Anda di halaman 1dari 10

JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.

2, Tahun XIX, Juni 2005, 116-125 ISSN 0215-1685


116
Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air
Bersuspensi Nano Partikel(Al
2
O
3
) pada Fintube Heat Exchanger


Nandy Putra, Syahrial Maulana, RA Koestoer dan Danardono AS
Laboratorium Perpindahan Kalor
Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Kampus Baru UI Depok
nandyputra@eng.ui.ac.id


Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konveksi paksa pada fluida bersuspensi partikel padat
berukuran nanometer (nanofluida). Partikel nano Al
2
O
3
(32 nm) dicampur dengan air sebagai fluida
dasarnya. Partikel tersebut terdispersi dengan baik di dalam fluida air karena adanya gerak Brownian.
Alat uji terowongan angin dirancang untuk mengukur koefisen perpindahan kalor nanofluida tersebut.
Sebuah fintube heat exhanger didalam mana nanofluida mengalir sebagai fluida panas, diletakkan
dalam terowongan angin dimana mengalir fluida udara sebagai fluida dingin. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa koefisien perpindahan kalor konveksi nanofluida mengalami peningkatan sebesar
31% hingga 48% serta peningkatan sebesar 52% dan 79% untuk konsentrasi volume nanofluida 1% dan
4% berturutturut dalam range temperatur 50
o
-70
o
C.
Kata Kunci: Nanofluid, Nano partikel, Brownian motion dan convection heat transfer coefficient.


Abstract

This research has been conducted concerning on forced convection of fluid containing suspeded solid
particles, with sizes on the order of nanometers which is called as nanofluids. Al
2
O
3
nanoparticles (32
nm) is mixtured with water as based fluid. Nanoparticels will dispersed in based fluid because of
Brownian motion. The wind-tunnel experimental apparatus was designed to measure heat transfer
coefficient of nanofluids. The fintube heat exchanger is placed in wind tunnel and used for circulating
nanofluids as hot fluids, and air flow through wind- tunnel as cold fluid. The result of experiment showed
that heat transfer coefficient of nanofluids increase from 31% to 48% and 52% -79% for volume
concentration of 1% and 4% respectively at temperature range of 50
o
-70
o
C.
Keywords: Nanofluid, Nano partikel, Brownian motion and Convection heat transfer coefficient.

1. Pendahuluan

Proses pemanasan atau pendinginan
fluida sering digunakan dan merupakan
kebutuhan utama dalam sektor industri,
enersi, transportasi serta bidang elektronika.
Sifat termal dari fluida kerja memegang peran
penting dalam upaya efisiensi energi pada
peralatan perpindahan kalor. Fluida
perpindahan kalor fluida konvensional seperti
air, ethylene glycol dan minyak pelumas
mesin secara umum, memiliki sifat
perpindahan kalor yang sangat rendah
dibandingkan dengan kebanyakan benda
padat. Walaupun perkembangan dan riset
terdahulu telah dilakukan berfokus pada
persyaratan perpindahan kalor pada
industri, sementara peningkatan utama
dalam kemampuan perpindahan kalor
sangat kurang. Sebagai akibatnya, suatu
usaha dibutuhkan untuk mengembangkan
suatu strategi baru dalam meningkatkan
efektivitas perpindahan kalor dari fluida
konvensional tersebut.

Perkembangan nano teknologi dewasa
ini telah mengarah pada kelas fluida baru
dan agak khusus, disebut nanofluida,
yang memiliki potensi besar untuk
aplikasi pada perpindahan kalor. Istilah
nanofluida berarti dua campuran fase
N. Putra, S. Maulana, R.A Koestoer dan Danardono
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125 117
dimana fase yang kontinu biasanya cairan dan
fase yang terdispersi terdiri dari nanopartikel
padat yang sangat halus, berukuran kecil
daripada 100 nm. Choi (1995) [1], orang
pertama menggunakan istilah nanofluida
yang menggunakan fluida cair dengan nano
partikel tersuspensi didalamnya. Partikel
CuO dan Al
2
O
3
berukuran nanometer
dicampur dengan fluida cair diantaranya air
dan ethyleneglycol. Dari hasil penelitian
diperoleh peningkatan termal konduktivitas
sebesar 20%. Peningkatan konduktivitas
termal sekitar 60% dapat dicapai untuk
nanofluida terdiri dari air dan volume 5%
nanopartikel (CuO) Eastman, et.al

[2].
Peningkatan termal konduktivitas sebesar
40% untuk penambahkan 0.3% partikel Cu
dalam ethylene glycol Eastmann et.al, 1997
[3]. Xuan dan Li (2000) [4], menjelaskan
suatu prosedur untuk mempersiapkan
nanofluida dengan menggunakan peralatan
hot wire untuk mengukur konduktivitas
termal nanofluida dengan nanopartikel bubuk
tembaga yang tersuspensi. Lebih lanjut Das,
et.al. (2003) [5], melakukan pengukuran
diffusivitas termal dan konduktivitas termal
pada nanofluida dengan nanopartikel Al
2
O
3

atau CuO sebagai bahan suspensinya sebagai
fungsi temperatur. Patel et. al. (2003) [6],
juga melakukan penelitian mengenai
pengukuran konduktivitas termal pada
campuran nanopartikel Au dengan media air
dan toluene. Huaqing Xie et.al.(2003) [7],
melakukan penelitian tentang konduktivitas
termal pada multiwalled carbon nanotubes
(CNTs). Asam nitrit terkonsentrasi digunakan
untuk menguraikan kumpulan CNT dalam
memproduksi nanofluida CNT.

Publikasi penelitian tersebut diatas telah
banyak mengispirasikan penelitian lebih
lanjut terhadap sifat-sifat termal nanofluida
serta untuk menyakinkan bahwa nanofluida
sebagai media pendingin yang perlu
diperhitungkan prospeknya. Penelitian
berikut ini mencoba mengkaji potensi
nanofluida untuk peningkatan koefisien
perpindahan kalor konveksi yang diharapkan
dapat diterapkan dalam bidang industri.
Nanofluida yang digunakan merupakan
campuran nanopartikel Al
2
O
3
dan air sebagai
fluida dasarnya. Konsentrasi volume
nanopartikel yang dipakai sekitar 1% dan
sekitar 4%.

2 Perpindahan Kalor Konveksi pada
Nanofluida

Meskipun perkembangan penelitian
tentang konduktivitas termal nanofluida
telah banyak dilakukan sebelumnya,
namun masih merupakan misteri
bagaimana mekanisme terjadinya
peningkatan perpindahan kalor pada
nanofluida. Bhattachaya et.al.(2004) [8],
menggunakan teknik simulasi dinamika
Brownian untuk menghitung konduk-
tivitas termal efektif nanofluida. Seok Pil
Jang et.al.(2004) [9], berpendapat bahwa
gerak Brownian dari nanopartikel pada
tingkat skala nano dan molekul adalah
suatu mekanisme pengatur sifat termal
dari nanofluida.

Suatu permodelan yang komprehensif
telah diusulkan pula untuk menjelaskan
peningkatan yang besar dari kondukti-
vitas termal di dalam nanofluida dan
ketergantungannya akan temperatur,
dimana teori model konvensional tidak
mampu untuk menjelaskannya. Adapun
model yang diusulkan tersebut adalah
model partikel diam (stationary particle
model), yang menjelaskan ketergantungan
nilai k pada konsentrasi volume dan
ukuran partikel. Kemudian model yang
kedua adalah model partikel bergerak
(moving particle model) yang
menjelaskan bahwa ketergantungan yang
kuat akan temperatur pada medium
dihubungkan dengan variasi kecepatan
nano partikel dengan temperatur.

Kebanyakan literatur yang ada
membahas mengenai pengukuran
konduktivitas termal nanofluida,
Sedangkan untuk penelitian tentang
perpindahan kalor konveksi ternyata
masih sedikit dan sampai sekarangpun
terus berlanjut. Nandy et. al. (2003)[10],
meneliti tentang konveksi bebas pada
nanofluida di dalam silinder horisontal
yang dipanaskan pada satu ujung dan
ujung lainnya didinginkan. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa fluida ini
berbeda karakter dari slurry pada
Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air Bersuspensi Nano Partikel(Al
2
O
3
)
118 JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
umumnya. Dalam proses perpindahan kalor
pendidihan, nanofluida juga diteliti, seperti
yang dilakukan oleh Das et.al. (2003) [11],
yaitu proses pool boiling dalam nanofluida
air-Al
2
O
3
dan mengindikasikan bahwa
nanopartikel mempengaruhi karakteristik
proses pendidihan fluida. Sementara Xuan
dan Qiang Li (2003) [12], juga melakukan
percobaan untuk menyelidiki perpindahan
kalor konveksi dan karakteristik aliran dari
nanofluida di dalam tabung. Peningkatan
koefisien perpindahan kalor konveksi
nanofluida seiring dengan laju aliran dan juga
fraksi volume nano partikel sementara nilai
koefisien perpindahan kalornya lebih besar
dari pada fluida dasarnya (air) pada laju
aliran yang sama. Kemudian Louis Gosselin
et.al.(2004) [13], mengkombinasikan disipasi
enersi dan perpindahan kalor untuk
mengoptimalkan aliran pada nanofluida.
Penelitian dilakukan pada aliran lapisan
turbulen dan laminar, dan sasarannya adalah
untuk memaksimalkan perpidahan kalor yang
lepas dari sebuah pelat panas dengan
nanofluida. Nandy et.al., (2004)[14],
melakukan eksperimen tentang perpindahan
kalor konveksi paksa pada nanofluida dengan
nanopartikel Al
2
O
3
. Pengukuran koefisien
perpindahan kalor ini dilakukan dengan
menggunakan alat penukar kalor pipa ganda
dalam susunan tipe aliran berlawanan. Hasil
pengukuran menunjukkan peningkatan nilai
koefisien konveksi, untuk nanofluida
konsentrasi 1% sebesar 6-10% dan
konsentrasi 4% sebesar 7-17%. Hal ini juga
pernah diprediksikan oleh Nandy [15] dan
diperkuat dengan penelitian lanjutannya yang
menunjukkan peningkatan koefisien
perpindahan kalor sebesar 6% - 8% pada
konsentrasi 1% - 4% dalam range temperatur
40C 60C. Nandy et. al., (2005) [16],
meneliti lebih lanjut perpindahan kalor
kondensasi film pada kondenser silinder
vertikal dengan nanofluida Al
2
O
3
air. Hasil
yang didapat yaitu untuk nanofluida
konsentrasi 1% terjadi peningkatan
koefisiennya sebesar 12% - 19% dan untuk
konsentrasi 4% sebesar 23% - 33%.

2. Persiapan Nanofluida

Proses persiapan nanofluida harus
menjamin terdispersinya nano partikel
dengan baik dalam fluida dasar dan
mekanisme yang baik seperti pengaturan
nilai pH atau penambahan permukaan
katalis untuk mempertahankan kestabilan
suspensi terhadap sedimentasi.

Akibat dari pencampuran nano
partikel kedalam fluida dasar, maka akan
terbentuk karakteristik baru pada fluida
yang dihasilkan. Karakteristik yang
terbentuk tergantung pada konsentrasi
volume dari partikel yang tercampur. Para
peneliti sebelumnya melakukan penelitian
dengan melakukan variasi konsentrasi
volume dari partikel dengan perlakuan
yang berbeda-beda, tergantung proses
yang digunakan.

Untuk mencari hasil yang lebih baik
Putra [17] melakukan pencampuran
menggunakan ultrasonic vibration yang
menghasilkan campuran yang partikel
nanonya terdispersi dengan baik.

Dalam persiapan nanofluida perlu
diperhatikan densitas dari partikel nano
untuk mendapatkan perbandingan
campuran yang tepat. Digunakan
persentase volume untuk menentukan
konsentrasi campuran. Volume partikel
ditentukan dengan menggunakan densitas
sebenarnya dari partikel nano dan
massanya dengan mengabaikan massa
udara yang terperangkap didalamnya.
Pencampuran partikel nano kedalam
fluida dasar mengakibatkan pembentukan
karakteristik baru terhadap fluida yang
dihasilkan yaitu nanofluida. Karakteristik
yang terbentuk tergantung dengan fraksi
volume dari partikel yang dicampurkan.
Pada penelitian ini, digunakan konsentrasi
volume sebesar 1% dan 4% nanopartikel
Al
2
O
3
berukuran 32 nm.

Pada penelitian ini digunakan suatu
alat pengaduk sederhana berupa batang
poros bersirip yang diputar oleh motor
listrik. Setelah dilakukan pengadukan
sekitar 5 jam, campuran dianggap telah
merata. Hal ini dapat dibuktikan tidak
terbentuknya endapan setelah dibiarkan
sekitar12 jam.

N. Putra, S. Maulana, R.A Koestoer dan Danardono
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125 119
4. Skema Alat Uji

Gambar 1 memperlihatkan skema alat
pengujian dimana terdapat aliran fuida
panas dan fluida dingin. Tangki utama
berisi air yang dipanaskan menggunakan
heater 3KW (12) yang kendalikan oleh
thermocontroller B didalam panel (16).
Thermocontroller B dihubungkan dengan
sebuah termokopel (14) yang terletak
pada tangki utama. Demikian pula tangki
preheater (6) menggunakan heater 3KW
(11) yang dikendalikan oleh thermo
controller A dalam panel yg sama serta
dihubungkan dengan termokopel (13).
Sebagai pengaman sistem digunakan
sebuah switch on/off pada panel (16).

Gambar 1.
Skema Alat uji

Fluida kerja yang sudah dipanaskan
hingga suhu yang diinginkan kemudian
dialirkan melalui sebuah pipa menuju
upper tank fintube heat exchanger. Untuk
selanjutnya pipa tersebut akan disebut
sebagai pipa inlet. Pada pipa inlet
dipasangkan sebuah turbin flowmeter (8)
untuk mengetahui debit aliran fluida kerja
pada saat memasuki fintube heat
exchanger. Untuk pembacaannya,
flowmeter tersebut dihubungkan dengan
sebuah batch controller yang terpasang
pada panel box (15). Fungsi batch
controller tersebut adalah untuk
mengubah signal yang diterima oleh
flowmeter untuk dapat ditampilkan
secara digital.

Pada pipa inlet juga dipasang sebuah
valve (b) yang berfungsi untuk
menghentikan aliran fluida kerja jika
terjadi kebocoran pada alat uji fintube
heat exchanger ini. Ketika valve (b)
tersebut ditutup, fluida cair dari tangki
utama (7) tidak ada yang dapat memasuki
sistem sehingga dapat dilakukan
perbaikan pada kebocoran-kebocoran
yang terjadi.

Tepat pada bagian inlet fintube heat
exchanger dipasangkan sebuah
termokopel (20), begitu juga pada bagian
outlet fintube heat exchanger (21). Kedua
termokopel tersebut dihubungkan pada
data akusisi (17) dan juga temperature
display pada panel box (16). Selama
melalui fintube heat exchanger (10),
fluida kerja mengalami penurunan
temperatur akibat adanya udara yang
dialirkan melintang melalui sirip-sirip
heat exchanger tersebut. Fluida kerja
yang keluar dari fintube heat exchanger
akan dibawa kembali ke tangki preheater
melalui pipa outlet. Pada pipa outlet
terdapat sebuah pompa (1) yang berfungsi
untuk memompa fluida kerja dari fintube
heat exchanger menuju ke tangki
preheater (6). Kemudian fluida kerja
mengalir menuju tangki utama (7) dengan
hanya menggunakan gaya gravitasi.
Diantara tangki preheater dan tangki
utama dipasangkan sebuah valve (c) yang
berfungsi sebagai pengatur debit fluida
yang masuk ke tangki utama (7). Pada
pipa antara tangki utama (7) dan upper
tank fintube heat exchanger dipasangkan
sebuah valve (b) yang berfungsi sebagai
pengatur debit fluida kerja pada sistem.
Semakin kecil bukaan valve (b) maka
semakin kecil pula debit fluida kerja pada
sistem ini.

Untuk mengalirkan udara melalui
terowongan udara (2) digunakanlah motor
(4) dengan kecepatan putaran maksimum
sekitar 3000 rpm. Motor tersebut
berfungsi untuk memutar adjustable
blade axial fan (3). Kecepatan putaran
motor diatur menggunakan sebuah
Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air Bersuspensi Nano Partikel(Al
2
O
3
)
120 JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
tombol yang terdapat pada panel box (15).
Ketika fan berputar, maka udara akan
memasuki terowongan udara melalui sisi
sebelah kanan. Pada bagian inlet wind tunnel
dipasangkan bagian kontraksi dan honey
comb (9) yang berfungsi untuk mengurangi
turbulensi dan membuat aliran udara yang
masuk ke terowongan udara lebih seragam
(uniform). Pada saat akan memasuki fintube
heat exchanger, kecepatan aliran udara
diukur menggunakan hot wire anemometer.

Pada bagian depan dan belakang fintube
heat exchanger juga dipasang masing-masing
satu termokopel (18) dan (19). Termokopel
ini kemudian dihubungkan dengan data
akusisi (18) dan juga temperature display
pada panel box (16). Fungsi termokopel ini
adalah untuk mengetahui kalor yang akan
diambil oleh udara dari fluida kerja yang
berada di dalam fintube heat exchanger.

5. Prosedur Pengujian

Untuk alat uji ini dilakukan pengujian
dengan variasi data seperti pada Tabel 1
sesuai dengan karakterisasi alat yang telah
dilakukan sebelumnya [18]. Pengambilan
data dilakukan secara kontinyu pada
temperatur inlet fintube heat exchanger
sebesar 50C-70C untuk setiap variasi debit
air.

Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis
fluida yang terdiri dari fluida air, nanofluida
1%, dan nanofluida 4%. Fluida pertama yang
diuji adalah air disusul nanofluida 1% dan
terakhir nanofluida 4%. Setelah penelitian
dilakukan terhadap air, maka untuk penelitian
terhadap nanofluida terlebih dahulu dilakukan
persiapan pencampuran partikel ini ke fluida
dasar (air).

Dalam pengolahan data, perhitungan
koefisien perpindahan kalor tersebut akan
direpresentasikan oleh koefisien perpindahan
kalor menyeluruh. Fluida dihitung
berdasarkan temperatur rata-rata fluida dari
alat penukar kalor. Pertukaran kalor yang
melalui dinding akan diabaikan. Kalor yang
hilang antara fluida panas (dalam hal ini air)
dan fluida dingin (udara) dihitung dengan
cara sebagai berikut :

) (
, , o h i h
h
p h h
T T c m q =

(1)
) (
, , i c o c
c
p c c
T T c m q =

(2)

Nilai koefisien perpindahan kalor
keseluruhan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan dibawah
berikut. Dimana nilai kalor yang akan
digunakan sebagai acuan dalam
perhitungan adalah q
c
karena
menunjukkan kalor yang benar-benar
diserap oleh sistem [19]:

m
T UA q = (3)

Tabel 1.
Variasi Temperatur dan Debit Fluida

Kecepatan
Putaran
Motor
Debit Fluida
Panas
Temperatur
Inlet
Fintube heat
exchanger
(rpm) (liter/menit) (
o
C)
15.5 70,60,50
18.3 70,60,50
22.3 70,60,50
800
25.1 70,60,50
15.5 70,60,50
18.3 70,60,50
22.3 70,60,50
900
25.1 70,60,50
15.5 70,60,50
18.3 70,60,50
22.3 70,60,50
1000
25.1 70,60,50
15.5 70,60,50
18.3 70,60,50
22.3 70,60,50
1100
25.1 70,60,50

Sementara
m
T pada persamaan (3)
adalah Logarithmic Mean Temperature
Difference (LMTD), yaitu sesuatu
pendekatan yang digunakan untuk
menghitung perbedaan temperature yang
terjadi pada sebuah alat penukar kalor.
Nilai LMTD dapat ditentukan dari
temperatur inlet dan outlet kedua fluida
sebagai berikut :

N. Putra, S. Maulana, R.A Koestoer dan Danardono
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125 121
( )
2
2
p
b
p
d
T k
u

=
( ) ( )
( ) ( ) [ ]
i c o h o c i h
i c o h o c i h
m
T T T T
T T T T
T
, , , ,
, , , ,
/ ln

= (4)

Perlu diketahui bahwa karena aliran
perpindahan kalor yang terjadi didalam
fintube heat exchanger merupakan aliran
yang saling menyilang antara fluida satu
dengan lainnya, nilai logarithmic mean
temperature difference pada persamaan 4
harus dikalikan terlebih dahulu dengan faktor
koreksi.
CF lm lm
T F T
,
. = (5)

faktor koreksi F tersebut didapatkan dengan
memplot nilai P dan R pada grafik faktor
koreksi untuk single pass, alat penukar kalor
aliran menyilang dengan fluida cair tidak
tercampur dan fluida gas (udara) tercampur.

dimana
i c i h
i c o c
T T
T T
P
, ,
, ,

= (6)
dan
i c o c
o h i h
T T
T T
R
, ,
, ,

= (7)

Dengan nilai q
c
yang didapatkan dari
persamaan (2) dan T
m
dari persamaan (4),
maka dengan korelasi pada persamaan (3)
akan didapatkan nilai UA. Nilai UA tersebut
kemudian akan dipergunakan dalam
persamaan umum (8) hambatan termal pada
alat penukar kalor fintube heat exchanger.
Kemudian untuk mendapatkan nilai h dapat
digunakan metoda Wilson Plot. Secara rinci
Nandy et.al 2005 [20] menjelaskan mengenai
penggunaan metode ini.


(8)


6. Hasil dan Analisa Data

Hasil pengukuran koefisien konveksi
paksa dari nanofluida 1% dan 4% pada
temperatur 50
o
C, 60
o
C, dan 70
o
C
ditunjukkan pada gambar 2 - gambar 4.
Grafik-grafik tersebut menunjukkan
hubungan koefisien perpindahan kalor
konveksi sebagai fungsi bilangan Reynolds.
Selain itu untuk mengetahui pengaruh
dari konsentrasi nano partikel (Al
2
O
3
)
hasil pengukuran koefisien konveksi air,
nanofluida 1 %(volume) dan nanofluida
4% (volume) ditampilkan pada grafik
yang sama untuk setiap temperatur fluida
panas yang meningkat.

Apabila dianalisa dengan
menggunakan teknik permodelan yang
ada dalam hal ini digunakan model
partikel bergerak (moving particle
model). Menurut teori kinetik partikel

dijelaskan bahwa konduktivitas termal
partikel berbanding lurus dengan
kecepatan rata-ratanya, dan kita ketahui
gerak Brownian dari nano partikel akan
semakin cepat dengan kenaikan
temperatur, hal ini dapat diterangkan
dengan menggunakan rumus Stokes-
Einstein.


(9)


Persamaan tersebut menjelaskan
bahwa kecepatan partikel tergantung pada
faktor T/, dan adalah viskositas
dinamik dari medium fluida serta T
adalah temperatur. Gerak Brownian dari
nano partikel juga tergantung pada faktor
T/. Karena viskositas nanofluida
menurun seiring dengan peningkatan
temperatur, maka terjadi peningkatan
kecepatan gerak partikel nano yang
menyebabkan kemungkinan peningkatan
tumbukan antar partikel. Hal ini
diperkirakan akan meningkatkan nilai
konduktivitas termal nanofluida.
Kemudian dengan peningkatan kecepatan
aliran fluida akan juga meningkatkan
tumbukan antar partikel, sehingga nilai
koefisien perpindahan kalor konveksinya
akan semakin besar pula.

Dengan menggunakan metode
partikel diam (stationary particle model),
juga dapat dianalisa pengaruh konsentrasi
volume terhadap kenaikan nilai koefisien
perpindahan konveksi.


c o
w
h
A h
R
A h UA ) . . (
1
) . (
1 1

+ + =
Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air Bersuspensi Nano Partikel(Al
2
O
3
)
122 JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
Re
h
vs Nu
h
(50C,800 rpm)
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
600 900 1200 1500
Reh
N
u
h
Air
Nano 1%
Nano 4%
Reh vs Nuh (70C,800 rpm)
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
600 900 1200 1500
Reh
N
u
h
Air
Nano 1%
Nano 4%
Reh vs Nuh (60C,800 rpm)
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
600 900 1200 1500
Re
h
N
u
h
Air
Nano 1%
Nano 4%













Gambar 2.
Grafik Nu Vs Re temperatur 50
o
C



Gambar 3.
Grafik Nu Vs Re temperatur 60
o
C

Pada model ini dijelaskan bahwa
peningkatan laju perpindahan kalor adalah
berbanding lurus dengan perbandingan
konduktivitas dan fraksi volume dari nano
partikel (untuk <<1) dan berbanding
terbalik dengan radius nano partikel. Jadi dari
persamaan itu jika nilai konsentrasi volume
naik maka q juga akan naik, hal ini sesuai
dengan hasil dari percobaan yang telah
dilakukan yaitu konsentrasi nano partikel
sangat mempengaruhi kenaikan nilai
koefisien konveksi. Dari grafik dapat dilihat
bahwa semakin besar konsentrasi nano
partikel maka nilai koefisien perpindahan
kalor konveksinya akan semakin besar pula,
hal ini berlaku untuk setiap temperatur.
Kenaikan koefisien konveksi paksa nano
terhadap air berkisar 31%-38% pada
temperatur 50
o
C, 36%-43% pada temperatur
60
o
C dan 40%-48% untuk temperatur 70
o
C
pada konsentrasi nano partikel 1% dan
mengalami kenaikan 52%-65% pada
temperatur 50
o
C, 59%-73% pada
temperatur 60
o
C dan 65%-79% pada
temperatur 70
o
C untuk nanofluida dengan
konsentrasi nano partikel 4%. Hasil ini
menunjukkan bahwa konsentrasi volume
dari nano partikel memegang peranan
penting dalam peningkatan koefisien
konveksi yang terjadi dan pengaruhnya
memiliki kecenderungan berbanding lurus
yaitu dengan penambahan konsentrasi
partikel nano maka akan meningkatkan
koefisien perpindahan kalor konveksinya.

Gambar 4.
Grafik Nu Vs Re temperatur 70
o
C

Peningkatan koefisien perpindahan
kalor konveksi ini akibat terjadinya
penurunan perbedaan selisih temperatur
rata-rata logaritmik (LMTD) dengan
adanya nano partikel dalam air atau dapat
dikatakan juga terjadi peningkatan rasio
perpindahan kalor yaitu terlihat bahwa
kalor yang diterima oleh air di tube lebih
besar.

Rasio koefisien perpindahan kalor
konveksi nanofluida terhadap air menurut
prediksi yang dilakukan Nandy, 2003
akan meningkat seiring dengan
peningkatan temperatur. Hasil penelitian
ini ternyata mempunyai kecenderungan
yang sama, (Gambar 5). Grafik dalam
gambar tersebut memperlihatkan
kenaikan temperatur rasio koefisien
perpindahan kalor konveksi nanofluida
dan air untuk nanofluida 1% dan
nanofluida 4% cenderung meningkat
cukup besar. Sementara jika
dibandingkan dengan pengaruh dari
peningkatan debit udara (Qc), bilangan
Nusselt fluida panas (Nuh) ternyata juga
N. Putra, S. Maulana, R.A Koestoer dan Danardono
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125 123
1
2
40 50 60 70
T(C)
h
n
a
n
o
/
h
a
i
r
Nano 1%
Nano 4%
Nuc vs Rec
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
30000 35000 40000 45000 50000 55000 60000
Rec
N
u
c
800rpm (nano 4%) 900rpm (nano 4%) 1000rpm (nano 4%)
1100rpm (nano 4%) 800rpm air 900rpm air
1000rpm air 1100rpm air 800rpm (nano 1%)
900rpm (nano 1%) 1000rpm (nano 1%) 1100rpm (nano 1%)
mengalami peningkatan secara sistematis.
Hal ini karena semakin meningkatnya debit
fluida dingin melalui sirip-sirip fintube heat
exchanger, maka pertukaran panas yang
terjadi dari dinding tube dan siripnya keudara
akan semakin besar pula. Dinding tube akan
lebih cepat dingin karena udara sebagai fluida
pendingin lebih cepat berganti, sehingga
kalor yang dimiliki oleh fluida panas yang
mengalir di dalam tube akan lebih cepat
dilepaskan ke dinding-dinding tube yang
dilaluinya (laju perpindahan kalor akan
meningkat).


Gambar 5.
Rasio perpindahan kalor konveksi antara
nanofluida dan air Vs Temperatur


Gambar 6.
Hubungan antara Nu Vs Re fluida udara

Dengan semakin besarnya nilai
perpindahan kalor yang terjadi pada fluida
panas akibat kenaikan temperatur, maka nilai
perpindahan kalor yang dialami oleh fluida
dingin pun akan ikut meningkat. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 6, dimana ketika
temperatur inlet fluida panas semakin besar
nilainya maka nilai koefisien perpindahan
kalor juga semakin meningkat. Namun
kenaikan nilai perpindahan kalor ini tidak
sebesar kenaikan akibat perubahan
bilangan Reynolds fluida dingin.

7. Kesimpulan

Faktor konsentrasi partikel nano
pada nanofluida sangat mempengaruhi
besarnya peningkatan rasio koefisien
perpindahan kalor konveksi
nanofluida terhadap fluida dasarnya
(air). Semakin besar konsentrasi
volume dari partikel nano maka akan
mengakibatkan rasio peningkatan
koefisien perpindahan kalor konveksi
paksa semakin besar.

Faktor temperatur nanofluida sebagai
fluida kerja, menunjukan kecenderungan
peningkatan rasio koefisien perpindahan
kalor konveksi nanofluida terhadap fluida
dasarnya (air) seiring dengan peningkatan
temperatur.

Pada percobaan yang dilakukan
dengan nanofluida 1% menunjukan
peningkatan koefisien konveksi sebesar
31%-48%, dan pada nanofluida 4%
menunjukan peningkatan koefisien
konveksi sebesar 52%-79%.

Adanya kecenderungan peningkatan
koefisien perpindahan kalor konveksi
paksa pada nanofluida ini memberikan
peluang nanofluida sebagai fluida baru
yang dapat digunakan pada aplikasi
industri khususnya dalam bidang
pertukaran kalor.

Nomenklatur

A Luas Permukaan Tube,m
2

A
c
Luas

Permukaan Penampang
Tube,m
2

Cp Kalor Spesifik, J/kg

C
D
H
Diameter Hidrolik, m
Re Bilangan Reynolds
Nu Bilangan Nusselt
P Temperature Effectiveness
R Heat Capacity Rate Ratio
h Koefisien Perpindahan Kalor
Konveksi, Watt/m
2
K
Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air Bersuspensi Nano Partikel(Al
2
O
3
)
124 JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125
k Konduktivitas Termal, W/m

C
l Panjang sirip, m
q Laju perpindahan kalor, W
R
w
Hambatan Dinding, m
2
C/W
T Temperatur,

C
U Koefisien Perpindahan Kalor
Menyeluruh, W/m
2
C
Q Laju Aliran, m
3
/s

m Laju Aliran, kg/s

o
Efisiensi Keseluruhan dari Permukaan
yang Bersirip
m
T Log Mean Temperature Difference,

C

Huruf Yunani
v Viskositas kinematik , m
2
/s
Diffusifitas termal, m
2
/s
Densitas, kg/m
3

Viskositas dinamik,kg /s.m

Singkatan
c fluida dingin
h fluida panas
i inlet fluida
o outlet fluida

Daftar Acuan

1. Choi, U.S., Enhancing Thermal
Conductivity of Fluids with
Nanoparticles, Development and
Applications of Non-Newtonian Flows,
D.A. Siginer and H.P. Wang, eds., FED-
vol. 231/MD-Vol. 66, ASME, New York,
(1995), pp. 99-105.
2. Eastman, J.A., Choi, U.S., Li, S.,
Thompson, L.J., Lee, S.,. Enhanced
thermal conductivity through the
development of nanofluids. In:
Komarneni, S., Parker, J.C.,
Wollenberger, H.J. (Eds.), Nanophase
and anocomposite Materials II. MRS,
Pittsburg, PA, 1997, pp. 3-11.
3. J.A. Eastman, U.S. Choi, S. Li, W. Yu,
L.J. , Thompson, Anomalously Increased
Effective Thermal Conductivities of
Ethylene Glycol-Based Nanofluids
Containing Copper Nanoparticles,
Applied Physics Letters, 78, (2001) pp.
718-720.
4. Y. Xuan, Q. Li, Heat Transfer
Enhancement of Nanofluids, Int. J. Heat
and Fluid Flow, 21, (2000) pp.58-64.
5. S.K. Das, N. Putra, P. Thiesen, W.
Roetzel, Temperature dependence of
thermal conductivity enhancement
for nanofluids, J. Heat Transfer, 125,
(2003) pp.567-574.
6. H.E. Patel, SK Das, T Sudararajan,
Thermal conductivity of naked and
monolayer protected metal
nanoparticle based nanofluids :
manifestation of anomalous
enhancement and chemical effect,
Appl. Phys. Letter., 83, no.14 (2003).
7. Huanqing Xie, H Lee, W Youn, M
Choi, Nanofluids containing
multiwalled carbon nanotubes and
their enhanced thermal
conductivities, Journal of Applied
Physics, vol 94 no 8, (2003).
8. P Bhattacharya, SK Saha, A Yadav,
PE Phelan, Brownian dynamica
simulation to determine the effective
thermal conductivity of nanofluids,
Journal of Applied Physics, vol 95 no
11, (2004).
9. S P Jang, SUS Choi, Role of
Brownian motion in the enhanced
thermal conductivity of nanofluids,
Applied Physics Letters, vol 84, no
21, (2004)
10. Putra Nandy, W. Roetzel, Sarit
K.Das, Natural Convection of Nano-
Fluids, Journal Heat and Mass
Transfer, Vol.39, Numbers 8-9,
(2003), pp. 775-784.
11. Sarit K. Das, Nandy Putra, Wilfried
Roetzel, Pool Boiling Characteristic
of Nanofluids, Int. Journal of Heat
and Mass Transfer 46, (20030 pp.
851-862.
12. Yimin Xuan and Qiang Li,
Investigation on convective heat
transfer and flow features of
nanofluids, Journal of Heat Transfer
ASME, vol 125 (2003) pp 151-155.
13. Louis Gosselin, Alexandre K da
Silva, Combined heat transfer and
power dissipation optimization of
nanofluids flow, Applied Physics
Letters, vol.85 no.18. (2004)
14. Putra Nandy, R Ferky, RA Koestoer,
Peningkatan Koefisien Perpindahan
kalor Konveksi dari Nanofluida
N. Putra, S. Maulana, R.A Koestoer dan Danardono
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No.2. Tahun XIX, Juni 2005, 116-125 125
Al
2
O
3
-Air, Jurnal Teknologi, Edisi No 2.
Tahun XVIII, Juni 2004.
15. Putra, Nandy, Menentukan koefisien
perpindahan kalor konveksi dengan
korelasi Dittus Boelter, Seminar
Nasional Perkembangan Riset dan
Teknologi di Bidang Industri Universitas
Gajah Mada Yogyakarta 13 Mei 2003.
16. Putra Nandy, Noviar., S.Fred, H Wijaya,
RA Koestoer, Mengukur koefisien
Perpindahan Kalor Kondensasi Film
pada Kondenser Silinder Vertikal
dengan Fluida Pendingin Nanofluida
Al
2
O
3
Air,, Jurnal Teknologi, Edisi No
1. Tahun XIX, Maret 2005.
17. Putra, Nandy., Heat Transfer in
Dispersed Media, Shacker Verlag
Aachen. 2002


































18. Putra, Nandy et.al, Development and
Characterization of a Convection
Heat Transfer Coefficient Apparatus,
7th Intl QiR Proceeding. 4-5 Aug
2004.
19. Shah, Ramesh K dan Sekulic, Dusan
P., Fundamental of Heat Exchanger
Design, John Wiley & Sons., New
Jersey. 2003
20. Putra Nandy, S Maulana, Danardono,
Menentukan koefisien perpindahan
kalor konveksi paksa dengan
menggunakan metode Wilson Plot,
Proceeding Seminar Nasional
Perkembangan Riset dan Teknologi
di bidang Industri 2005, UGM
Yoyakarta, 25 Mei 2005.

Anda mungkin juga menyukai