai imunosupresan dengan
membunuh sel limfosit yang diaktifkan, juga sebagai depresan sumsum
tulang. Oleh karena merusak DNA, SP dapat memacu terjadinya leukemia
dan limfona.
SP yang dibeikan setiap hari kepada penderita dengan berbagai
penyakit imun, menimbulkan limfopenia yang tidak sebanding dengan
granulositopenia. Dosis rendah menurunkan jumlah limfosit tanpa
menimbulkan granulosetopenia, tetapi dosis tinggi menimbulkan
limfopenia dan granulositopenia. Dosis rendah yang diberikan terus

20
menerus menunjukan respon lebih baik terhadap imunitas selular di
banding pemberian bolus.
Kombinasi berbagai imunosupresan diberikan baik pada
kanker maupun penyakit imun. Azatioprin bersama prednisolone dan SP
dapat bekerja sinergis dalam menginduksi toleransi. Efek sinergis tidak
terlihat pada kombinasi metotreksat dan SP. SP digunakan pada berbagai
penyakit nonmaligna.
Efek samping SP seperti alkylating agent lainnya adalah
toksisitas terhadap kandung kemih (akrolein), nausea, alopesia, reaksi
alergi (urtikaria, anafilaksis pada pemberian intravena) memacu produksi
IgE dan merusak sel-sel yang menekan respon alergi. SP seperti alkylating
agent lainnya dapat merusak sel sperma dan ovum. SP juga disertai
dengan risiko malformasi janin dan keganasan. SP dapat pula
menimbulkan komplikasi pada jantung berupa miokarditis hemoragi dan
pada paru-paru berupa pembengkakan endotel, eksudasi intra-alveolar,
inflames interstisial, poliferasifibroblas dan fibrosis. Sekresi hormone
antidiuretic atas pengaruh SP menimbulkan hiponatremia berat, kejang-
kejang dan kematian mendadak. SP menunjukan efek terhadap berbagai
penyakit non maligna seperti artritis rheumatoid granulomatosis
wegwnwer, LES, poliartritisnodosa, vaskulitis, sclerosis multipel,
penyakit inflamasi jantung dan dermatomiositis. Obat sitotoksik lainnya
yang sudah dikembangkan adalah 2-klorodeoksi adenosin (2-CDA,
kladribin) dan fludarabin.

A. Antimetabolit
MTX adalah antagonis asam folat yang sudah digunakan untuk
lebih dari 40 tahun yang semula dibuat sebagai anti kanker. Dosis yang
kecil telah digunakan dalam pengobatan psoriasis danartritis rheumatoid.
Struktur MTX adalah analog dengan asam folat. Asam folat dalam diit di
reduksi oleh enzim menjadi dihidro folat (terpenting), tetrahidro folat dan

21
asam folat yang direduksi lainnya. Semua produk tersebut berperan
dalam reaksi biokimia sepeti konversi homosistein menjadi metionin,
metabolisme histidine, sintesis purin dan timidilat yang esensial untuk
sintesis DNA. Jadi MTX mencegah sintesis DNA dalam derajat lebih
besar dari sintesis RNA dan protein. In vitro MTX mencegah poliferasi
PMN.
Dalam klinik MTX digunakan pada pengobatan artritis
rheumatoid, artritis rheumatoid juvenile, polimiositis yang steroid resisten,
dermatomiositis, sindromfelty, sindrom Reiter, asma yang steroid
dependen, penyakit autoimun seperti sirosis bilier primer, IBD, sclerosing
cholangitis dan sarkoidosis.
Efek toksik yang paling sering terjadi pada system
gastrointestinal berupa anoreksia, nausea, muntah, diare stomatitis yang
membaik bila dosis diturunkan atau cara pemberian oral dijadikan
parenteral. Baik asam folat dan folinic acid dapat mengurangi efek
gastrointestinal. Efek hematologi seperti leukopenia terjadi pada 5%
penderita arthritis leumatoid yang mendapat dosis rendah yang pulih
kembali bila obat dihentikan. Efek samping lainnya berupa gagal ginjal,
infeksi virus mereaksi kulit seperti urtikaria, reaktivasi eritem yang
ditimbulkan sinar UV, nodul rheumatoid yang timbul pada penderita
dengan artritis rheumatoid meskipun artritisnya membaik. MTX
merupakan obat yang teratogenik. Aminopterin, obat induk MTX
digunakan sebagai obat untuk menginduksi abortus. Efek karsinogen
MTX belum terbukti.
Efek samping SSP berupa sakit kepala, perubahan semangat,
depresi dan pusing. Osteoporosis setempat dapat terjadi dengan gejala
klinis sakit tulang berat dan fraktur non trauma pada anak. Toksisitas paru
kronis dapat berupa panas, batuk, sesak, hipoksemia dan infiltrate
paruinterstsial. Efek samping hati yang terjadi pada psoriasis antara lain
disebabkan oleh konsumsi alcohol dan obat dosis tinggi. Pemberian asam

22
folat dan folinic acid dapat mengurangi efek samping gastrointestinal dan
efek samping hemat ologic. Efek-efek samping membaik bila MTX
dihentikan.

B. Antiproliferatif
1. Azatioprin
AZA semula dibuat untuk memperoleh prodrug 6-
merkaptopurin yang dilepas lambat. Meskipun hal tersebut tidak
terbukti, tetapi AZA ternyata memiliki sifat seperti 6-merkaptopurin
dengan toksisitas yang kurang. AZA berinteraksi dengan senyawa
yang mengandung sulfidril di dinding saluran cerna, hati dan sel darah
merah. 6-merkaptopurin di ubah menjadi berbagai metabolit, terutama
thioinosinic acid dan 6 thioguanine nucleotides. Thioinosinic acid
mencegah sintesis purin sehingga menekan sintesis DNA dan RNA
dan merupakan antagonis replikasi sel.
Kegunaanya dalam klinik yaitu sebagai transflatsi, atritis
rheumatoid, LES, IBD, penyakit saraf (Miastenia Grafis, skeloris,
multipel) dan penyakit lain dengan fenomena autoimun AZA sering
digunakan bersama steroid yang efektif pada fenfigus vulgaris, sefere
polymorphous light eruption, aktinik reticuloid dan aktinik dermatitis
kronistet apitidak efektif pada pemfigoid bulosa. Pada anak pada
IDDM, kombinasi AZA dengan steroid menunjukan efek baik.
Efek samping potensial AZA dapat berupa miolotoksik dan
toksik terhadap hati dan gastrointestinal. Efek samping tersering
berupa nausea, muntah dan leukopenia yang terjadi pada 30%
pemberian AZA. Dosis yang lebih besar dari 2 mg/kg/hari
menimbulkan efektoksik terhadap hati berupa hepatitis aktif kronis.
AZA dapat menimbulkan sindrom hipersensitifitas berupa panas,
myalgia, diare yang dapat disertai leukositosis dan eosinophilia. Biopsi

23
saluran cerna menunjukan infiltrasi eosinophil. Komplikasi lain akibat
imunosupresi ialah risikoin feksi dan keganasan.

2. Mikofenolat Mofetil
Mikofenolat mofetil menjegah sintesis purin dan proliferasi sel
T dan B yang diaktifkan. bila diberikan dengan siklosporin A, dapat
mencegah penolakan akut tandur. MM adalah inhibitor inosin
monofosfat dihidrogenase yang berperan dalam sintesis guanasin
yang tidak menghambat enzim yang berpelan dalam sintesis DNA
atau merusak kromosom. obat yang diberikan peroral dipecah dalam
hati menjadi asam mikofenolat yang merupakn metabolit utama yang
biologis inaktif dan disekresi dalam urin.
resirkulasi enterohepatik obat dapat terjadi. mungkin juga
aktifitas beta glukuronidase dirangsang oleh aktivasi limposit dan
monosit yang mengubah metabolit menjadi mikofenolat aktif
didaerah penolakan aktif atau inflamasi kronis. mikrofenolat
menjegah respons proliferasi sel PMN oleh mitogen, MLR dan
proliferasi otot polos. efek akhir diperlukan pada penolakan kronis
alograf vaskulas terutama alograf jantung dalam klinik MM
digunakan pada transplantasi (ginjal, jantung, hati), atritis, reumatoid
dan kondisi lain seperti psoriasis. penekanan fungsil sel T akan
mempermudah penerimaan transplan dan menimbulkan anergi dosis
klinik 1-5 mg/kg berat badan tidak mengganggu respon humoral.
efek samping MM berupa gastrointestinal seperti muntah sakit
perut dan diare. depresi sumsum tulang jarang terjadi dan efek
terhadap ginjal belum banyak dilaporkan. MM dapat menekan efek
vaksinasi berbagai virus yang diperlukan sebagi pertahanan tubuh
(aktivasi Tc ). jadi MM dapat meningkatkan resiko terhadap infeksi
virus seperti herpes, CMV, epstein-barr dan jamur oportunistik. obat
serupa yang sedang dikenbangkan adalah bequinar dan leflunomid.

24
D. Anti Aktivasi sel T
1. Siklosporin-A
Siklosporin A yang disebut siklosporin yang merupakan
metabolit jamur diisolasi dari jamur Tolypocladium inflatumGams
dapat mencegah imunitas humoral dan selular. Dewasa ini SK banyak
digunakan untuk mencegah penolakan pada transplantasi antara lain
sumsum tulang, dan sekarang sudah berkembang pemakaiannya pada
beberapa kasus autoimun sistemik dan topikal. Siklosporin hanya
menjadi aktif bila diikat dengan reseptornya intraselular (siklofilin)
dan mencegah terutama aktivasi beberapa sitokin (gambar 18.5).

2. Takralimus
FK506 adalah suatu makrolida yang diproduksi S.
Tsukubaensis, sudah lama digunakan dalam klinik. Efeknya seperti
siklosporin A yang mencegah transkripsi gen sitokin IL-2, IL-3, IL-4,
IL-5, GM-CSF, IFN-y dan TNF α baik dari sel mononuklear atau sel
mast. Karenanya mencegah penglepasan histamin yang IgE dependen
dari sel mast dan karenanya mempunyai peran dalam pengobatan
asma.
Takrolimud (FK506) diisolasi dari mikroorganisme asal tanah
dan dapat mencegah aktivasi sel T aloreaktif. FK506 digunakan untuk

25
mencegah penolakan pada transplantasi hati dan sedang dicoba pada
pencegahan dan pengobatan GvHD (transplantasi sumsum tulang).
Sikloporin dan takrolimus menunjukan efek yang sama
terhadap aktivasi limfosit. Keduanya mencegah sinyal jalur transduksi
dengan meningkatkan kadar ca+ bebas intraselular. Kedua obat baru
menunjukan efeknya setelah diikat oleh reseptor dalam sel yang
disebut imunofilin. Setelah berikatan, kompleks ini akan bereaksi pada
sasaran intraselular yang sama yaitu serine-thereonines phosphatase
yang disebut kalsineurin. Efek sampingnya berupa toksisitas terhadap
ginjal dan SSP. Oleh karena itu pemberian dalam jangka panjang
hendaknya dibatasi.
3. Rapamisin
Rapamisin (sirolimus) adalah mikrolida lain asal S.
Higroskopis yang dapat mencegah sinyal transduksi melalui IL-2 dan
sitokin lain. Oleh karena itu rapamisin hanya mencegah sel-sel yang
sudah diaktifkan. Rapamisin juga mencegah produksi imunoglobulin
dan bekerja sinergistis dengan CsA dan mencegah degranulasi
eosinofil.
Rapamisin yang diisolasi dari Streptomyces hygroscopicus
dapat mencegah proliferasi sel T. Seperti takrolimus, rapamisin
mengikat reseptor intraselular yang sama. Ripamisin mencegah jalur
sinyal proliferasi selular yang tidak tergantung dari kadar Ca.
Rapamisin mencegah proliferasi sel T yang IL-2 dependen tanpa
mencegah transkripsi gen. Mekanisme kerja berbagai imunosupresan
terlihat pada (gambar 18.6.)

26
Efek berbagai obat imunopresif terhadap sistem imun dapat
berupa pertumbuhan jangka pendek atau perubahan yang lebih
persisten. Efek anitiinflamasinya terpisah dari efeknya terhadap sistem
imun. Pada umumnya, azatioprin dan siklosporin bekerja terhadap sel
T matang, sedang KS dan derivat jamur mencegah fungsi sel matang.
E. Steroid
1. Efek antiinflamasi
Ks atau kortikosteroid adalah molekul lipofilik yang ditemukan
dalam darah dan kebanyakan diikat oleh globulin dan albumin.
Molekul KS bebas menebus membrane sel dan selanjutnya berikatan
dengan reseptor KS (KS-R) dalam sitosol sel dengan nucleus. Ks
menunjukkan efek anti-inflamasi yang luas dan imunosupresi . Efek
anti-inflamasinya nampak dalam berbagai tingkat terhadap produksi,
pengarahan, aktivasi dan fungsi sel efektor.
KS memiliki efek antiinflamasi paling efektif seperti terlihat
pada (Tabel 18.6) .

Kegunaannya terbatas oleh efek samping yang ditimbulkannya.


Efeknya terhadap metabolism obat, kulit, lemak, tulang dan perilaku
diduga disebabkan oleh efek reseptor KS melalui jalur yang berbeda
dari jalur inflamasi. Usaha-usaha untuk menemukan preparat KS yang
lebih baik dengan efek samping yang kurang masih terus dilakukan.

27
Dewasa ini sudah tersedia berbagai preparat steroid dengan
efek antiinflamasi dan sifatretensi garam yang berbeda (Tabel 18.7 dan
18.8).

KS memiliki sifat-sifat sebagai berikut : mengubah jalur


sirkulasi yang menimbulkan akumulasi leukosit di tempat inflamasi.
 Menurunkan jumlah limfosit, monosit, eosinofil dan basofil dalam
sirkulasi kecuali PMN
 Menghambat pengerahan limfosit dengan menekan produksi sitokin
Th1 dab Th2
 Menunjukkan efek terhadap makrofag, menurunkan produksi IL-I dab
ekspresi MHC-II, ekspresi IgE-R dan kemampuan pemusnahan
intraseluler

28
 Menghambat produksi IL-6 dan TNF-α, leukotrin, PG, PAF, elastase
kolagenase dan Histamine Releasing Factor oleh makrofag.
 Menghambat pembentukan oksida nitrit dan kebocoran mikrovaskular
 Menunjukkan efek terhadap sel mast dab basofil secara tidak langsung.
Menghambat produksi faktor pertumbuhan sel mast, IL-3, IL-4 dan
GM-CSF oleh limfosit, sehingga secara tidak langsung menghambat
aktivasi sel mast. Melalui mekanisme yang sama, mencegah
pertumbuhan, diferensiasi dan aktivasi basofil dengan menurunkan
produksi IL-3, IFN-𝛾 dan GM-CSF.
 Menghambat migrasi dan kemotaksis basofil. KS menghambat
pengerahan eosinofil melalui penurunan produksi IL-3, IL-5 dan GM-
CSF oleh makrofag dan sel T. KS menghambat metabolisme asam
arakidonat (PG, tromboksan, leukotrin) dan PAF.
 Mencegah permeabilitas mikrovaskular melalui berbagai mekanisme
seperti mencegah produksi mediator vasodilator, dan respons endotel
terhadap mediator tersebut. peningkatan permeabilitas vaskular
merupakan bagian penting dari inflamasi.
 Dapat mencegah produksi sistetase iksida nitrit yang berperan dalam
peningkatan relaksasi endotel.
2. Efek imunosupresi
Membedakan efek antiinflamasi dari efek imunosupresi Ks
adalah sulit oleh karena banyak sel, jalur dan mekanisme yang sama
digunakan kedua sistem tersebut. KS mempengaruhi redistribusi sel B
dan T matang dari sirkulasi ke limpa dan sumsum tulang. Aktivasi dan
proliferasi sel T dihambat KS melalui hambatan produksi IL-2 dan IL-
2R dan sitokin lain yang berperan pada ekspansi klon.
Sel B dihambat KS pada fase imatur, dan sel plasma lebih
resisten terhadap KS. KS tidak banyak menunjukkan pengaruh terhadap
respons rangsangan antigen/imunisasi. KS efektif terhadap penyakit
autoimun yang sel T dependen seperti tiroiditis Hashimoto, berbagai

29
kelainan kulit, polimiositis, beberapa penyakit reumatik, hepatitis aktif
dan IBD. Penyakit humolar terutama ITP, miastenia gravis,
menunjukkan respons yang kurang terhadap pemberian KS. Beberapa
minggu akan diperlukan untuk menurunkan produksi antibodi.
Aktivitas farmakologi KS adalah meningkatkan sistensi protein
antiinflamasi dan menurunkan sintesis protein proinflamasi (Gambar
18.7)

Stimulasi sintesis protein anti-inflamasi terjadi melalui ikatan


tempat-tempat dengan GRE+ yang terletak dalam DNA. Kompleks KS-
reseptor menginduksi aktivasi transkripsi gen yang menyandi protein
antiinflamasi. Dalam pencegah sintesis protein anti-inflamasi ada 2
mekanisme molekular :
a. Mekanisme direk yang mengikat kompleks KS-R pada tempat GRE-
yang terletak dalam DNA, menimbulkan represi gen yang menjadi
protein pro-inflamasi
b. Mekanisme indirek yang mungkin lebih penting, melibatkan interaksi
kompleks KS-R dengan sasaran gene transcription faktor seperti AP-1
dan NF-kB, mencegah transcription coding untuk sintesis protein
proinflamasi.

30
Efek imunosupresan KS dan beberapa obat terlihat pada Gambar 18.8.
KS menimbulkan banyak efek samping yang kompleks (Tabel 18.9
dan Gambar 18.9). Untuk mengurangi efek samping tersebut perlu
diperhatikan ketentuan-ketentuan umum dan strategi tetapi KS sistemik
seperti induksi, konsolidasi, tapering, dan kalau perlu dosis perawatan.

(Gambar 18.8)

31
(Gambar 18.9)

F. Imunosupresan lain
Radiasi, drainase duktus torasikus dan pemberian interferon dosis
tinggi telah digunakan secara eksperimental dalam klinik sebagai
imunosupresan. di masa mendatang sudah dipikirkan penggunaan
prostaglandin, prokarbazin, oksiuran, miridazol dan antibodi monoklonal
anti sel T.
1. D-penisilamin
D-penisilamin mencegah proliferasi sel T, mengganggu kemotaksis dan
fungsi oksidatif neutrofil, menurunkan fungsi APC.
2. Preparat emas
Preparat emat menggunakan ekspresi molekul adhesi pada endotel.
3. Mepakrin dan hidroksiklorokin
Mepakrin dan hidroksiklorokin diduga mengganggu produksi sitokin
dan enzim lisosom granulosit.

32
4. Sulfasalazin
Sulfasalazin menunjunkkan aktivitas imunosupresi yang ringan,
dingunakan pada inflamasi penyakit usus, RA dan artritis seronegatif.
5. Colchicin
Colchicin mencegah kemotaksis neutrofil.
6. Dapson
Dapson dapat mencegah adhesi neutrofil.
G. Sitokin
Dewasa ini sudah dapat diperoleh sitokin murni hasil klon, antibodi
terhadap sitokin dan reseptor sitokin larut yang dapat digunakan dalam
pengobatan spresifik seperti penyakit autoimun. IL-2, IFN-α dan IFN-𝛾
dapat digunakan terhadap tumor tertentu dan G-CSF terhadap jumlah sel
PMN yang rendah akibat kemoterapi atau radiasi (dibahas dalam Bab 9
sitokin).
IL-2 diproduksi sel CD4+ yang dirangsang, bekerja terhadap IL-2R
(CD25), menginduksi ekspansi klon sel T, sel B dan sel NK. IL-2 diberikan
pada sindrom imunodefisiensi dengan produksi IL-2 yang defektif seperti
HIV, keganasan atau infeksi dengan respons imun yang lemah (Gambar
18.10).

(Gambar 18.10)

33
H. Antibodi monoklonal
Antibodi dapat digunakan dalam imunosupresi. Sensitasi dapat
dicegah dengan menggunakan antibodi yang dapat menyingkirkan antigen.
Contohnya adalah penggunaan antibodi anti-D pada inkompatibilitas
golongan darah rhesus. Sejumlah antibodi monoklonal telah dikembangkan
untuk mencegah interaksi antara APC, sel T dan sel B (gambar 18.11)
ALG merupakan imunosupresan aktif baik untuk sel B maupun sel T
(tabel18.11)

34
Berbagai antibodi monoklonal misalnya terhadap LDA dapat menekan
imunitas spesifik dan nonspesifik seperti CD3 dan CD8. Dengan
diketahuinya peranan sitokin dan reseptornya yang larut, telah pula
dipikirkan untuk menggunakan imunosupresan/ antibodi monoklonal
terhadap reseptor sitokin larut untuk mempengaruhi respon imun (tabel
18.10) :

 Infliximab (Remicab) merupakan antibodi terhadap TNF –α,


menginduksi ANA, digunakan pada terapi RA, spondilitis ankilosis.
 Adalimumab (Humira) antibodi terhadap TNF-α.
 Alemtuzumab (Mabcampath) adalah antibodi monoklonal anti CD52
yang dapat merupakan antibodi litik dengan sasaran terutama sel B.
Digunakan pada limpoma sel B dan penyakit limfoproliferativ sel B
(EBV).
 Rituximab (Mab Thera) adalah antibodi monoklonal anti CD20,
digunakan pada limpoma sel B Non Hodgkin, dapat menimbulkan
sindrom lisis tumor masif dengan penglepasan sitokin.

35
 Omalizumab (Xolair) merupakan antibodi terhadap Ig Fc yang
mencegah ikatan FcR dengan afinitas tinggi.
 Baxiliximab (simulect) merupakan antibodi yang mengikat rantai –α
pada IL-2R yang mencegah poliferasi sel T.
 Daclizumab (Zenapax) adalah antibodi monoklonal yang mengikat
rantai g IL-2R mencegah proliferasi sel T.
 Gemtuzumab (mylotarg) adalah antibodi monoklonal terhadap antogen
CD33 yang dipresentasikan pada sel blast leukemia mieloid dan sel
mieloid normal.
 Anti CD154 menkatan CD154 pada sel T yang diaktifkan dengan CD40
pada sel B dan APC
 Trastuzumab antibodi terhadap GF reseptor epidermal Her2 , mencegah
dan menurunkan reseptor. Digunakan pda terapi kanker mamae dan
metastasis yang mengekspresikan Her-2 berlebih.
 Bciximab (ResoPro) adalah antibodi monoklonal yang mengikat
reseptor glikoprotein trombosit, hanya diberikan satu kali sebagai
tambahan pada pengobatan heparin dan aspirin pada penderita dengan
resiko tinggi untuk mencegah komplikasi trombosis
 OKT3 (muromonab-CD3) merupakan antibodi terhadap rantai e CD3 sel
T. Digunakan pad terapi penolakan alograft
 Digoxin-specific antibody (Digibind) adalah fragmen Fab terhadap
digoksin, digunakan untuk mengobati keracunan digoksin
 Untuk sel yang hiperaktif dan dapat merusak jaringan sendiri diperlukan
imunosupresi. Contohnya diperlukan dalam penanganan transplantasi
dan penyakit autoimunyang sering mengancam nyawa
 Beberapa cara manipulasi amun menunjukan keuntungan klinis
melaluimekanisme yang belum banyak diketahui misaknya pemberian
IGIV dan antibodi monoklonal yang dapat menekan, miningkatkan atau

36
mengubah respon imun, yang tergantung dari spesifikasi dan keadaan
klinisnya
 Ada beberapa golongan obat imunosupresif. Efeknya terhadap
sustemimun dapat merupakan perubahan tidak lama dan persisten
 Pada umumnya, azatioprin dan siklofpsfamid bekerja terhadap
pematangan sel, sedangkan steroid dan derifad asal jamur bekerja
dengan mencegah terhadap fungsi sel matang sistem imun
 Kortikosteroid menimbulkan perubahan dalam trafik sel dalam dalam 2
jam setelah pemberia, tetapi tidak nampak lagi setelah 24 jam
 Pengaruh Ks terhadap fungsi sel bervariasi yang tergantung atas spesies,
dosis dan waktu. Efek utamanya adalah terhadap makrofag dlam
istirahat
 Mengurangnya pengolahan antigen oleh makrofag diduga menurunkan
respons antibody primer yang terkihat setelah pemberian KS
 Siklosporin berasal dari metabolit jamur, tidak menunjukan efek
terhadap limfosit, tetapi menekan baik imunitas hormonal mwupun
seluler. Efek utamanya mencegah produksi IL-12, jadi tergantung dari
proliferasai sel CD4+
 siklopsorin banyak digunkan untuk memperpanjang hidup tandur dan
dalam penyakit auto imun yang terjadi melalui sel Th
 rapamisin (sirolimus) juga berasal dari jamur, dugunakan bersama
siklopsorin dan s menunjukan hasil baik dalam mencegah penolakan
tandur
 antibodi dapat digunakan dalam terapi pengganti, juga untuk menekan
respon imun
 IFN-ꭚ dapat mengaktifkanmakrofag dan menunjukan efek baik pada
kondisi dengan gangguan fungsi makrofag misalnya lepra, leismaniasis
dan CGD

37
 Imunomodulasi dapat dilakikan dengan memberikan IGIV; IGIV adalah
esensial untuk untuk penderita dengan defisiensi antibodi primer dan
hipofamaglobulinemia sekunder terutama diinduksi infeksi HIV dan
penderita dengan keganasan limfoproliferatif
 Pada trombositopenia idiopatik akut, peningkatan jumlah trombosist
terjadi dalam beberapa jam setelah pemberian IGIV dalam infusa, tetapi
hanya sementara, pada penyakit lain, efek IGIV adalah lama
 Antibodi monoklonal menunjukan potensi besar dalam diagnosis dan
pengobatan
VI . IMUNOSUPRESAN DALAM KLINIK TRANPLANTASI
Bila resipien alograft memiliki sistem imun yang berfungsi baik,
tranplantasi akan hampir selalu menimbulkan penolakan . strategi dalam
praktek klinis dan proses ekperimental untuk mencegah atau melambatkan
terjadinya penolakan adalah menggunakan imunosupresan dan
meminimalkan kekuatan reaksi alogeneik spesifik. Tujuan untama
transplantasi adalah menginduksi toleransi spesifik donor, sehingga tandur
dapat hidup tanpa imunosupresan monispesifik. Imunosupresi merupakan
pendekatan umtama dalam usaha mencegah dan menangani penolakan
tandur. Beberapa imunosupresan yang digunakan terlihat pada tabel 18.11

38
VII. IMUNONUTRIEN
Nutrisi buruk untuk jangka waktu lama dapat menghilangkan sel lemak
yang biasanya melepas hormon leptin yang merangsang sistem imun.
Nutrisi buruk dapat menimbulkan defisiensi imun ringan yang disertai
dengan kadar leptin rendah. Anak dengan mal nutrisi protein/kalori
menunjukan atrofi timus dan jaringan lifid sekunder, defresi respon sel T
terhadap metogen dan sel alogenik, pengurangan sekresi limfokin,gangguan
resfon terhadap uji kulit hifersensivitastipe lambat dan anti genlingkungan
seperti PPD dan kandida.kerentanan yang menigkat terhadap infeksi
terhadap malnutrisi sering membaik setelah diberikan diet yang cukup.
Mikro nutrien adalah trce mineral dan vitamin yang diperlukan sebagai
nutrien esensial bagi organisme. Trace mineral disebut juga trace
element.asupan vitamin yang adekuat dan trace element diperlukan sistem
imun agar dapat berfungsi efesien. Defisiensi mikronutrien ini dapat
menggangu resfon sistem imun non spesifik dan spesifik dan menimbulkan
disregulasi keseimbangan respon imun. Hal tersebut dapat menimbulkan
kerentanan terhadap infeksi yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Infeksi sendiri meningkatkan defisiensi mikronutrien oleh karena asupan
yang kurang. Penggunaan dan perubahan jalur mekanismenya juga akan
meningkatkan kehilangan bahan ini. Asaupan yang kurang terjadi pada
individu dengan penyakit gangguan makan, perokok dan penyakit tertentu,
selama hamil, menyusui dan pada usia lanjut.
A. Vitamin (mikronutrien)
Vitamin antioksidan (C,E) dan trace element seperti selenium, tembaga
(Cu) dan seng (Zn) dapat melindungi jaringan dari kerusakan oleh oksigen
reaktif melalui regulasi faktor transkipsi dan [roduksi sitokin dan PG. Intake
vitamin B6, Folat, B12, C, E, Selenium, Seng, Tembaga, dan Besi memacu
respon yang terjadi melalui sitokin Th 1 dan mencegah pengalihan Th1 ke
Th2. Hal ini meningkatkan respon imun nonspesifik. Sistem imun pada
manusia terlihat pada (gambar 18.2.)

39
Pada umumnya intake vitamin-vitamin dan mineral yang inadekuat dapat
menurunkan fungsi sitem imun yang akhirnya menimbulkan prediposisi
infeksi dan malnutrisi. Pada umunnya suplemen imun dapat mengembalikan
status defisiensi sistem imun. Pandangan sekarang mengenai efek vitamin-
vitamin (A, B6, B12, C, D, E dan folat) serta mineral (selenium, seng,
tembaga dan besi) terhadap sistem imun terlihat pada Tabel-tabel 18.12,
18.13 dan 18.14.

40
41
1. Vitamin A
Vitamin A berperan dalam sitem imun humoral dan seluler dan
memacu Th2yang memproduksi sitokin dengan propil antiinflamasi.
Defisiensi vitamin A menganduk baik sistem imun non spesifik
(regenerasi mukosa epitel) dan spesifik terhadap infeksi yang
menimbulkan gangguan kemampuan untuk melawan patogen
ektraseluler.

Vitamin A berperan dalam reguler fungsi imun , nonspesifik, dan


respon seluler dan humral. Defisiensi nvitamin A pada anak cenderung
meningkat resiko terjadinya penyakit saluran nafas dan meningkatkan

42
derajat penyakit diare. Suplemen vitamin A menurunkan derajat berat
penyakit diare terapi efek yang sedikit terhadap pneumomnia.
Pemberian vitamin A bersama Zn meningkatkan resiko penyakit
diare dan infeksi saluran nafas pada anak usia 6-15 bulan. Defisiensi
vitamin A disertai dengan penurunan pagosit dan oxydative burst
makrofag selama inflamasi dan penurunan jumlah aktifitas sel BK.
Vitamin A berperan dalam perkembangan dan diferensiasi subset Th1
dan Th2, mempertahankan antibodi normal atas pengaryh Th2 yang
menekan produksi IL-12, THF-ALFA, dan IFN-y oleh Th1. Akibatnya
adalah gangguan pertahanan terhadao patogenektraseluler. Suplementasi
vitamin A dapat memperbaiki respon antibodi terhadap faksin campak
meningkatkan respon antibodi serum terhadap toksin tetanus dan vaksin
bakteri.

2. Vitamin D
Kekurangan vitamin D berhubungan dengan kerentanan meningjat
terhadao infeksi kronis dan penyakit AI. Vitamin D merupakan
immunomodulator berbagai sel imun seperti sel monosit, makrofag,
dendritik, sel T, dan sel B sehingga dapat memodulasi baiksistemimun
nonspesifik dan spesifik. Dengan kata lain vitamin D berperan dalam
mempertahankan hemostasis.
Studi membrikan 50 Ug vitamin D/ hari (2000 IU) selama 9 bulan
menunjukan efek terhadap kadar sitokin inflamasi terhadap pria dengan
gagal jantung. Kadar serum TNF-ALFA (proinflamasi) menurun dengan
pemberian vitamin D dan kaar IL-10 (anti infalamsi) meningkat 43%
dibandingkan dengan plasebo. Sel dendritik dalam istirahat dan vitamin
D dapat merangsang produksi sel TREG dari prekursornya. Penigkatan
kecepatan produksi sel efektor T dikontrol oleh sel Treg bersam vitamin
D. Banyak ahli mengatakan 2000 IU vitamin D adalah optimal umtuk
mencegah penyakit autoimun.

43
3. Vitamin b6
Peningkatan vitamin B6 terhadap ploriferase limposit dan kadar IL-
2 telah diteliti pada wanita yang mengkonsumsi diet tetap yang
mengandung 1 mg vitamin B6 perhati untuk 7 hari yang diteruskan
dengan 3X14 hari [eriode intake vit 1,5 , 2,1 , 2,7 mg vitamin b6
perhari . ploriferase limposit sebagai respon terhadap PHA meningkat
bermakna 35% oleh intake 2,1 mg perhari dibanding dengan 1,5
mg/hari. Dengan intake lebih tinggi tidak ditemukan peningkatan lagi.
Kesimpulan studi bakwa vitamin B6 meningkatkan ploliferasi limposit.

4. Asam Folat
Studi aktifitas sel Nk dilakukan pada 60 indifidu sehat, usia > 70
tahun, yang disamping diet teratur, mendapat formula nutrisi khusus
selama 4 bulan a.l. 400 ug asam folat, 120 U vitamin E dan 3,8 ug
vitain B21. Sitoksisitas sel Nk meningkat pada indifisu yang mendapat
suplemen dan menurun pada indifidu yang tidak mendapat suplemen.
Kesimpulan adalah bahwa suplemen nutrisi folat meningkat imunitas
non spesifit dan dapat memberi proteksi terhadap infeksi pada usia
lanjut.

5. Vitamin b12
Vitamin B12 telah diteliti pada pasien usia lanjut (36-83 tahun)
dengan anemia pernisinosa atau anemia megaloblastik pasca
gastrektomi dengan penurunan jumlah limposit C88 dan sebagai CD4
dan aktifitas sel NK. Suntikan Vitamin B12 500ug/hari selama 2
minggu menurunkan perbandingan CD4+/CD8+ menjadi sama dengan
yang ditemukan pada kontrol. Aktifitas sel Nk yang menurunkan dapat
dikembalikan, tetapi tidak sampai seperti ditemukan pada kontrol.

44
Kesimpulan adalh bahwa vitamin B12 bekerja sebagai imunomodulator
terhadap imunitas seluler terutama sel CD8+ dan sel NK.

6. Vitamin c
Vitamin C merupakan stimulan fungsi leukosit terutama neutrifil dan
monosit. Pemberian suplementasi pada orang dewasa (1-3g/hari) dan
pada anak (20mg/kgBB/hari) meningkatkan kemotaKSIS neutrofil.
pemberian vitamin C juga memperbaiki beberapa komponenn respon
imin seperti sel NK, proloferasi limposit, kemotaksis dan respon DTH.
Intake vitamin C dan seng yang adekuat adalah esensial untuk
kesegatan nutrien tersebut berinteraksi dengan sitem imun dan
memberika priteksi antioksidan yang produksi endogen terhadap
spesies oksigen reaktif yang dibentuk endogen dalam respon inflamasi.

7. Vitamin e
Vitamin E meningkatkan dan mengoptimalkan respon imun.
Seplementasi vitamin E menibgkatkan proliferasi limposit sebagai
respon terhadap mitogen, meningkatkan produksi IL-2, sitotoksitas sel
Nk dan aktifitas makrofag alveoli dan meningkatkan resistensi terhadap

45
bahan infeksi. Hal tersebut menunjukan bahwa vitamin E mamacu
respon sitokin Th1 dan meningkatkan respons Th2.

B. Mineral
1. Selenium (se)
Selenium adalah esensial untuk respon imun optimal
spesifik. Selanjutnya juga berperan untuk regulasi dan integritas
membran serta proteksi terhadap kerusakan DNA. Defisiensi
selenium menurunkan IgM dan IgG, menggangu kemotaksis
neutrofil dan produksi anti bodi serta meningkatkan virulensi virus
koksaki, peningkatan CD4 dan penurunan CD8 dan timosit.
Disimpulkan bahwa selenium berperan terhadap infeksi virus.
2. Seng (Zn)
Seng menunjukan efek anti oksidan in vitro dan in vivo
serta terlibat dalam pertahanan sitosolik terhadap setres oksidatif
yang disebabkan ROS yang diperoduksi dan di lepas oleh
makrofag yang diaktifkan. Defisiensi Zn pada fibriblas paru-paru
manusia menginduksi stres okdsidatif dan meningkatkan
kerusakan DNA. Pada manusia defisiensi Zn ditemukan pada
subyek dengan aktodermatitis enterohepatika, penyakit genetik
malabsorpsi Zn dan terjadi pada penderita yang mendapat nutrisi
parenteral tanfa Zn. Penderita menunjukan atropi timus , gangguan
respon poliferasi limposit terhadap mitogen, defisien aktivitas
hormon timus (timolin), penurunan rasio CD4/ CD8, penurunan
aktivitas sel NK, sekresi sitokin Th1 dan sitotoksisitas monosit.
Keadaan tersebut dapat dikoreksi dengan pemberian Zn yang
cukup. Defisiensi Zn sering terjadi pasca operasi.
3. Tembaga (Cu)
Tembaga berperan dalam perkembangan dan perawatan
sistem imun. Tembaga ditemukan juga dalam enzim. Studi pada

46
subyek dengan asupan tebaga menunjukan penurunan yang
bermakna dalam responsel T in vitro terhadap aktivasi mikrogenik
dan peningkatan persentase sel B dalam sirkulasi, tetapi tidak
menunjukan efek terhadap persentase monosit netropil sel Th ( CD4
dan CD8), sel NK dan aktivasi fagosit neutrofil. Studi yang
memberikan tembaga untuk jangka waktu 18 hari dosis 1,6 mg
tembaga / hari, kemudian diberikan 7 mg /hari selama 129 hari dan
diikuti 7,8 mg selama 18 hari. Intake tembaga yang tinggi
menurunkan persentase neutropil dalam sirkulasi, IL-2R, dan titer
anti bodi terhadap virus influenza. Respon imflamasi rata-rata yang
diukur melalui IL-6 meningkat 2 kali selama suplementasi.
4. Besi (Fe)
Fe diperlukan untuk regulasi gen, ikatan dan transper
oksigen, regulasi diferensiasi sel dan pertumbuhan sel,serta
merupakan komponen enzim. Fe juga terlibat dalam regulasi
produksi sitokin dan friliperasi sel. Proliferasi sel T tergantung
dari Fe. Perbandingan CD4 dan CD8 dalam darah menurun pada
defisiensi besi, sedangkan jumlahnya tidak berubah. Efek
fagositosis makrofag sering ditemukan pada subyek dengan
kelebihan Femoleh karena itu pemberian Fe yang lama diduga
dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yangditimbulkan
oleh modulasi imunitas seluler (Th 1 yang lebih ringan, Th 2 yang
meningkat), kemampuan patogen untuk memusnahkan patogen
intraselular berkurang. Fe terlibat langsung dalam pertahanan
imunositotoksik dengan memproduksi radikal toksik hidroksil oleh
netrofil dan makrofag.

47
C. Hubungan antara mikronutrien dan kanker
Studi epidemiologi menunjukan hubungan antara proteksi
terhadap kanker dan diet dan mengandung kadar tinggi mikronutrien
anti oksidan seperti vitamin C, Beta karotek, vitamin E, selenium<
vitamin A, kalsium dan polat. Beberapa mikronutrien diduga lebih
berperan dibanding mikronutrien tunggal.
Vitamin E,C, beta karotin dan selenium bekerja sebagai anti
oksidan yang mengontrol ativasi pro-oksidatif sejumlah fagosit,
mencegah kerusakan oksidatif jaringan tanpa menimbulkan ancaman
untuk penjamu. Efek antioksidan bekerja untuk menyingkirkan
radikal bebas, merangsang sintesis sitokin (IL, TNF) sebagai respon
terhadap pajanan dengan mitogen yang selanjutnya memacu
ekspansi limfosit dalam fungsi normal dan mencegah kanker
(Th,TC). Vitamin E berperan dalam pencegahan oksidasi PUFA dan
mempertahan kan integritas membaran. Melalui efek
antioksidannya, vitamin E membatasi aktivitas siklooksigenase yang
menurunkan penurunan produksi PGE (supresor imun).dan
mengurangi resiko kanker.
Difesiensi E, A, C dan beta karoten berhubungan dengan tanda-
tanda sistem imun yang kompromis, kejadian tumor serta menurunya
sel NK, respn liposit yang menurun terhadap mitogen, gangguan
fungsi makrofag, aktifitas fagositosis dan produksi sitokin yang
menurun (IL, TNF). Gangguan fungsi imun dan komponennya dapat
dikembalikan dengan asupan nutrien yang defisien.
Hal yang dapat disimpulkan mengenai mikronutrien adalah
bahwa intake yang kuat dapat menurunan imunitas yang merupakan
faktor pridisposisi infeksi dan mal nutrisi. Nutrisi spesifik
berpengaruh terhadap respon imun terhadap infeksi bila ditemukan
depisiensi dan persediaan nutrisi yang berlebih. Defisien dapat
menjadikan patogen yang tidak berbahaya menjadi irulen. Jadi

48
vitamin dan mikroelemen diperlukan pada dosis yang benar untuk
fungsi sistem imun yang optimal. Data yang ada menunjukan bahwa
vitamin ( A, D, E, B6, B12, folat dan C). Mikronutrien ( selenium,
Zn, tembaga dan Fe) berperan dalam respon imun, sedang peran
vitamin dan mikro nutrien yang lain terhadap sistem imun dewasa
ini masih terbatas. Mikronutrien masih berdampak terhadap respon
imun melalui mekanisme leguratori diferensiasi prekusor sel T
menjadi populasi sel TH 1 ( profil sitokin proinflamasi), atau TH2 (
profil sitokin anti-inflamasi).

49
BAB IV
PENUTUP
I. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan imunofarmakoli sebagai
berikut :
- Ada dua cara pendekatan utama yang dimungkinkan untuk
mengoreksi kelainan imun yaitu imunosupresi dan
imunopotensiasi
- IVIG dapat digunakan pada penyakit autoimun. Efeknya adalah
mencegah FcR pada fagosit, produksi sitokin, inaktivasi
autoantibody patogen, mencegah produksi autontibodi oleh sel B
dan menurunkan proliferasi sel T. IVIG digunakan sebagai terapi
primer pada beberapa defisiensi imun primer dan sekunder dan
sebagai imunomodulasi.
- Membedakan efek antiinflamasi dari efek imunosupresi GKS
adalah sulit oleh karena banyak sel, jalur dan mekanisme yang
sama digunakan kedua sistem tersebut. GKS mempengaruhi
redistribusi sel B dan sel T matang dari sirkulasi ke limpa sumsung
tulang . aktivasi dan proliferasi sel T dihambat GKS melalui
hambatan produksi IL-2 dan IL-2R dan sitokin lain yang berperan
pada ekspansi klon.
- Antibodi terhadap sitokin dan reseptor sitokin larut dapat
digunakan dalam pengobatan spesifik seperti penyakit autoimun.
IL-2, IFN-α dan IFN-γ diguanakan terhadap tumor tertentu dan G-
CSF terhadap jumlah sel PMN yang rendah akibat kemoterapi atau
radiasi

50

Anda mungkin juga menyukai