IMUNOSUPRESAN
DISUSUN OLEH:
Kelompok 1
Imunitas spesifik
Memiliki karakterisasi khusus antara lain kemampuannya untuk bereaksi
secara spesifik dengan antigen tertentu; kemampuan membedakan antigen
asing dengan antigen sendiri (nonself terhadap self) ; dan kemampuan untuk
bereaksi lebih cepat dan lebih efesien terhadap antigen yang sudah dikenal
sebelumnya. Respon imun spesifik ini terdiri dari dua sistem imun , yaitu
imunitas seluler dan imunitas humoral. Imunitas seluer melibatkan sel
limposit T, sedangkan imunitas humoral melibatkan limposit B dan sel
plasma yang berfungsi memproduksi antibodi.
PRINSIP UMUM PENGOBATAN
a. Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan
dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon primer mencakup:
pengolahan antigen oleh APC, sintesis limfokin, proliferasi dan diferensiasi
sel-sel imun. Tahap ini merupakan yang paling sensitif terhadap obat
imunosupresan. Sebaliknya, begitu terbentuk sel memori, maka efektifitas
obat imunosupresan akan jauh berkurang.
b. Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen
yang berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun
terhadap suatu antigen berbeda dengan dosis untuk antigen lain.
c. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan
diberikan sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir semua
penyakit autoimun baru bisa dikenal setelah autoimuitas berkembang,
sehingga relatif sulit diatasi.
TERDAPAT EMPAT KELOMPOK OBAT IMUNOSUPRESAN YANG DIGUNAKAN DI KLINIK :
1. KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid (glukokortikoid) digunakan sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan
imunosupresan lain untuk mencegah reaksi penolakan transplantasi dan untuk mengatasi penyakit
autoimun. Prednison dan prednisolon merupakan glukokortikoid yang paling sering digunakan.
Mekanisme kerja : glukokortikoid dapat menurunkan jumlah limfosit secara cepat, terutama dalam dosis
besar. Efek ini, yang berlangsung beberapa jam, diduga terjadi akibat redistribusi limfosit Studi terbaru
menunjukkan bahwa kortikosteroid menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas seluler, dan ekspresi
gen yang menyandi berbagai sitokin (IL-1, IL-2, IL-6, IFN-α dan TNF-α). Terdapat bukti bahwa berbagai gen
sitokin memiliki glucocorticoid respone element yang bila berikatan dengan kortikosteroid akan
menyebabkan hambatan transkripsi gen IL-2. Kortikosteroid juga memiliki efek antiinflamasi dan
antiadhesi.
Penggunaan klinis : kortikosteroid biasanya digunakan bersama imunosupresan lain dalam mencegah
penolakan transplantasi. Diperlukan dosis besar dalam beberapa hari. Kortikosteroid juga digunakan
untuk mengurangi reaksi alergi yang bisa timbul pada pemberian antibodi monoklonal atau antibodi
antilimfosit.
Toksisitas : penggunaan kortikosteroid jangka panjang sering menimbulkan berbagai efek samping
seperti meningkatnya resiko infeksi, ulkus lambung/duodenum, hiperglikemia, dan osteoporosis.
2. PENGHAMBAT KALSINEURIN
a.Siklosporin
Mekanisme Kerja : menghambat kalsineurin. Dalam sitoplasma limfosit T (CD4), siklosporin berikatan
dengan siklofilin. Ikatan ini selanjutnya menghambat fungsi kalsineurin. Kalsineurin adalah enzim
fosfatase dependent kalsium dan memegang peranan kunci dalam defosforilasi (aktivasi) protein
regulator di sitosol Setelah mengalami defosforilasi kemudian mengalami translokasi ke dalam nukleus
untuk mengaktifkan gen yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2 dan berbagai
protoonkogen seperti c-myc dan reseptor IL-2. Hambatan oleh siklosporin akan menghambat transkripsi
gen-gen tersebut. Siklosporin juga mengurangi produksi IL-2 dengan cara meningkatkan ekspresi tumor
growth factor (TGF-β) yang merupakan penghambat kuat aktivasi limfosit T oleh IL-2. Meningkatnya TGF-β
diduga memegang peranan penting pada efek imunosupresan.
Efek samping : efek samping utama adalah gangguan fungsi ginjal yang dapat terjadi pada 75% pasien
yang mendapat siklosporin. Toksisitas lain meliputi hipertensi, hepatotoksisitas, neurotoksisitas,
hirsutisme, hiperplasia gingiva dan toksisitas gastrointestinal (mual, muntah, diare, anoreksia dan sakit
perut).
b. Takrolimus
Mekanisme Kerja : Takrolimus dan siklosporin memiliki struktur kimia berbeda, namun bekerja dengan
mekanisme yang sama, yaitu menghambat kalsineurin. Perbedaannya dengan siklopsorin, dalam
sitoplasma limfosit T (CD4) takrolimus berikatan dengan FK506-binding protein (FKBP). Ikatan ini
selanjutnya menghambat fungsi kalsineurin. Kalsineurin adalah enzim fosfatase dependent kalsium dan
memegang peranan kunci dalam defosforilasi (aktivasi) protein regulator di sitosol, yaitu NFATc (Nuclear
factor of activated T cell). Setelah mengalami defosforilasi, NFATc ini mengalami translokasi ke dalam
nukleus untuk mengaktifkan gen yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2 dan
berbagai protoonkogen seperti c-myc dan reseptor IL-2. Hambatan oleh takrolimus akan menghambat
transkripsi gen-gen tersebut.
Efek samping : menunjukkan toksisitas yang mirip dengan siklosporin. Nefrotoksisitas yang merupakan
efek samping utama. Selain itu dapat terjadi efek samping SSP (sakit kepala, tremor, insomnia),
gastronintestinal (mual, diare), kardiovaskular (hipertensi), dan metabolik (hiperkalemia,
hipomagnesemia, hiperglikemia). Efek jangka panjang sama dengan obat imunosupresan lain
3. SITOTOKSIK
a. Aztioprin
Mekanisme Kerja : azatioprin adalah metabolit golongan purin yang merupakan prekursor 6-
merkaptopurin. Azatioprin dalam tubuh diubah menjadi 6-merkaptopurin (6-MP) yang
merupakan metabolit aktif dan bekerja menghambat sintesis de novo purin. Yang terbentuk
adalah thio-IMP yang selanjutnya diubah menjadi thio-GMP kemudian thio-GTP. Interkalasi
thio-GTP dalam DNA akan menyebabkan kerusakan DNA.
Efek Samping : seperti imunosupresan lain, azatioprin dapat menghambat proliferasi sel-sel
yang cepat tumbuh seperti mukosa usus dan sumsum tulang dengan akibat leukopenia dan
trombositopenia. Ruam kulit, demam obat, mual, muntah, dan diare juga dapat terjadi.
Pernah dilaporkan hepatoksisitas dengan peningkatan enzim transaminase dan kolestasis.
Efek samping lain adalah peningkatan risiko infeksi dan efek mutagenisitas dan
karsinogenitas.
D, Metotreksat
Mekanisme Kerja : obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase,
sehingga menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini bekerja spesifik pada fase S
siklus sel.
Penggunaan klinis : merupakan obat antikanker yang digunakan sebagai obat tunggal atau
kombinasi dengan siklosporin untuk mencegah penolakan transplantasi. Digunakan untuk
penyakit autoimun dan merupakan lini kedua pada pengobatan rheumatoid athritis, dan
psoriasis yang refrakter terhadap terapi standar.
Efek Samping : pada pemberian jangka panjang dosis rendah seperti pada psoriasis,
dilaporkan terjadinya sirosis dan fibrosis hati pada 30-40% pasien. Toksisitas meningkat
dengan pemberian bahan yang bersifat hepatotoksik, seperti alkohol
4. ANTIBODI
a. Antibodi poliklonal :
ATG (Antithymocyte)
Efek Samping : Efek samping yang relatif sering serum sickness dan nefritis.
Efek samping lain demam, menggigil, leukopenia, trombositopenia, dan ruam
kulit.
Indikasi :
Mengobati reaksi penolakan transplantasi ginjal, jantung atau organ lain. Juga
digunakan sebagai profilaksis sebelum transplantasi.
IGIV (Imunoglobulin IV).
Indikasi :
Pengobatan respiratory sinotitial virus, sitomegalovirus, varicella zoster,
human herpes virus 3, hepatitis B, rabies, dan tetanus
a. Antibodi monoklonal :
Anti CD3
Indikasi :
Digunakan pada transplantasi ginjal, hati dan jantung. Selain itu juga digunakan
untuk mengurangi jumlah sel T sebelum transplantasi sumsum tulang.
Mekanisme kerja :
Berikatan dengan molekul CD3, yaitu komponen reseptor sel T yang berperan
pada fase pengenalan antigen.
Efek samping :
Cytokine release syndrome, yang dapat terjadi pada dosis awal dan bervariasi
mulai dari flu like syndrome sampai syok berat yang mengancam nyawa.
Trastuzumab
Indikasi :
Digunakan pada kanker payudara metastatik pada pasien dengan ekspresi
HER-2/neu berlebihan.
Mekanisme kerja :
Berikatan dengan antigen yang terdapat pada permukaan sel tumor atau sel
kanker dan mengaktifkan sistem komplemen, sehingga menyebabkan sitolisis.
Disamping itu reseptor yang terikat pada bagian Fc dari antibodi dapat
merangsang sel – sel efektor seperti sel NK, makrofag dan granulosit untuk
menangkap kompleks antigen antibodi pada permukaan sel tumor, sehingga
dapat membunuh sel tumor melalui antibody-dependent cell-mediated
cytotoxicity.
ANALISIS RESEP
Imunosupresan
RS Atmajaya
Jl. Pluit Raya No. 2
Jakarta Utara
Telp (021) 6606127
Jakarta, 1 / 3 / 2016
Alergi Obat : TIDAK / YA
YA : ...............................
Dokter : dr. Wahyudi, Sp. PD
SIP - Umur -
Komposisi Vit B1 100 mg, Vit B6 100 mg, Vit B12 5000 mcg
Pengobatan vitamin B1, B6, dan B12 seperti pada beri-beri dan polineuritis,
Indikasi neuritis perifer, dan neuralgia. Membantu mencegah komplikasi neuropati
perifer diabetik.
Kelainan endokrin, peny autoimun, peny reumatik yang memberi respon terhadap terapi kortikosteroid,
peny kolagen, peny kulit, alergi, inflamasi, peny mata, peny sal nafas, kelainan hematologi, neoplasma,
Indikasi
edema, ggn sal pencernaan, eksaserbasi akut dari multiple sklerosis, meningitis tuberkulosa, sindroma
nefrotik
Kontra Indikasi Infeksi jamur sistemik, herpes simpleks, DM, imunisasi, varisela, osteoporosis berat
Penggunaan jangka panjang dan dosis tinggi, vaksinasi, TB, sirosis, hipotiroid, stres, kecenderungan
Perhatian Khusus
psikosis, insufisiensi ginjal, ulkus peptik, hamil dan menyusui
Ggn elektrolit dan cairan tubuh (retensi Na dan cairan), ggn penyembuhan luka, ggn metabolisme
karbohidrat, lemah otot, ggn pencernaan, keringat berlebihan, urtikaria, osteoporosis, peningkatan
Efek Samping
tekanan intrakranial, ggn siklus menstruasi, DM, hambatan pertumbuhan pada anak, katarak,
glaukoma, anafilaksis
Awal: Sehari 4-48 mg, kemudian diturunkan bertahap s/d dosis efektif terendah untuk pemeliharaan
Dosis
Sklerosis multiple: Sehari 160 mg selama 1 minggu, dilanjutkan sehari 64 mg selama 1 bulan
Interaksi Obat Antidiabetik, AINS, Diuretik, Rifampisin, Barbiturat, Phenytoin, Ketokonazol, Aspirin, Cyclosporin
Pemberian Obat Sebaiknya diberikan bersama makanan
Perhitungan Dosis
Nama Obat Dosis Lazim Dosis 1x Dosis 1hr Keterangan
(/hari)
Mikofenolat mofetil 2x1g 500 mg 1g Dosis subterapi
(Cellcept)
Cellcept
15 x 21939.06 x 1.1 x 453493.112
(Mikofenolat mofetil) 15 tab Rp 21.939,06
1.25 + 1000 ~ Rp 453.500,-
Methyl Prednisolon
2 x sehari 4 tab (pagi-siang) 1 x sehari 1 tab Neurobion 5000
4mg
15 menit sebelum makan 15 menit sebelum makan ed: Jun ‘18
ed: Jan ‘19
Penyerahan dan Pemberian Informasi
■ Cellcept : Obat ini merupakan obat untuk mencegah penolakan organ
yang akan ditransplantasi. Diminum 2x sehari 1 tablet sebelum
makan. Usahakan minum pagi dan malam berselang 12 jam,
misalnya jam 8 pagi dan jam 8 malam.
■ Neurobion 5000 : Merupakan suplemen berisi vitamin. Diminum 1x
sehari 1 tablet 15 menit sebelum makan. Sebaiknya diminum pagi
hari, agar badan terasa segar sebelum beraktifitas.
■ Methyl Prednisolon 4 mg : Obat yang membantu Cellcept agar organ
yang lama dapat lebih mudah menerima organ yang akan
ditransplantasi. Diminum 2 x sehari 15 menit sebelum makan pagi
dan makan siang. Diminum sekaligus 4 tablet.
■ Bila perlu gunakan pengingat atau pasang alarm di handphone agar
tidak terlupa minum obat
■ Istirahat cukup dan banyak minum agar tidak kekurangan cairan.
DRUG RELATED
PROBLEM
RESEP IMUNOSUPRESAN
Masalah Pengobatan
Klasifikasi Keterangan
Efek pengobatan kurang optimal
Cellcept diberikan dalam dosis subterapi
Efektifitas Terapi Indikasi tidak terobati
Obat imunosupresan pada umumnya menimbulkan efek samping mual, tetapi pada resep tidak
diberikan obat antimual, seperti domperidon, dimenhidrinat, atau ondansentron.
Masalah yang didapati belum menyeluruh, perlu klarifikasi dari pasien maupun tenaga medis lain.
Lain lain
Data yang didapat hanya berdasarkan resep, tidak mengetahui kondisi pasien sebenarnya
Penyebab Masalah
Klasifikasi Keterangan
Tersedia obat yang lebih cost-effective
Pemilihan Obat Neurobion 5000 diusulkan untuk diganti Neurosanbe 5000 agar tidak
memberatkan pasien
Dosis terlalu rendah
Pemilihan Dosis
Dosis Cellcept yang lazimnya sehari 2 x 1 g, hanya diberikan sehari 1 g