Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Imunologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang system
pertahanan tubuh. Termiologi kata “Imunologi” berasal dari kata imunitas dari
Bahasa lain yang berarti pengecualian atau pembebasan.

Masa sekarang ini arti respon imun sudah lebih luas, yang pada
dasarnya mencakuppengobatan maupun pencegahan suatupenyakit yang
disebabkan oleh pengaruhfaktor dari luar tubuh atau zat asing. Aktivitas
sistem imun dapat menurun karena berbagaifaktor, diantaranya karena usia
atau penyakit.
Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah mekanisme
pertahanan tubuh yang bertugas merespon atau menanggapi ''serangan'' dari
luar tubuh kita. Saat terjadi serangan, biasanya antigen pada tubuh akan mulai
bertugas. Antigen bertugas menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Kelak,
mekanisme inilah yang akan melindungi tubuh dari serangan berbagai mikro
organisme seperti bakteri, virus, jamur, dan berbagai kuman penyebab
penyakit. Ketika sistem imun tidak bekerja optimal, tubuh akan rentan
terhadap penyakit. Beberapa hal dapat mempengaruhi daya tahan tubuh.
Misalnya saja karena faktor lingkungan, makanan, gaya hidup sehari-hari,
stres, umur dan hormon.
Fungsi sistem imun bagi tubuh ada tiga.Pertama sebagai pertahanan
tubuh yakni menangkal ''benda'' asing.Kedua, untuk keseimbangan fungsi
tubuh terutama menjaga keseimbangan komponen yang tua, dan ketiga,
sebagai pengintai (surveillence immune system), untuk menghancurkan sel-sel
yang bermutasi atau ganas. Pada prinsipnya jika sistem imun seseorang
bekerja optimal, maka tidak akan mudah terkena penyakit, sistem
keseimbangannya juga normal.
Banyak cara guna meningkatkan sistem kekebalan tubuh, salah satunya
melalui suplemen obat yang berfungsi sebagai imunomodulator
(meningkatkan sistem imun tubuh). Saat ini tersedia banyak suplemen

1
makanan imunomodulator, terutama yang menggunakan bahan herbal alami
seperti tanaman meniran (Phyllanthus niruri).Imunomodulator adalah obat
yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya
terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan. Fungsi
imunomodulator adalah memperbaiki sistem imun yaitu dengan cara stimulasi
(imunostimulan) atau menekan/menormalkan reaksi imun yang abnormal
(imunosupresan).Komponen yang bersifat imunomodulator adalah dari
golongan flavonoid, golongan flanoid mampu meningkatkan sistem kekebalan
tubuh hingga mampu menangkal serangan virus, bakteri atau mikroba lainnya.

Selain imunomodulator terdapat juga imunosupresan.Imunosupresan


adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti
pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah
hemolisis rhesus dan neonatus.Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis
dan digunakan sebagai antikanker.
Maka untuk mencegah berbagai penyakit yang dapat menggangu
sistem imun diperlukan pengatahuan yang lebih tentang sistem imun dan obat-
obat yang digunakan untuk mencegah atau mengobati ganguan tersebut seperti
imunosupresant dan imunomodulator.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terpisah dengan makhluk
lainnya baik hewan, tumbuhan maupun benda-benda mikroskopik seperti
debu, tungau, serbuk bunga sampai berbagai makanan yang kita konsumsi
sehari-hari seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan imunostimulan, immunosupresan,
imunonutrien?
2. Apa saja mekanisme kerja dari imunostimulan, immunosupresan,
imunonutrien?
3. Apa saja contoh agen dan fungsi dari imunostimulan, immunosupresan,
imunonutrien?

2
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan imunostimulan,
immunosupresan, imunonutrien.
2. Untuk mengetahui apa saja mekanisme kerja dari imunostimulan,
immunosupresan, imunonutrien
3. Untuk mengetahui apa saja contoh agenda dan fungsi dari
imunostimulan, immunosupresan, imunonutrien.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI IMUNOSTIMULAN, IMUNOSUPRESAN,


IMUNONUTRIEN

2.1.1 DEFINISI IMUNOSTIMULAN


Imunostimulasi yang disebut juga imunopotensiasi adalah cara
memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang
merangsang sistem tersebut. Imunostimulan ditunjukan untuk perbaikan
fungsi imun pada kondisi-kondisi imunosupresi. Imunostimulan adalah
senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh
baik secara spesifik maupun non spesifik yang bekerja sama dalam
pertahanan keseimbangan badan karena penyembuhan infeksi akan lebih
cepat bila fungsi sistem imun tubuh ditingkatkan. Pertahanan non spesifik
terhadap antigen ini disebut paramunitas, dan zat berhubungan dengan
penginduksi disebut paraimunitas. Induktor semacam ini biasanya tidak atau
sedikit sekali kerja antigennya, akan tetapi sebagian besar bekerja sebagai
mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada imunitas.
Sel tujuan adalah makrofag, granulosit, limfosit T dan B, karena induktor
paramunitas ini bekerja menstimulasi mekanisme pertahanan seluler.
Makrofag sebagai sel fagosid dapat membunuh kuman dengan berbagai cara
seperti peningkatan aktivitas enzim lisosomal, produksi sitokin, pelepasan
nitric oxide, interleukin, Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) sehingga dapat
meningkatkan aktivitas dari. Mekanisme pertahanan spesifik maupun non
spesifik umumnya saling berpengaruh. Dalam hal ini pengaruh pada
beberapa sistem pertahanan mungkin terjadi, hingga mempersulit
penggunaan imunomodulator. (Baratawidjaja,2010).

4
2.1.2 DEFINISI IMUNOSUPRESAN
Pengertian Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk
menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi, mengatasi
penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Sebagain
dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker.
Immunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan aktivitas sistem
imun dengan jalan interaksi di berbagai titik dari sistem tersebut. Titik
kerjanya dalam proses-imun dapat berupa penghambatan transkripsi dari
cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon-imun diperlemah.
Khususnya IL-2 adalah esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit,
yang dapat dihambat pula oleh efek sitostatis langsung. Lagi pula T-cells
bisa diinaktifkan atau dimusnahkan dengan pembentukan antibodies
terhadap limfosit. Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama
yaitu, transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis
Rhesus pada neonatus.
2.1.3 DEFINISI IMUNONUTRIEN
Imunonutrien/ Imunonutrisi adalah pemberian nutrisi spesifik yang
secara potensial dapat memodulasi aktivitas dari pada sistem imunitas
tubuh. Imunonutrisi sering dihubungkan secara erat dengan usaha untuk
meningkatkan status klinis pasien-pasien yang kritis dan pasien-pasien
pembedahan, yang sering membutuhkan nutrisi tambahan eksogen melalui
jalur pemberian parenteral ataupun enteral.

2.2 MEKANISME IMUNOSTIMULAN, IMUNOSUPRESAN,


IMUNONUTRIEN

2.2.1 MEKANISME IMUNOSTIMULAN


Imunostimulan atau Imunostimulator secara tidak langsung berkhasiat
mereaktivasi system imun yang rendah dengan meningkatkan respon imun
tak spesifik antara lain perbanyakan limfo T4, NK-cell dan magrofag
distimulasi olehnya, juga pelepasan interferon dan interleukin. Sebagai efek
akhir dari reaksi kompleks itu, zat asing dapat dikenali dan dimusnahkan.

5
Pada sel –sel tumor ekspresi antigen transplantasi diperkuat olehnya
sehingga lebih dikenali oleh TNF dan sel – sel sytotoksis. Zat
imunostimulator yang kini digunakan adalah vaksin BCG, limfokin
(interveron , interleukin) dan levamisol.

2.2.2 MEKANISME IMUNOSUPRESAN


Mekanisme Kerja obat imunosupresan berdasarkan
penghambatan/supresi reaksi umum secara dini. Pada literatur,
menunjukkan bahwa tempat kerja obat imunosupresan dalam mengatasi
Selain dengan obat, imunosupresi dapat juga diperoleh dengan
memanipulasi jumlah Ag dan Ab dalam tubuh. Penggunaan imunosupresan
bertujuan untuk mendapatkan toleransi spesifik (terarah), yaitu toleransi
terhadap suatu antigen tertentu saja. Alasan dikehendakinya suatu toleransi
spesifik, dan bukan umum, ialah karena toleransi umum dapat
membahayakan individunya; khusunya memudahkan timbulnya penyakit
infeksi berat. Tetapi sayangnya toleransi spesifik seringkali sulit dicapai.
Perlu dimengerti bahwa bila Ag masih terdapat dalam tubuh, reaksi
imunologik akan muncul kembali dengan penghentian pemberian
imunosupresan.
Efek imunosupresi dapat dicapai dengan salah satu cara berikut: (1)
Menghambat proses fagositosis dan pengolahan Ag menjadi Ag imunogenik

6
oleh makrofag; (2) Menghambat pengenalan Ag oleh sel limfoid
imunokompeten; (3) Merusak sel limfoid imunokompeten; (4) Menekan
diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, sehingga tidak terbentuk sel
plasma penghasil Ab, atau sel T yang tersensitisasi untuk respons imun
selular; dan (5) Menghentikan produksi Ab oleh sel plasma, serta
melenyapkan sel T yang tersensitisasi yang telah terbentuk. Beberapa
imunosupresan mempengaruhi berbagai reaksi respons imun, umpamanya
reaksi inflamasi.
Secara praktis, di klinik penggunaan obat imunosupresan berdasarkan
waktu pemberiannya. Untuk itu respons imun dibagi dalam dua fase. Fase
pertama adalah fase induksi, yang meliputi: (1) Fase pengolahan Ag oleh
makrofag, dan pengenalan Ag oleh limfosit imunokompeten; (2) Fase
proliferasi dan diferensiasi sel B dan sel T, masing-masing untuk respons
imun humoral dan selular. Fase kedua: fase produksi, yaitu fase sintesis
aktif Ab dan limfokin.
Berdasarkan fase-fase tersebut di atas, imunosupresan dibagi dalam tiga
kelas. Imunosupresan kelas I harus diberikan sebelum fase induksi, yaitu
sebelum terjadi perangsangan oleh Ag. Jadi kerjanya adalah merusak
limfosit imunokompeten (limfolitik). Contohnya: alkilator radiomimetic
dan kortikosteroid (sinar X juga bekerja pada fase ini). Jika diberikan
setelah terjadi perangsangan oleh Ag, biasanya tidak diperoleh efek
imunosupresif sehingga respons imun dapat berlanjut terus.
Imunosupresan kelas II adalah yang harus diberikan dalam fase
induksi; biasanya satu atau dua hari setelah perangsangan oleh Ag
berlangsung. Obat golongan ini bekerja menghambat proses diferensiasi
dan proliferasi sel imunokompeten, misalnya antimetabolit. Jika diberikan
sebelum adanya perangsangan oleh Ag, umumnya tidak memperlihatkan
efek imunosupresif; malahan sebaliknya, beberapa obat tersebut justru dapat
meningkatkan respons imun, umpamanya azatioprin dan metotreksat.
Bagaimana mekanisme terjadinya hal yang disebut belakangan belum
diketahui dengan pasti.

7
Imunosupresan kelas III memiliki sifat imunosupresan kelas I maupun
kelas II. Jadi golongan ini dapat menghasilkan imunosupresi bila diberikan
sebelum maupun sesudah adanya perangsangan oleh Ag.
Pilahan imunosupresan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Kelas I Kelas II Kelas III

Klorambusil
Busulfan
Metotreksat
L-Melfalan
Azatioprin
D-Melfalan
6-Merkaptopurin (6-MP)
Glukokortikoid:
Sitarabin (ARA-C)
D.  Prednison
5-Bromo-deoksiuridin (5- Siklofosfamid
E.   Prednisolon BUdR)
Prokarbazin
F.   Glukokortikoid lainnya 5-Fluoro-deoksiuridin (5-
FUdR)
Mitomisin C
5-Fluorourasil (5-FU)
Kolkisin
Vinblastin (VBL)
Fitohemaglutinin
Vinkristin (VCR)
Sinar-X
Siklosporin*

*paling efektif bila diberikan bersamaan dengan antigen

Dari obat yang tertera dalam tabel tersebut hanya beberapa saja yang
telah lazim digunakan sebagai imunosupresan, yaitu: (1) alkilator:
siklofosfamid dan klorambusil; (2) antimetabolit: aztioprin dan 6-
merkaptopurin (analog purin), metotreksat (analog folat); (3)
kortikosteroid: prednisolon, prednison; dan (4) siklosporin.

8
Obat yang digunakan sebagai imunosupresan sebagian besar
termasuk dalam golongan obat kelas II, contohnya azatioprin, 6-
merkaptopurin, klorambusil dan metotreksat. Efek utama obat
kelompok ini ialah menghancurkan sel yang sedang berproliferasi,
maka tahap proliferasi dan diferensiasi umumnya merupakan fase
yang lebih sensitif daripada tahap lainnya. Obat-obat ini paling efektif
diberikan beberapa hari setelah berlangsungnya stimulasi Ag yaitu
pada periode dengan sensitivitas maksimal.
Imunosupresan kelas III yang telah banyak digunakan sampai
kini hanyalah sikolofosfamid. Efek imunosupresif dapat diperoleh bila
diberikan sebelum maupun sesudah berlangsungnya stimulasi Ag,
tetapi efek ini terkuat pada pemberian beberapa hari setelah stimulasi
Ag berlangsung.

Golongan imunosupresan kelas I yang telah digunakan sampai kini


hanyalah glukokortikoid, khususnya prednisolon dan prednison.

2.2.3 MEKANISME IMUNONUTRIEN


Pada proses inflamasi, infeksi dan pembedahan, akan muncul respon
tubuh berupa pelepasan sitokin pro-inflamasi seperti TNFa, IL-1 dan IL-6
yang kemudian akan diikuti dengan adanya respon fase akut berupa
hipermetabolisme, pemecahan protein dan gangguan 3 pada mikronutrien dan
vitamin. Kondisi hipermetabolisme tersebut akan menyebabkan berbagai efek
mulai dari demam hingga septik syok. Kondisi ini akan diperburuk bilamana
dukungan nutrisi yang diberikan tidak adekuat, sehingga akan memperparah
kehilangan mikronutrien, perubahan endokrin, peningkatan katabolisme,
peningkatan glukoneogenesis, serta kehilangan jaringan dan lemak tubuh
yang berakhir dengan penurunan berat badan, seperti pada malnutrisi, fungsi
imun akan semakin turun, ditandai atrofi nodus limfatikus, supresi imunitas
selular dan humoral, efek barier fisik dan kimia.

9
2.3 CONTOH AGEN IMUNOSTIMULAN, IMUNOSUPRESAN,
IMUNONUTRIEN
2.3.1 CONTOH AGEN DAN FUNGSI IMUNOSTIMULAN
Senyawa yang mempunyai bioaktifitas sebagai agen imunostimulan
adalah golongan senyawa polisakarida, terpenoid, alkaloid dan polifenol.
Salah satu kombinasi senyawa yang berfungsi sebagai imunostimulan
yaitu senyawa yang terdapat pada ekstrak herba sambiloto (Andrographis
paniculata) dan daun mangga (Mangifera indica L.) memiliki efek
sinirgisme sebagai imunostimulan. Sambiloto dengan senyawa
andrographolide (diterpen lakton), sedangkan mangga dengan zat aktif
mangiferin (xanton). Kedua kombinasi ekstrak tersebut aktivitas tersebut
ternyata memiliki efek sinergisme meningkatkam fagositosis makrofag
dengan parameter kapasitas fagositosis dibandingkan dengan ekstrak
tunggal.
Kombinasi obat merupakan salah satu cara pengobatan yang
efektif. Kombinasi efek kandungan aktif dalam campuran bahan dapat
melalui efek sinergisme dan komplementer. Efek sinergisme yaitu saling
mendukung menuju satu indikasi dengan mekanisme yang sama,
sedangkan efek komplementer yaitu saling mendukung menuju satu
indikasi dengan mekanisme berbeda.
1. Biologis
a. Hormon timus
Sel epitel timus memproduksi beberapa jenis homon yang
berfungsi dalam pematangan sel T dan modulasi fungsi sel T yang sudah
matang. Ada 4 jenis hormon timus, yaitu timosin alfa, timolin, timopoietin
dan faktor humoral timus. Semuanya berfungsi untuk memperbaiki
gangguan fungsi imun (imunostimulasi non-spesifik) pada usia lanjut,
kanker, autoimunitas dan pada efek sistem imun(imunostimulasi non-
spesifik) dan pada efek sistem imun (imunosupresi) akibat pengobatan.
Pemberian bahan-bahan tersebut jelas menunjukkan peningkatan jumlah,
fungsi dan reseptor sel T dan beberapa aspek imunitas seluler. Efek
sampingnya berupa reaksi alergi lokal atau sistemik.

10
a. Limfokin
Disebut juga interleukin atau sitokin yang diproduksi oleh limfosit
yang diaktifkan. Contohnya ialah Macrophage Activating Factor (MAF),
Macrophage Growth Factor (MGF), T-cell Growth Factor atau
Interleukin-2 (IL-2), Colony Stimulating Factor (CSF) dan interferon
gama (IFN-.). Gangguan sintetis IL-2 ditemukan pada kanker, penderita
AIDS, usia lanjut dan autoimunitas.
b. Interferon
Ada tiga jenis interferon yaitu alfa, beta dan gama. INF-a dibentuk
oleh leukosit, INF-ß dibentuk oleh sel fibroblas yang bukan limfosit dan
IFN-. dibentuk oleh sel T yang diaktifkan. Semua interferon dapat
menghambat replikasi virus DNA dan RNA, sel normal dan sel ganas serta
memodulasi sistem imun. Interferon dalam dosis tinggi menghambat
penggandaan sel B dan sel T sehingga menurunkan respons imun selular dan
humoral, dan dalam dosis rendah mengatur produksi antibodi serta
merangsang sistem imun yaitu meningkatkan aktivitas membunuh sel NK,
makrofag dan sel T. Dalam klinik, IFN digunakan pada berbagai kanker
seperti melanoma, karsinoma sel ginjal, leukimia mielositik kronik, hairy cell
leukimia, dan kapossi’s sarkoma.Efek sampingnya adalah demam, malaise,
mialgia, mual, muntah, mencret, leukopenia, trombositopenia, dan aritmia.
c. Antibodi monoclonal
Diperoleh dari fusi dua sel yaitu sel yang dapat membentuk antibodi
dan sel yang dapat hidup terus menerus dalam biakan sehingga antibodi
tersebut dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar. Antibodi tersebut dapat
mengikat komplemen, membunuh sel tumor manusia dan tikus in vivo.
d. Transfer factor / ekstrak leukosit
Ekstrak leukosit seperti Dialysed Leucocyte Extract dan Transfer Factor
(TF) telah digunakan dalam imunoterapi. Imunostimulasi yang diperlihatkan
oleh TF yang spesifik asal leukosit terlihat pada penyakit seperti candidiasis
mukokutan kronik, koksidiomikosis, lepra lepromatosa, tuberkulosis, dan
vaksinia gangrenosa.
e. Nukleotida

11
Nukleotida terdapat pada air susu ibu. Akhir-akhir ini banyak susu formula
yang diberi suplementasi nukleotida. Pada penelitian uji banding kasus yang
dilakukan pada bayi, satu kelompok diberikan susu ibu atau susu formula
yang disuplementasi nukleotida, dibandingkan dengan kelompok yang
diberikan susu formula tanpa nukleotida, ternyata terdapat peningkatan
aktifitas sel NK pada bayi-bayi yang diberi susu ibu dan formula dengan
nukleotida dibandingkan bayi-bayi yang diberi susu formula tanpa
nukleotida. Peneliti yang sama mendapatkan peningkatan produksi IL-2 oleh
sel monosit pada kelompok yang diberi susu formula dengan nukleotida.
Nukleotida juga mengaktifkan sel T dan sel B.
f. Lymphokin-Activated Killer (LAK) cells
Adalah sel T sitotoksik singeneik yang ditimbulkan in vitro dengan
menambahkan sitokin seperti IL-2 ke sel-sel seseorang yag kemudian
diinfuskan kembali. Prosedur ini merupakan imunoterapi terhadap keganasan.

1. Sintetik
a. Levamisol
Merupakan derivat tetramizol, Dalam klinik lazim dipakai sebagai obat
cacing, dan sebagai imunostimulan levamisol berkhasiat untuk meningkatkan
penggandaan sel T, menghambat sitotoksisitas sel T, mengembalikan anergi pada
beberapa kanker (bersifat stimulasi nonspesifik), meningkatkan efek antigen,
mitogen, limfokin dan faktor kemotaktik terhadap limfosit, granulosit dan
makrofag. Selain untuk penyakit hodgkin, penggunaan klinisnya untuk mengobati
artritis reumatoid, penyakit virus, lupus eritematosus sistemik, sindrom nefrotik.
Diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgBB per oral selama 2 minggu, kemudian dosis
pemeliharaan beberapa hari per minggu. Efek samping yang harus diperhatikan
adalah mual, muntah, urtikaria, dan agranulositosis. Obat i9ni diabsorpsi dnegan
cepat dengan kadar puncak 1-2 jam. Obat ini didistribusikan luas ke berbagai
jaringan dan dimetabolisme di hati. Tersedia dalam bentuk tablet 25,40,50 mg.
b. Isoprinosin
Disebut juga isosiplex (ISO), adalah bahan sintetis yang mempunyai sifat
antivirus dan meningkatkan proliferasi dan toksisitas sel T. Sebagai

12
imunostimulator isoprinosin berkhasiat meningkatkan penggandaan sel T,
meningkatkan toksisitas sel T, membantu produksi IL-2(LIMFOKIN) yang
berperan dalam diferensiasi limfosit dan makrofag, serta meningkatkan fungsi sel
NK. Diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB. Perlu pemantauan kadar asam urat
darah karena pemberian isoprinosin dapat meningkatkan kadar asam urat.
Berbagai derivat sintetiknya sedang dalam penyelidikan untuk AIDS dan berbagai
neoplasma. Obat ini dilaporkan mengurangi risiko infeksi terhadap HIV pada
tahap lanjut.
c. Muramil Dipeptida (MDP)
Merupakan komponen aktif terkecil dari dinding sel mycobacterium. Sebagai
imunostimulan berkhasiat meningkatkan sekresi enzim dan monokin, serta
bersama minyak dan antigen dapat meningkatkan respons selular maupun
humoral. Dalam klinik telah banyak digunakan untuk pencegahan tumor dan
infeksi sebagai ajuvan vaksin.
d. Vaksin BCG
BCG dan komponen aktifnya merupakan produk bakteri yang emmeiliki efek
imunostimulan. Penggunaan BCG dalam imunopotensiasi bermula dari
pengamatan bahwa penderita tuberkulosis kelihatan lebih kebal terhadap infeksi
oleh jasad renik lain. Dalam imunomodulasi BCG digunakan untuk mengaktifkan
sel T, memperbaiki produksi limfokin, dan mengaktifkan sel NK. Walaupun
sudah dicoba untuk berbagai neoplasma, efek yang cukup nyata terlihat pada
kanker kandung kemih dengan pemberian intravesika. Efek samping meliputi
reaksi hipersensitivitas, syok, menggigil, lesu, dan penyakit kompleks imun.
2. Bahan-bahan lain
a. Azimexon dan ciamexon: diberikan secara oral dan dapat meningkatkan
respons imun seluler.
b. Bestatin: diberikan secara oral dan dapat meningkatkan respons imun seluler
dan humoral.
c. Tuftsin: diberikan secara parenteral dan dapat meningkatkan fungsi
makrofag, sel NK dan granulosit.
d. Maleic anhydride, divynil ether copolymer: diberikan secara parenteral dan
dapat meningkatkan fungsi makrofag dan sel NK.

13
e. phenil-pyrimidol: diberikan secara oral dan dapat meningkatkan fungsi
makrofag dan sel NK

2.3.1 CONTOH AGEN DAN FUNGSI IMUNOSUPRESAN


Obat atau agens imunosupresif atau imunosupresan adalah obat-obatan
yang mencegah atau menekan sistem imun yang digunakan pada:
1. Pencegahan penolakan transplantasi (sumsum tulang, jantung, ginjal,
hati).
2. Pengobatan penyakit inflamasi (mengontrol asma dalam jangka lama).
Penggunaan imunosupresan yang lama menimbulkan imunosupresi dan
mielosupresi yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi dan
keganasan.
A. Glukokortikosteroid
1. Efek antiinflamasi
Glukokortikosteroid adalah molekul lipofilik yang ditemukan
dalam darah dan diikat oleh globulin dan albumin. Efeknya
berupa anti-inflamasi yang luas dan imunosupresi.
2. Efek imunosupresi
Glukokortikosteroid menekan imunitas selular dengan mencegah
gen yang menjadi sitokin IL-1, IL-2.
B. Obat sitostatik- Kemoterapi
Beberapa obat anti kanker seperti antibody monokloal juga bersifat
sitoksik, tetapi sasarannya adalah protein yang esensial untuk
pertumbuhan dan diekspresikan pada sel kanker. Pengobatan
demikian disebut targeted therapy (berbeda dari kemoterapi) dan
pada regimen penanganan anti kanker, sering diberikan bersama
kemoterapi tradisional. Dalam pembahasan disini, kemoterapi dibagi
dalam 2 tipe: alkylating agent dan anti-metabolit.
1. Alkylating agents
Digunakan pada imunoterapi adalah nitrogen mustards.
Nitrosurea dan senyawa platinum. SP atau endoksan atau
sitoksan dan klorambusil merupakan Alkylating agents yang

14
semula dibuat sebagai analog nitrogen mustard dalam
pengobatan kanker. SP merupakan imunosupresan terpoten yang
sangat efesien dalam dosis kecil terhadap berbagai penyakit AI.
2. Antimetabolite
Bahan metabolit dapat berupa:
 Bahan dengan struktur yang menyerupai bahan yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan repilkasi sel normal. Kerjanya
mengganggu yang penggunaan metabolit esensial yang biasanya
merupakan kompetisi untuk reseptor atau enzim.
 Kelas antineoplastic yang terdiri atas bahan
antimetabolite yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
replikasi sel mengganggu fungsi sel yang fase spesifik.
Terutama dalam fase siklus sel.
a. Metotreksat
Struktur MTX adalah analog dengan asam folat.
MTX mencegah sintesis DNA dalam derajat lebih
besar dari sintesis DNA dan protein. MTX banyak
digunakan untuk penyakit AI (Autoimun).
b. Azatioprin
Azatioprin (Imuran) adalah bahan sitotoksik utama,
bekerja sebagai analog purin dan inhibitor sintesis
DNA. Digunakan pada pencegahan penolakan
transplantasi.
c. Merkaptopurin
Dikenal sebagai antikanker antineoplastic atau
sitotoksik mencegah ekspansi klon limfosit dalam
fase induksi respons imun bekerja pada imunitas
humoral dan seluler.

C. Obat yang bekerja terhadap Imunofilin


Imunofilin adalah family protein berupa isomerase endogen peptidil-
peptidil yang berperan dalam interkonversi antara posisi cis dan

15
trans yang menghasilkan terbentuknya kompleks baru. Kompleks
tersebut mencegah sinyal transduksi sel T dan transkripsi IL-2
1. Siklosporin-A
Siklosporin-A (Sandimun) merupakan metabolit yang diisolasi
dari jamur Typocladium Inflatum Gams dan inhibitor kasineurin
yang sudah digunakan sejak 1983 secara luas. CsA hanya
menjadi aktif bila diikat oleh resptor intraselularnya-siklofilin
dari sel T.
2. Takrolimus
Takrolimus adalah makrolida yang diproduksi Stsukubaensis.
efeknya seperti CsA dapat mencegah aktivasi sel T aloreaktif,
transkripsi gen sitokin atau sel mask. Karenanya mencegah
pelepasan histamine yang IgE dependen dari sel mask dan
mempunyai peran dalam pengobatan asma.dan juga akhir akhir
ini takrolimus digunakan untuk menekan inflamasi pada colitis
ulseratif.
3. Sirolimus
Sirolimus atau rapamisin adalah makrolida hasil isolasi dari
Streptomyces hygroscopicus yang dapat mencegah proliferasi sel
T dan sinyal transduksi melalui IL-2 dan sitokin lain.

D. Steroid

a.Prednisolon banyak digunakan pada onkologi. Prednisolon memberi


efek yang nyata sebagai antitumor pada leukemia limfoblastik akut,
penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin. Prednisolon berperan
untuk meringankan gejala pada penyakit kanker stadium akhir,
meningkatkan nafsu makan dan memberikan perasaan sehat.
Penggunaan pada anak. Kortikosteroid, prednisolon dan
deksametason, banyak digunakan pada terapi kanker pada anak.
Obat-obat ini memiliki efek antitumor yang nyata. Deksametason
lebih disukai untuk leukemia limfoblastik akut, sedangkan
prednisolon dapat digunakan untuk penyakit Hodgkins, limfoma

16
non-Hodgkin d a n limfoma sel B dan leukemia. Deksametason
merupakan kortikosteroid pilihan pada terapi paliatif dan suportif
pada anak. Untuk anak yang tidak menerima kortikosteroid sebagai
bagian dari kemoterapinya, deksametason dapat digunakan untuk
mengurangi tekanan intrakranial yang meningkat, atau untuk
mengontrol muntah jika dikombinasi dengan anti emetik yang
sesuai. Kortikosteroid juga merupakan imunosupresan kuat.
Digunakan untuk mencegah penolakan transplantasi organ dan pada
dosis tinggi untuk mengatasi episode penolakan.
b. Deksametason digunakan bersama radioterapi di daerah rawan,
misalnya otak dan mediastinum untuk menekan udem akibat
radioterapi. Dosis 4-6 mg tiap 6 jam dapat menekan gejala
neurologis pada metastasis ke otak dan penurunan dosis yang tiba-
tiba akan menyebabkan kambuhnya gejala. Efek serupa juga
diperlihatkan oleh kortikosteroid lain dengan dosis yang sesuai,
misalnya prednison dengan dosis awal 60-100 mg yang kemudian
diturunkan menjadi 20-40 mg/hari. Efek antitumor kortikosteroid
juga jelas pada kanker payudara yang tergantung hormon sehingga
dapat menimbulkan regresi.
c. Siklosporin merupakan penghambat calcineurin, merupakan
imunosupresan kuat. Obat ini hampir tidak bersifat mielosupresif,
tetapi sangat nefrotoksik. Manfaatnya sangat menonjol dalam
transplantasi organ atau jaringan yaitu untuk mencegah reaksi
penolakan setelah transplantasi sumsum tulang, ginjal, hati, jantung,
pankreas, dan jantung-paru, serta untuk profilaksis dan terapi
penyakit graft-versus-host.
d. Takrolimus juga merupakan penghambat calcineurin. Walaupun
tidak berhubungan secara kimia dengan siklosporin tapi memiliki
mekanisme kerja dan efek samping yang sama namun kasus
neurotoksisitas dan nefrotoksisitas akibat takrolimus lebih banyak;
kardiomiopati juga pernah dilaporkan. Gangguan metabolisme

17
glukosa yang disebabkan oleh takrolimus lebih signifikan,
hipertrikhosis lebih rendah dibanding siklosporin.

E. Antiproliferatif
a. Mikofenolat
Mikofenolat atau asam mikofenolat merupakan imunosupresan
yang menghambat enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan sel
T dan sel B. digunakan untuk mencegah penolakan transplantasi.
Ada 2 bentuk mikofenolat, garam sodium mikofenolat yang
dipasarkan dengan nama CellCept (mikofenolat mofetil) dan
Myfortic (sodium mikofenolat).

b. Azatioprin
banyak digunakan pada transplantasi dan digunakan untuk
pengobatan beberapa kondisi autoimun, umumnya bila
penggunaan kortikosteroid tunggal tidak memberi hasil yang
cukup baik. Azatioprin dimetabolisme menjadi merkaptopurin
dan dosisnya sebaiknya dikurangi bila digunakan bersama
allopurinol. Pemeriksaan darah dan monitor gejala mielosupresi
perlu dilakukan pada penggunaan azatioprin jangka panjang.
Enzim thiopurin metil transferase (TPMT) memetabolisme
azatioprin, resiko mielosupresi meningkat dengan rendahnya
aktivitas enzim ini, yaitu pada sebagian kecil pasien yang
mempunyai sifat homozygous dengan aktivitas enzim TPMT
rendah.

2.3.3 CONTOH DAN FUNGSI IMUNONUTRIEN

Nutrien yang diketahui memiliki efek imunomodulasi adalah dari


golongan karbohidrat (prebiotik), protein/asam amino, lemak asam lemak,
vitamin, mineral, dan nukleotida. Asam amino Glutamin memiliki banyak
peran dalam sistem imun, yaitu sebagai prekursor sintesa nukleotida,
pertumbuhan sel T dan sel NK, stimulasi ekspresi antigen permukaan,

18
pembentukan sitokin pro-inflamasi, menjaga fungsi limfosit dan makrofag
dan sebagai prekursor antioksidan (glutation).

1. Arginin dalam sistim imun berfungsi dalam stimulasi fungsi


limfosit T, pembentuk nitrit oksida, meningkatkan volume timus,
memperkuat fungsi makrofag dan sel NK, serta mempercepat penyembuhan
luka. Arginin juga memiliki efek sekretagog yaitu dapat menstimulasi
sekresi insulin, growth hormone, prolaktin, glukagon, somatostatin dan
norepinefrin.

2. Taurin, Konsentrasi taurin yang tinggi pada neutrofil diperkirakan


memiliki peran dalam sistem imun. Taurin dapat mencegah kerusakan
limfosit akibat radikal bebas dan memfasilitasi proteksi selular melalui
proses stabilisasi membran.

3.Glisin merupakan sumber nitrogen terkondensasi yang berperan


sebagai inhibitor neurotransmiter di medula spinalis dan batang otak. Glisin
mempunyai efek sitoprotektif pada kondisi iskemik, hipoksik dan cedera
reperfusi sehingga penggunaannya pada kasus luka bakarbermanfaat sebagai
anti inflamasi, dan mengurangi lama penggunaan antibiotika

4. Lemak merupakan komponen nutrisi penting dan memberi


kontribusi bermakna terhadap penyediaan energi, dan mempertahankan
osmolalitas dari formulasi enteral atau parenteral. Diet lemak juga
merupakan pelarut beberapa vitamin larut lemak serta berperan penting
untuk ketersediaan asam lemak, linoleat, dan asam linolenat. Asam lemak
esensial harus tersedia minimal 4% dari kilo kalori dalam makanan untuk
mencegah defisiensi Vitamin antioksidan A, E, C dan β-karoten merupakan
kofaktor dalam respon imun, terutama sebagai katalisator enzim dan
antioksidan. Beberapa contoh dari vitamin antioksidan:

a. Vitamin A diperlukan dalam maturasi, diferensiasi, dan proliferasi sel-


T. Defisiensi vitamin A akan mengganggu barier mukosa dan fungsi dari
neutrofil, makrofag dan sel NK, pergeseran dominasi sitokin Th-2 ke arah

19
Th-1 sehingga mudah mengalami infeksi. Anak anak dengan defisiensi
vitamin A menunjukkan adanya metaplasia epitel, penurunan produksi
mukus akibat berkurangnya sel goblet. Perubahan ini akan meningkatkan
perlekatan bakteri, sehingga terbentuk kolonisasi bakteri dan akhirnya invasi
mikroba patogen.

b. Vitamin B terdiri dari beberapa bentuk, dan yang bermanfaat dalam


sistem imun adalah vitamin B12, vitamin B6, asam folat dan niasin. Vitamin
B6 memberikan kontribusi dalam proliferasi limfosit, pembentukan jaringan
limfoid dan dalam respon antibodi. Vitamin B12 8 berperan dalam
augmentasi kinerja fagosit dan proliferasi sel T. Asam folat bersama vitamin
B12 dapat mempengaruhi sel NK. Defisiensi vitamin B12, B6, asam folat
dan niasin, meningkatkan risiko kerusakan DNA dan lesi terkait stres
oksidatif.

c. Vitamin C merupakan regulator aktivasi sel imun untuk


mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel imun. Vitamin C berfungsi
dalam sintesis nitrit oksida yang dihasilkan makrofag, regulasi fagositosis
dengan menurunkan produksi radikal bebas dan peningkatan aktivitas sel
NK.

d. Vitamin D dikenal sebagai regulator homeostasis kalsium. Fungsi lain


yang belum banyak diketahui adalah peranannya di dalam respon imun.
Aktivitas vitamin D melalui reseptornya akan meningkatkan ekspresi gen
yang bertugas mengkode reseptor-reseptor yang dapat mengenali struktur
mikroba pada permukaan keratinosit yaitu CD-14, TLR-2 dan
mempengaruhi maturasi sel T menjadi Th-2. Vitamin E (tocotrienol atau a-
tocopherol) merupakan antioksidan kuat yang dapat membantu respon imun
diperantai monosit/makrofag dan IL-2.16 Vitamin E dan antioksidan lain
meningkatkan sel CD4.

e. Vitamin E juga mempengaruhi sel T, sel B dan monosit serta mengatur


respon elemen siklik AMP yang berikatan dengan protein 

20
f. jenis tanaman obat yang digunakan dalam imunonutrien:

Echinacea purpurea, mengkudu, jahe, meniran, Sambiloto, nimba, temu


ireng, Temulamak.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Imunostimulasi yang disebut juga imunopotensiasi adalah cara
memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang
merangsang sistem tersebut.
2. Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk
menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi,
mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan
neonatus.
3. Imunonutrien/ Imunonutrisi adalah pemberian nutrisi spesifik yang
secara potensial dapat memodulasi aktivitas dari pada sistem imunitas
tubuh.
4. Imunostimulan atau Imunostimulator secara tidak langsung
berkhasiat mereaktivasi system imun yang rendah dengan
meningkatkan respon imun tak spesifik antara lain perbanyakan limfo
T4, NK-cell dan magrofag distimulasi olehnya, juga pelepasan
interferon dan interleukin.
5. Mekanisme Kerja obat imunosupresan berdasarkan
penghambatan/supresi reaksi umum secara dini. Pada literatur,

21
menunjukkan bahwa tempat kerja obat imunosupresan dalam mengatasi
Selain dengan obat, imunosupresi dapat juga diperoleh dengan
memanipulasi jumlah Ag dan Ab dalam tubuh.
6. Pada proses inflamasi, infeksi dan pembedahan, akan muncul respon
tubuh berupa pelepasan sitokin pro-inflamasi seperti TNFa, IL-1 dan
IL-6 yang kemudian akan diikuti dengan adanya respon fase akut
berupa hipermetabolisme, pemecahan protein dan gangguan 3 pada
mikronutrien dan vitamin.
7. Senyawa yang mempunyai bioaktifitas sebagai agen imunostimulan
adalah golongan senyawa polisakarida, terpenoid, alkaloid dan
polifenol. Salah satu kombinasi senyawa yang berfungsi sebagai
imunostimulan yaitu senyawa yang terdapat pada ekstrak herba
sambiloto (Andrographis paniculata) dan daun mangga (Mangifera
indica L.) memiliki efek sinirgisme sebagai imunostimulan.

8. Obat atau agens imunosupresif atau imunosupresan adalah obat-


obatan yang mencegah atau menekan sistem imun yang digunakan
pada: Pencegahan penolakan transplantasi (sumsum tulang, jantung,
ginjal, hati) Pengobatan penyakit inflamasi (mengontrol asma dalam
jangka lama).
9. Nutrien yang diketahui memiliki efek imunomodulasi adalah dari
golongan karbohidrat (prebiotik), protein/asam amino, lemak asam
lemak, vitamin, mineral, dan nukleotida.

3.2 SARAN
Sebagaimana yang dijelaskan tentang imunostimulan, imunosupresan
dan imunonutrien bisa lebih menambah wawasan dengan mengetahui
bagaimana definisi, mekanisme kerja, contoh dan fungsi agen dari
imonostimulan, imunosupresan, dan imunonutrien. Seiring dengan
perkembangan teknologi, penejelasan yang lebih luas dari materi bisa dilihat
dari jurnal-jurnal ilmiah dan buku acuan yang terkait.

22
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, G.K., dan Rengganis, I. (2010). Imunologi Dasar. Jakarta:


Balai. Penerbit FKUI
Mathilda B. Widianto.1987. Immunomodulator: Cermin Dubia Kedokteran.
1987

Almatsier S. 2009. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Dida A. Gurnida. 2011. Imunonutrisi: komponen dan peranannya. Jurnal


Kedokteran Universitas Padjajaran

23

Anda mungkin juga menyukai