Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu mengalami kemajuan


yang cukup pesat. Dalam berbagai hal dapat dijumpai banyak sekali
pengembangan dari teori-teori yang telah ada sebelumnya. Sebagai contoh pada
dunia keteknikan, telah banyak dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan serta menemukan hasil yang lebih baik dari penelitian
yang telah ada sebelumnya.
Proses perpindahan panas dari suatu media ke media lain sangat banyak
digunakan dalam berbagai keperluan, terutama di berbagai perindustrian. Proses
perpindahan panas ini dilakukan menggunakan peralatan heat exchanger.
Peralatan penukar panas pada umumnya mengambil panas secara konveksi dari
sumber panas dan memindahkan panas ke media lain melalui proses konveksi.
Pada alat penukar panas.
Proses perpindahan panas dari suatu media ke media lain sangat banyak
digunakan dalam berbagai keperluan, terutama di berbagai perindustrian. Proses
perpindahan panas dilakukan menggunakan peralatan heat exchanger. Peralatan
penukar panas pada umumnya mengambil panas secara konveksi dari sumber
panas dan memindahkan panas ke media lain melalui proses konveksi. Pada alat
penukar panas. Proses perpindahan panas dari suatu media ke media lain sangat
banyak digunakan dalam berbagai keperluan, terutama di berbagai perindustrian.
Sehingga kebutuhan energi dalam kehidupan manusia dari hari kehari semakin
meningkat dan menjadi suatu kebutuhan primer. Bahwa seiring meningkatnya
populasi manusia, kebutuhan akan energi juga semakin meningkat. Oleh karena
itu berbagai macam usaha-usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi
tersebut
Berdasarkan uraian dari paragraf sebelumnya maka diperlukan praktikum
Konveksi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi laju pindah panas
secara konveksi dan mengetahui perbedaan konveksi paksa dan alami serta
pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari hari.
2.1. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum Konveksi yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang


mempengaruhi laju pindah panas secara konveksi dan mengetahui perbedaan
konveksi paksa dan alami.
Kegunaan dari praktikum Konveksi yaitu untuk mengetahui pengaplikasian
perpindahan panas konveksi pada kehidupan sehari-hari, contohnya pada sirip
motor bakar.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perpindahan Kalor Secara Konveksi

Bila fluida mengalir pada suatu benda padat atau mengalir di dalam suatu
saluran sedangkan temperatur fluida dan permukaan benda padat berbeda , maka
akan terjadi perpindahan panas antara fluida dan permukaan benda padat, sebagai
akibat dari gesekan fluida relatif terhadap permukaan. Mekanisme perpindahan
panas seperti ini disebut perpindahan panas secara konveksi. Apabila pergerakan
fluida dilakukan dengan bantuan alat lain seperti kipas angin (fan) maka
dinamakan perpindahan panas secara konveksi paksa. Jika pergerakan fluida
terjadi akibat efek mengambang (buoyancy effect) akibat perbedaan temperatur
dalam fluida, perpindahan panas seperti ini dinamakan dengan perpindahan
panas secara konveksi bebas (Jotho, 2010).
Perpindahan panas secara konveksi antara batas benda padat dan fluida
terjadi dengan adanya suatu gabungan dari konduksi dan angkutan massa. Jika
batas tersebut bertemperatur lebih tinggi dari fluida, maka panas terlebih
dahulu mengalir secara konduksi dari benda padat ke partikel-partikel fluida di
dekat dinding. Energi yang di pindahkan secara konvesi ini meningkatkan
energi di dalam fluida dan terangkut oleh gerakan fluida. Bila partikel fluida
yang terpanaskan itu mencapai daerah yang temperaturnya lebih rendah, maka
panas berpindah lagi secara konveksi dari fluida yang lebih panas ke fluida
yang lebih dingin (Buchori, 2011).
Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari
konduksi panas, penyimpanan dan gerakan mencampur. Konveksi sangat
penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda
padat dan cairan atau gas. Perpindahan energi dengan cara konveksi dari
suatu permukaan yang suhunya di atas suhu fluida sekitarnya berlangsung
dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir dengan cara konduksi
dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang berbatasan. Energi yang
berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam
partikel-partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel fluida tersebut akan
bergerak ke daerah yang bersuhu rendah didalam fluida dimana mereka
akan bercampur dengan, dan memindahkan sebagian energinya pada
partikel-partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran
fluida maupun energi (Supu dkk., 2016).
Perpindahan kalor konveksi yaitu perpindahan kalor pada suatu zat yang
disertai perpndahan partikel-partikel zat tersebut. Perpindahan kalor konveksi
dapat terjadi pada fluida mengalir (zat cair dan gas). Perpindahan kalor konveksi
terbagi atas dua macam yaitu perpindahan kalor konveksi paksa dan
perpindahan kalor konveksi (Dee, 2016).
Menurut Burlian dan Indaka (2014), mekanisme konveksi melalui beberapa
tahap sbagai berikut:
a. Pertama kalor mengalir secara konduksi dari permukaan padat ke partikel-
partikel fluida yang di dekatnya.
b. Kalor menaikkan temperatur fluida dan energi dalamnya. Kemudian partikel-
partikel yang bertemperatur lebih rendah.
c. Dengan demikian timbul aliran fluida dan energi secara simultan. Energi
sebenarnya disimpan pula dalam partikel-partikel fluida dan diangkut sebagai
akibat gerakan massa partikel-partikel tersebut.

2.2. Perpindahan Kalor Konveksi Paksa

Konveksi paksa adalah perpindahan panas aliran gas atau cairan


yang disebabkan adanya tenaga dari luar. Konveksi paksa dapat pula
terjadi karena arus fluida yang terjadi digerakkan oleh suatu peralatan
mekanik, jadi arus fluida tidak hanya tergantung pada perbedaan densitas.
Contoh perpindahan panas secara konveksi paksa adalah pelat panas
dihembus udara dengan kipas atau blower. Secara umum aliran fluida
dapat diklasifikasikan sebagai aliran eksternal dan aliran internal. Aliran
eksternal terjadi saat fluida mengenai suatu permukaan benda.
Contohnya adalah aliran fluida melintasi plat atau melintang pipa. Aliran internal
adalah aliran fluida yang dibatasi oleh permukaan zat padat, misalnya aliran
dalam pipa atau saluran (Supu dkk., 2016).
Perpindahan kalor konveksi paksa ditandai dengan adanya fluida bergerak
disebabkan karena adanya peralatan bantu. Alat bantu untuk menggerakkan fluida
dapat berupa kipas angin, blower, pompa dan lain-lain.
Menurut Dee (2016) prosedur untuk menghitung laju perpindahan panas
konveksi paksa adalah:
a. Menentukan jenis aliran laminar atau turbulen dengan menghitung bilangan
Reynold yang dirumuskan dengan persamaan:
ρU∞ L
Re= ………………….……………..(9)
μ

syarat aliran laminar Re < 100.000


syarat aliran turbulen 500.000 < Re < 10.000.000
keterangan:
Re = bilangan Reynold,
ρ = massa jenis fluida (kg/m3),
U∞= kecepatan fluida (m/det),
L = panjang (m) dan
µ = viskositas (kg/m.s).
b. Menghitung nilai bilangan Nusselt.
Untuk aliran laminar perhitungan bilangan Nusselt menggunakan persamaan :
Nu=0,664 Re1/2 Pr1/3 ……………………………(10)
Untuk aliran laminar perhitungan bilangan Nusselt menggunakan persamaan :
Nu=(0,037 Re4/5 - 871) Pr1/3 ……………………..(11)
keterangan:
Nu= bilangan Nusselt,
Re = bilangan Reynold dan
Pr = bilangan Prandtl.
c. Menghitung nilai pindah panas konveksi menggunakan persamaan:
Nu kf
h= ………………….…..……………(12)
L

keterangan:
h = koefisen pindah panas konveksi (W/m2.oC),
Nu= blangan Nusselt,
L = panjang dinding (m) dan
kf = koefisien perpindahan panas fluida.
d. Menghitung laju perpindahan kalor konveksi paksa menggunakan persamaan:
q=hA(Ts -T∞ )…………………………….(13)
keterangan:
q = laju perpindahan konveksi paksa (W/m.oC),
h = koefisen pindah panas konveksi (W/m2.oC),
A = luas permukaan yang bersentuhan dengan fluida (m2),
Ts = suhu benda (oC) dan
T∞ = suhu fluida (oC).

2.3. Perpindahan Kalor Konveksi Alami

Konveksi alami adalah perpindahan panas yang disebabkan oleh


beda suhu dan beda rapat saja dan tidak ada tenaga dari luar yang
mendorongnya. Konveksi bebas dapat terjadi karena ada arus yang
mengalir akibat gaya apung, sedangkan gaya apung terjadi karena
ada perbedaan densitas fluida tanpa dipengaruhi gaya dari luar sistem.
Perbedaan densitas fluida terjadi karena adanya gradien suhu
pada fluida. Contoh konveksi alamiah antara lain aliran fluida yang
melintasi radiator panas (Supu dkk., 2016).
Perpindahan kalor konveksi alami ditandai dengan adanya fluida bergerak
yang disebabkan karena perbedaan massa jenisnya. Jadi pergerakan fluida tidak
disebabkan karena adanya alat bantu pergerakan. Prosedur untuk menghitung laju
perpindahan kalor konveksi alami adalah (Dee, 2016):
a. Menghitung bilangan Rayleigh yang dinyatakan dengan persamaan :
gβ(Ts -T∞ )δ3
Ra=Gr Pr = ………………………….(14)
v3
1 Ts -Tf
β = T dengan Tf = ………………………(15)
f 2

keterangan:
g = percepatan grafitasi (9,81 m/s2),
δ = panjang karakteristik (m),
Ts = suhu dingin (oC),
T∞ = suhu fluida (oC),
v = viskositas (m2/s) dan
Pr = bilangan Prandtl.
b. Menghitung bilangan Nusselt.
2

0,387 Ra1/6
Nu= (0,825+ 8/27 ) ……….…….(16)
0,492 9/16
(1+( ) )
Pr

keterangan:
Nu= bilangan Nusselt,
Ra = bilangan Rayleight dan
Pr = bilangan Prandtl.
c. Menghitung koefisien perpindahan kalor sesuai dengan persamaan:
Nu k
h= ………………………………..(17)
δ

keterangan:
h = koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2.oC) dan
k = koefisien perpindahan kalor konduksi fluida (W/m.oC).

d. Menghitung laju perpindahan kalor konveksi alami sesuai persamaan:


q=hA (Ts -T∞ )………………………..(18)
keterangan:
q = laju perpindahan kalor konveksi alami (W/m.oC),
A = luas permukan yang bersentuhan dengan fluida (m2),
Ts = suhu benda (oC) dan
T∞ = suhu fluida (oC).

2.4. Pengaplikasian Kalor Konveksi pada Sirip Motor Bakar

Sirip adalah suatu instrument penting yang sering dijumpai s


ehari-hari. Fungsi sirip adalah untuk memperluas permukaan agar laju
perpindahan kalor secara konveksi semakin besar. Contoh penggunaan sirip
dapat dilihat pada motor bakar, alat-alat elektronik, alat-alat penukar kalor
seperti kondensor, evaporator dan radiator. Sirip laju perpindahan konveksi
pada motor bakar semaki memperbesar suhu dari piston sehingga piston bisa
terjaga. Bila suhu dari piston terlalu tinggi maka akan terjadi pemuaian piston
yang dapat membuat piston tidak dapat bergerak bila tanpa adanya oli.
Pada alat penukar kalor semakin besar laju perpindahan konveksi
semakin meningkat performany dan hal ini bisa dipeoleh dengan
bantuan sirip. Fungsi sirip merupakan perbandingan antara panas
sesungguhnya yang dilepas sisrip dengan kalor maksimum yang dapat dilepas
sirip. Efisiensi sirip merupakan perbandingan antara panas sesungguhnya
yang dilepas sirip. Efektivitas sirip merupakan perbandingan panas yang
dilepas selama permukaan benda bersirip dengan permukaan benda
jika tanpa sirip (Dee, 2016).
III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Konveksi dilakukan pada hari Selasa, 7 Mei 2019, pada pukul
13.00 WITA sampai selesai di Laboratorium Teknik Perbengkelan, Program Studi
Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum Konveksi adalah thermometer, kompor


portable, besi holow, besi penggantung, selotip, gunting, alat tulis menulis,
kamera handphone dan gegep. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan
konveksi adalah tabung gas dan nyala api.

3.3. Prosedur Kerja

Adapun prosedur yang digunakan pada praktikum konveksi, yaitu:


1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Meletakkan alat penggantung di tepi meja.
3. Menggantung thermometer.
4. Merekatkan thermometer pada lubang yang ada pada besi holo menggunakan
selotip agar thermometer tidak menyentuh besi.
5. Mencatat suhu awal pada thermometer.
6. Menyalakan kompor.
7. Membakar salah satu ujung besi holo.
8. Mencatat suhu di thermometer ketika suhu telah konstan.

3.4. Rumus yang Digunakan

1. Perhitungan luas penampang


A = P x L ……………………………………(19)
keterangan:
A = luas permukaan plat (m2),
P = panjang benda (m) dan
L = lebar benda (m).
2. Perhitungan suhu fluida
(Tawal-Takhir)
Qtotal = λ × A ……………………..(20)
L

keterangan:
Qtotal = laju pertukaran panas (J),
A = luas permukaan plat besi (m2),
λ = konduktivitas thermal bahan (W/m°C),
L = ketebalan (m) dan
T = suhu (°C).
3. Perhitungan besar energi
q = h A (Ts -T∞ ) ……………………………….(21)
keterangan:
q = besar energi yang ditransfer(J),
h = koefisien pindah panas konveksi (W/m2/oC),
A = luas permukaan kontak antara fluida dengan benda padat (m2),
Ts = suhu benda pada (oC) dan
T∞ = suhu fluida (oC).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Grafik laju perpindahan konveksi secara alami.


110 T1
100 T2
T3
90 T4
80 T5
Tukur (°C)

70
60
50
40
30
46 48 56 69 99
T∞ (°C)

Gambar 11. Grafik laju perpindahan konveksi alami.


4.2. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan pengukuran perpindahan panas secara konveksi


pada besi hollow. Pada grafik sebelumnya dapat dilihat bahwa suhu dari titik T1
hingga ke titik T5 terjadi perpindahan panas
DAFTAR PUSTAKA

Buchori, I. 2011. Perpindahan Panas. Perguruan Tinggi dan Universitas: Bogor.

Burlian, F. dan Indaka, K. 2014. Pengaruh Variasi Ketebalan Isolator terhadap


Laju Kalor dan Penurunan Temperatur pada Permukaan Dinding
Tungku Biomassa. Universitas Sriwijaya: Palembang.

Dee, AM. 2016. Pengaruh Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi dan Bahan
terhadap Laju Kalor, Evektivitas dan Efisiensi Sirip Dua Dimensi
Keadaan Tak Tunak. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.

Jotho. 2010. Uji Eksperimental Pengaruh Perubahan Temperatur Lorong Udara


terhadap Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Pelat Datar.
Universitas Pandanaran: Semarang.

Supu, I., Baso, U., Selviani, B. dan Sudarmi. 2016. Pengaruh Suhu terhadap
Perpindahan Panas pada Material yang Berbeda. Universitas
Cokroaminoto Palopo: Palopo.
LAMPIRAN

Lampiran 7. Tabel Pengamatan Konveksi

Tabel 6. Hasil pengamatan dan pengukuran konveksi alami


No. Tukur (°C) 𝐓∞ (°C)
1. 99 99
2. 69 92,2843
3. 56 85,5685
4. 48 78,8528
5. 46 72,137

Lampiran 8. Hasil Perhitungan

a. Perhitungan luas penampang


A=P×L
A = 0,045 x 0,025
= 0,001125 m2
b. Perhitungan suhu fluida
(Tawal-Takhir)
Qtotal = λ × A
L
Qtotal = (99 − 46
73 𝑥 0,001125
0,2
Qtotal = 11,0306 J
Qtotal × L
T∞ = T1-
λ×A
1. T∞ = 99 °C
T∞ = 11,0306 × 0
99 -
73 × 0,001125

= 99 – 0
= 99 °C
2. T∞ = 11,0306 × 0,05
99 -
73 × 0,001125
= 0,55153
99 −
= 0,082125
99 - 6,7157
= 92,2843 °C
3. T∞ = 11,0306 × 0,1
99 -
73 × 0,001125
= 1,10306
99 −
= 0,082125
99 - 13,4315
= 85,5685 °C
4. T∞ = 11,0306 J × 0,15 m
99 °C -
73 W/m°C × 0,001125 m2
= 1,654559
0,082125
= 99 − 20,1472
= 78,8528 °C
5. T∞ = 11,0306 J × 0,2 m
99 °C -
73 W/m°C × 0,001125 m2
= 2,20612
99 −
0,082125
= 99 − 26,8630
= 72,137 °C
c. Perhitungan besar energi
q = h × A ( T∞ - Tukur )
1. Energi pada titik ke-1
q = 43 × 0,001125 (99 – 99)
= 0W
2. Energi pada titik ke-2
q = 43 × 0,001125 (92,2843 – 69)
= 0,0484 x (-23,2843)
= -1,1270 W
3. Energi pada titik ke-3
q = 43 × 0,001125 (56 – 85,5685)
= 0,0484 x (-29,5685)
= -1,4311 W
4. Energi pada titik ke-4
q = 43 × 0,001125 (48 – 78,8528)
= 0,0484 x (-30,8528)
= -1,4932 W
5. Energi pada titik ke-5
q = 43 × 0,001125 (46– 72,137)
= 0,0484 x (-26,137)
= (-1,250 W)

Lampiran 9. Dokumentasi

Gambar 11.Proses memanaskan besi hollow.

Gambar 12. Mengukur suhu pada besi hollow.


Gambar 13. Mengamati perubahan suhu pada besi hollow.

Anda mungkin juga menyukai