Anda di halaman 1dari 8

ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER I

(Myositis)

Oleh :

Kelas 2016 D

Vanesya Yulianti 1609511082


Dede Ayu Pratiwi 1609511107
Ni Wayan Intan Martinez 1609511077
Ni Luh Risna Cahyani 1609511111

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018
I. Definisi

Otot adalah sebuah jaringan dalam tubuh manusia dan hewan berbagai
penyakit yang berfungsi sebagai alat gerak aktif yang menggerakan tulang.
Otot mempunyai berbagai penyakit salah satunya adalah myositis. Penyakit
tersebut merupakan peradangan pada otot yang dapat disebabkan oleh infeksi,
cedera, obat obatan tertentu dan penyakit kronis. Pada myositis, inflamasi
menyerang serabut serabut otot dan dapat mengenai salah satu atau seluruh otot
di tubuh. Myositis ditandai dengan terjadinya eksudasi plasma, infiltrasi
dengan sel-sel radang dan reaksi pada jaringan ikat serabut-serabut otot
biasanya terkena secara sekunder setelah terkena jaringan interstisial dan
jaringan panjang. Peradangan pada myositis bersifat non-infeksius yang
biasanya didominasi oleh infiltrasi limfosit. Penyakit myositis memiliki 2 tipe
diantaranya polymyositis dan dermatomyositis.

Dermatomyositis merupakan penyakit kulit yang tidak umum yang dapat


mempengaruhi otot dan jaringan. Dermatomyosis dapat berkembang
diberbagai jenis anjing. Penyakit ini dapat meluas selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun atau sepanjang hidup anjing (Romero,2018).

Polymyositis merupakan miopati inflamasi generalisata yang


memepengaruhi semua otot pada bagian anggota badan dengan atau tanpa
kerusakan fokal karena infiltrasi sel non-supuratif otot skeletal. (Angel et
al.,1994). Terkadang dapat terjadi inflamasi fokal myopathies, miositis otot
pengunyah atau myositis ekstraokuler (Evans et al.,2004). Penyakit ini ditandai
dengan kelemahan otot dan atrofi yang mengakibatkan disfagia dan ptyalisme.

II. Etiologi

Miositis merupakan peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan


penyakit pada otot rangka. Cidera, infestasi atau penyakit autoimun dapat
menyebabkan miositis. Penyakit ini memiliki 2 tipe diantaranya Polymyositis
dan Dermatomyositis. Polymyositis menyebabkan kelemahan otot, biasanya otot
yang terdekat dari bagian tubuh. Dermatomyositis menyebabkan kelemahan otot
serta suram kulit. Penyakit miositis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur
dan parasit patogen (Diana Eki et all 2018). Infeksi virus adalah infeksi yang
paling umum menyebabkan myositis. Virus dapat menyerang jaringan otot
secara langsung, atau mengeluarkan zat yang merusak serabut otot. Virus yang
dapat menyebabkan muyositis adalah Avian influenza. Penyebab myosis pada
bakteri meliputi Staphylococcus, Streptococcus, Clostridium, Mycobacterium
Tuberculosis/ Mycobacterium leprae. Parasit penyebab myosis adalah
Trichinosis dan Toksoplasmosis. Penyakit myositis mempunyai 4 tipe
diantaranya, Masticatory myosis, Extraocular myositis, Polymyositis dan
Dermatomyositis.

III. Patofisiologi

Patofisiologi myositis tergantung pada penyebabnya. Miositis dapat


mengenai satu atau semua otot, setempat atau menyeluruh. Pada daerah
kerusakan terdapat sel radang dan perubahan pada sel otot, bergantung pada
penyebab. Dapat mengalami koagulasi dan regenerasi lemak, dapat ditemukan
bersama-sama sel radang. Pada proses radang akut ditemukan sel radang netrofil,
sedangkan pada proses radang kronik ditemukan lifosit, histosit dan monosit.
Pada stadium akhir terdapat pergantian oleh jaringan ikat dan hipertrofi
kompensatorik sel yang masih utuh. Kalau otot benar disebut oleh agen
penyebabnya, maka penyebabnya dapat ditemukan pada tempat jejas.
IV. Gejala Klinis

Gejala utama pada penyakit myosis adalah kelemahan otot. Kelemahan


dapat terlihat atau hanya dapat ditemukan dengan pemeriksaan. Pada
Masticatory myositis ditandai dengan nyeri rahang atau ketidak mampuan unutk
membuka rahang. Pada anjing umumnya tidak menunjukan kelainan neurologis
atau fisik lainnya. Extraocular myositis jarang ditemukan pada anjing. Laporan
yang pernah ditemukan bahwa adanya polymyositis pada otot ekstraokuler
(Carpenter et al., 1989). Polymyositis ditandai dengan peradangan dengan
degenerasi otot-otot yang terjadi secara simetris, nyeri sendi dan otot-otot
periartikular, sulit menelan, demam, fatigue, dan penurunan berat badan.
Gejalanya sama dengan polymyositis bedanya terdapat rash yang ditimbulkan
bersamaan dengan kelemahan otot. Rash berupa bercak merah gelap agak ungu
(heliotrope rash) (Wachjudi, 2013).

V. Histopatologi

Penyakit myositis dapat diidentifikasi dengan melihat hasil nekropsi pada


anjing yang diduga mengalami penyakit tersebut. Pada bagian temporal,
pterigoid dan masseter terdapat atrofi bilateral dan fibrosis. Pemeriksaan
histologi diamati pada beberapa daerah terdapat infiltrasi inflamasi campuran
yang dominan oleh limfosit dan sel plasma. Limfosit dapat bercampur dengan
sel plasma, dan sel-sel plasma dapat mendominasi dalam beberapa kasus.
Makrofag juga akan menonjol pada kasus dengan nekrosis myofiber. Hasil
pemeriksaan preparat disamping otot normal, terdapat area atrofi pada serat otot
disertadi dengan hipertrofi kompensasi.

Pemeriksaan histologi otot dari anjing-anjing yang mengalami myositis


sering membuat kekeliruan karena lesi inflamasi tampak suram dalam beberapa
kasus. Setiap degenerasi serat atau regenerasi, bahkan tanpa adanya inflamasi
yang jelas, harus dianggap mencurigakan jika riwayat klinis konsisten dengan
myositis (Jubb et al., 2007).

Gambar A & B : Atrofi bilateral dan fibrosis


pada otot temporal, pterigoid dan masseter.
Gambar C: Atrofi fokal otot pengunyahan
Gambar D: Area atrofi otot dengan infiltrasi inflamasi ringan
dan serabut otot hipertrifik.

Gambar E: Area atrofi otot, fibrosis ringan dan inflamasi


ringan ringan terutama sel sel mononuklear dan makrofag.
Gambar F: Area regenerasi otot dengan proliferasi sel-sel
satelit.

VI. Diagnosa

Untuk diagnosis, pemeriksaan fisik, neurologis, dan lisan lengkap


dilakukan, tergantung pada otot yang tampaknya terpengaruh. Kaitkan riwayat
atau bukti trauma apa pun, karena seringkali bisa menjadi penyebab
miositis.Sampel jaringan otot umumnya diperiksa untuk mencari sel-sel
inflamasi, sebuah indikator miositis. Moveratory muscle myositis dapat
langsung didiagnosis melalui tes darah yang mengukur tingkat antibodi, tes
antibodi 2M, dan elektromiografi, yang dapat menyoroti aktivitas listrik
abnormal pada otot yang terpengaruh. Tes lainnya dapat dilakukan untuk
menyingkirkan infeksi atau kanker, yaitu tes darah, dan sinar-X dan ultrasound
pada thorax dan abdomen.
VII.Pencegahan

Pencegahan terhadap myositis bergantung pada penyebabnya. Hewan dapat


diberikan vaksin dan juga melakukan tindakan penanganan segera apabila terjadi
tanda klinis myositis. Menghindari hewan dari sumber yang beresiko
menyebabkan myositis.

VIII. Pengobatan

Penyakit myositis dapat diobati dengan menggunakan obat imunosupresif


untuk mengembalikan sistem normal. Jika penyebab lesi adalah infeksi, maka
antibiotik digunakan. Dalam pengobatan miositis lokal, salep berkinerja tinggi
memiliki tindakan pemanasan, mengurangi ketegangan otot. Pengobatan
dipusatkan pada imunosupresi agresif, yang umumnya dicapai dengan
pemberian kortikosteroid. Landasan terapi adalah prednisone pada 2 mg / kg PO
selama fase akut. Dosis ini harus dipertahankan sampai fungsi maksimal telah
kembali. Dosis ini harus dipertahankan sampai fungsi maksimal telah kembali.
Proses ini umumnya harus terjadi secara perlahan selama 4 sampai 6 bulan,
dengan tidak lebih dari 50% penurunan dosis setiap bulan. Mengkonsumsi
prednisone jangka panjang dapat menyebabkan hiperrenrenortikisme iatrogenik
dan kerentanan terhadap infeksi.

Azathioprine adalah obat imunosupresif lain yang dapat dipertimbangkan


selain terapi kortikosteroid tradisional. Meskipun azathioprine umumnya tidak
termasuk dalam terapi awal untuk miositis, dapat digunakan bersama dengan
prednison. Azathioprine harus diberi dosis 2 mg / kg PO dalam 24-48 jam dan
dilanjutkan selama beberapa bulan. Efek samping yang terkait dengan
azathioprine termasuk supresi sumsum tulang dan hepatotoksisitas. Oleh karena
itu, evaluasi rutin dari hitung darah lengkap dan enzim hati. Siklosporin adalah
obat imunosupresif lain yang dapat digunakan secara bergantian; namun,
penggunaannya membutuhkan pemantauan terapeutik yang ekstensif.
DAFTAR PUSTAKA

Camilo Romero, Genesis Garcia, Galia Sheinberg, Alberto Cordero, Daniel


Rodriguez & Rafael Heredia.,2018., Three Cases of Canine
Dermatomyositis-Like Disease., ISSN 1679-9216.

Chandra.B.S, Abiramy Prabavathy.A, Vijayalakshmi.P, Selvi.D, Rajkuma. K And


Subramania.B., 2017., Polymyositis In A Doberman Bitch – A Case
Report., Department of Veterinary Medicine, Teaching Veterinary Clinical
Campus Rajiv Gandhi Institute of Veterinary Education and Research
Mettupalayam, Puducherry -605 009.

Evans J, Levesque D and Shelton G,. 2004,. Canine inflammatory myopathies: a


clinicopathologic review of 200 cases. Vet Intern Med, 18: 679-691.

Engel A, Hohfeld R and Banker BQ,. 1994,. The polymyositis and dermatomyositis
syndromes. In: Engel A, FranziniArmstrong C, eds. Myology, 2nd ed., New
York, NY: McGraw-Hill, pp 1325–1383.

Ganong, William F., 1998., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 17th . Jakarta: EGC.

Haley AC et al.,2011.,Breed-specific polymyositis in Hungarian Vizsla dogs.,J Vet


Intern Med 25(2):393-397.

Handrasoma, Parakrama., 2005., Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: 2. Jakarta: EGC.


pp:35-67, 551,869.

Jubb K., P. Kennedy and N.Palmer,.2007,.Pathology of Domestic Animals,


Publisher: Saunders Ltd., 5th edition, vol 1, pp. 255.

Price and Willson., 2005., Patofisiologi. 6th . Jakarta: EGC. pp:57-77.

Pompei Bolfa, Cosmin Muresan, Adrian Gal, Marian Taulescu, Cosmina Cuc,
Gabriel Borza, Andras Nagy, Flaviu, Tabaran, George Nadas, Cornel Catoi.,
2011., Masticatory Myositis of a Dog – Case Study., Pathology Department,
University of Agricultural Sciences and Veterinary Medicine, Faculty of
Veterinary Medicine.

Tahono et all., 2008., Buku Pedoman Mahasiswa Blok IV Hematologi. Solo:


FKUNS. p:49.

Warman S et al.,2008.,Dilatation of the right atrium in a dog with polymyositis and


myocarditis.,J Small Anim Pract 49(6):302-305.

Williams.D.L.,2008.,Extraocular Myositis in the dog. Vet. Clin. Small


Anim. 2008;38:347–359.

Anda mungkin juga menyukai