Anda di halaman 1dari 87

!

" #

$
$
%&
!
&
$
&
'
())*+()),
- %& .
/
! " #
&
&
&
$
- %& .
0
%
$
+*
1- 2
&
%
#
!
$
&
$
!
& *
%
0
!
&
&(
$
!
$
&
- %& .
%
&3
&&
&
&& $
!
$
!
$
!
$
!
2
4
& '
&
&
&&
&
&
$
$ !
0
!
&
&
&
$
&,
&#
!
&
% $
&5 !
&
0
% !
&
$
$
#
!
&
&6 &
$
$
- %& .
$
&
$
- %& .
$
$
+
$ &#

4 ())7

**
* ( 4 +%
*3
*' $
*,
/
*5

*
(
'
,
*)
**

(* / $
.$ #
(( / $
0
(3 - %
(' $
/
(,
9
(5
0 + 0
(6

*(
*'
*6
*8
((
(5
(6

3*
0 + 0
3( /
!
33
!
.
3' :
3, ;
35
$
+

3)
3'
35
35
38
'(

! "
'* ;
<
'( ;
<
'3
&
.
''
& .
',
#

#
',
'6
'6
'7
,*
%

,* =
,(
,3
&

'
"
5*
5( 9
0
.
53
; $
)%
6*
6(
63

<

+ #

" *
/

0 + 0

#
,3
,,
,6

&
5*
5,
56
(
63
6,
8*
+

ii

,
2

&

**

2
2

&
&

*( 9
*3

2
2
2
2

&
&
&
&

3* 1
3( 1
33
3'

2
2

&
&

,* <
,(
!

2
2
2
2

&
&
&
&

5* ;
5( ; 0
53 / $
5'

2
2

&
&

6* ;
6(

&
$

&>

#
'
7
*)

?
&

3(
3(
3,
'(

&
$ !
$

?
@

,3
,7

&

5,
55
55
56

$
$

$ %

&

&
A* &

)B B* #

iii

&

B)

63
6,

!
!

&!

"

$#

!'

&&

Pada bab pertama ini akan diberikan beberapa definisi dasar yang berkaitan
dengan matriks dan operasi aljabar elementer pada matriks. Selain itu akan diperkenalkan
beberapa jenis matriks yang akan sering dijumpai pada bab-bab selanjutnya.
Matriks (matrix) adalah susunan segi empat siku-siku dari
*. )
- elemen-elemen di suatu field (F, , +). Elemen tersebut dapat berupa pernyataan yang
simbolis ataupun bilangan-bilangan.
Matriks biasanya dinotasikan dengan huruf besar oleh persamaan A = [aij] yang
berarti bahwa elemen pada baris ke-i dan kolom ke-j dari matriks A sama dengan aij.
Seringkali dituliskan elemen matriks dengan bentuk aij = (A)ij. Matriks A secara jelas
dituliskan dalam bentuk
a11 a12
a1n

A=

a 21

a 22

a 2n

a m1

am2

a mn

dengan setiap (i, j) {1, 2, , m} {1, 2, , n} dan aij F. Baris ke-i dari matriks A
yaitu
[ai1 ai 2
a in ]
mempunyai n unsur, sedangkan kolom ke-j yang mempunyai m unsur yaitu
a1 j

a2 j

a mj
Setiap matriks mempunyai baris dan kolom yang mendefinisikan ukuran matriks.
Jika suatu matriks A mempunyai m baris dan n kolom maka ukuran (ordo) matriks
dinyatakan dengan mn, dan selanjutnya matriks A bisa dituliskan dengan Amn atau mAn.
Simbol Mmn(F) menotasikan himpunan semua matriks berukuran mn atas field F.

1
untuk 1 i 3 dan 1 j 4 yang
i+ j
mendefinisikan suatu matriks A = [aij] berukuran 34. Matriks A dapat dituliskan secara
eksplisit dalam bentuk

/ )' $

- -

Diberikan rumus aij =

A=

1
2
1
3
1
4

1
3
1
4
1
5

1
4
1
5
1
6

1
5
1
6
1
7

12

Vektor (vector) adalah suatu matriks yang hanya mempunyai


*. )
- satu baris atau satu kolom. Karena itu terdapat dua jenis vektor yaitu vektor baris dan
vektor kolom.
*. )
- Vektor baris (row vector) adalah suatu matriks yang hanya
mempunyai satu baris saja, seperti
atau
A = (a11, a12, , a1n)
A = [a11 a12
a1n ]
dengan n adalah dimensi dari vektor baris.
*. )
- Vektor kolom (column vector) adalah suatu matriks yang hanya
mempunyai satu kolom saja. Sebagai contoh, vektor kolom berdimensi m:
a11

a 21

A=

am2
*. )
- Jika beberapa baris dan atau kolom dari suatu matriks A dihapus
maka matriks sisanya disebut matriks bagian (submatrix) dari A.
/ )' $

- -

Matriks-matriks bagian dari


4

3 1 2

3 1

4 6 2
antara lain yaitu
3 1 2

, [4 6 2] , [4] ,

2
2

*. )
- -#
Jika banyaknya baris dari suatu matriks A Mmn(F) sama
dengan banyaknya kolom, m = n, maka matriksnya disebut matriks persegi (square
matrix) dengan elemen-elemen a11, a22, , ann dinamakan elemen-elemen diagonal
utama. Selanjutnya, matriks persegi A berukuran nn cukup dituliskan dengan notasi An.

25 20
/ )' $

- -

Matriks A = 5

10 15
15

merupakan matriks persegi sebab

banyaknya baris sama dengan banyaknya kolom yaitu 3. Sedangkan elemen-elemen


diagonal utamanya adalah a11 = 25, a22 = 10, a33 = 7.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

*. )
- -&
Matriks A Mmn(F) dengan elemen aij = 0 untuk i > j disebut
matriks segitiga atas (upper triangular matrix). Dengan kata lain, semua elemen di
bawah diagonal utamanya adalah nol.
/ )' $

Matriks

- -

0 0,01

10
0

0 1505

adalah suatu matriks segitiga atas.

*. )
- -(
Matriks A Mmn(F) dengan elemen aij = 0 untuk i < j disebut
matriks segitiga bawah (lower triangular matrix). Dengan kata lain, semua elemen di
atas diagonal utamanya adalah nol.
/ )' $

Matriks

- -

0,3 1

0,6 2,5 1
adalah suatu matriks segitiga bawah.

*. )
- -+
Matriks persegi A Mn(F) dengan semua elemen yang tidak
terletak pada diagonal utamanya adalah sama dengan nol, aij = 0 untuk i j, disebut
matriks diagonal (diagonal matrix), dituliskan A = diag(a11, a22, , ann). Beberapa atau
semua masukan diagonal dari matriks diagonal bisa juga nol.
/ )' $

- -#

Matriks

3 0 0

3 0 0

0 2 0 dan 0 2 0
0 0 5

0 0 0

adalah matriks diagonal.

*. )
- -3
Matriks In = [ij], ij disebut delta Kronecker, yang didefinisikan
oleh ij = 1 untuk i = j dan ij = 0 untuk i j, disebut matriks identitas (identity matrix)
berukuran n, dan dituliskan
1
0

In =

= diag(1,1, ...,1)
0

atau In = (e1, e2, , en) dengan ei adalah vektor kolom berdimensi n dengan masukan 1 di
posisi ke-i.

*. )
- Matriks A Mmn(F) dengan semua unsurnya sama dengan nol,
aij = 0 untuk semua i dan j, disebut matriks nol (zero matrix), dan dinotasikan dengan
Omn.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

/ )' $

- -&

Matriks

0 0 0
, [0 0 0] , dan [0]
0 0 0
adalah matriks nol.

*. )
- Suatu matriks tridiagonal (tridiagonal matrix) adalah suatu
matriks persegi dengan semua elemen diagonal dari matriks bagian persegi di atas
diagonal utama dan di bawah diagonal utama adalah nol.
/ )' $

- -(

Matriks

2 4 0 0
2 3 9 0
0 0 5 2
0 0 3 6
merupakan matriks tridiagonal sebab matriks bagian persegi perseginya yaitu
0 0
0 0

0 0
dan
9 0

mempunyai elemen-elemen diagonal yang semuanya nol.

Pada Gambar 1.1 diberikan ilustrasi beberapa jenis matriks dengan elemenelemen pada daerah yang diarsir tidak semuanya nol, sedangkan elemen-elemen pada
daerah yang tidak diarsir semuanya sama dengan nol.

(a)
(b)
(c)
Gambar 1.1: (a) Matriks segitiga atas, (b) matriks segitiga bawah, (c) matriks diagonal

*. )
- Matriks A = [aij] sama dengan matriks B = [bij] jika ukuran dari A
dan B sama, dan elemen-elemen yang bersesuaian (berkorespondensi) juga sama, yaitu
untuk A, B Mmn(F) maka aij = bij , 1 i m dan 1 j n.
/ )' $

- -

Agar A =

2 3
6 7

sama dengan B =

b11 3
, maka haruslah
6 b22

b11 = 2 dan b22 = 7.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

*. )
- - 4
2 %5
6 Matriks A = [aij] dan B = [bij] dapat
dijumlahkan jika keduanya berukuran sama. Jumlahan dari matriks A dan B, ditulis A + B,
adalah matriks yang diperoleh dengan menjumlahkan elemen-elemen yang
berkorespondensi dari A dan B, yaitu
A + B = [aij] + [bij] = [aij + bij].
*. )
- - 4
6 Matriks A = [aij] dan B = [bij] dapat
dikurangkan hanya jika keduanya berukuran sama. Pengurangan A oleh B, yang
dituliskan A B, didefinisikan oleh
A B = [aij] [bij] = [aij bij].
*. )
- - 4
%
%
6 Diberikan suatu matriks A
= [aij] Mmn(F) dan skalar k F. Perkalian skalar k dengan A, ditulis kA, adalah
matriks yang diperoleh dengan cara mengalikan semua elemen dari A dengan skalar k,
yaitu
kA = k[aij] = [k.aij].

1.
2.
3.

5 2 3
6 7 2
5+6 2+7 32
11 9 1
+
=
=
.
1 2 7
3 5 19
1 + 3 2 + 5 7 + 19
4 7 26
5 2 3
1 2 7

6 7 2
3 5

19

5 6 2 7 3 ( 2 )
1 3

25

7 19

1 5

2 3 12

2,1 3 2
2.2,1 2.3 2.2
4,2 6 4
=
=
.
5 1 6
2 .5 2 .1 2 .6
10 2 12

Operasi-operasi matriks memenuhi hukum-hukum aritmatika seperti berikut.


(Diambil sebarang skalar s dan t, dan matriks-matriks A, B, C, O yang berukuran sama.)
(1) (A + B) + C = A + (B + C);
[Hukum asosiatif]
(2) A + B = B + A;
[Hukum komutatif]
(3) O + A = A + O;
[Hukum identitas]
(4) A + (A) = O;
[Hukum invers]
(5) (s + t)A = sA + tA, (s t)A = sA tA;
[Hukum distributif kanan]
[Hukum distributif kiri]
(6) t(A + B) = tA + tB, t(A B) = tA tB;
(7) s(tA) = (st)A;
(8) 1A = A, 0A = O, (1)A = A;
(9) tA = O t = 0 atau A = O.

*. )
- - 4$ % %
6 Matriks A dan B dapat dikalikan, dalam
hal ini AB, hanya jika banyaknya kolom dari A sama dengan banyaknya baris dari B (A
dan B dikatakan dapat menyesuaikan diri/ conformable). Jika matriks A = [aij] berukuran
mn dan matriks B = [bjk] berukuran np, maka hasil kali matriks A dan B, ditulis AB,
adalah matriks C = [cik] yang berukuran mp dengan elemen ke-(i,k) didefinisikan oleh
cik =

C **3

j =1

9 3)( - % &

aij .b jk = ai1 .b1k + ai 2 .b2 k + ... + ain .bnk .

D ())7

Secara simbolis, untuk baris-baris R1, R2, , Rm pada matriks A dan kolomkolom C1, C2, , Cm pada matriks B, dapat dituliskan hasil kali A dan B yaitu
R1C1 R1C 2
R1C p
R1

R2

AB =

C1

C2

Cp

Rm

R2 C1

R2 C 2

R2 C p

Rm C1

Rm C 2

Rm C p

/ )' $ - 1 2 5 6
1.5 + 2.7 1.6 + 2.8
19 22
1.
=
=
.
3 4 7 8
3.5 + 4.7 3.6 + 4.8
43 50
2.
3.
4.

5 6 1 2
7 8 3 4

5 .1 + 6 .3 5 .2 + 6 .4
7 . 1 + 8 . 3 7. 2 + 8 . 4

23 34
31 46

1 2 5 6
3 4 7 8

1
1.3 1.4
3 4
[3 4] =
=
.
2
2.3 2.4
6 8

[3

4]

1
= [11].
2

/ )' $ - Bob ingin mengurangi berat badannya melalui satu rencana diet
dan latihan fisik. Sesudah mencari keterangan dari Tabel 1, dia membuat jadwal latihan
fisik seperti dalam Tabel 2. Berapa kalori yang akan terbakar dengan melakukan latihan
fisik setiap hari jika dia mengikuti rencana tersebut?
Tabel 1

Tabel 2

Kalori yang terbakar setiap jam

Jumlah jam per hari untuk setiap aktivitas

Aktivitas latihan
Jalan kaki
2 mil/ jam
Lari 5,5 mil/ jam
Bersepeda
5,5 mil/ jam
Tenis secukupnya

Berat dalam lb
152

161

170

178

213

225

237

249

651

688

726

304

321

420

441

Jadwal latihan
Jalan

Lari

Bersepeda

Tenis

Senin

1,0

0,0

1,0

0,0

764

Selasa

0,0

0,0

0,0

2,0

338

356

Rabu

0,4

0,5

0,0

0,0

468

492

Kamis

0,0

0,0

0,5

2,0

Jumat

0,4

0,5

0,0

0,0

%
Informasi mengenai Bob berada dalam kolom keempat dari Tabel 1. Informasi ini
dinyatakan oleh suatu vektor kolom X. Informasi dalam Tabel 2 dapat dinyatakan oleh
suatu matriks A berukuran 54. Untuk menjawab pertanyaan, dihitung AX.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

1,0

0,0 1,0

0,0

0,0 0,0 0,0 2,0


0,4 0,5 0,0 0,0
0,0 0,0 0,5 2,0
0,4 0,5 0,0 0,0

605,0

Senin

984,0

Selasa

481,6

Rabu .

1162,0

Kamis

481,6

Jumat

249
764

356
492

/ )' $ - Suatu perusahaan menghasilkan tiga produk dengan perkiraan biaya produksinya dibagi
dalam tiga kategori (disajikan dalam Tabel 3). Dibuat juga suatu perkiraan, dalam Tabel
4, untuk jumlah dari setiap produk yang akan dihasilkan untuk setiap kuartal. Tentukan
biaya total untuk setiap kuartal dari ketiga kategori.
Tabel 3

Tabel 4

Biaya produksi per barang (dollar)

Jumlah yang dihasilkan per kuartal

Produk

Biaya

Bahan mentah

0,10

0,30

0,15

Tenaga kerja

0,30

0,40

Biaya tambahan

0,10

0,20

Produk

Musim
Panas

Gugur

Dingin

Semi

4000

4500

4500

4000

0,25

2000

2600

2400

2200

0,15

5800

6200

6000

6000

%
Setiap tabel dapat dinyatakan oleh matriks seperti berikut
0,10 0,30 0,15
4000 4500 4500 4000

A = 0,30 0,40 0,25 dan B = 2000 2600 2400 2200 .


0,10 0,20 0,15

5800 6200 6000 6000

Jika dibuat hasil kali AB, maka kolom-kolom dari AB berturut-turut menyatakan biaya
untuk musim panas, gugur, dingin, semi.
1870 2160 2070 1960 Bahan mentah

AB = 3450 3940 3810 3580 Tenaga kerja

1670 1900 1830 1740 Biaya tambahan


Perkalian matriks memenuhi beberapa hukum aritmatika, yaitu
(AB)C = A(BC), jika A, B, C secara berurutan berukuran mn, np, pq;
k(AB) = (kA)B = A(kB), A(B) = (A)B = (AB) dengan k adalah skalar;
(A + B)C = AC + BC, jika A dan B berukuran mn dan C berukuran np;
D(A + B) = DA + DB, jika A dan B berukuran mn dan D berukuran pm.
Di sini hanya akan dibuktikan sifat yang pertama di atas (hukum asosiatif). Lebih
dahulu diklaim bahwa (AB)C dan A(BC) keduanya mariks berukuran mq. Diambil
matriks A = [aij], B = [bjk], dan C = [ckl], sehingga akan diperoleh

(1)
(2)
(3)
(4)

(( AB)C )il

p
k =1

( AB )ik .ckl

k =1

j =1

aij .b jk c kl =

k =1 j =1

aij b jk c kl .

Sejalan dengan itu, juga diperoleh

(( AB)C )il

C **3

9 3)( - % &

j =1 k =1

aij b jk c kl .

D ())7

Hasil jumlahan ganda kedua bentuk tersebut adalah sama. Jumlahan dari bentuk
n

j =1 k =1

d jk dan

k =1 j =1

d jk

menyatakan jumlahan dari np elemen matriks [djk] dalam baris dan kolom secara
berurutan. Akibatnya
(( AB)C )il = ( A(BC ))il
untuk 1 i m dan 1 l q. Karena itu (AB)C = A(BC).

*. )
- -# 4
6
Diberikan suatu matriks A Mn(F) dan
bilangan bulat tak negatif k. Didefinisikan Ak sebagai berikut
A0 = In dan Ak+1 = AkA untuk k 0.
/ )' $
1.
2.
3.
4.

1 1

=
3

3 0
1 1
0 2

1 1 1 1

0 3
0 2

1 1 1 1

1 1

2 0

- -#

2 2
2 2

2 0 2 0 2 0
0 3 0 3 0 3
0 2 0 2 0 2
3 0 3 0 3 0

=
=

4 0 2 0
0 9 0 3
6 0 0 2
0 6 3 0

1 1 1 1 1 1 1 1
0 2 0 2 0 2 0 2

=
=

0 27
0

12

18

1 3 1 3

0 4 0 4

23

33

23

33

1 15
0 16

.
.

Khusus untuk matriks diagonal A = [aii], 1< i < n, pangkat k dari matriks A

didefinisikan oleh A k = (a ii ) k

a11
Ak =

atau secara jelas dinyatakan dengan

a 22

a nn

(a11 )k
=

(a 22 )

0
0

(a nn )k

Berikut ini hukum-hukum yang berlaku untuk matriks berpangkat yang


mempunyai sifat AB = BA.
(1) AmAn = Am+n, (Am)n = Amn;
(2) (AB)n = AnBn;
(3) AmBn = BnAm;
(4) (A + B)2 = A2 + 2AB + B2;
n n
n
n!
A i B n i ; dengan
(5) (A + B)n =
= C in =
i
i !.(n i ) !
i =0 i
(6)

(A + B)(A B) = A2 B2.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

*. )
- -& 4'
"
6
Transpos dari matriks Amn = [aij],
dinotasikan AT, adalah matriks yang diperoleh dari A dengan cara mengubah setiap baris
ke-i menjadi kolom ke-i atau sebaliknya kolom ke-j menjadi baris ke-j. Dengan kata lain

( )

AT = [aji] atau AT

ji

= aij yang berukuran nm.


T

ai1
ai1

ai 2

ai 2

ain

ain
Gambar 1.2: Transpos dari matriks mn

25 20
/ )' $

- -&

Transpos dari matriks C = 5

CT =

16

27

20 10 16
3
2

10 15 25 adalah

6
25

15 7
25 27

Operasi transpos mempunyai beberapa sifat sebagai berikut :

(1)
(2)
(3)
(4)

(A )

T T

= A;

( A B )T = AT B T jika A dan B berukuran mn;


(kA)T = kAT ;
( AB )T = B T AT jika A berukuran mn dan B berukuran np;

x n ] adalah vektor kolom.


X T X = x12 + x 22 ... + x n2 jika X = [x1 x 2
Berikut ini akan dibuktikan hanya untuk sifat keempat. Pertama diperiksa bahwa
(AB)T dan BTAT mempunyai ukuran yang sama pm. Selain itu, elemen-elemen yang
berkorespondensi dari kedua matriks adalah sama. Untuk A = [aij] dan B = [bij] maka

(5)

(( AB ) )
T

ki = ( AB )ik =

n
j =1

aij b jk =

n
j =1

(B ) (A )
T

kj

ji

= B T AT k i .

*. )
- -(
Suatu matriks A disebut matriks simetris (symmetric matrix)
jika AT = A. Dengan kata lain, A haruslah matriks persegi (misalkan nn) dan aji = aij
untuk semua 1 i n dan 1 j n. Karena itu
a b
A=
b a
adalah suatu matriks simetris 22 yang umum.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

10

21
/ )' $

Matriks D = 3

- -(

21 8

adalah suatu matriks simetris karena

d12 = d21 = 3, d13 = d31 = 6; dan d23 = d32 = 8.

*. )
- -+ 4
6
Suatu matriks A Mn(F)
dikatakan simetris miring (skew-symetric) jika AT = A. Dengan kata lain, A haruslah
matriks persegi dan aji = aij untuk semua i dan j. Karena elemen-elemen diagonal utama
tidak berubah oleh transposisi, maka matriks simetris miring A haruslah nol pada
diagonal utamanya atau dengan kata lain aii = 0 untuk setiap i.
/ )' $

Matriks

- -+

0 1

E = 1 0 5
2 5
0
adalah suatu matriks simetris miring.
Perlu dicatat bahwa untuk suatu matriks persegi A, maka A AT adalah simetris

miring karena A AT

simetris karena A + AT

( )

= AT AT

= AT A = (A AT), sedangkan A + AT adalah

= AT + A = A + AT. Karena itu


1
1
A = A AT + A + AT .
2
2
Mudah dibuktikan juga bahwa jumlahan dari dua matriks simetris miring adalah juga
simetris miring dan kuadrat dari matriks simetris miring (simetris) adalah simetris sebab

A2 = AT AT

-#

) (

(( A)( A))T

( ).

= A2

%"

*. )
-#- 4
%"
6 Suatu matriks A mempunyai bentuk
eselon baris (row-echelon form) jika mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
(1) baris nol (semua unsurnya nol), jika ada, terletak pada baris bagian bawah;
(2) untuk suatu baris tak nol (unsurnya tidak seluruhnya nol), bilangan pertama yang
tak nol dalam baris tersebut adalah 1, disebut 1 utama (leading 1);
(3) untuk sembarang dua baris tak nol yang berurutan, 1 utama dalam baris yang
bawah terletak di sebelah kanan dari 1 utama dalam baris diatasnya.
Suatu matriks berbentuk eselon baris mempunyai langkah tangga seperti
diilustrasikan pada Gambar 1.3, dengan daerah yang tidak diarsir semua unsurnya nol.

Gambar 1.3: Matriks eselon baris

C **3

9 3)( - % &

D ())7

11

/ )' $ -#Diberikan matriks-matriks seperti berikut


1 0 3 4
0 1 2 3 1
0 1
2
1 0 0 0
0 1 2 5
0 0 0 0
0
, B=
, C= 0 0
1 , D= 0 2 0 1 .
A=
0 0 0 1
0 0 1 0 2
1 2 3
0 0 1 2
0 0 0 0
0 0 0 0
0
Matriks A merupakan matriks eselon baris, tetapi B bukan matriks eselon baris karena
terdapat baris nol (baris 2) yang terletak di atas baris tak nol (baris 3). Demikian juga
matriks C bukan matriks eselon baris karena 1 utama pada baris 3 terletak di sebelah kiri
1 utama pada baris 2. D juga bukan matriks eselon baris karena bilangan tak nol pertama
pada baris 2 bukan 1 tetapi 2.
*. )
-#- 4
%"
6 Suatu matriks mempunyai
bentuk eselon baris tereduksi (reduced row-echelon form) jika
(1) Matriks berbentuk eselon baris;
(2) setiap kolom yang memuat 1 utama mempunyai unsur-unsur nol untuk lainnya.
/ )' $

Matriks

-#-

0 1 2 0 0 2
1 0
0 0 0 1 0 3
dan
0 1
0 0 0 0 1 4
0 0 0 0 0 0
mempunyai bentuk eselon baris tereduksi, sedangkan matriks
1 0 0
1 2 0

0 1 0 dan 0 1 0
0 0 2

0 0 0

tidak berbentuk eselon baris tereduksi.


Perlu dicatat bahwa matriks nol untuk semua ukuran selalu dalam bentuk eselon
baris tereduksi.

-& .

Fungsi skalar dari suatu matriks meringkas berbagai karakteristik dari elemenelemen matriks. Suatu fungsi skalar yang penting adalah fungsi determinan. Diskusi yang
lebih mendalam mengenai fungsi determinana akan dipelajari di bab dua. Selain
determinan, fungsi skalar yang lain yaitu trace. Trace dari matriks An = [aij] didefinisikan
sebagai jumlahan elemen-elemen diagonal utama, yaitu

tr ( A) =

n
i =1

aii .

Diberikan A dan B adalah matriks berukuran nn dengan h dan k adalah skalar.


Fungsi trace mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
(1) tr(A) = tr(AT);
(2) tr(hA + kB) = h.tr(A) + k.tr(B);
(3) tr(AB) = tr(BA);
(4) tr(In) = n.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!
"
!
&!
( ) '* ' ) "#' )'
!
!
* $ * "

"
!

%
! "

&
& "

!!
%
&!

%7

Determinan (determinant) dari suatu matriks persegi atas field F adalah suatu
elemen dari field F. Terlebih dahulu akan ditunjukkan bagaimana menghitung determinan
dari matriks berukuran 22 dan 33.

*. )

- -

Diberikan matriks A =

a11
a 21

a12
a 22

M2(F).

Didefinisikan

fungsi determinan det : M2(F) F sebagai suatu skalar, yaitu det(A) = a11.a22 a12.a21.
Notasi A =

a11 a12
juga sering digunakan untuk menyatakan determinan dari A.
a 21 a 22

*. )
- Didefinisikan Mij(An), secara sederhana ditulis Mij, yang
menyatakan determinan dari matriks (n 1)(n 1) yang dibentuk dengan menghapus
baris ke-i dan kolom ke-j dari A. Selanjutnya matriks Mij disebut minor (i, j) dari A.

1 2 3
/ )' $

- -

Untuk matriks A = 4 5 6 diperoleh bahwa M 12 =

7 8 9

4 6
.
7 9

Jika diandaikan bahwa fungsi determinan telah didefinisikan untuk matriks


berukuran (n 1)(n 1), maka det(An) didefinisikan sebagai berikut :
det(An) = a11M11 a12M12 + + (1)1+na1nM1n =

j =1

( 1)1+ j a1 j M 1 j .

(2.1)

Definisi di atas disebut ekspansi determinan sepanjang baris pertama (expansion of


the determinant along the first row) sebab jumlahan dilakukan dengan memilih sukusuku berurutan pada baris pertama dari A. Sering dikenal juga definisi tersebut dengan
nama ekspansi Laplace baris pertama (first-row Laplace expansion).

12

13

Sebagai contoh, jika A = [aij] berukuran 33 maka ekspansi Laplace baris


pertamanya adalah
det(A) = (1)1+1a11M11 + (1)1+2a12M12 + (1)1+3a13M13
a 22 a 23
a 21 a 23
a 21 a 22
= a11
a12
+ a13
a32 a33
a31 a33
a31 a32
= a11(a22a33 a23a32) a12(a21a33 a23a31) + a13(a21a32 a22a31)
= a11a22a33 a11a23a32 a12a21a33 a12a23a31 + a13a21a32 a13a22a31
Definisi rekursif juga berlaku untuk determinan matriks berukuran 22. Jika didefinisikan
determinan dari matriks [k] berukuran 11 adalah skalar k, maka determinan A berukuran
22 dirumuskan oleh
det(A) = a11M11 a12M12 = a11a22 a12a21.

2 1
/ )' $

- -

Jika B =

7
3

det(B) =
=
=
=

2 5 , maka
1

2 5
7 5
7 2
+ (1)1+2(1)
+ (1)1+3(6)
1
4
3
4
3 1
(1)(2)(8 (5)) + (1)( 1)(28 15) + 6(1)(7 (6))
26 + 13 + 78
117.
(1)1+1(2)

1 2 3
/ )' $

- -

Diberikan matriks C = 4 5 6 . Tunjukkan bahwa det(C) = 0

7 8 x
jika dan hanya jika x = 9.
det(C) = (1)1+1(1)(5x 6.8) + (1)1+2(2)(4x 6.7) + (1)1+3(3)(4.8 7.5)
= 5x 48 8x + 84 + 96 105
= 27 3x
= 3(9 x).
Jadi det(C) = 0 jika dan hanya jika x = 9.

1+ i
/ )' $

- -

Diberikan matriks D = 2 i

3 2i 1 i
2

2i 1 i

z M3(C). Tentukan
2z

nilai z agar det(D) = 0.


%
det(D) = (1)1+1(1 + i)(2.2z (1 i)z) + (1)1+2(3 2i)((2 i)2z z.2i)
+ (1)1+3(1 i)((2 i)(1 i) 2(2i))
= (1 + i) (5 + i)z + (3 2i)(4 4i)z + (1 i)(3 5i)
= 26iz + (8 2i).
Jadi det(D) = 0 jika dan hanya jika
8 + 2i
1 4i
z=
=
.
26i
13

C **3

9 3)( - % &

D ())7

14

Salah satu perhitungan determinan yang paling sederhana yaitu untuk matriks
segitiga bawah.

'*

* 8

- -

Jika A = [aij] Mn(F) dengan aij = 0 untuk i < j, maka

det(A) = a11a22ann =

aii .

(2.2)

i =1

Jika A adalah suatu matriks segitiga atas, maka persamaan (2.2) memberikan
hasil yang benar dan bisa dibuktikan sejalan dengan matriks segitiga bawah. Suatu kasus
khusus yang penting yaitu untuk matriks diagonal. Jika diketahui A = diag(a11, a22, ,
ann) maka diperoleh det(A) = a11a22ann. Lebih khusus lagi, untuk matriks skalar kIn
akan diperoleh det(kIn) = kn.
Teorema berikut menyatakan bahwa dapat dilakukan ekspansi determinan
sepanjang suatu baris atau kolom tertentu. Buktinya tidak mudah, karena itu diabaikan.

'*

* 8

Diberikan matriks A Mn(F).

- -

det(A) =

j =1

( 1)i + j aij M ij

untuk suatu i = 1, 2, n, yang disebut dengan ekspansi minor baris ke-i, atau

det(A) =

i =1

( 1)i + j aij M ij

untuk suatu j = 1, 2, n, yang disebut ekspansi minor kolom ke-j.

Pernyataan ( 1)i+ j mengikuti pola papan catur dengan tanda sebagai berikut:
+ +
+
+ +

8
8' - Jika pada suatu matriks terdapat baris nol (baris yang semua
unsurnya nol), maka nilai determinannya sama dengan nol. Hasil yang sama juga
diperoleh untuk kolom.
-

"

"

*. )
- Diberikan A Mn(F). Didefinisikan kofaktor (i, j) dari A,
dinotasikan Cij(A) atau ditulis singkat dengan Cij, yaitu

Cij = ( 1)i + j M ij .

menjadi

Menggunakan terminologi tersebut, dapat dituliskan kembali persamaan (2.1)


n

det(A) =

j =1

a1 j C1 j .

(2.3)

Karena itu, Teorema 2.1.2 dapat dituliskan kembali seperti di bawah ini.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

15

'*

* 8

- -

Diberikan A Mn(F). Determinan dari matriks A dirumuskan:


n

det(A) =

j =1

aij C ij

untuk suatu i = 1, 2, n, atau


n

det(A) =

i =1

aij Cij

untuk suatu j = 1, 2, n.

/ )' $

Hitung determinan matriks


25 5 1

- -

A = 64 8 1 .
144 12 1
- Akan dihitung det(A) dengan menggunakan ekspansi kofaktor baris

%
pertama yaitu

det(A) =

n
j =1

a1 j C1 j = a11C11 + a12C12 + a13C13.

Dalam hal ini perlu dicari dulu minor dan kofaktor dari unsur-unsur baris pertama.
8 1
= 4,
12 1
C11 = (1)1+1(4) = 4,
Jadi

64 1
= 80,
144 1
C12 = (1)1+2(80) = 80,

M11 =

/ )' $

64 8
= 80.
144 12
C13 = (1)1+3(384) = 384.

M12 =

M13 =

det(A) = 25(4) + 5.80 + 1(384) = 84.

Hitung determinan dari matriks


4 0 4 4

- -

B=

1 0

1 1

7 0 14 5
6 3 14 2

%
- Karena pada kolom kedua terdapat unsur nol maka perhitungan
det(B) akan lebih mudah dengan menggunakan ekspansi kofaktor kolom kedua, yaitu
det(B) = a12C12 + a22C22 + a32C32 + a42C42 = a42C42
4 4 4

3 1

7
=

3(4.1.5 + 4.1.7 + 4(1)14 7.1.4 14.1.4 5(1)4)

14 5

216.

2 1
/ )' $

- -

Diberikan C =

7
3

2 5 .
1

Hitung det(C) dengan membentuk


(i)
ekspansi baris ketiga,
(ii) ekspansi kolom kedua.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

16

(i)

%
det(C) =

(ii)

=
det(C) =

(1)3+1(3)((1)(5) 2.6) + (1)3+2(1)(2(5) 6.7)


+ (1)3+3(4)(2.2 (1)7)
21 + 52 + 44 = 117.
(1)1+2(1)(7.4 (3)(5)) + (1)2+2(2)(2.4 6(3))
+ (1)3+2(1)(2(5) 6.7)
13 + 52 + 52 = 117.

*
8 - Jika dua baris atau dua kolom dari matriks A Mn(F) adalah
identik atau sama, maka det(A) = 0.
Hasil berikut adalah hasil lain yang berkaitan dengan kofaktor.

(a)

8
n
j =1

Jika A Mn(F), maka

- -

aij C kj = 0 untuk i k;

(b)

n
i =1

aij Cik = 0 untuk j k.

'*
* 8 - Diberikan A Mn(F) dan B diperoleh dari A dengan
(i)
menukarkan baris ke-s dengan baris ke-t dari A, maka
det(B) = det(A),
dinamakan perubahan baris determinan (row-alternancy of determinants);
(ii) mengalikan suatu baris ke-i dari A dengan k F, maka
det(B) = k.det(A),
dinamakan homogenitas baris determinan (row-homogeneity of determinants).
8
8' - Jika dua baris atau dua kolom dari matriks A Mn(F), A = [aij],
adalah sebanding atau proporsional, maka det(A) = 0.
'*

* 8

- -

Diberikan A Mn(F), maka


det AT = det ( A) .

( )

2
/ )' $

- -

det 1

7 3

2 1

6 5
8
(i)
(ii)

1 = det
4

2 5 = 117.
1

8' - Diberikan A Mn(F) dan C diperoleh dari A dengan


menukarkan kolom ke-s dengan kolom ke-t dari A, maka
det(B) = det(A),
disebut sifat perubahan kolom determinan,
mengalikan suatu kolom ke-i dari A dengan k F, maka
det(B) = k.det(A),
disebut sifat homogenitas kolom determinan.
8' - -

C **3

Diberikan A Mn(F), maka


det(kA) = kndet(A).

9 3)( - % &

D ())7

17

8 2"

*. )
- Diberikan A Mn(F). Didefinisikan adjoin (adjoint) dari A,
dinotasikan dengan adj(A), adalah transpos dari matrik kofaktor A. Dengan kata lain
C11 C 21
C n1
adj(A) =

/ )' $

C12

C 22

Cn2

C1n

C 2n

C nn

Diberikan matriks
1 2

- -

A= 4 5 6 .
7 8 10
Kofaktor-kofaktor dari matriks A yaitu
5 6
4 6
C11 =
= 2,
C12 =
= 2,
8 10
7 10
C21 =
C31 =

2 3
= 4,
8 10

2 3
5 6

C22 =

= 3,

C13 =

1 3
= 11,
7 10

C32 =

1 3
4 6

Jadi

2
adj(A) =

C23 =

= 6,

C33 =

1 2
= 6,
7 8

1 2
4 5

= 3.

4 3

2 11
3

4 5
= 3,
7 8

6.

6 3

Adjoin dari suatu matriks bermanfaat dalam kaitannya dengan invers dari suatu
matriks (jika ada).
Teorema 2.2.1 dan Lemma 2.2.2 bisa dikombinasikan dan memberikan hasil
berikut ini.

'*

* 8

- -

Jika A Mn(F), maka


A.adj(A) = det(A).In = adj(A).A.

Lemma berikut berguna untuk menyederhanakan dan menghitung determinan


secara numerik. Bukti diperoleh dengan mengekspansikan sepanjang baris atau kolom
yang berkorespondensi.

*
8
kolom.

- -

Determinan merupakan suatu fungsi linear dari setiap baris dan

8
8' - Jika kelipatan suatu baris ditambahkan ke baris lainnya, maka
nilai determinannya tidak berubah. Hal ini sejalan untuk kolom.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

18

/ )' $ - 0 2 4

2.1

2 .2

det 1 2 3

=21

3 = 2 0

6 6 .1 7 6 .2 9 6 .3

6 7 9

0 5 9

= 2 0

2 = 2 0

1 2 3

0 5 + 5.1 9 + 5.2
-

0 5 9

1 2 = 2.1.1.1 = 2.

0 0

*%

Untuk menghitung determinan secara numerik, sebaiknya mereduksi matriks ke


bentuk eselon baris dengan mengingat setiap perubahan tanda yang disebabkan oleh
pertukaran baris dan juga pengambilan faktor dari suatu baris.

*. )
- Terdapat 3 jenis operasi baris elementer yang dapat dibentuk
pada suatu matriks.
I.
Mempertukarkan 2 baris:
bi b j yang berarti menukarkan baris ke-i dengan baris ke-j.
II.
III.

Mengalikan suatu baris dengan skalar tak nol:


bi k .bi yang berarti mengalikan baris ke-i dengan skalar tak nol k.
Menambahkan kelipatan suatu baris ke baris lain:
b j b j + k .bi yang berarti baris ke-j ditambah dengan k kali baris ke-i.

*. )
- Suatu matriks A dikatakan ekuivalen baris (row-equivalent)
dengan matriks B jika B dapat diperoleh dari matriks A dengan serangkaian operasi baris
elementer.
/ )' $
1
A= 2

- 2 0

1 1

1 1 2

b2

Berikut ini pengerjaan operasi baris elementer dari kiri ke kanan.


1 2 0 b b 1 2 0 2b
2
4 0
+ 2b
3

4 1 5
1 1 2

1 1 2

4 1 5

1 1 2 = B.

4 1 5

Jadi A ekuivalen baris dengan B. Jelas bahwa B juga ekuivalen baris dengan A yang
dibentuk dari B dengan operasi baris invers: 12 b1, b2 b3, b2 2b3.

/ )' $ - Hitung determinan matriks di bawah ini menggunakan beberapa


operasi baris elementer.
1 2 3

4 5 6 .
8 8 9
%
- Digunakan operasi baris b2 4b1 dan b3 8b1 yang dilanjutkan
dengan ekspansi sepanjang kolom pertama, diperoleh
1 2 3
1
2
3
3 6
1
2
1 2
4 5 6 = 0 3 6 =
= 3
= 3
= 3.
8 15
8 15
0 1
8 8 9
0 8 15

C **3

9 3)( - % &

D ())7

19

/ )' $

Hitung determinan matriks


1 1 2 1

- -

3 1 4 5
7 6 1 2
1 1 3 4
1
3
7
1

%
1
1
6
1

2 1
4 5
1 2
3 4

1
b2 3b1

=
b 7b
3

b4 b1

0 2

1 13 5
0
1
3

0
0

1 1
b3 +b2

b3 b4

0 1 13 5
0
0
1
3

1 1

0 0
1
3
0 0 12 6

1 1 1

0 0 12 6
0 0
1
3

1 1 2
b4 +12b3

0 0 1 3
0 0 0 30

60.

Perlu dicatat bahwa operasi baris elementer dan akibatnya pada nilai determinan
suatu matriks juga berlaku jika operasi tersebut dilakukan untuk kolom. Karena itu juga
dipunyai tiga jenis operasi kolom elementer.

*.
I.
II.
III.

)
- Terdapat 3 jenis operasi kolom elementer.
Mempertukarkan dua kolom.
Mengalikan suatu kolom dengan skalar tak nol.
Menambahkan kelipatan suatu kolom ke kolom lain.

/ )' $

- -

"

Buktikan bahwa

a
a2

b
b2

c = (b a)(c a)(c b).


c2

%
- Jika kolom ke-2 dan kolom ke-3 dikurangi kolom ke-1 dan
selanjutnya digunakan ekspansi sepanjang baris pertama maka diperoleh
1
1 1
1
0
0
ba
ca
a
b
c = a
ba
ca = 2
2
2
b a
c a2
a2 b2 c2
a2 b2 a2 c2 a2
= (b a )(c a )

C **3

9 3)( - % &

1
1
= (b a)(c a)(c b).
b+a c+a

D ())7

20

/ )' $ - -#
0 1
4 b b
1.

2 4 10
3

b3 3b1

4
2.

1 0

7
6

2 4 10
0

1 2

12

14

=
b + 4b
1

- -&

0
3

14 5
14 2

21 12
1
2

20

62

0 1
7
6

1 2

0 1 1
3 6 14

20

b3 12b2

b2 + 7b3

/ )' $

k1 k2

0 14 5
3 14 2

20

1 2 5

1b
2 1

b2 b3

= 124.

14 5

0 1 1 1
3 6 14 2

8
b1 21
b2

48
7

21 12

0 1

14

= 216.

Hitung

det(A) = det

2000

2
3
4

1
2
3

2
1
2

3
2
1

1999
1998
.
1997

2000 1999 1998 1997

- Diaplikasikan bn bn bn+1 untuk 1 n 1999, menjadi


1
1
1
1
1 1

1 .

2000 1999 1998 1997

Diaplikasikan kn kn + k2000 untuk 1 n 1999, diperoleh


0
2
2
2
2

1 .

2001 2000 1999 1998

det

det

C **3

9 3)( - % &

D ())7

21

Diekspansikan sepanjang kolom pertama, diperoleh


2 2 2
2 1
0 2 2
2 1
0 0 2
2 1
2001. det
0 0 0
2 1

= 2001 21998 .

0 0 0
0 1
Pada operasi baris elementer, khususnya operasi jenis III, seringkali melibatkan
skalar k yang merupakan bilangan pecahan. Akibatnya, unsur-unsur matriks hasil reduksi
dapat berupa bilangan pecahan dan hal ini akan menyulitkan perhitungan selanjutnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, dapat digunakan lebih dahulu operasi jenis II untuk
menyamakan beberapa unsur tak nol. Dalam hal ini unsur yang sama tersebut merupakan
bilangan bulat. Kemudian juga harus diingat Teorema 2.2.2 bagian (ii).

/ )' $ - -(
4
2 3 4
2
4
3 2 1
5 k1 k2
2
3
=

2
0 1 3
0 2
8 2 6
4
2
8
2
4 3 4
0
7 4
1
= 3
0 2 1 3
0
4 3
0

1b
3 4

4b2
14b3
7 b4

b2 +b1

b4 +b1

2
4 3 4
0
7 4
1

0 2 1 3
0 12 9
0

4
2
4
3
0
4.7
4 .4
4.1
. 17
0 (14)(2) (14)1 (14)(3)
0
7.4
7 .3
7.0

( )

1
3. 14 . 14

2 4
3 4
16
4
1 0 28
= 3.
4.1`4.7 0 28 14 42
0 28
21
0
6b4

3 4
1
5
1 3
6
4

b3 b2

b4 b2

2 4
3 4
16
4
1 0 28
3.
4.14.7 0 0 30 38
0 0
5 4

2 4
3 4
0 28
16
4 b4 b3
1
1
=
3.
4.14.7.6 0 0 30 38
4.14.7.2
0 0 30 24

2 4
3 4
0 28
16
4
0 0 30
38
0 0
0 14

1
.2.28.(30).(14) = 30.
4.14.7.2

Sifat lain yang perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh berkaitan dengan


determinan yaitu bahwa pada umumnya untuk matriks A, B Mn(F) tidak selalu
berlaku
det(A + B) = det(A) + det(B).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

22

/ )' $

- -+
1 2
1 1
0 1
1 0
0 2
Diberikan matriks
. Dapat diselidiki bahwa
=
+
=
+
3 4
1 1
2 3
0 1
3 3
1 2
3 4

= 2 =

-#

1 1
1 1

0 1
2 3

'

1 2

tetapi

3 4

= 2

1 0
0 1

0 2
3 3

= 5 .

*. )
-#- 4
'
% 6 Matriks A Mn(F) dikatakan tidak
singular (nonsingular) atau inversibel (invertible) jika terdapat suatu matriks B Mn(F)
sehingga
AB = In = BA.
Suatu matriks B dengan sifat seperti di atas disebut invers dari A dan dinotasikan A1. Jika
A tidak mempunyai invers maka A dikatakan singular.
/ )' $ -#Untuk matriks di bawah ini, tunjukkan bahwa A3 = 5I3 dan
simpulkan bahwa A adalah tidak singular, selanjutnya carilah A1.
0 1 0

A= 0 0 1 .
5 0 0
- Setelah diperiksa bahwa A3 = 5I3, kemudian dibentuk
1
1 2
A A2 = I 3 =
A A.
5
5

Karena itu A adalah tidak singular dengan A 1 = 15 A 2 .

'*
* 8 -#adalah tunggal.
8
dan

8' -#-

6
A 1 =

/ )' $

Invers dari matriks A Mn(F)

Jika det(A) 0 maka A adalah tidak singular


1
adj( A) .
det( A)

Determinan untuk matriks


1 2 3

-#-

B= 4 5 6
8 8 9
yaitu det(B) = 3 0. Karena itu, diperoleh

C **3

C11
1
=
C12
3
C13

9 3)( - % &

C 21
C 22
C 23

C 31
C 32
C33

3
6 3
1
12 15
6 .
=
3
8
8 3

D ())7

23

/ )' $

Pada Contoh 2.2.1 sudah dihitung determinan dari matriks


25 5 1

-#-

C = 64 8 1
144 12 1
yaitu det(C) = 84 0. Karena sudah didapatkan nilai C11 = 4, C12 = 80, dan C13 = 384,
selanjutnya akan dihitung kofaktor untuk unsur-unsur baris ke-2 dan ke-3.
5 1
25 1
25 5
= 7, C22 = (1)4
= 129, C23 = (1)5
= 420,
C21 = (1)3
12 1
144 1
144 12
C31 = (1)4

5 1

= 3, C32 = (1)5

25 1

8 1
64 1
Diperoleh adjoin dari matriks C yaitu
4

80 129

adj(C) =

384

1
1
=
adj(C ) =
det(C )
84
a

25 5
64 8

= 120.

3
39 ,

420 120

karena itu invers untuk matriks C yaitu


1

C33 = (1)6

= 39,

80 129
384

3
39 .

420 120

dengan det (A) = ad bc 0, maka A


c d
adalah tidak singular dengan inversnya yaitu
d b
1
.
A 1 =
a
det( A) c

Jika matriks A =

8' -#-

Jika A dan B adalah matriks tak singular yang berukuran sama, maka dipunyai
sifat-sifat seperti berikut ini.
1.
(A1)1 = A;
2.

(A ) = (A )

3.

(kA)1 = 1 A1 , untuk setiap k R, k 0;

n 1

1 n

dengan n = 0, 1, 2, ;

k
(AB)1 = B1A1.
Di sini hanya akan dibuktikan sifat yang keempat.
(AB)(B1A1) = A(BB1)A1 = AInA1 = AA1 = In.
Sejalan dengan itu
(B1A1)(AB) = In.
Perluasan untuk hasil kali dari m matriks tak singular yaitu jika diberikan matriks
inversibel A1, A2, , Am berukuran nn maka hasil kali A1.A2Am juga inversibel.
Diperoleh
( A1 A2 ... Am1 Am )1 = Am1 Am11 ... A21 A11 .
Dengan kata lain, invers dari hasil kali sama dengan hasil kali dari invers dalam urutan
yang sebaliknya.
4.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

24

/ )' $ -#Jika A dan B adalah matriks berukuran nn yang memenuhi sifat


A2 = B2 = (AB)2 = In, buktikan bahwa AB = BA.
%
- Diandaikan A2 = B2 = (AB)2 = In. Karena itu A, B, dan AB adalah
tidak singular dengan A1 = A, B1 = B, dan (AB)1 = AB. Berdasarkan sifat (AB)1 = B1A1
maka AB = BA.
Suatu kelas penting dari matriks tak singular yaitu matriks baris elementer.

*. )
-#Terdapat tiga jenis matriks baris elementer (elementary-row
matrix) yang berkorespondensi untuk tiga jenis operasi baris elementer.
I.
Eij = E(bi bj), (i j), diperoleh dari matriks identitas In dengan menukarkan baris
ke-i dan baris ke-j.
II.
Ei(k) = E(k.bi), (k 0), diperoleh dengan mengalikan baris ke-i dari In dengan skalar
k.
III. Eij(k) = E(k.bj + bi), (i j), diperoleh dari In dengan menambahkan k kali baris ke-j
ke baris ke-I.
/ )' $

-#-#
Untuk matriks identitas I3, dipunyai
1 0 0
1 0 0

1 0

E23 = 0 0 1 , E2(1) = 0 1 0 , E23(1) = 0

0 1 0

1 1 .

0 0

'*
* 8 -#Diberikan matriks A Mn(F) dan matriks baris elementer E
berukuran nn jenis I, II, dan III.
(1) Matriks EA diperoleh dari A dengan membentuk operasi baris elementer yang
bersesuaian.
(2) Matriks AE diperoleh dari A dengan membentuk operasi kolom elementer yang
bersesuaian.
/ )' $

-#-&
a

E 23 c
e
8
I.
II.
III.

b
1 0 0 a
d = 0 0 1 c
f
0 1 0 e

b
a
d = e
f
c

b
f
d

b2 b3

a
c
e

b
d .
f

Tiga jenis matriks baris elementer adalah tidak singular.

8' -#-

))1 = E (bi b j ).
(Ei (k ))1 = Ei (k 1 ) , artinya (E (k .bi ))1 = E (k1 .bi ).
(Eij (k ))1 = Eij ( k ) , artinya (E (k.b j + bi ))1 = E ( k.b j + bi ) .
Eij1

((

= Eij , artinya E bi b j

/ )' $
%

-#-(

Tentukan matriks D = E3(5)E23(2)E12 dan D1.

0 1 0

0 1 0

0 1 0

D = E3(5)E23(2) 1 0 0 = E3(5) 1 0 2 = 1 0 2 .

0 0 1

0 0 1

0 0 5

Ditentukan D sebagai berikut

C **3

9 3)( - % &

D ())7

25

D1

D1

= (E3(5)E23(2)E12) 1 = (E12 )1 (E 23 (2 ))1 (E3 (5))1


= E12E23(2)E3(5 1)
1 0 0
1 0
0
0 1 52
= E12E23(2) 0 1 0 = E12 0 1 52 = 1 0
0 .
1
1
1
0 0 5
0 0
0 0
5
5

Ingat bahwa A dan B adalah ekuivalen baris jika B dapat diperoleh dari A dengan
serangkaian operasi baris elementer. Jika E1, E2, , Er secara berurutan adalah matriks
baris elementer, maka
B = E r (...(E 2 (E1 A))...) = (E r ...E 2 E1 )A = PA ,
dengan P = ErE2E1 adalah tidak singular. Sebaliknya jika B = PA, dengan P adalah
tidak singular, maka A ekuivalen baris dengan B. Lebih lanjut terlihat bahwa P adalah
suatu hasil kali dari matriks-matriks baris elementer.

*
8 -#Jika A adalah matriks tak singular berukuran nn, maka
A adalah ekuivalen baris dengan In,
(i)
(ii) A adalah suatu hasil kali dari matriks-matriks baris elementer.
*
8 -#Diberikan matriks An yang ekuivalen baris dengan In. Matriks A
adalah tidak singular dan A1 dapat dicari dengan membentuk serangkaian operasi baris
elementer pada In seperti mengubah A ke In.
Berdasarkan lemma di atas bahwa jika A adalah singular maka A ekuivalen baris
dengan suatu matriks yang baris terakhirnya adalah nol.
1 2
adalah tidak singular. Tentukan
1 1
matriks F1 dan nyatakan F sebagai hasil kali matriks-matriks baris elementer.
%
- Dibentuk matriks yang diperbesar [F|I2] yang terdiri dari F dan I2.
Serangkaian operasi baris elementer akan mereduksi F ke I2 dan I2 ke F1.
1 2 1 0 b2 b1 1 2
1 0 ( 1)b2 1 2 1 0 b1 2b2
[F I 2 ] =
1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1

/ )' $

-#-+

Diketahui bahwa F =

1 0 1 2
.
0 1
1 1
Oleh karena itu F ekuivalen baris dengan I2 dan F adalah tidak singular dengan

F 1 =
Diperhatikan juga bahwa
Oleh karena itu

F1
F

1 2
.
1 1

E12(2)E2(1)E21(1)F = I2.
= E12(2)E2(1)E21(1)
= E21(1)E2(1)E12(2).

Jadi untuk menentukan invers dari suatu matriks yang inversibel, selain
menggunakan rumus adjoin bisa juga diperoleh dengan operasi baris elementer.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

26

Serangkaian operasi baris elementer tersebut akan mereduksi suatu matriks An ke In dan
juga mengerjakan operasi-operasi tersebut pada In sehingga akan diperoleh A1 dari suatu
matriks yang inversibel. Hal tersebut diilustrasikan sebagai berikut:

[An
/ )' $

-#-3

In ]

[I n

reduksi

An1 .

Diberikan matriks tak singular


1 3 3

G= 1 4 3 .
1 3 4
Invers dari matriks G dapat dicari sebagai berikut:
1 3 3 1 0 0 bb2 bb1 , 1 3 3

[G

I3 ] = 1 4 3 0

1 0

1 3 4 0 0
1 0 3

4 3 0

0 1 0 1

1 0

1 1

0 1

0 0

b1 3b3

0 1 0 1 1 0
0 0 1 1 0 1

b1 3b2

7 3 3

1 0 0
0

1 0 0

1 0 1

0 = [I3 | G 1].

1 1

0 0

Jadi

7 3 3

= 1

0 .

Berikut ini diberikan suatu jenis matriks tak singular yang berkaitan dengan sifat
invers dan transposnya.

*. )
-#Matriks tak singular A Mn(F) dikatakan ortogonal
T
(orthogonal) jika A A = In, atau dengan kata lain A1 = AT.
-&

1
Berdasarkan Teorema 2.2.2 dan Akibat 2.3.1 diperoleh hasil berikut ini.

8' -& {I, II, III} maka

Jika E adalah suatu matriks baris elementer berjenis dengan

1 jika = I
det(E) = k

1
8

8' -&-

jika = II .
jika = III

Diberikan matriks elementer E dan matriks A Mn(F), maka


det(EA) = det(E)det(A).

8
8' -&Diberikan Ei adalah matriks elementer berukuran nn, dengan i
= 1, , k, dan A Mn(F), maka
det(Ek.Ek-1..E2E1A) = det(Ek)det(Ek-1) det(E2)det(E1)det(A).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

27

Berdasarkan akibat-akibat di atas maka dapat dituliskan kembali Teorema 2.2.2


dan Akibat 2.3.1 sebagai berikut:
(a) det(EijA) = det(A);
(b) det(Ei(k)A) = k.det(A), jika k 0;
(c) det(Eij(k)A) = det(A).

8
8' -&Matriks A Mn(F) adalah inversibel jika hanya jika det(A) 0.
Pernyataan ini ekuivalen dengan A adalah tidak inversibel jika hanya jika det(A) = 0.
8
8' -&-#
Diberikan A, B Mn(F), maka berlaku
(a) det(AB) = det(A)det(B);
(b) det(AB) = det(BA);
(c) jika det(A) 0, maka det(A1) = (det(A))1.
/ )' $

Untuk matriks A Mn(C), tentukan nilai p sehingga


1 1+ i p

-&-

A= 3 2i
5 2+i
tidak inversibel.
%

i
p

det(A)

1+ i

p
det 0 1 4i i 3 p
0 3 4i 4 p
1

=
(1 4i)(4p) (i 3p)(3 4i)
=
p(4 + 16i 9 12i) + 3i 4
=
(5 + 4i)p + 3i 4.
Karena itu, det(A) = 0 jika hanya jika
(5 + 4i)p + 3i 4 = 0,
yang berarti bahwa
4 3i
p=
.
5 + 4i
Jadi, matriks A tidak inversibel jika hanya jika
4 3i
(4 3i )( 5 4i ) = 32 i .
p=
=
5 + 4i
( 5 + 4i )( 5 4i ) )
41
Sifat yang menarik dari suatu matriks simetris miring An yang berkaitan dengan
singularitas yaitu bahwa A adalah singular jika n adalah ganjil. Untuk melihat ini,
berdasarkan Definisi 1.4.8 dan sifat determinan akan diperoleh
det(A) = det(AT) = (1)ndet(A).
Untuk n adalah ganjil, det(A) = det(A) yang berarti det(A) = 0 dan karena itu A adalah
singular.

-(
*. )
-(Diberikan matriks A Mmn(F). Peringkat (rank) dari suatu
matriks A, dituliskan rk(A), didefinisikan sebagai ukuran terbesar dari matriks bagian
persegi yang determinannya tidak sama dengan nol.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

28

/ )' $

-(-

Diberikan matriks
3 1 2

A= 2 0 5 .
1 2 3
Dapat diperiksa bahwa matriks bagian persegi terbesar dari A yang determinannya tidak
sama dengan nol adalah matriks A itu sendiri, karena itu rk(A) = 3.

/ )' $

-(-

Diberikan matriks

3 1 2

B= 2 0 5 .
5 1 7
Karena det(B) = 0 maka rk(B) pasti lebih kecil dari 3. Selanjutnya ditentukan matriks
bagian berukuran 22 yang salah satunya yaitu
3 1
B1 =
2 0
dengan det(B1) 0. Karena itu rk(B) = 2.
Menggunakan Definisi 2.7.1 dan Akibat 2.6.4, maka dapat dituliskan kembali
singularitas suatu matriks berdasarkan peringkat matriks.

8' -(-

Suatu matriks A Mn(F) dikatakan tidak singular jika hanya

jika rk(A) = n. Matriks A dikatakan tidak singular jika hanya jika rk(A) < n.

/ )' $

-(-

Pelajari beberapa kemungkinan peringkat dari matriks


1
1
1

C= y+z
yz

z+x
zx

x+ y
xy

dengan x, y, z R.
%
- Dibentuk b2 b2 (y + z)b1 dan b3 b3 (yz)b1, diperoleh
1
1
1

0 x y
0

xz
.
( y z )( x z )

Dibentuk k2 k2 k1 dan k3 k3 k1, diperoleh


1
0
0

0 x y
0

xz
.
( y z )( x z )

Selanjutnya diperiksa beberapa cara untuk mendapatkan baris-baris yang hanya


memuat 0. Jika x = y = z, maka dua baris terakhir adalah baris nol dan karena itu rk(C) =
1. Jika tepat dua dari x, y, z yang sama, maka salah satu baris dari dua baris terakhir
adalah baris nol dan karena itu rk(C) = 2. Jika nilai-nilai x, y, z adalah berbeda, maka jelas
bahwa rk(C) = 3.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

29

Diberikan A, B Mnk(F) dan C Mkm(F). Peringkat matriks mempunyai sifatsifat sebagai berikut:
(1) rk(A) = rk(AT) = rk(AAT) = rk(ATA);
(2) rk(A + B) rk(A) + rk(B);
(3) rk(A B) |rk(A) rk(B)|;
(4) rk(AC) min(rk(A), rk(C));
(5) rk(AC) rk(A) + rk(C) k.
Peringkat dari matriks A tidak berubah jika A dikalikan dengan sebarang matriks
tak singular. Jadi, jika A adalah matriks berukuran mn dan P adalah matriks tak singular
berukuran nn, maka rk(A) = rk(AP). Lebih lanjut, untuk suatu matriks A berukuran mn,
matriks tak singular B berukuran mm, dan matriks C berukuran nn, dipunyai rk(BAC) =
rk(A). Pembahasan mengenai hal ini akan dijumpai di Bab 4.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!
-

&!
) "
&

+,

+,
)"

" '

'

"

!!

Sejauh ini, hanya diperlakukan sistem persamaan linear yang terdiri dari
persamaan yang banyaknya sama dengan variabel, dan hanya mempunyai matriks
koefisien tak singular. Tepatnya, ini adalah sistem yang selalu mempunyai suatu
penyelesaian tunggal. Pada bab ini akan dipelajari permasalahan dalam menyelesaikan
suatu sistem linier m persamaan dalam n variabel. Kasus tidak tertutup untuk sistem
persegi panjang, m n, dengan matriks koefisien singular. Ide utama yang didasarkan
pada algoritma eliminasi Gauss untuk sistem tak singular dapat secara langsung
menyesuaikan diri dalam kasus tersebut. Secara sistematis digunakan operasi baris
elementer untuk memanipulasi matriks koefisien ke bentuk reduksi tertentu yang
berbentuk segitiga atas.

Suatu persamaan linear dalam n variabel, misalkan x1, x2, , xn, adalah suatu
persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk
a1x1 + a2x2 + + anxn = b
dengan a1, a2, , an, dan b adalah konstanta.
Suatu sistem dari m persamaan linear dalam n variabel x1, x2, , xn, atas suatu
field F, disebut sistem persamaan linear (SPL), adalah keluarga dari persamaanpersamaan linear berikut ini:

a11x1 + a12x2 + + a1nxn =


a21x1 + a22x2 + + a2nxn =

b1
b2

am1x1 + am2x2 + + amnxn = bm.


Sistem persamaan tersebut dapat dituliskan secara singkat dalam bentuk:
n

a ij x j = bi , untuk i = 1, 2, , m.

j =1

Berdasarkan kesamaan dua matriks, sistem tersebut dapat dituliskan dalam bentuk
persamaan matriks tunggal, yaitu



31

a11 x1 + a12 x 2 + ... + a1n x n

b1

a 21 x1 + a 22 x 2 + ... + a 2 n x n

b2

a m1 x1 + a m 2 x 2 + ... + a mn x n

bm

dan ekuivalen dengan

a11

a12

a1n

x1

a 21

a 22

a 2n

x2

b1
=

b2

a m1 a m 2
a mn x n
bm
Relasi matriks di atas dapat dituliskan dalam bentuk yang singkat menjadi
AX = B,
dengan A adalah matriks koefisien (matrix of coefficients), X adalah matriks variabel
(matrix of variables), dan B adalah matriks konstanta (matrix of constants). Seringkali
diperlukan untuk mengeluarkan matriks variabel X dan akan menuliskan matriks yang
diperbesar (augmented matrix) dari sistem seperti
a11 a12
a1n b1

[A

a 21

B] =

a 22

a2n

b2

a m1 a m 2
a mn bm
Persamaan matriks dengan manfaat lain yang ekuivalen dengan SPL di atas yaitu
a11
a12
a1n
b1
x1

a 21

a 22

+ x2

a n1

/ )' $

- -

a 2n

+ xn

an2

Sistem

a nn

x+y+z
xy+z

=
=

b2

bn

1
0

ekuivalen dengan persamaan matriks

x
1
y =
1 1 1
0
z
1

1 1

dan juga dengan persamaan


x

1
1

+y

1
1

+z

1
1

1
0

*. )
- Himpunan penyelesaian dari suatu SPL adalah himpunan semua
vektor yang memenuhi setiap persamaan. Dengan kata lain, himpunan tersebut adalah
irisan dari himpunan penyelesaian setiap persamaan.
Secara geometris, menyelesaikan suatu SPL dalam dua atau tiga variabel adalah
ekuivalen dengan menentukan apakah keluarga garis atau bidang mempunyai titik potong

C **3

9 3)( - % &

D ())7

32

ataukah tidak. Untuk SPL dalam dalam dua variabel x dan y, penyelesaian yang mungkin
dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 3.1.

Dua garis sejajar


Tidak ada titik potong
Singular
Tidak Bebas Linear

Dua garis berpotongan


Satu titik potong
Tak singular
Bebas Linear

(a)

(b)

Dua garis berhimpit


Tak berhingga titik potong
Singular
Tidak Bebas Linear

(c)

Gambar 3.1: Irisan garis


Gambar 3.1(a) mempunyai arti bahwa sistem tidak mempunyai penyelesaian,
sedangkan untuk Gambar 3.1(b) sistem mempunyai tepat satu penyelesaian yaitu pada
perpotongannya, dan Gambar 3.1(c) sistem mempunyai tak berhingga banyak
penyelesaian.
Untuk ruang dimensi 3, suatu persamaan linear tunggal ax + by + cz = d
mendefinisikan suatu bidang P. Penyelesaian untuk sistem tiga persamaan linear dalam
tiga variabel adalah irisan dari tiga bidang, yaitu P1 P2 P3. Seperti pada sistem dalam
dua variabel, tiga bidang beririsan dalam suatu titik tunggal terjadi jika hanya jika matriks
koefisien adalah tak singular. Kasus penyelesaian tak berhingga banyak terjadi ketika tiga
bidang beririsan pada suatu garis. Di sisi lain, bidang-bidang yang beririsan pada garisgaris sejajar, tidak mempunyai titik potong yang sama, dan ini merupakan kasus dari
suatu sistem yang tidak mempunyai penyelesaian. Lebih jauh lagi, tidak ada
kemungkinan lain yang terjadi, secara jelas tidak dapat dipunyai tiga bidang yang
mempunyai secara tepat dua titik dalam irisannya. Kemungkinan penyelesaian dalam
bentuk geometris diilustrasikan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2: Irisan bidang

*. )
- Diambil suatu baris tak nol dari suatu matriks. Masukan tak nol
pertama dari baris tersebut dinamakan poros (pivot) untuk baris tersebut.
*. )
- Pada matriks yang diperbesar dari sistem linear AX = B yang
mempunyai bentuk eselon baris (tereduksi), variabel-variabel yang berkorespondensi
dengan kolom-kolom yang memuat poros disebut variabel-variabel utama (basic
variables), sedangkan variabel-variabel yang berkorespondensi dengan kolom-kolom
yang tidak memuat poros disebut variabel-variabel bebas (free variables).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

33

Secara umum, jika matriks koefisien mn dari suatu sistem m persamaan linear
dalam n variabel mempunyai peringkat r, maka terdapat m r baris nol dalam bentuk
eselon baris, dan m r persamaan tersebut harus mempunyai nol pada ruas kanan agar
sistem mempunyai suatu penyelesaian. Lebih lanjut, terdapat sejumlah r variabel utama
dan n r variabel bebas dan juga penyelesaian umum yang tergantung pada n r
parameter.
Meringkas pembahasan di atas, diketahui bahwa terdapat tiga kemungkinan
untuk penyelesaian suatu sistem linear.

'*
* 8 - Suatu sistem AX = B dari m persamaan linear dalam n variabel
mempunyai, salah satu dari: (i) tepat satu penyelesaian tunggal, (ii) tidak ada
penyelesaian, (iii) penyelesaian tak berhingga banyak.
Dalam Aljabar Linear, kita tidak hanya tertarik untuk menemukan satu
penyelesaian dari sistem persamaan linear.

*. )
- - 4 "
6
Sistem persamaan linear dikatakan konsisten
(consistent) jika mempunyai paling sedikit satu penyelesaian, dan dikatakan tidak
konsisten (inconsistent) jika tidak mempunyai penyelesaian.
/ )' $

- -

Selesaikan persamaan 2x + 3y = 6.

- Persamaan 2x + 3y = 6 ekuivalen dengan x = 3 32 y dengan y

adalah sebarang. Jadi terdapat penyelesaian tak berhingga banyaknya.

Selesaikan sistem
x+y+z
= 1
xy+z
= 0.
%
- Jika persamaan pertama dikurangi persamaan kedua maka akan
diperoleh 2y = 1 atau y = 12 . Akibatnya diperoleh

/ )' $

- -

x = y z = 12 z

dengan z adalah sebarang. Jadi terdapat penyelesaian tak berhingga banyaknya.


Tentukan suatu polinomial berbentuk
y = a0 + a1x + a2x2 + a3x3
yang melalui titik-titik (3, 2), (1, 2), (1, 5), dan (2, 1).
%
- Dengan mensubstitusikan nilai x dan y dari setiap titik ke bentuk
polinomial, akan diperoleh empat persamaan sebagai berikut:
a0 3a1 + 9a2 27a3 = 2
a0 a1 + a2 a3 = 2
a0 + a1 + a2 + a3 = 5
a0 + 2a1 + 4a2 + 8a3 = 1.
Sistem tersebut mempunyai penyelesaian tunggal yaitu
221 , a = 23 , a = 41 .
a0 = 93
, a1 = 120
2
3
120
20
20

/ )' $

- -

Jadi polinomial yang diminta adalah

y=

C **3

9 3)( - % &

93
20

221 x 23 x 2 41 x 3 .
+ 120
20
120

D ())7

34

Perlu dicatat bahwa suatu sistem linear atas field tak hingga tidak pernah
mempunyai penyelesaian yang banyaknya berhingga selain 0 atau 1. Jadi, suatu sistem
linear yang mempunyai lebih dari satu penyelesaian secara otomatis mempunyai tak
berhingga banyak penyelesaian. Hasil ini tidak diaplikasikan untuk sistem tak linear
seperti suatu persamaan kuadratik real ax2 + bx + c = 0 yang dapat mempunyai sebanyak
2, 1, atau 0 penyelesaian real.

Sekarang akan dijawab pertanyaan yang ditentukan ketika suatu sistem


persamaan linear adalah konsisten.

*
8 - Diberikan A Mmn(F) dalam bentuk eselon baris, dan diambil
X Mn1(F) sebagai matriks variabel. Sistem homogen AX = 0m1, selanjutnya cukup
ditulis AX = 0, dari m persamaan dengan n variabel mempunyai (i) suatu penyelesaian
tunggal jika m = n, (ii) penyelesaian ganda jika m < n.
Yang perlu dicatat dari lemma di atas yaitu bahwa sistem persamaan linear
homogen selalu konsisten karena pasti mempunyai suatu penyelesaian trivial.
Dipunyai bahwa jika A adalah matriks persegi tak singular maka A ekuivalen
baris dengan suatu matriks eselon baris yang tidak memuat suatu baris nol. Tetapi jika A
adalah singular maka A ekuivalen baris dengan suatu matriks eselon baris yang memuat
suatu baris nol. Selanjutnya berdasarkan Lemma 3.2.1 diperoleh akibat di bawah ini.

8
(1)
(2)

8' - Diberikan A Mn(F) dan sistem homogen AX = 0.


Jika A tidak singular, maka sistem hanya mempunyai penyelesaian trivial.
Jika A adalah singular, maka sistem mempunyai penyelesaian tak trivial.

/ )' $

- -

Sistem homogen berikut hanya mempunyai penyelesaian trivial.


xy = 0
x + y = 0.

Sistem homogen
xy+z
= 0
x+y+z
= 0
mempunyai penyelesaian trivial x = y = z = 0. Selain itu juga mempunyai penyelesaian
lengkap x = z dan y = 0 untuk sebarang z. Secara khusus, diambil z = 1 maka suatu
penyelesaian tak trivialnya yaitu x = 1, y = 0, dan z = 1.

/ )' $

- -

/ )' $

- -

Diberikan sistem AX = 0 dengan


1 2 3

A= 1 0 1 .
3 4 7
Matriks A adalah singular dan mempunyai bentuk eselon baris tereduksi
1 0 1

0 1 1 .
0 0 0
Jadi sistem mempunyai suatu penyelesaian tak trivial yaitu x = 1, y = 1, z = 1.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

35

'*
* 8 - - 4 " 7 1/
%%6 Diambil A Mmn(F), Y Mm1(F)
sebagai matriks konstanta dan X Mn1(F) sebagai matriks variabel. Sistem persamaan
AX = Y adalah konsisten jika hanya jika
rk(A) = rk([A|Y]).
Secara ringkas, berikut ini disajikan skema ketunggalan dan eksistensi
penyelesaian untuk suatu sistem linear.

AX = Y

Sistem konsisten jika


rk(A) = rk([A|Y])

Penyelesaian adalah tunggal


jika
rk(A) = banyak variabel

Sistem tidak konsisten jika


rk(A) < rk([A|Y])

Penyelesaian adalah
tak berhingga banyak jika
rk(A) < banyak variabel

Gambar 3.3: Skema ketunggalan dan eksistensi penyelesaian SPL

/ )' $

- -

Tunjukkan apakah sistem AX = Y berikut ini adalah konsisten.


25 5 1 x1
106,8

64

1 x2 = 177,2 .

144 12 1 x3

279,2

- Dibentuk matriks yang diperbesar dari sistem, yaitu


25 5 1 106,8

[A

Y ] = 64 8 1 177,2 .
144 12 1 279,2

Pada Contoh 2.2.1 diperoleh bahwa det(A) = 48 0, karena itu rk([A|Y]) = 3 dan juga
rk(A) = 3. Karena rk(A) = rk([A|Y]) maka sistem tersebut adalah konsisten.
Diberikan dua sistem persamaan linear homogen dalam n variabel yang
mempunyai matriks koefisien A dan B. Jika setiap baris dari B adalah kombinasi linear
dari baris-baris A (yaitu jumlahan dari kelipatan baris-baris A) dan setiap baris A adalah
kombinasi linear dari baris-baris B, maka ini mudah dibuktikan bahwa dua sistem
mempunyai penyelesaian yang sama. Sebaliknya adalah benar tetapi tidak mudah untuk
dibuktikan. Sejalan dengan itu jika A dan B mempunyai bentuk eselon baris tereduksi
yang sama, maka kedua sistem mempunyai penyelesaian yang sama dan sebaliknya juga
benar.
Hal tersebut juga sejalan dalam kasus dua sistem yang tidak homogen, dengan
syarat bahwa dalam pernyataan yang sebaliknya diperlukan kondisi tambahan bahwa
kedua sistem adalah konsisten.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

36

Lebih lanjut, untuk sistem linear konsisten yang berhubungan dengan dua atau
lebih persamaan diperlukan sekali suatu metode yang sistematis agar dapat ditemukan
semua penyelesaiannya. Penyelesaian sistem linear homogen maupun tak homogen yang
konsisten dapat dicari dengan bermacam-macam cara. Berikut ini akan dibahas cara
menyelesaikan sistem linear dengan menggunakan invers, aturan Cramer, eliminasi
Gauss-Jordan, dan dekomposisi LU.

Suatu sistem persamaan linier AX = Y dapat diselesaikan dengan menggunakan


invers matriks dan aturan Cramer jika A merupakan matriks persegi tak singular.

'*
* 8 - Jika A adalah tak singular, maka sistem AX = Y mempunyai
penyelesaian tunggal X = A 1Y .
/ )' $

%
[A|I3] =

Selesaikan sistem di bawah ini dengan menggunakan invers.


x+y+z = 6
2x + 3y + 4z = 20
4x + 2y + 3z = 17.
- Dicari invers dari matriks koefisien sebagai berikut:
1 1 1 1 0 0 bb2 42bb1 1
1 1
1 0 0 b + 2b

- -

2 3 4
4 2 3

0 1 0
0 0 1

1 1 1

1 0 0

0 1 2
0 0 3

2 1 0
8 2 1

1 1 0
0 1 0
0 0 1

11
3
10
3
83

32
13
2
3

0
1 2
0 2 1

1b
3 3

13
32

1
3

2 1 0
4 0 1

1 1 1
0 1 2

1 0 0
2 1 0

0 0 1

83

2
3
1
3
10
3
83

1 0 0
0 1 0
0 0 1

b1 b2

b2 2b3
b1 b3

1
3

13
13
2
3

1
3
2
3
1
3

= [I3|A1].

Diperoleh
1
x
3
y = 10
3
z
83

13

1
3
2
3

1
3
2
3
1
3

20 = 2 .
17

'*
* 8
Sistem

- - 48

ax + by = e
cx + dy = f
mempunyai penyelesaian tunggal jika = ad bc 0, yaitu
y
x
x=
dan y =
,

e b
a e
dengan x =
dan y =
.
f d
c f

C **3

9 3)( - % &

D ())7

%6

37

Sistem homogen
ax + by = 0
cx + dy = 0
hanya mempunyai penyelesaian trivial jika = ad bc 0.

8' - -

/ )' $

- -

Sistem

7x + 8y = 100
2x 9y = 10
y
x
mempunyai penyelesaian tunggal x =
dan y =
dengan

100
8
7 100
= 7(9) 2.8 = 79, x =
= 980, y =
= 130.
10 9
2 10
Jadi x =

980
130
dan y =
.
79
79

Secara umum, untuk sistem AX = Y dalam n persamaan dan n variabel x1, x2, ,
xn, dinotasikan xi (i = 1,2, n) adalah determinan untuk matriks yang diperoleh dari A
dengan mengganti kolom ke-i, yang berkorespondensi dengan variabel xi, dengan kolom
konstanta. Penyelesaian dari sistem adalah tunggal yang dirumuskan oleh
x
xi = i , untuk i = 1, 2, , n,

dengan adalah determinan dari matriks A.

/ )' $ - Akan diselesaikan sistem pada Contoh 3.3.1 dengan


menggunakan aturan Cramer. Pertama kali dihitung dulu determinan dari A yaitu det(A) =
= 3. Selanjutnya dari rumus Cramer di atas, diperoleh
6 1 1
1 6 1
1 1 6

x = 20 3 4 = 3 , y = 2 20 4 = 6 , dan z = 2 3 20 = 9 .
17 2 3

4 17

4 2 17

Karena itu penyelesaian untuk sistem yaitu


3
6
9
x = =1, y = = 2 , z = = 3.
3
3
3

-#
Jika matriks yang diperbesar dari SPL dibawa ke bentuk eselon baris (tereduksi)
dengan serangkaian operasi baris elementer, maka penyelesaian dari sistem dapat
diperoleh dari pengamatan.

/ )' $ -#Diberikan matriks yang diperbesar dari sistem dan sudah dibawa
ke bentuk eselon baris tereduksi yaitu
1 0 0
5

1 0 2 .

0 0

Jika variabel-variabel sistem adalah x1, x2, dan x3 untuk kolom 1, 2, dan 3 secara
berurutan, maka penyelesaian untuk sistem di atas yaitu x1 = 5, x2 = 2, dan x3 = 1.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

38

/ )' $ -#Diberikan matriks yang diperbesar dari sistem mempunyai


bentuk eselon baris tereduksi yaitu
1 0 0 4 1

0 1 0 2

6 .

0 0 1 3

Dimisalkan variabel-variabel sistem adalah x1, x2, x3, dan x4 untuk kolom 1, 2, 3 dan 4
secara berurutan. Sistem persamaan yang berkorespondensi yaitu
x1 + 4x4 = 1
x2 + 2x4 = 6
x3 + 3x4 = 2.
Karena kolom 1, 2, dan 3 memuat poros berarti variabel x1, x2, dan x3 sebagai variabel
utamanya, sedangkan x4 sebagai variabel bebasnya.
Selanjutnya dengan menyelesaikan sistem untuk variabel utama diperoleh
x1 = 1 4x4
x2 = 6 2x4
x3 = 2 3x4.
Diambil nilai tertentu untuk x4, misalkan k, diperoleh penyelesaian sistem yaitu

x1 = 1 4k, x2 = 6 2k, dan x3 = 2 3k.

/ )' $ -#baris tereduksi yaitu

Diberikan matriks yang diperbesar dari sistem berbentuk eselon

1 0 0 0
0 1 2 0 .
0 0 0 1
Karena sistem memuat persamaan dengan bentuk 0x1 + 0x2 + 0x3 = 1 yang tidak pernah
mempunyai penyelesaian, maka sistem tersebut tidak konsisten.
Secara umum, SPL dengan m persamaan dalam n variabel dapat diselesaikan
dengan eliminasi Gauss (Jordan). Prosedur untuk menghasilkan bentuk eselon baris
dinamakan eliminasi Gauss, sedangkan prosedur untuk menghasilkan bentuk eselon
baris tereduksi dinamakan eliminasi Gauss-Jordan.
Berikut ini diberikan langkah-langkah eliminasi Gauss.

Langkah 1: Tentukan kolom tak nol paling kiri.


Langkah 2: Jika unsur yang paling atas/ puncak dari kolom yang ditentukan
dalam langkah pertama sama dengan nol, maka tukarkan baris atas dengan baris
lain sehingga unsur puncak dari kolom tersebut adalah tidak nol.
Langkah 3: Jika unsur yang sekarang berada di puncak dari kolom yang
ditentukan dalam langkah pertama tidak sama dengan nol, katakan a 0, maka
baris pertama dikalikan dengan 1a agar diperoleh 1 utama.
Langkah 4: Tambahkan kelipatan yang tepat dari baris teratas ke baris-baris di
bawahnya sehingga semua unsur di bawah 1 utama sama dengan nol.
Langkah 5: Tutup baris paling atas dari matriks tersebut dan lakukan mulai
langkah pertama lagi untuk matriks bagian yang tersisa.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

39

/ )' $

Diberikan matriks
0 0 2

-#-

12

2 4 10 6

12

28 .

2 4

6 15 1

Matriks tersebut dapat dibawa ke bentuk eselon baris dengan langkah :


1. Kolom tak nol paling kiri yaitu
0

2
2
2. Karena unsur puncak kolom tersebut adalah 0 maka baris pertama ditukar dengan
baris kedua menjadi
2 4 10 6 12 28

0 0

2 4

6 15 1

12 .

3. Karena unsur puncak dari kolom pertama sama dengan 2, maka baris pertama dibagi
dua sehingga menjadi
1 2 5 3 6
14

0 0 2 0

12

2 4 5 6 15 1
4. Unsur di bawah 1 utama pada kolom pertama dibuat sama dengan nol dengan cara
baris ketiga dikurangi dua kali baris pertama, sehingga menjadi
1 2 5 3 6
14

0 0 2 0
0 0

12

0 17 29

5. Dilakukan lagi seperti langkah pertama dan seterusnya dengan menutup baris
pertama:
1 2 5 3 6
14 1 b2 1 2 5 3
6
14 b 5b

0 0 2 0

0 0

0 0

1
0

12

0 17 29

1 2 5 3
0 0

0
0

1
2

7
2

14

2b3

6
1

72

0 0

0 0

0 17 29

1 2 5 3

0 0

0 0

7
2

14
6 .
2

Matriks yang terakhir sudah berbentuk eselon baris.


Selanjutnya untuk mendapatkan bentuk eselon baris tereduksi (eliminasi GaussJordan) dari bentuk eselon baris, ditambahkan langkah berikut.

Langkah 6: Dimulai dari baris tak nol terakhir dan dikerjakan ke atas,
ditambahkan kelipatan yang sesuai dari baris tak nol tersebut ke baris di atasnya
untuk mendapatkan nilai nol di atas 1 utama.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

40

/ )' $ -#-#
Berikut ini dilanjutkan proses dari matriks eselon baris pada
Contoh 3.5.4 untuk memperoleh bentuk eselon baris tereduksi:
1 2 5 3 6 14 b2 + 7 b3 1 2 5 3 6 14 b 6b

0 0

0 0

0 72
0

1 2 5 3 0 2
0 0

0 0 1

0 0

0 1 2

0 0

0 0

0 0

0 1

1 2 0 3 0 7

b1 +5b2

0 0 1 0 0 1 .
0 0 0 0 1 2

Selesaikanlah sistem berikut dengan eliminasi Gauss-Jordan


x1 + 3x2 2x3 + 2x5 = 0
2x1 + 6x2 5x3 2x4 + 4x5 3x6 = 1
5x3 + 10x4 + 15x6 = 5
2x1 + 6x2 + 8x4 + 4x5 + 18x6 = 6.
%
- Matriks yang diperbesar dari sistem dibawa ke bentuk eselon baris
tereduksi seperti berikut:
1 3 2
0 2
0
0 b 2b 1 3 2
0 2
0
0

/ )' $

-#-&

0 0
2 6

5
0

10 0
8 4

15
18

1 3 2

0 2

0 0

0 0

2 0

3 1

0 0
0 0

5 10 0 15 5
4 8 0 18 6

0 0

1 2 0 3 1

0 0
0 0

0 0 0 6 2
0 0 0 0 0

5
6

1 3 2 0 2 0 0

b3 5b2
b4 4b2

1b
6 3

1 3 2 0 2 0 0
0 0

b4 2b1

2 6 5 2 4 3 1

0 0
0 0
0 0

1 2 0 3 1

5
4

10 0
8 0

15
18

5
6

b2

1 3 2 0 2 0 0
0 0

1 2 0 3 1

0 0
0 0

0 0 0 0 0
0 0 0 6 2

b3 b4

1 3 2 0 2 0 0
0 0

1 2 0 3

0 0
0 0

0 0 0 1 13
0 0 0 0 0

b2 3b2

1 3 0 4 2 0 0
b1 + 2b2

1 2 0 0 0

1
3

0 0

1 2 0 0 0

0 0
0 0 0 1
0 0 0 0 0 1 13
0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
Matriks yang terakhir sudah berbentuk eselon baris tereduksi. Diperoleh sistem
persamaan yang berkorespondensi yaitu
x1 + 3x2 + 4x4 + 2x5 = 0
x3 + 2x4 = 0
x6 = 13 .

dan diselesaikan dalam variabel utama, diperoleh


x1 = 3x2 4x4 2x5
x3 = 2x4
x6 = 13 .

C **3

9 3)( - % &

D ())7

41

Selanjutnya dengan mengambil nilai sebarang x2 = r, x4 = s dan x5 = t maka diperoleh


penyelesaian untuk sistem dengan rumus
x1 = 3r 4s 2t, x3 = 2s, dan x6 = 13 .
Seringkali lebih disukai untuk menyelesaikan SPL dengan eliminasi Gauss.
Apabila eliminasi ini dikerjakan maka untuk menentukan penyelesaian akhir dari sistem
persamaan linear yang berkorespondensi digunakan teknik yang dinamakan substitusi
balik (back-substitution) yaitu
1. Diselesaikan persamaan untuk variabel utama.
2. Dimulai dari persamaan paling bawah dan dikerjakan ke atas secara berurutan
disubstitusikan setiap persamaan ke persamaan di atasnya.
3. Diambil sebarang nilai untuk variabel bebas, jika ada.

/ )' $

-#-(

Pada Contoh 3.5.6 diperoleh matriks eselon baris yaitu


1 3 2 0 2 0 0
0 0

1 2 0 3

0 0
0 0 0 1
0 0
0 0 0 0
Sistem persamaan yang berkorespondensi yaitu
x1 + 3x2 2x3 + 2x5
x3 + 2x4 + 3x6
x6

1
3

0
=
=
=

0
1
1
.
3

Sistem diselesaikan dengan subsitusi balik sebagai berikut.


Pertama kali dinyatakan dulu persamaan di atas dalam variabel utama yaitu
(1)
x1
= 3x2 + 2x3 2x5
(2)
x3
= 2x4 3x6
x6
= 13
(3)

Dengan mensubstitusikan nilai x6 dari persamaan (3) ke persamaan (2), diperoleh


x3
= 2x4 3( 13 ) = 2x4 1.

Kemudian nilai x3 disubstitusikan ke persamaan (1), diperoleh


x1 = 3x2 + 2(2x4 1) 2x5 = 3x2 4x4 2x5 2.
Jika diambil sebarang nilai x2 = a, x4 = b dan x5 = c maka diperoleh penyelesaian akhir
untuk sistem yaitu
x1 = 3a 4b 2c 2, x3 = 2b 1, dan x6 = 13 .

*. )
-#Dalam eliminasi Gauss (Jordan), kelipatan (bilangan) dari suatu
baris dikurangkan dari baris lainnya untuk memperoleh masukan nol disebut pengali
(multiplier). Sebagai contoh, suatu operasi b3 2b1 memberikan suatu pengali m31 = 2.
Berikut ini adalah prinsip yang umum untuk sistem AX = Y.
Suatu sistem linear adalah tidak konsisten jika bentuk eselon baris A memuat suatu
baris nol dan ruas kanan dari persamaan yang berkorespondensi tidak sama dengan
nol. Jika bentuk eselon baris dari matriks A tidak memuat suatu baris nol, maka
sistem selalu konsisten, dengan mengabaikan ruas kanan.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

42

Jika setiap kolom pada bentuk eselon baris dari matriks koefisien memuat 1 utama
dari suatu baris, maka sistem linear tidak akan pernah mempunyai lebih dari satu
penyelesaian.
Di sisi lain, jika suatu kolom tidak memuat 1 utama untuk suatu baris, maka
variabelnya dapat berupa himpunan sebarang dan akibatnya jika terdapat suatu
penyelesaian, maka penyelesaian tersebut tak berhingga banyaknya.
Cara lain menyatakan prinsip kedua yaitu apakah suatu sistem linear dapat
mempunyai lebih dari satu penyelesaian atau tidak, tergantung pada apakah bentuk eselon
baris dari matriks koefisien mempunyai kolom yang lebih banyak daripada baris tak nol.
(Catat bahwa bentuk eselon baris tidak mungkin mempunyai kolom yang lebih sedikit
dari baris tak nol. (Kenapa?))
Secara khusus, jika matriks koefisien asli mempunyai kolom lebih banyak dari
baris, maka sistem tidak hanya mempunyai satu penyelesaian. Aplikasinya adalah Lemma
3.2.1 yang sudah dibicarakan lebih dulu.

-&

"

"

Sekarang diandaikan bahwa diperlukan untuk menyelesaikan AX = Y secara


berulang, untuk suatu matriks A berukuran nn tetapi untuk ruas kanan Y berganda.
Dalam hal ini dapat dimanfaatkan faktorisasi (hasil kali matriks elementer). Asumsinya
yaitu bahwa A dapat direduksi ke bentuk eselon baris tanpa menukarkan baris. Alasan
untuk asumsi tersebut yaitu bahwa pengembangannya lebih sederhana.
Jadi dipunyai matriks elementer E1, E2, , Ek, yang menyatakan jumlahan suatu
kelipatan sembarang baris i ke sembarang baris j, dengan i > j, sehingga EkEk1 E1A =
U, suatu matriks ekuivalen baris dalam bentuk eselon baris. Karena E i1 ada untuk setiap
1

k, maka A = E11 E 21 ...E k1U . Berdasarkan aksi dari setiap matriks, dapat dilihat

bahwa setiap matriks tersebut adalah segitiga bawah, dan karena itu E i1 juga segitiga
bawah. Pada kenyataannya, matriks Ei dan Ei1 adalah segitiga bawah satuan (unit lower
triangular), yang berarti bahwa semua masukan diagonal utamanya adalah 1. Diketahui
bahwa hasil kali matriks-matriks segitiga bawah satuan adalah segitiga bawah satuan,
sehingga diketahui juga bahwa E11 E 21 ...E k1 adalah segitiga bawah satuan. Diambil L
yang menotasikan hasil kali tersebut, dipunyai A = LU, hasil kali dari suatu matriks
segitiga bawah dengan matriks segitiga atas. Faktorisasi dari A tersebut dikenal sebagai
dekomposisi LU (LU-decomposition) dari A.

=
nn
nn
nn
Gambar 3.4: Dekomposisi LU dari matriks nn
Selanjutnya, menyelesaikan AX = Y adalah ekuivalen dengan menyelesaikan LUX
= Y. Kenapa ini penting? Dapat diselesaikan LUX = Y dengan menyelesaikan serangkaian

C **3

9 3)( - % &

D ())7

43

sistem segitiga. Pertama kali diselesaikan LZ = Y menggunakan substitusi maju, atau


seringkali disebut eliminasi maju. Diselesaikan sistem persamaan yang berkorespondensi
dengan proses awal Y menggunakan operasi baris elementer yang sama dengan yang
digunakan untuk mereduksi A ke bentuk eselon baris. Sekarang diselesaikan UX = Z
dengan substitusi balik untuk memperoleh penyelesaian vektor X.
Sudah dilihat bahwa U adalah bentuk eselon baris dari A yang dihasilkan oleh
eliminasi Gauss, tetapi bagaimana menghitung L dalam prakteknya? Diketahui bahwa L
adalah segitiga bawah satuan, jadi masukan diagonal dan superdiagonal diketahui. Mulai
dari kiri ke kanan, dicatat informasi yang dibangun selama eliminasi, mulai kolom 1.
a
Untuk setiap i = 2, , n, diambil mi1 = i1 . Selanjutnya baris i, 2 i n, dikurangi
a11

( )

dengan mi1 kali baris 1 untuk menghapus masukan (i,1). Dinotasikan A ( 2) = aij( 2)

sebagai matriks yang diperoleh dengan menghapus semua masukan kolom 1 di bawah
poros. (Ingat, bahwa asumsinya adalah tidak ada penukaran baris). Selanjutnya untuk
setiap i = 3, , n, diambil mi 2 =

ai(22)

, dan baris i dikurangi dengan mi2 kali baris 2. Ini


( 2)
a 22
akan menghapus semua masukan kolom 2 di bawah poros. Dilanjutkan cara tersebut, dan
diakhiri sampai dengan
a11 a12
a1n
( 2)
0 a 22
a 2( 2n)
U=
,

( n)
a nn

untuk memperoleh

/ )' $

-&-

m21

L = m31

m32

mn1

mn 2

0 .
0
mn,n1 1

Tentukan dekomposisi LU dari matriks


1 1 1

A= 2 3 4 .
4 2 3
- Pertama kali, faktorisasi dari matriks A dimisalkan oleh
1 1 1
1
0 0 u11 u12 u13

A = 2 3 4 = m21
4 2 3
m31

1
m32

0
1

0
0

u 22
0

u 23 = LU .
u 33

Dicari matriks U dengan menerapkan eliminasi Gauss pada matriks A:


1 1 1 bb2 42bb1, 1 1
1 b ( 2 b ) 1 1 1
A= 2 3 4
4 2 3

C **3

9 3)( - % &

0 1
2
0 2 1

0 1 2 =U .
0 0 3

D ())7

44

Selanjutnya diperhatikan langkah-langkah eliminasi Gauss di atas untuk


menentukan unsur-unsur m21, m31, dan m32 pada matriks L, yaitu :
(i)
unsur m21 berkorespondensi dengan a21 = 2 yang pengali pembuat nolnya adalah 2
(b2 b2 2b1), karena itu m21 = 2,
(ii) unsur m31 berkorespondensi dengan a31 = 4 yang pengali pembuat nolnya adalah 4
(b3 b3 4b1), karena itu m31 = 4, dan
(iii) unsur m32 berkorespondensi dengan 2 yang pengali pembuat nolnya adalah 2 (b3
b3 (2b2)), karena itu m32 = 2.
Jadi, dekomposisi LU untuk matriks A yaitu
1 1 1
1
0 0 1 1 1

2 3 4 = 2
1 0 0 1 2 .
4 2 3
4 2 1 0 0 3
Secara ringkas, langkah-langkah untuk mendapatkan penyelesaian dari SPL
dengan menggunakan metode dekomposisi LU adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Dibentuk sistem AX = Y.
Ditentukan A = LU.
Diselesaikan persamaan LZ = Y dengan Z = [z1 z2 zn]T.
Diselesaikan persamaan UX = Z.
Selesaikan SPL berikut dengan metode dekomposisi LU
x1 + x2 + x3 = 6
2x1 + 3x2 + 4x3 = 20
4x1 + 2x2 + 3x3 = 17

/ )' $

-&-

%
Langkah 1.

Dibentuk sistem AX = Y sebagai berikut


1 1 1 x1

2 3 4 x2
4 2 3 x3

6
= 20 .
17

Langkah 2.

Ditentukan A = LU (ini sudah diperoleh di Contoh 3.7.1).

Langkah 3.

Dimisalkan Z = [z1 z2 z3]T dan dibentuk persamaan LZ = Y yaitu


1
0 0 z1
6
z1
6

2
1 0 z 2 = 20
2 z1 + z 2
= 20 .
4 2 1 z3
17
4 z1 2 z 2 + z 3
17
Langkah 4.

Diperoleh z1 = 6, z2 = 20 2.6 = 8, dan z3 = 17 4.6 + 2.8 = 9.


Dibentuk persamaan UX = Z dan diselesaikan sebagai berikut
1 1 1 x1
6
x1 + x2 + x3
6

0 1 2 x2 = 8
0 0 3 x3
9

x 2 + 2 x3
3 x3

= 8 .
9

Dari persamaan yang terakhir diperoleh penyelesaian sistem yaitu


x3 = 3, x2 = 8 2.3 = 2, dan x1 = 6 2 3 = 1.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

"

!
!

!
' &

' "

!& !
)& &

)"

'%
& %

"

*. )
- Suatu ruang vektor (V, +, , F) atas field (F, +), ditulis singkat
V(F), adalah suatu himpunan tak kosong V dengan elemen-elemennya disebut vektor,
yang dilengkapi operasi + (penjumlahan vektor) dan (perkalian skalar) memenuhi
aksioma-aksioma di bawah ini.
(u, v, w) V3, (h, k) F2,
RV1 Tertutup dibawah penjumlahan vektor:
u + v V,
(4.1)
RV2 Komutatif:
u + v = v + u,
(4.2)
RV3 Asosiatif:
u + (v + w) = (u + v) + w,
(4.3)
RV4 Adanya suatu identitas penjumlahan:
0V V: 0V + u = u + 0V,
(4.4)
RV5 Adanya invers penjumlahan:
u V , u V: u + (u) = (u) + u = 0V,
(4.5)
RV6 Tertutup dibawah perkalian skalar:
hu V,
(4.6)
RV7 Hukum distributif:
h(u + v) = hu + hv,
(4.7)
RV8 Hukum distributif:
(h + k)u = hu + ku,
(4.8)
RV9
h(ku) = (hk)u,
(4.9)
RV10
1F.u = u.
(4.10)
/ )' $ - Himpunan V = Rn = {(x1, x2, , xn): xi R, n N} dengan
operasi yang didefinisikan berikut ini:
(x1, x2, , xn) + (y1, y2, , yn) = (x1 + y1, x2 + y2, , xn + yn),
k(x1, x2, , xn) = (kx1, kx2, , kxn)
untuk setiap (x1, x2, , xn), (y1, y2, , yn) Rn dan k R, adalah ruang vektor atas R.



!"

46

5
- Diambil sebarang vektor x = (x1, x2, , xn), y = (y1, y2, , yn), z = (z1, z2,
, zn) Rn dan h, k R.
RV1 x + y = (x1 + y1, x2 + y2, , xn + yn) Rn karena setiap (xi + yi) R.
RV2 x + y = (x1 + y1, x2 + y2, , xn + yn) = (y1 + x1, y2 + x2, , yn + xn) = y + x.
RV3 (x + y) + z
= (x1 + y1, x2 + y2, , xn + yn) + (z1, z2, , zn)
= (x1 + y1 + z1 , x2 + y2 + z2, , xn + yn + zn)
= (x1, x2, , xn) + (y1 + z1 , y2 + z2, , yn + zn) = x + (y + z).
RV4 0V = (0, 0, , 0) Rn: 0V + x = x + 0V.
RV5 x V, x = (x1, x2, , xn) Rn: x + (x) = (x) + x = 0V.
RV6 k(x) = (kx1, kx2, , kxn) Rn karena setiap kxi R.
RV7 k(x + y) = k(x1 + y1, x2 + y2, , xn + yn)
= (k(x1 + y1), k(x2 + y2), , k(xn + yn))
= (kx1 + ky1, kx2 + ky2, , kxn + kyn)
= (kx1, kx2, , kxn) + (ky1, ky2, , kyn)
= k(x1, x2, , xn) + k(y1, y2, , yn) = kx + ky.
RV8 (h + k)x = (h + k)(x1, x2, , xn) = ((h + k)x1, (h + k)x2, , (h + k)xn)
= (hx1+ kx1, hx2 + kx2, , hxn + kxn)
= (hx1, hx2, , hxn) + (kx1, kx2, , kxn) = hx + kx
RV9 h(kx)
= h(kx1, kx2, , kxn) = (hkx1, hkx2, , hkxn) = hk(x1, x2, , xn)
= (hk)x.
RV10 1R.x = 1.(x1, x2, , xn) = (1.x1, 1.x2, , 1.xn) = (x1, x2, , xn) = x.
Perlu dicatat bahwa himpunan V = {(0, 0, , 0): 0 R } dengan operasi yang
didefinisikan sama seperti Contoh 4.1.1 juga merupakan ruang vektor atas R.

/ )' $ - (Mnn(F), +, ) adalah suatu ruang vektor dibawah operasi


penjumlahan matriks dan perkalian skalar matriks.
/ )' $ - Jika Pn[x](R) = {a0 + a1x + a2x2 + + akxk : ai R, k, n N, k
n} menyatakan himpunan semua polinomial berderajat lebih kecil atau sama dengan n
dengan koefisiennya adalah bilangan real, maka Pn[x](R) adalah suatu ruang vektor
dibawah penjumlahan polinomial dan perkalian skalar polinomial.
/ )' $ - Himpunan V = {f : [0,1] R R : f kontinu} adalah suatu
ruang vektor atas R dibawah operasi penjumlahan fungsi dan perkalian fungsi dengan
skalar.
/ )' $ - -#
Himpunan V = {(a,b) a 0, b 0} bukanlah ruang vektor atas
R sebab tidak memenuhi aksioma kelima dari definisi ruang vektor yaitu untuk setiap
(a,b) V tidak ada (a,b) = (a, b) V sehingga (a,b) + ( (a,b) ) = (0,0).
'*
* 8 - Pada sembarang ruang vektor V(F), k F, u V berlaku
(i)
k0V = 0V.
(ii) 0F.u = 0V.
(iii) ku = 0V
k = 0F atau u = 0V.
(iv) (k)u = k(u) = (ku).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

47

"

*. )
- Diberikan ruang vektor V(F) dan U V dengan U
.
Himpunan U disebut ruang bagian vektor (vector subspace) dari V jika U terhadap
operasi yang sama dengan V juga merupakan ruang vektor.
/ )' $ - 1. Jika V adalah ruang vektor atas R, maka {0V} dan V adalah ruang bagian dari V dan
disebut ruang bagian tak sejati.
2. Jika V = R3 yaitu ruang vektor berdimensi tiga atas R, maka semua garis dan bidang
datar yang melalui titik pangkal koordinat merupakan himpunan vektor-vektor
sebagai ruang bagian dari V = R3.
Di bawah ini disajikan suatu kriteria yang lebih mudah untuk ruang bagian.

'*
* 8 - Diberikan ruang vektor V(F). Selanjutnya U V, U
suatu ruang bagian dari V jika hanya jika k F dan (u, v) U2 berlaku
u + kv U.

, adalah

/ )' $ - Tunjukkan bahwa X = {A Mn(F): tr(A) = 0F} adalah suatu


ruang bagian dari Mn(F) (himpunan semua matriks persegi dengan unsurnya di F).
%
- Diambil A, B X, k F, maka
tr(A + kB) = tr(A) + k.tr(B) = 0F + k0F = 0F.
Karena itu A + kB X, yang berarti X adalah ruang bagian dari Mn(F).
Diberikan sembarang U Mn(F). Tunjukkan bahwa
CU = {A Mn(F): AU = UA}
adalah suatu ruang bagian dari Mn(F).
%
- Diambil A, B CU dan k F, maka AU = UA dan BU = UB.
Dipunyai
(A + kB)U = AU + kBU = UA + kUB = U(A + kB),
yang berarti bahwa A + kB X. Karena itu CU adalah suatu ruang bagian dari Mn(F) dan
CU dinamakan komutator dari U.

/ )' $

- -

/ )' $ - Jika A suatu vektor di R3 maka W = {B R3 : BA = 0}


merupakan suatu ruang bagian dari R3.
5
- Diambil sembarang B1, B2 W dan k R, yang berarti B1A = 0 dan B2A
= 0. Karena itu
(B1 + kB2)A = B1A + kB2A = 0
yang berarti
(B1 + B2) W,
dan karena itu W adalah suatu ruang bagian dari R3.
*. )

"
- -

Diberikan (k1, k2, , kn) Fn. Jumlahan vektorial


n

i =1

k i vi = k1.v1 + k2.v2 + + kn.vn

dinamakan kombinasi linear (linear combination) dari vektor-vektor vi V, 1 i n.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

48

*. )
- Diberikan vektor-vektor vi V(F), 1 i n. Jika setiap vektor di
V dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari setiap vi, maka suatu keluarga {v1, v2,
, vn} V dikatakan merentang (span) atau membangun (generate) V. Dengan kata
lain untuk setiap v V terdapat (k1, k2, , kn) Fn sehingga
k1v1 + k2v2 + + knvn = v.
/ )' $

- -

Karena
a b
1 0
0 1
0 0
0 0
= a
+b
+ c
+ d
,
c d
0 0
0 0
1 0
0 1

maka matriks-matriks

1 0
0 1
0 0
0 0
,
,
,
merentang M2(R).
0 0
0 0
1 0
0 1

/ )' $ - Sembarang polinomial berderajat paling besar dua, katakan a +


2
bx + cx P2[x](R), dapat ditulis sebagai kombinasi linear dari 1, x 1, dan x2 x + 2:
a + bx + cx2 = (a c)1 + (b + c)(x 1) + c(x2 x + 2).
/ )' $ - Apakah v1 = (1, 1, 2), v2 = (1, 0, 1), v3 = (2, 1, 3) merentang R3?
%
- Diambil sebarang vektor v = (a1, a2, a3) R3 dan dibentuk
kombinasi linear k1v1 + k2v2 + k3v3 = v dengan (k1, k2, k3) R3.
Persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks seperti berikut:
1 1 2 k1
a1

1 0 1 k 2 = a2 .
2 1 3 k3
a3
Selanjutnya dengan menggunakan uji peringkat akan diselidiki apakah sistem tersebut
konsisten atau tidak untuk semua nilai a1, a2, a3. Dimisalkan matriks koefisien sistem
adalah A, dan diamati bahwa det(A) = 0 yang berarti bahwa rk(A) < 3. Diambil matriks
bagian persegi dari matriks [A|v] yaitu
1 2 1

B= 1 1 1 ,
2 3 1
diperoleh det(B) 0 yang berarti rank(A|v) = 3. Karena rank(A) < rank(A|v) berarti sistem
tersebut tidak konsisten, akibatnya tidak ada skalar-skalar k1, k2, k3 R sehingga k1v1 +
k2v2 + k3v3 = v untuk v = (1, 1, 1). Jadi v1, v2, v3 tidak merentang R3.
Berikut ini disajikan pengertian yang berurutan dari suatu ruang vektor V(F)
yang direntang oleh vektor-vektor v1, v2, , vn, w Fm, dan diambil A sebagai matriks
mn dengan kolom-kolomnya adalah v1, v2, , vn:
A = [v1 v2 vn].

V adalah ruang vektor yang direntang oleh v1, v2, , vn.


artinya
Setiap w V adalah kombinasi linear dari v1, v2, , vn.
artinya
Terdapat x1, x2, , xn F sehingga w = x1v1 + x2v2 + + xnvn.
artinya
Sistem linear AX = w adalah konsisten.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

49

*. )
- Rentangan dari suatu keluarga vektor-vektor {v1, v2, , vn}
adalah himpunan semua kombinasi linear berhingga dari vi, dan dinotasikan
v1, v2, , vn .
*. )
- 1.
Vektor-vektor vi V, 1 i n, dikatakan bebas linear (linear independent) jika
(k1, k2, , kn) Fn maka
n

i =1

2.

k i vi = 0V

k1 = k2 = = kn= 0F.

Vektor-vektor vi V, 1 i n, dikatakan tidak bebas linear (linear dependent)


jika
(k1, k2, , kn) Fn {0V} sehingga

n
i =1

/ )' $

k i vi = 0V .

Apakah tiga vektor berikut bebas linear di V = R3?


1
2
6

- -

v1 = 2 , v 2 = 5 , dan v3 = 14 .
5
7
24
%
- Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh maka terlihat bahwa
ketiga vektor tersebut mempunyai hubungan
1
2
6

2 2 + 2 5 = 14 ,
5
7
24
atau 2v1 + 2v2 = v3 yang ekuivalen dengan 2v1 + 2v2 v3 = 0V. Hal tersebut berarti bahwa
kombinasi linear
k1 v1 + k2 v2 + k3 v3 = 0 V
mempunyai penyelesaian tak trivial yaitu k1 = k2 = 2 dan k3 = 1. Karena itu ketiga vektor
tersebut tidak bebas linear.

/ )' $

Apakah vektor-vektor di bawah ini bebas linear di V = R3?


25
5
1

- -

v1 = 64 , v 2 = 8 , dan v3 = 1 .
244
12
1
Dimisalkan terdapat (k1, k2, k3) R3 sehingga
k1v1 + k2v2 + k3v3 = 0V.
Penyelesaian dari sistem tersebut adalah k1= k2 = k3 = 0 dan tidak ada penyelesaian lain.
Oleh karena itu ketiga vektor tersebut adalah bebas linear.

/ )' $

- -

C **3

1
0
0
Apakah e1 = 0 , e2 = 1 , e3 = 0 bebas linear di V = R3?
0
0
1

9 3)( - % &

D ())7

!"

50

- Untuk sembarang k1, k2, k3 R, diambil kombinasi linear


k1e1 + k2e2 + k3e3 = 0V.
Jelas bahwa sistem tersebut hanya mempunyai penyelesaian trivial k1 = k2 = k3 = 0. Oleh
karena itu e1, e2, e3 adalah bebas linear.
%

Apakah e x , e 2 x bebas linear di ruang fungsi RR?


- Untuk sembarang (k1, k2) R2 diambil kombinasi linear
k1ex + k2e2x = 0.
Untuk x = 0 diperoleh k1 + k2 = 0, dan untuk x = 1 diperoleh k1e + k2e2 = 0 atau k1
+ k2e = 0 (karena e 0). Dengan menyelesaikan kedua persamaan tersebut diperoleh k1 =

/ )' $
%

- -

k2 = 0. Jadi e x , e 2 x adalah bebas linear.

/ )' $ - -#
Diberikan u dan v sebagai vektor-vektor yang bebas linear di
suatu ruang vektor atas field R. Tunjukkan bahwa vektor x = u v dan y = u + v adalah
bebas linear.
%
- Diasumsikan bahwa a(u v) + b(u + v) = 0 dengan a, b R, yang
dapat dituliskan menjadi
(a + b)u + (b a)v = 0.
Karena u dan v adalah bebas linear, koefisien-koefisien di atas haruslah nol, ini berarti a
+ b = 0 dan b a = 0, yang memberikan hasil a = b = 0. Hal ini membuktikan bahwa u
v dan u + v adalah bebas linear.

'*
* 8 - Diberikan A Mmn(F) dan X Fn. Kolom-kolom dari A adalah
bebas linear jika hanya jika sistem AX = 0 hanya mempunyai penyelesaian trivial.
Berikut ini disajikan pengertian yang berurutan dari suatu ruang vektor V(F)
yang direntang oleh vektor-vektor v1, v2, , vn Fm, dan diambil A sebagai matriks mn
dengan kolom-kolomnya adalah v1, v2, , vn:
A = [v1 v2 vn].
Vektor-vektor v1, v2, , vn adalah bebas linear.
artinya
Jika x1v1 + x2v2 + + xnvn = 0V maka xi = 0F, 1 i n.
artinya

x1
Jika A

x2
xn

x1

0
=

0
0

maka

x2
xn

0
=

artinya
Sistem homogen AX = 0V hanya mempunyai penyelesaian trivial.

*. )
- Maksimum banyaknya vektor-vektor yang bebas linear dalam
suatu himpunan vektor menyatakan peringkat dari himpunan vektor. [Perlu dicatat bahwa
peringkat tersebut tidak pernah lebih besar dari dimensinya.]

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

51

/ )' $ - -&
Karena vektor-vektor di A = {v1, v2, v3} pada Contoh 4.4.2 adalah
bebas linear, maka rk(W) = 3.
/ )' $ - -(
Pada Contoh 4.4.1 sudah diketahui bahwa ketiga vektor di A =
{v1, v2, v3} adalah tidak bebas linear, yang berarti bahwa rk(A) < 3. Karena itu perlu
ditentukan apakah ada dua vektor yang bebas linear. Di sini bisa ditunjukkan dengan
mudah bahwa kombinasi linear
k1 v1 + k2 v2 = 0 V
hanya mempunyai penyelesaian trivial k1 = k2 = 0, yang berarti bahwa vektor v1 dan v2
adalah bebas linear. Oleh karena itu diperoleh bahwa rk(A) = 2.
-#
*. )
-#Suatu {v1, v2, , vn} V adalah basis (bases) untuk V jika:
(i)
v1, v2, , vn adalah bebas linear;
(ii) v1, v2, , vn merentang V.
/ )' $ -#Diberikan vektor-vektor v1 = (1, 2, 1), v2 = (2, 9, 0), dan v3 = (3,
3, 4) di V = R3. Apakah {v1, v2, v3} basis untuk V = R3 ?
%
(i)
Akan ditunjukkan apakah v1, v2, v3 bebas linear yaitu
k1 v1 + k2 v2 + k3 v3 = 0 V
dengan k1, k2, k3 R, hanya mempunyai penyelesaian trivial.
Diambil sembarang skalar-skalar k1, k2, k3 dan dibentuk
1 2 3 k1
0

2 9 4 k2 = 0 .
1 0 4 k3
0

(ii)

Dimisalkan matriks koefisien sistem adalah A. Karena det(A) = 1 0, maka


berdasarkan Akibat 3.2.1(i) diperoleh bahwa sistem hanya mempunyai
penyelesaian trivial, yang berarti bahwa v1, v2, v3 adalah bebas linier.
Akan ditunjukkan apakah v1, v2, v3 merentang R3 yaitu untuk setiap w R3 terdapat
skalar-skalar k1, k2, k3 sehingga berlaku k1v1 + k2v2 + k3v3 = w.
Sudah diperoleh bahwa det(A) 0 yang berarti rk(A) = 3 dan dapat diamati juga
bahwa rk(A|w) = 3. Karena rk(A) = rk(A|w) maka sistem tersebut konsisten atau
dengan kata lain v1, v2, v3 merentang R3.

/ )' $ -#Tunjukkan bahwa 1, x, x 2 ,..., x n adalah basis untuk ruang


vektor Pn[x](R).
%
(i)
Dibentuk persamaan k0.1 + k1.x + k2.x2 + + kn.xn = 0. Jelas bahwa berdasarkan
kesamaan dua polinimial akan diperoleh k0 = k1 = k2 = = kn = 0. Jadi 1, x, x2, ,
xn adalah bebas linear.
(ii) Diambil sembarang p(x) = a0 + a1.x + a2.x2 + + an.xn Pn[x](R) dan dibentuk
k0.1 + k1.x + k2.x2 + + kn.xn = a0 + a1.x + a2.x2 + + an.xn.
Jelas bahwa berdasarkan kesamaan dua polinomial dapat diambil ki = ai, i = 0, 1,2,
, n, yang berarti 1, x, x2, , xn merentang Pn[x](R).
Berdasarkan (i) dan (ii) diperoleh bahwa 1, x, x 2 ,..., x n adalah basis untuk Pn[x](R) yang
selanjutnya disebut basis baku untuk Pn[x](R).

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!"

52

/ )' $ -#Diberikan vektor satuan e1 = (1, 0, , 0), e2 = (0, 1, , 0), , en


= (0, 0, 0 , , 1). Dapat ditunjukkan dengan mudah bahwa e1, e2, , en adalah bebas
linear. Selanjutnya karena setiap vektor X = (x1, x2, , xn) Rn dapat dituliskan sebagai
X = x1e1 + x2e2 + + xne2, maka e1, e2, , en merentang Rn. Oleh karena itu {e1, e2, ,
en}adalah basis untuk Rn dan disebut basis baku.
*. )
-#Jika V direntang oleh himpunan berhingga, maka V dikatakan
berdimensi berhingga (finite-dimensional). Dimensi dari V, dituliskan dengan dim(V),
adalah banyaknya vektor pada suatu basis untuk V. Jika V tidak direntang oleh himpunan
berhingga, maka V dikatakan berdimensi tak hingga (infinite-dimensional).
Sebagai catatan bahwa ruang vektor nol dianggap sebagai ruang vektor
berdimensi berhingga meskipun tidak mempunyai himpunan yang bebas linear (basisnya
tidak ada), dan dimensi ruang vektor nol didefinisikan sama dengan 0.

/ )' $ -#Berdasarkan Contoh 4.5.2 dan 4.5.3, ruang vektor Rn dan


Pn[x](R) adalah berdimensi hingga dengan dim(Rn) = n dan dim(Pn[x]) = n + 1.
'*
* 8 -#Diberikan ruang bagian U dan V dari suatu ruang vektor
berdimensi berhingga W, maka berlaku
dim(U + V) = dim(U) + dim(V) dim(U + V).
/ )' $ -#-&
Diberikan W = R4, U = u1, u2 dengan u1 = (1, 1, 0, 0) dan u2 =
(3, 7, 2, 1), dan V = {(x1, x2, x3, x4): x4 = 0}. Tentukan dim(U), dim(V), dim(U + V), dan
dim(U + V).
%
- Jika a1u1 + a2u2 = 0U, maka
(a1, a1, 0, 0) + (3a2, 7a2, 2a2, a2) = (0, 0, 0, 0)
dan karena itu a2 = 0 dan a1 = 0. Jadi unsur-unsur u1 dan u2 adalah bebas linear dan
membentuk suatu basis untuk U. Jadi dim(U) = 2.
V mempunyai basis {e1, e2, e3} dengan e1 = (1, 0, 0, 0), e2 = (0, 1, 0, 0) dan e3 = (0, 0, 1,
0) sehingga dim(V) = 3.
Diperhatikan bahwa
e4 = (0, 0, 0, 1) = (3, 7, 2, 1) + (3, 7, 2, 0) = u2 + (3, 7, 2, 0)
dan (3, 7, 2, 0) V, sehingga e4 U + V. Jadi e1, e2, e3, e4 U + V dan unsur-unsur
tersebut merentang R4 sehingga U + V = R4. Karena itu dim(U + V) = 4. Berdasarkan
Teorema 4.5.1, maka
dim(U) + dim(V) dim(U + V) = 2 + 3 4 = 1.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

#
$

#-

!
!
!
' ''

%
"

'
' '!'

"

!
'%
$+( "

"
.

"

%
"

&

Untuk memotivasi konsep hasil kali dalam, diambil vektor di R2 dan R3 sebagai
anak panah dengan titik awal di titik asal O = (0, 0). Panjang suatu vektor x di R2 dan R3
dinamakan norm dari x dan dinotasikan ||x||. Jadi untuk suatu vektor x = (x1, x2) R2,
dirumuskan ||x|| =

x12 + x 2 2 .

sumbu x2
(x1, x2)
x
sumbu x1
Gambar 5.1: Vektor x = (x1, x2)
Sejalan dengan itu, untuk vektor x = (x1, x2, x3) R3 didefinisikan ||x|| =
x12 + x 2 2 + x3 2 . Meskipun tidak bisa digambar di dimensi yang tinggi, generalisasi

untuk Rn adalah jelas: norm dari vektor x = (x1, x2, , xn) Rn didefinisikan oleh
||x|| = x12 + x 2 2 + + x n 2 .
Norm tidaklah linear pada Rn. Untuk memasukkan linearitas ke pembahasan,
diperkenalkan hasil kali titik. Untuk x, y Rn, hasil kali titik (dot product) dari x dan y,
dinotasikan x y, didedifinisikan oleh
x y = x1 y1 + + xn yn .
Perlu dicatat bahwa hasil kali titik dari dua vektor di Rn adalah suatu bilangan, bukan
suatu vektor. Jelasnya x x = ||x||2 untuk semua x Rn. Secara khusus, x x 0 untuk
semua x Rn, dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika x = 0. Selanjutnya, untuk y
Rn, maka secara jelas pemetaan dari Rn ke R yang membawa x Rn ke x y adalah
linear. Lebih jauh lagi, x y = y x untuk semua x, y Rn.

53

!%

54

&

*. )
#- Suatu hasil kali dalam (inner product) pada suatu ruang vektor
V atas field F adalah suatu fungsi yang membawa setiap pasang vektor (x, y) dari elemenelemen V ke suatu bilangan x, y F, dan dinotasikan
. , . : V V F,
sehingga aksioma-aksioma berikut dipenuhi untuk semua x, y, z V dan sebarang k F:
HKD1 Simetris:
x, y = y, x ;
HKD2 Aditif-homogen:
kx + y, z = k x, z + y, z ;
HKD3 Positif dan terbatas:
x, x 0 dan x, x = 0 x = 0V.
Suatu ruang vektor V yang dilengkapi dengan suatu hasil kali dalam disebut
ruang hasil kali dalam (inner product space). Khususnya, jika F = R maka V disebut
ruang hasil kali dalam real, sedangkan jika F = C maka V disebut ruang hasil kali dalam
kompleks. Selanjutnya di bab ini ditetapkan hasil kali dalam yang mengacu pada field R.
Sifat-sifat yang secara cepat bisa diturunkan dari ketiga aksioma hasil kali dalam
antara lain:
1.
0V, x = x, 0V = 0V;
2.
x, y + z = x, y + x, z ;
3.
x, ky = k x, y .

/ )' $ #- Diberikan vektor x = (x1, x2, , xn) dan y = (y1, y2, , yn) di Rn
dan didefinisikan hasil kali titik dari dua vektor x dan y yaitu
x, y = x1y1 + x2y2 + + xnyn.
Akan ditunjukkan bahwa hasil kali titik memenuhi semua aksioma dari hasil kali dalam.
5
- Diambil sebarang vektor x, y, z = (z1, z2, , zn) Rn dan k R.
(i)
x, y = x1y1 + x2y2 + + xnyn = y1x1 + y2x2 + + ynxn = y, x .
(ii)
kx + y, z
= k(x1, x2, , xn) + (y1, y2, , yn), (z1, z2, , zn)
= (kx1, kx2, , kxn) + (y1, y2, , yn), (z1, z2, , zn)
= (kx1 + y1, kx2 + y2, , kxn + yn), (z1, z2, , zn)
= (kx1 + y1)z1 + (kx2 + y2)z2 + + (kxn + yn)zn
= k(x1z1 + x2z2 + + xnzn) + (y1z1 + y2z2 + + ynzn) = k x, z + y, z .
(iii) x, x = x1x1 + x2x2 + + xnxn = x12 + x22 + + xn2 0;
x, x = 0 x12 + x22 + + xn2 = 0
x1 = x2 = = xn = 0
x=0
x, x = x1x1 + x2x2 + + xnxn = 0.
Hasil kali dalam yang didefinisikan tersebut dinamakan hasil kali dalam Euclid.
Untuk setiap vektor u = (u1, u2), v = (v1, v2) R2 didefinisikan:
u, v = 3u1v1 + 2u2v2.
Akan ditunjukkan bahwa u, v adalah suatu hasil kali dalam di R2.
5
- Diambil sebarang vektor u, v, w = (w1, w2) R2 dan k R.
(i)
u, v = 3u1v1 + 2u2v2 = 3v1u1 + 2v2u2 = v, u .
(ii)
ku + v, w
= (k(u1, u2) + (v1, v2), (w1, w2)) = ((ku1, ku2) + (v1, v2), (w1, w2))
= ((ku1 + v1, ku2 + v2), (w1, w2)) = 3(ku1 + v1)w1 + 2(ku2 + v2)w2
= 3ku1w1 + 2ku2w2 + 3v1w1 + 2v2w2 = k u, w + v, w .
(iii) v, v = 3v1v1 + 2v2v2 = 3v12 + 2v22 0;
v1 = v2 0
v=0
v, v = 3v1v1 + 2v2v2 = 0.
v, v = 0 3v12 + 2v22 = 0

/ )' $ #- -

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!%

55

&

/ )' $ #- Diberikan ruang vektor M2(R), yaitu himpunan semua matriks


berukuran 22 dengan semua unsurnya bilangan real. Untuk vektor-vektor:
u1 u 2
v1 v 2
dan V =
U=
u3 u 4
v3 v 4
di M2(R) berlaku bahwa rumus
U, V = u1v1 + u2v2 + u3v3 + u4v4
mendefinisikan suatu hasil kali dalam.
Rumus

/ )' $ #- -

p, q = a0b0 + a1b1 + a2b2


dengan p = a0 + a1x + a2x2 dan q = b0 + b1x + b2x2 adalah sebarang dua vektor di P2[x](R),
mendefinisikan suatu hasil kali dalam di P2[x](R).
Diberikan sebarang polinomial p = p(x) dan q = q(x) di Pn[x](R),

/ )' $ #- -#
dan didefinisikan

p, q =

b
a

p( x)q( x)dx

dengan a, b R dan a < b. Rumus p, q mendefinisikan hasil kali dalam di Pn[x](R).


5
- Diambil sebarang p, q, r Pn[x](R) dan k R.
b

(i)

p, q =

(ii)

kp + q, r

p( x)q( x)dx =

q( x) p( x)dx = q, p .

(kp( x) + q( x))r ( x)dx


a

= k

b
a

p( x)r ( x)dx +

b
a

q( x)r ( x)dx

= k p, r + q, r .
(iii)

p, p =

[ p(x )]2 dx

b
a

p, p = 0

[ p(x )]2 dx

b
a

#-

0;

[ p(x )]2 dx

b
a

=0

=0

[ p(x )]2 = 0

p(x) = 0 Pn[x](R)

p, p = 0.

)"

Diberikan V adalah suatu ruang hasil kali dalam dan vektor v


V. Norm dari vektor v didefinisikan oleh
||v|| = v, v .
Perlu dicatat bahwa ||v|| = 0 jika dan hanya jika v = 0 (sebab v, v = 0 jika dan
hanya jika v = 0). Sifat mudah yang lainnya dari norm adalah ||kv|| = |k| ||v|| untuk semua k
F dan semua v V. Di sini bisa dibuktikan
||kv||2 = kv, kv = k v, kv = kk v, v = |k|2 ||v||2,
dan dengan pengambilan akar dua akan memberikan persamaan yang diinginkan. Bukti
tersebut menggambarkan suatu prinsip umum: bekerja dengan norm kuadrat pada
umumnya lebih mudah daripada bekerja secara langsung dengan norm.
Selanjutnya jarak antara dua vektor u dan v, dinotasikan dengan d(u, v),
didefinisikan oleh
d(u, v) = ||u v||.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!%

56

&

/ )' $ #- Jika u = (u1, u2, , un) dan v = (v1, v2, , vn) adalah vektorvektor di Rn dengan hasil kali dalam Euclid, maka
u1 2 + u 2 2 + ... + u n 2

u, u =

||u|| =
dan

d(u, v) = ||u v|| =

(u1 v1 )2 + (u 2 v 2 )2 + ... + (u n v n )2

/ )' $ #- -

Pada Contoh 5.1.2, jika diambil u = (1, 0) dan v = (0, 1) maka


||u|| =

dan

u v, u v

(1,0), (1,0) =

d(u, v)

3.1.1 + 2.0.0 =

||u v|| =

||(1, 1)||

(1,1), (1,1)

31.1 + 2( 1)( 1)

5.

*. )
#- Diambil vektor u, v V. Vektor u dikatakan ortogonal
(orthogonal) terhadap v jika u, v = 0. Secara simbolis dituliskan u v (dibaca: u tegak
lurus (perpendicular) terhadap v).
Jelas bahwa u v jika dan hanya jika v u. Selanjutnya, jika u ortogonal
terhadap setiap vektor di suatu himpunan S, maka dikatakan bahwa u ortogonal terhadap
S. Secara jelas vektor 0 ortogonal terhadap setiap vektor. Lebih jauh lagi, vektor 0
menjadi satu-satunya vektor yang tegak lurus dengan dirinya sendiri.

*. )
#- 1. Suatu himpunan V1 dikatakan ortogonal dengan himpunan V2, dituliskan V1 V2,
jika v1 v2 untuk setiap v1 V1 dan v2 V2.
2. Suatu himpunan bagian U dari suatu ruang hasil kali dalam dikatakan ortogonal jika
untuk setiap u, v U dan u v maka u, v = 0.
/ )' $ #- -

Pada ruang vektor P2[x](R) dengan hasil kali dalam


p, q =
2

1
1

p( x)q( x) dx ,

jika diambil p = x dan q = x , maka


p, q =

1
1

x.x 2 dx = 0.

Karena p, q = 0, maka vektor p = x ortogonal terhadap q = x2 relatif terhadap hasil kali


dalam yang diberikan.

*. )

#- -

Untuk suatu ruang hasil kali dalam real, didefinisikan


u, v
cos( ) =
.
u v

Dengan mengambil nilai utama [0, ] diperoleh sudut antara vektor u dan v yang
serupa dengan sudut biasa antara dua vektor di R2 maupun di R3.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!%

57

&

/ )' $ #- Diberikan vektor u = (4, 3, 1, 2) dan v = (2, 1, 2, 3) di ruang


vektor R4 dengan suatu hasil kali dalam Euclid. Diperoleh
4 2 + 3 2 + 12 + ( 2) 2 =

||u|| =

( 2) 2 + 12 + 2 2 + 3 2 = 18 ,

30 , ||v|| =

u, v = 4(2) + 3.1 + 1.2 + (2).3 = 9,

dan karena itu

cos( ) =

30 8

3
60

atau

= arccos
/ )' $ #- -#

60

60

Pada Contoh 5.1.3, jika diambil


1 0
0 2
dan V =
,
U=
1 1
0 0

maka sudut antara matriks U dan V sama dengan

cos( ) =
#-

= arccos

" "

U ,V
U V

1
2

karena

1.0 + 0.2 + 1.0 + 1.0


= 0.
U V

" "

1 75

Dalam banyak persoalan yang berkenaan dengan ruang vektor, pemilihan suatu
basis untuk ruang tergantung pada kemauan penyelesai masalah. Di ruang hasil kali
dalam, seringkali terjadi bahwa pilihan terbaik adalah suatu basis yang semua vektornya
saling ortogonal. Di sini akan dibahas bagaimana basis-basis tersebut dapat dibentuk.

*. )
#- Suatu himpunan ortogonal yang setiap vektornya mempunyai
norm 1 dikatakan ortonormal. Dengan kata lain, {v1, v2, , vn} dari vektor-vektor di V
adalah ortonormal jika
0 , jk
.
v j , vk =
1 , j = k ( j , k = 1, ..., n)
Diberikan himpunan V = {v1, v2, v3} dengan
1
1
1
1
v1 = (0,1,0), v2 =
, v3 =
,0,
,0,
2
2
2
2
3
adalah vektor-vektor di R yang dilengkapi hasil kali dalam Euclid. Diperoleh
1
1
1
1
v1, v2 = 0.
= 0, v1, v3 = 0.
= 0,
+ 1 .0 + 0 .
+ 1 . 0 + 0.
2
2
2
2

/ )' $ #- -

v2, v3 =

+ 0. 0 +

= 0.
2
2
2 2
Selanjutnya dihitung norm dari setiap vektor di V sebagai berikut:
||v1|| =

C **3

0 + 1 + 0 = 1 , ||v2|| =

9 3)( - % &

1
2

+0 +

1
2

= 1,

D ())7

||v3|| =

!%

58

&

+ 02 +

= 1.
2
2
Karena setiap vektor di V adalah ortogonal dan bernorm 1 maka V adalah ortonormal.

Jika v adalah vektor tak nol dalam suatu ruang hasil kali dalam, maka vektor
1
v mempunyai norm 1 karena
v

1
1
v = 1.
v =
v
v
*. )
#- Proses perkalian suatu vektor tak nol v dengan kebalikan
panjangnya (norm) untuk memperoleh suatu vektor dengan norm 1 disebut dengan
penormalan atau normalisasi (normalizing) v.
Jika {v1, v2, , vn} adalah ortonormal, maka
||k1v1 + k2v2 + + knvn||2 = |k1|2+ |k2|2 + + |kn|2
untuk v1, v2, , vn V dan k1, k2, , kn F.

'*

* 8 #- -

8' #- -

Setiap vektor di himpunan ortonormal adalah bebas linear.

Suatu basis dari ruang hasil kali dalam V yang ortonormal disebut basis
ortonormal atau basis satuan dari V. Jika basisnya hanya ortogonal maka disebut basis
ortogonal.
Teorema berikut ini memperlihatkan bahwa sederhana sekali untuk menyatakan
suatu vektor dalam suku-suku dari suatu basis ortonormal.

'*
* 8 #- Jika {v1, v2, , vn} adalah suatu basis ortonormal untuk suatu
ruang hasil kali dalam V, dan u adalah sebarang vektor di V, maka
u = u, v1 v1 + u, v2 v2 + + u, vn vn
dan
||u||2 = | u, v1 |2+ | u, v2|2 + + | u, vn |2.
Diberikan vektor-vektor
4 3
3 4
,0, .
v1 = (0,1,0), v2 = ,0, , v3 =
5 5
5 5
Mudah diperiksa bahwa himpunan S = {v1, v2, v3} adalah basis ortonormal untuk R3
dengan hasil kali dalam Euclid. Selanjutnya diambil suatu vektor u = (1,1,1) dan akan
dicari kombinasi linearnya dari vektor-vektor di S.
4
3
1
+ 1.0 + 1
= ,
u, v1 = 1.0 + 1.1 + 1.0 = 1, u, v2 = 1
5
5
5

/ )' $ #- -

u, v3 = 1

3
4
7
+ 1.0 + 1
= .
5
5
5

Berdasarkan Teorema 5.3.2 diperoleh

1
7
u = v1 v2 + v3 .
5
5

C **3

9 3)( - % &

D ())7

!%

59

&

'*
* 8 #- Diberikan himpunan ortonormal {v1, v2, , vn} di suatu ruang
hasil kali dalam V. Jika W adalah ruang yang direntang oleh v1, v2, , vn maka setiap
vektor u V bisa dinyatakan dalam bentuk
u = w1 + w2
dengan w1 W dan w2 ortogonal terhadap W yang dirumuskan oleh
w1 = u, v1 v1 + u, v2 v2 + + u, vn vn,
w2 = u w1 = u u, v1 v1 u, v2 v2 u, vn vn.
Berikut ini ilustrasi dari Teorema 5.3.3 di ruang R3.

w2
w1

Gambar 5.2: Proyeksi vektor u


Berdasarkan gambar di atas, vektor w1 disebut proyeksi ortogonal dari u pada W,
disingkat proy W u , sedangkan vektor w2 disebut komponen dari u yang ortogonal
terhadap W.

/ )' $ #- Diberikan ruang vektor R3 dengan hasil kali dalam Euclid dan
ruang vektor W yang direntang oleh vektor-vektor ortonormal v1 = (0,1,0) dan
4 3
v 2 = , 0, .
5 5
Proyeksi ortogonal dari vektor u = (1,1,1) pada W adalah
1
4 3
4
3
, 0,
,1,
=
,
proy W u = u, v1 v1 + u, v2 v2 = 1(0,1,0)
5
5 5
25
25
sedangkan komponen dari u yang ortogonal terhadap W adalah
4
3
21
28
,1,
, 0,
u proy W u = (1,1,1)
=
.
25
25
25
25
8
8' #- Setiap ruang hasil kali dalam tak nol yang berdimensi berhingga
mempunyai suatu basis ortonormal.
- Diambil ruang hasil kali dalam tak nol V yang berdimensi n, dan suatu
himpunan U = {u1, u2, , un} sebagai basis untuk V. Langkah-langkah berikut ini,
dikenal dengan nama ortogonalisasi Gram-Schmidt, akan menghasilkan suatu basis
ortogonal {v1, v2, , vn} untuk V.
Langkah 1. Mengambil v1 = u1.
Langkah 2.

Membentuk vektor v2 yang ortogonal terhadap v1 dengan cara menghitung


komponen dari u2 yang ortogonal terhadap ruang W1 yang direntang oleh
v1, yaitu
v2 = u2 proy W u 2 = u2 kv1 = u2
1

C **3

9 3)( - % &

u 2 , v1
v1

v1 .

D ())7

[Untuk mendapatkan k =

!%

u 2 , v1
v1

60

&

, lihat kembali pembahasan dekomposisi

ortogonal pada halaman 187 188.]


Langkah 3.

Membentuk vektor v3 yang ortogonal terhadap v1 dan v2 dengan cara


menghitung komponen dari u3 yang ortogonal terhadap ruang W2 yang
direntang oleh v1 dan v2, yaitu
v3 = u3 proyW2 u 3 = u3

Langkah 4.

u3 , v1
v1

v1

u3 , v2
v2

v2 .

Membentuk vektor v4 yang ortogonal terhadap v1, v2, dan v3 dengan cara
menghitung komponen dari u4 yang ortogonal terhadap ruang W3 yang
direntang oleh v1, v2, dan v3, yaitu
u 4 , v1
u 4 , v3
u 4 , v2
v
v
v3 .

v4 = u4 proyW3 u 4 = u4
1
2
2
2
2
v2
v1
v3

Proses dilanjutkan sampai vn. Dihasilkan himpunan ortogonal {v1, v2, , vn} yang terdiri
dari n vektor bebas linear di V dan merupakan suatu basis ortogonal untuk V. Penormalan
vektor-vektor di basis ortogonal akan menghasilkan basis ortonormal.
Rumus Gram-Schmidt dapat dinyatakan secara umum sebagai berikut:
k 1 u , v
k
j
vk = u k
vj ,
k = 1, , n.
2
j =1 v j

/ )' $ #- Diberikan V = R3 dengan hasil kali dalam Euclid, dan akan


diterapkan algoritma Gram-Schmidt untuk mengortogonalkan basis
{(1, 1,1), (1, 0, 1), (1, 1, 2)}.
Langkah 1. v1 = (1, 1,1).
Langkah 2.

v2 = (1, 0, 1)

Langkah 3.

v3 = (1, 1, 2)

(1, 0,1)(. 1, 1,1) (1, 1,1) = (1, 0, 1) 2 (1, 1,1) =


3
(1, 1,1) 2
(1,1, 2)(. 1, 1,1) (1, 1,1) (1,1, 2).(13 , 32 , 13 ) 1 , 2 , 1
(1, 1,1) 2
(13 , 23 , 13 ) 2 3 3 3

1 2 1
, , .
3 3 3

2
(1, 1,1) 5 1 , 2 , 1 = 1 , 0, 1 .
3
2 2
2 3 3 3
Selanjutnya, dengan menormalkan vektor-vektor v1, v2, dan v3 akan diperoleh basis
ortonormal
= (1, 0, 1)

3
3 3
,
,
,
3
3 3

C **3

9 3)( - % &

6 6 6
2
2
,
,
,
, 0,
6 3 6
2
2

D ())7

&
'

"

!
(

!
&&

*'
*'
"

%
"

%
*'

&Pada banyak bidang matematika, seringkali diinginkan untuk menghubungkan


anggota dari suatu himpunan dengan anggota pada himpunan lainnya, dan dengan
demikian konsep suatu fungsi
f:ST
dibentuk. Sebagai contoh, dalam kalkulus variabel tunggal, S dan T biasanya adalah
himpunan bagian sederhana dari R. Pada bab ini akan dipelajari fungsi
f:VW
dengan V dan W adalah ruang vektor atas field yang sama.

*. )
&- Diberikan ruang vektor V dan W atas suatu field F. Suatu fungsi
T : V W disebut transformasi linear (linear transformation) atau homomorfisma
(homomorphism) jika T mengawetkan operasi penjumlahan vektor dan perkalian skalar:
(TL1) Linear:
T(v1 + v2) = T(v1) + T(v2), v1, v2 V;
(TL2) Homogen:
T(kv) = kT(v), v V, k F.
/ )' $ &- Tunjukkan bahwa T : R R yang didefinisikan oleh T(x) = 2x
adalah transformasi linear.
%
- Diambil sebarang x, y R, maka
T(x + y) = 2(x + y)
[rumus fungsi]
= 2x + 2y
[sifat aritmatika real]
= T(x) + T(y)
[rumus fungsi]
dan juga
T(kx) = 2(kx)
[rumus fungsi]
= k(2x)
[sifat aritmatika real]
= kT(x)
[rumus fungsi]
untuk k R.
Disimpulkan bahwa T adalah transformasi linear.

61

'

62

(#

/ )' $ &- Tunjukkan bahwa T : R R, T(x) = x2 bukan transformasi


linear.
%
- Harus ditunjukkan bahwa definisi transformasi linear tidak dipenuhi
oleh fungsi tersebut, dan ini bisa ditunjukkan dengan contoh penyangkal.
Berdasarkan rumus fungsi diperoleh bahwa
T(1) = 12 = 1
dan T(2) = 22 = 4.
Karena 2 = 1 + 1 dan 22 12 + 12, maka
22 = T(2) = T( 1 + 1) T(1) + T(1) = 12 + 12.
Disimpulkan bahwa T bukanlah transformasi linear.
/ )' $ &- -

Tunjukkan bahwa T : M2(R) P2(R) yang didefinisikan oleh


a b
T
= a + (d c)x + (b + c)x2
c d

adalah transformasi linear.


%
- Diambil sebarang
a b
e f
M2(R).
,
c d
g h
Berdasarkan rumus fungsi diperoleh
a b
e f
a+e b+ f
T
+
= T
c d
g h
c+g d +h
= (a + e) + ((d + h) (c + g))x + ((b + f) + (c + g))x2
= (a + (d c)x + (b + c)x2) + (e + (h g)x + (f + g)x2)
a b
e f
= T
+T
.
c d
g h
Selanjutnya jika k R, maka
a b
T k
c d

= T

ka kb
kc kd

= ka + (kd kc)x + (kb + kc)x2


= k (a + (d c)x + (b + c)x2)
a b
= kT
.
c d
Disimpulkan bahwa T adalah linear.

/ )' $ &- -

adalah linear.
%

Tunjukkan bahwa T : C2 C2 yang dirumuskan oleh


iz1 + 2 z 2
z1
=
,
z1 , z2 C
T
3z1 iz 2
z2

- Diambil sebarang
z1
w1
z=
,w=
C 2.
z2
w2

Diperoleh

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

T(z + w) = T

z1
z2

w1

z1 + w1

=T

w2

i(z1 + w1 ) + 2(z 2 + w2 )
3(z1 + w1 ) i (z 2 + w2 )

63

(#

z 2 + w2

iz1 + 2 z 2
iw + 2w2
+ 1
3z1 iz 2
3w1 iw2

= T(z) + T(w).
Jika k C, maka
T(kz)= T
= k

kz1

kz 2

ikz1 + 2kz 2
3kz1 ikz 2

iz1 + 2 z 2
= kT(z).
3z1 iz 2

Disimpulkan bahwa T adalah linear.


Suatu transformasi linear dari ruang vektor V ke ruang vektor V yang sama
disebut operator linear. Kemudian jika diduga bahwa fungsi yang diberikan adalah
transformasi linear maka dicoba untuk membuktikannya, tetapi jika berpikir bahwa
fungsi tidaklah linear maka satu contoh penyangkal adalah cukup.

/ )' $ &- -#
Diferensiasi dan integrasi adalah transformasi linear. Diambil V

= C (R) adalah ruang vektor dari fungsi-fungsi yang terdiferensial dengan R sebagai
domain dan kodomainnya. Diberikan fungsi derivatif D : V V yang didefinisikan oleh
df ( x)
D( f ( x) ) =
,
dx
dan fungsi integral Int : V V yang didefinisikan oleh

Int( f ( x) ) =

f (t )dt .

Fungsi D dan Int adalah transformasi linear.

/ )' $ &- -&


oleh

Diberikan V adalah ruang vektor dan didefinisikan I : V V

/ )' $ &- -(
T0 : V W oleh

Diberikan V dan W adalah ruang vektor dan didefinisikan fungsi

'*
* 8 &- (a) T(0V) = 0W,

Jika T : V W adalah transformasi linear, maka

I(v) = v, v V.
I adalah transformasi linear yang disebut transformasi identitas.

T0(v) = 0W, v V.
T0 adalah transformasi linear yang disebut transformasi nol.

(b) T

n
i =1

a i vi =

n
i =1

a iT (vi ) dengan ai F, vi V untuk i = 1, 2, , n.

Teorema berikut bermanfaat untuk mengurangi usaha dalam menentukan apakah


suatu fungsi adalah transformasi linear. Pembaca diharapkan mengetahui hasil yang
analog untuk memeriksa ruang bagian.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

'*
jika

64

(#

Fungsi T : V W adalah transformasi linear jika dan hanya

* 8 &- -

T(kv1 + v2) = kT(v1) + T(v2),

v1, v2 V, k F.

/ )' $ &- -+
Diberikan suatu matriks A Mmn(R) dan didefinisikan suatu
fungsi TA : Rn Rm oleh TA(x) = Ax untuk setiap x Rn.
Dengan menggunakan sifat perkalian matriks, maka x, y Rn dan k R diperoleh
TA(kx + y) = A(kx + y) = A(kx) + A(y) = k(Ax) + (Ay) = kTA(x) + TA(y).
Karena itu TA adalah transformasi linear, dan dinamakan transformasi matriks.
8
8' &- Jika T : V W adalah transformasi linear, maka untuk setiap u,
v V berlaku:
1. T(v) = T(v).
2. T(v w) = T(v) T(w).
Didefinisikan T : V = R3 W = R2 oleh
x1
x + x3
T x2 = 1
.
2 + 5 x2
x3

/ )' $ &- -3

Tunjukkan bahwa T bukanlah suatu transformasi linear.


%
- Diberikan suatu contoh penyangkal, khususnya T(0V) = 0W atau T(kv1
+ v2) = kT(v1) + T(v2) adalah dilanggar untuk suatu v1, v2 V.
Untuk yang pertama, penyelesaian yang mungkin:
0
0
0
T(0V) = T 0 =

.
2
0
0
Untuk yang kedua, penyelesaian yang mungkin:
1
diambil k = 1, v1 = 1 , dan v2 = 0V, maka

1
T(kv1 + v2) = T 1 1 + 0V
1

1
=T

1
1

2
1 + (1)
=
3
2 + 5(1)

dan

1
kT(v1) + T(v2) = 1. T 1
1

+ T(0V) = 1.

0
2
1+1
+
=
.
2
5
2 + 5.1

Karena T(kv1 + v2) kT(v1) + T(v2) maka T adalah tidak linear.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

&-

'

65

(#

"

Pada bagian ini akan diperlihatkan bahwa jika T : Rn Rm adalah sebarang


transformasi linear, maka dapat ditentukan suatu matriks A berukuran mn sehingga T
adalah perkalian oleh A dengan x Rn.

'*
* 8 &- Jika T : Rn Rm adalah transformasi linear dan {e1, e2, , en}
adalah basis baku untuk Rn, maka T adalah perkalian oleh A dengan x Rn, atau T(x) =
Ax, untuk A adalah matriks dengan vektor-vektor kolomnya yaitu T(e1), T(e2), , T(en).
Tentukan matriks baku untuk transformasi linear T : R3 R4,
x1 + x 2
x1
x x2
T x2 = 1
.
x3
x3
x1

/ )' $ &- -

1
T(e1) = T

0
0

0
, T(e2) = T

1
0

0
, T(e3) = T

1
1

0
0
1
1
0
0
Dengan menggunakan T(e1), T(e2), T(e3) sebagai vektor kolom, maka diperoleh
1
1 0
A=

1 1 0
0
1

0 1
0 0

*. )
&- Jika A adalah suatu matriks tertentu maka transformasi linear TA :
Rn Rm dengan definisi TA(x) = Ax disebut transformasi linear yang dihubungkan
dengan matriks A.
Selanjutnya akan diilustrasikan aksi dari transformasi linear T : R2 R2 dengan
melihat bayangan dari suatu bangun persegi terhadap T.

"
4
6
Matriks baku untuk transformasi linear
T : R2 R2 yang merotasikan vektor
dengan sudut adalah
cos
sin
.
A=
sin
cos
Secara mudah diperoleh
1
cos
T
=
0
sin

0
1

C **3

sin
cos

9 3)( - % &

x
y

(cos , sin )

(-sin , cos )

(1,0)

(1,0)

Gambar 6.1: Rotasi oleh sudut

D ())7

'

%
4
7
6
Untuk setiap garis pada bidang
terdapat transformasi linear yang
merefleksikan vektor terhadap garis.
Refleksi terhadap sumbu-x
diberikan oleh matriks baku
1 0
A=
0 1
x
x
.
ke
y
y
Refleksi terhadap sumbu y
diberikan oleh matriks baku
1 0
A=
0 1

66

(#

yang membawa vektor

yang membawa

.
y
y
Yang
terakhir,
refleksi
terhadap garis y = x diberikan oleh
1 0
A=
0 1

*
Matriks baku

Gambar 6.2: Refleksi bangun persegi

x
y
ke
.
y
x

"
A=

ke

dan membawa vektor

k 0
0 1

mengekspansi vektor

(k>1)
x
y

sepanjang

kx
untuk k > 1 dan
y
memampatkan sepanjang sumbu-x
untuk 0 < k < 1.
Sejalan dengan itu,
1 0
A=
0 k
mengekspansi atau memampatkan
x
x
vektor
ke
sepanjang
y
ky
sumbu x ke

y
(0< k<1)
x

Gambar 6.3: Ekspansi dan kompresi


sepanjang sumbu x

sumbu-y.

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

67

(#

Matriks baku
A=

1 k
0 1

yang membawa vektor

x
x

x + ky

ke

y
disebut pergeseran dalam arah x.
Sejalan dengan itu,
1 0
A=
k 1

x
x
ke
dan
y
y + kx
disebut pergeseran dalam arah y.

membawa vektor

&-

Gambar 6.4: Pergeseran dalam arah x


dan arah y

'

"

Dimisalkan bahwa V dan W adalah sebarang ruang vektor berdimensi berhingga


dengan basis untuk V dan W berturut-turut adalah
= {v1, v2, , vn} dan = {w1, w2, , wm}.
Untuk setiap v V, matriks koordinat [v] merupakan vektor di Rn dan matriks koordinat
[T(v)] merupakan vektor di Rm. Jadi, proses pemetaan v ke T(v) untuk transformasi linear
T akan menghasilkan suatu pemetaan dari Rn ke Rm yang memetakan [v] ke [T(v)].
Akan diperlihatkan bahwa pemetaan yang dihasilkan tersebut merupakan transformasi
linear.
Selanjutnya akan dicari matriks baku Amn = [aij], 1 i m dan 1 j n, yang
memenuhi
A[v] = [T(v)]
untuk semua vektor v V. Khususnya diinginkan agar persamaan tersebut dapat dipenuhi
untuk vektor basis v1, v2, , vn, yaitu
A[v1] = [T(v1)], A[v2] = [T(v2)], , A[vn] = [T(vn)].
Karena
1
0
0
[v1] =

, [v2] =

, , [vn] =

0
1

maka
A[v1] =

A[v2] =

C **3

9 3)( - % &

a11
a 21

a12
a 22

a1n
a2n

a m1

am2

a mn

a m1

a11

a12

a1n

a12

a 21

a 22

a2n

a m1

am2

a mn

a11
a 21

a 22
am2
D ())7

'

68

(#

a11

a12

a1n

a 21

a 22

a2n

a m1

am2

a mn

A[vn] =

a1n
=

a2n

a mn

Diperoleh
[T(v1)] =

a11
a 21

a12
a 22

, [T(v2)] =

, , [T(vn)] =

a1n
a 2n

a m1
a m2
a mn
yang menunjukkan bahwa kolom A yang berurutan merupakan matriks koordinat dari
T(v1), T(v2), , T(vn)
yang berkorespondensi dengan basis . Jadi diperoleh matriks tunggal A yang disebut
matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis dan , dan dinyatakan oleh
A = [T (v1 )] [T (v 2 )]
[T (v n )] .

Matriks A dinamakan matriks representasi dari transformasi linear T terhadap basis


dan , dan dinotasikan [T],.
Secara khusus, jika V = W maka biasanya diambil = . Dari situ, matriks yang
dihasilkan disebut matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis , dan
dinyatakan oleh
[T] = [[T (v1 )] [T (v 2 )]
[T (v n )] ] .
Tentukan [T] untuk adalah basis baku R2 untuk
a
2a b
T : R2 R2,
.
T
=
b
4a 3b

/ )' $ &- -

1
0

2
1
0
= 2
+ 4
, T
4
0
1

0
1

1
1
0
= 1
+ 3
.
3
0
1

Jadi
[T] =

/ )' $ &- -

2 1
.
4 3

Diberikan operator linear T : R2 R2 yang didefinisikan oleh


x1
x1 + x 2
.
T
=
x2
2 x1 + 4 x 2

Tentukan matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis


1
1
= v1 = , v2 =
.
1
2

- Dari rumus T, diperoleh


1
2
T(v1) = T
=
= 2v1 + 0v2,
1
2
%

C **3

9 3)( - % &

T(v2) = T

1
2

3
= 0v1 + 3v2.
6

D ())7

'

69

(#

Jadi,

[T (v1 )]

2
0
dan [T (v 2 ) ] =
.
0
3

Oleh karena itu,


[T] =

2 0
.
0 3

Diberikan transformasi linear T : R2 R3 yang didefinisikan:


x2
x1
T
= 5 x1 + 13 x2 .
x2
7 x1 + 16 x 2

/ )' $ &- -

Tentukan matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis


1
1
0
3
5
= v1 = , v 2 =
dan = w1 = 0 , w2 = 2 , w3 = 1
1
2
1
2
2

- Dari rumus T, diperoleh


1
3
T(v1) = T
= 2 = v1 2v3, T(v2) = T
1
5

5
2

2
= 1 = 3v1 + v2 v3.
3

Jadi,

1
3
0 dan [T(v2)] = 1 .
[T(v1)] =
2
1
Karena itu,
[T],

Tentukan [T], menggunakan basis baku dan :


a
T
= a + 2bx + (3a + 4b) x 2 ,
b

/ )' $ &- -

=
%

1 3
=
0
1 .
2 1

1 0
,
0 1

, = {1, x, x2}.

1
0

= 1 + 3x2 = 1.1 +0x + 3x2,

0
1

= 2x + 4x2 = 0.1 + 2x + 4x2.

Jadi
[T],

C **3

9 3)( - % &

1 0
= 0 2 .
3 4

D ())7

'

70

(#

/ )' $ &- -#
Diberikan A Mmn(F) dan didefinisikan TA : Fn Fm oleh
TA(x) = Ax. Jika dan berturut-turut adalah basis baku untuk Fn dan Fm, maka
[T], = A.
/ )' $ &- -&
didefinisikan oleh

Diberikan transformasi linear T : P1(R) P2(R) yang

T(p(x)) = x.p(x).
Tentukan matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis
= {v1 = 1, v2 = x} dan = {w1 = 1, w2 = x, w3 = x2}.
%
- Dari rumus T, diperoleh
T(v1) = T(1) = x.1 = x
T(v2) = T(x) = x.x = x2.
Dicari matriks koordinat untuk T(v1) dan T(v2) relatif terhadap basis sebagai berikut.
k1
Dimisalkan [T(v1)] = [x] = k 2 , berarti

k3
k1 w 1 + k2 w 2 + k3 w 3 =
k1 + k2 x + k3 x2 =
yang mempunyai penyelesaian k1 = k3 = 0 dan k2 = 1.
c1

v1
x

Dimisalkan [T(v2)] = [x2] = c 2 , yang berarti

c3
c1 w 1 + c2 w 2 + c3 w 3 = v2
c1 + c2 x + c3 x2 = x2
yang mempunyai penyelesaian c1 = c2 = 0 dan c3 = 1.
Diperoleh
0
0
[T(v1)] = 1 dan [T(v2)] = 0 .

Jadi, matriks untuk T yang berkorespondensi dengan basis dan yaitu


0 0
[T], = 1 0 .

0 1
Diberikan
T : P2[x](R) P2[x](R), T(p) = p + 2 p + 3 p .
Gunakan B = {1, x, x2} untuk mencari [T ]B .
%
T(1) = 1 = 1.1 + 0.(1 + x) + 0.(1 + x + x2),
T(1 + x) = 3 + x = 2.(1) + 1.(1 + x) + 0.(1 + x + x2),
T(1 + x + x2) = 9 + 5x + x2 = 4.(1) + 4.(1 + x) + 1.(1 + x + x2).
1 2 4

/ )' $ &- -(

[T ]B

= 0 1 4 .

0 0 1

C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

71

(#

Hasil berikut menunjukkan bahwa representasi adalah suatu ide yang bermanfaat.
Hasilnya mengatakan bahwa komponen dari peta v di bawah T dapat diperoleh dengan
mengalikan representasi matriks dari T dengan komponen v.

'*
* 8 &- Diberikan T : V W adalah transformasi linear dari ruang
vektor berdimensi berhingga V ke ruang vektor berdimensi berhingga W. Diambil dan
sebagai basis untuk V dan W secara berturut-turut.
Jika v V, maka [T(v)] = [T], [v].
/ )' $ &- -+

Diberikan T : R2 R2 yang didefinisikan oleh


a
2a b
T
=
.
4a 3b
b

Gunakan basis baku dari R2 dan

[T] =

4 3

untuk menghitung
T

2
3

= 2

+3

0
1

sehingga

2
3

Diketahui bahwa
[T(v)] = [T] [v] ,

karena itu
T

2 1
4 3

7
2
=
.
3
17

Disimpulkan bahwa
T

/ )' $ &- -3

7
17

Diberikan T : P2[x](R) P2[x](R) yang didefinisikan oleh


T(p) = p + 2 p + 3 p .

Gunakan

= {1, 1 + x, 1 + x + x2}

dan

1 2 4
[T] = 0 1 4 ,
0 0 1
untuk menghitung [T( 2 x + x2)] dan T( 2 x + x2).
C **3

9 3)( - % &

D ())7

'

72

(#

2 x + x2 = 3.1 + (2).(1 + x) + 1(1 + x + x2),

sehingga

3
[( 2 x + x )] = 2 .
1
2

Karena
[T(p)] = [T][p],

maka

1 2 4
[T( 2 x + x )] = 0 1 4
0 0 1
2

dan

3
3
2 = 2 ,
1
1

T( 2 x + x2) = 3.(1) + 2.(1 + x) + 1(1 + x + x2) = 6 + 3x + x2.

/ )' $ &- Di R2 diberikan basis


= {(1, 2, 3), (4, 5, 6), (7, 8, 10)}, dan = {(1, 0, 0), (0, 1, 0), (0, 0, 1)}.
Tentukan matriks transisi dari ke , [I],.
%
1
1
1
0
0
I 2 = 2 = 1. 0 + 2. 1 + 3. 0

3
I

4
5
6

7
I 8
10

4
1
0
0
= 5 = 4. 0 + 5. 1 + 6. 0
6
0
0
1
7
1
0
0
= 8 = 7. 0 + 8. 1 + 10. 0
10
0
0
1

sehingga

1 4 7
[I], = 2 5 8 .
3 6 10

C **3

9 3)( - % &

D ())7

(
)%

(-

!
!

" *
!

(
"

"
"
' '

'
('

! %
"
&

* $ *

!%
%

" 9

Dimotivasi bab ini dengan mendiskusikan persamaan


ax2 + 2hxy + by2 = c,
dengan tidak semua dari a, b, dan c adalah nol. Pernyataan ax2 + 2hxy + by2 disebut
bentuk kuadratik dalam x dan y, serta terdapat identitas
a h x
ax2 + 2hxy + by2 = [x y ]
= X T AX ,
h b y
x
a h
dan A =
. Matriks A disebut matriks dari bentuk kuadratik.
y
h b
Selanjutnya sumbu x dan sumbu y dirotasikan berlawanan arah jarum jam sebesar
radian ke sumbu baru x1 dan y1. Persamaan yang dihasilkan dari rotasi sumbu
diturunkan sebagai berikut.
Diambil X yang mempunyai koordinat (x, y) relatif terhadap sumbu x dan sumbu
y, serta koordinat (x1, y1) relatif terhadap sumbu x1 dan sumbu y1. Diperhatikan Gambar
7.1.
dengan X =

y1

x1
R

Gambar 7.1: Rotasi sumbu

)*

"

74

# +!

= OQ = OPcos( + )
= OP(cos().cos() sin().sin())
= (OP.cos())cos() (OP.sin())sin()
= OR.cos() PR.sin()
= x1 cos() y1 sin().
Sejalan dengan itu, diperoleh y = x1 sin() + y1 cos()
Dinyatakan persamaan di atas ke persamaan matriks tunggal:
x
cos( ) sin( ) x1
=
,
y
sin( )
cos( ) y1
x

atau X = PY, dengan X =

, Y=

x1
y1

cos( ) sin( )

dan P =

sin( )

cos( )

. Dicatat bahwa

kolom-kolom dari P memberikan arah sumbu positif x1 dan y1. P adalah matriks
ortogonal, karena itu PPT = I2 atau P1 = PT. Selain itu, matriks P mempunyai sifat khusus
yaitu det(P) = 1.
cos( ) sin( )
disebut matriks rotasi. Dapat
Suatu matriks berjenis P =
sin( )
cos( )
ditunjukkan dengan mudah bahwa suatu matriks ortogonal real 22 dengan determinan
sama dengan 1 adalah suatu matriks rotasi.
Dapat juga diselesaikan untuk koordinat-koordinat baru dalam koordinat lama:
x1
cos( ) sin( ) x
= Y = PT X =
,
y1
sin( ) cos( ) y
karena itu x1 = x.cos() + y.sin() dan y1 = x.sin() + y.cos(). Jadi
XTAX = (PY)TA(PY) = YT(PTAP)Y.
Selanjutnya diandaikan bahwa bisa dipilih suatu sudut sehingga PTAP adalah matriks
diagonal, misalnya diag(1, 2), maka
0 x1
X T AX = [x1 y1 ] 1
= 1 x12 + 2 y12
(7.1)
0
2 y1
dan relatif terhadap sumbu baru. Persamaan ax2 + 2hxy + by2 = c menjadi
2
2
1 x1 + 2 y1 = c yang mudah dibuat sketsa kurvanya. Kurva ini simetris terhadap sumbu
x1 dan y1, dengan P1 dan P2 adalah kolom-kolom dari P, yang memberikan arah sumbu
simetri.
Dapat diperiksa juga bahwa P1 dan P2 memenuhi persamaan
AP1 = 1P1 dan AP2 = 2P2.
u1
Persamaan tersebut dibatasi pada 1 dan 2. Jika P1 =
, maka persamaan pertama
v1
menjadi

a h u1
=
h b v1

u1
v1

atau

a
h

h
b

u1
0
=
.
v1
0

Karena itu, sistem homogen dari dua persamaan linear dalam dua variabel tersebut
mempunyai suatu penyelesaian nontrivial (u1, v1). Karena itu
a 1
h
=0.
h
b 1

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

75

# +!

Sejalan dengan itu, 2 memenuhi persamaan yang sama. Dalam bentuk yang diperluas, 1
dan 2 memenuhi
2 (a + b) + ab h2 = 0.
Persamaan tersebut mempunyai akar real

(a + b )2 4(ab h 2 )

a+b

a+b

(a b )2 + 4h

(7.2)
2
2
(Akar-akar ini adalah berbeda jika a b atau h 0. Untuk kasus a = b dan h = 0 tidak
perlu dilakukan penyelidikan karena memberikan suatu persamaan lingkaran.)
Persamaan 2 (a + b) + ab h2 = 0 disebut persamaan nilai eigen dari
matriks A.

(-

) %

" *

Pada bagian ini akan dipelajari dasar-dasar mencari nilai eigen (eigenvalue) dan
vektor eigen (eigenvector) dari suatu matriks persegi.

*. )
(- - 4) %
:9
"
6
Diambil T : V V sebagai operator linear pada ruang vektor V atas field F. Suatu vektor
tak nol v V dinamakan suatu vektor eigen dari T jika terdapat suatu skalar F
sehingga
T(v) = v.
Skalar disebut nilai eigen dari T yang berkorespondensi dengan vektor eigen v.
Pasangan (, v) dinamakan suatu pasangan eigen (eigenpair) dari T.
Untuk A Mn(F), suatu vektor tak nol v Fn dinamakan suatu vektor eigen dari
A jika terdapat suatu skalar F sehingga
Av = v.
Skalar disebut nilai eigen dari A yang berkorespondensi dengan vektor eigen v.
Pasangan (, v) dinamakan suatu pasangan eigen dari A.
Syarat Av = v dapat dituliskan kembali menjadi
Inv Av = (In A)v = 0
dengan I adalah matriks identitas yang berukuran sama dengan matriks A. Jika diandaikan
bahwa det(I A) 0 maka I A mempunyai invers, karena itu
= (I A)10
(I A)1(I A)v
v
= 0.
Padahal diberikan vektor v tidak sama nol, sehingga haruslah det(I A) = 0.

Av = v
( < 1)

Av = v
(0< < 1)

v
(a)

(b)

v
Av = v ( < 0)
(c)

Gambar 7.2: (a) Dilatasi > 1. (b) Kontraksi 0< < 1. (c) Pembalikan arah ( < 0)

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

76

# +!

*. )
(- - 4
"% "
%
6
Untuk A Mn(F), persamaan det(I A) = 0 disebut persamaan karakteristik dari A,
sedangkan polinomial det(I A) disebut polinomial karakteristik dari A dan seringkali
dinotasikan dengan ch A ( ) atau pA().
Karena itu, nilai eigen dari A tidak lain adalah akar-akar persamaan karakteristik
v1

yang bersesuaian dengan nilai eigen dicari

dari A. Sedangkan vektor eigen v =

vn
dengan cara menyelesaikan sistem persamaan linear
(I A)v = 0.

/ )' $ (- -

Selesaikan masalah nilai eigen untuk


2 1
A=
1 2

jika diberikan A M2(R).


%
(i)
I A=

0
0

2 1
1 2

sehingga

p() = det(I A) = ( 2)2 1 = 2 4 + 3 = ( 1)( 3).


(ii) Pembuat nol p() adalah nilai-nilai eigen dari A, jadi
1 = 1 atau 2 = 3.
(iii) Untuk setiap nilai eigen i, i = 1, 2, diperiksa persamaan nilai eigen untuk
menentukan vektor eigen.
(a) 1 = 1. Diperiksa (1.I2 A)v = 0.
Ini berarti bahwa
1 1 a
0
a
, dengan
=
= v.
1 1 b
0
b
Diperoleh
1 1 a
0
.
=
0 0 b
0
Penyelesaian umumnya adalah
1
b
:b R .
1
Jadi suatu pasangan eigennya adalah

1,
(b)

1
1

2 = 3. Diperiksa (3I2 A)v = 0.


Ini berarti bahwa

1 1 c
0
c
, dengan
=
=v.
1
1 d
0
d

C **3

9 3)( - % &

D ())7

)*

"

77

# +!

Diperoleh
1 1 c
0
.
=
0
0 d
0
Penyelesaian umumnya adalah
1
d :d R .
1
Jadi suatu pasangan eigennya adalah

3,

Selesaikan masalah nilai eigen untuk B M2(R).


0 1
B=
1 0

/ )' $ (- -

1
1

I B=

sehingga

p() = 2 + 1.
Karena p() tidak mempunyai akar real, maka B tidak mempunyai pasangan eigen.
Selesaikan masalah nilai eigen untuk C M2(C).
0 1
C=
1 0

/ )' $ (- -

(i)

p() = 2 + 1 = ( + i)( i).


(ii) Pembuat nol p() adalah nilai-nilai eigen dari A, jadi
1 = i atau 2 = i.
(iii) Untuk setiap nilai eigen i, diperiksa persamaan nilai eigen untuk menentukan
vektor eigen.
(a) 1 = i. Diperiksa ((i)I2 C)v = 0, berarti
i 1 a
0
a
, dengan v =
C 2.
=
1 i b
0
b
Diperoleh
1 i a
0
.
=
0 0 b
0
Penyelesaian umumnya adalah
i
b : b C .
1
Jadi suatu pasangan eigennya adalah

i,

C **3

9 3)( - % &

i
.
1

D ())7

)*

(b)

"

78

# +!

2 = i. Diperiksa (i.I2 A)v = 0, berarti

i 1 c
0
c
, dengan v =
=
1
i d
0
d
Penyelesaian umumnya adalah
i
d
:d R .
1

C 2.

Jadi suatu pasangan eigennya adalah

i,

Selesaikan masalah nilai eigen untuk D M2(C).


3i 4
D=
2
i

/ )' $ (- -

i
.
1

(i)
I D=

3i

p() = ( 3i)( i) + 8 = 2 4i + 5.
(ii) Pembuat nol p() adalah
4i 16 20
= 2i 3i
2
sehingga nilai eigennya adalah 1 = i atau 2 = 5i.
(iii) Diperiksa persamaan nilai eigen untuk setiap nilai eigen.
(a) 1 = i. Diperiksa ((i)I2 D)v = 0, berarti
a
4i
4 a
0
, dengan v =
C 2.
=
b
2 2i b
0
Penyelesaian umumnya adalah
i
b
: b C .
1
Jadi suatu pasangan eigennya adalah

i,
(b)

i
1

2 = 5i. Diperiksa (5i.I2 D)v = 0, berarti


2i 4 c
0
c
, dengan v =
=
2 4i d
0
d
Penyelesaian umumnya adalah
2i
d
: d C .
1

C 2.

Jadi suatu pasangan eigennya adalah

5i,

C **3

9 3)( - % &

2i
1

D ())7

)*

"

79

# +!

Pada saat menyelesaikan persamaan karakteristik, dapat diperoleh akar real dan
atau kompleks dan karena itu suatu matriks dapat mempunyai nilai eigen dan vektor
eigen real atau kompleks. Juga, dalam menyelesaikan untuk vektor eigen akan diperoleh
suatu himpunan tak berhingga dari vektor-vektor. Himpunan tak berhingga tersebut
adalah suatu ruang bagian dan tepatnya dinamakan ruang eigen. Lebih khusus lagi, jika
adalah suatu nilai eigen dari A maka ruang eigen yang bersesuaian dengan adalah ruang
nol NS(I A).

*. )
(- Diberikan operator linear T : V V pada ruang vektor V atas
field F, dan sebagai nilai eigen dari A Mn(F). Ruang eigen dari A yang
berkorespondensi dengan nilai eigen , didefinisikan oleh
E
= {v V : T(v) = v}
= {x Fn : Ax = x}
= {x Fn : (I A)x = 0}.
/ )' $ (- -#

Diberikan

matriks

F=

2 4
1 1

M2(R).

Polinomial

karakteristik dari A yaitu


det(I F) = ( 2)( + 1) 4 = 2 6
Diperoleh nilai-nilai eigen dari F yaitu 1 = 3 dan 2 = 2.
a
(i)
Untuk 1 = 3, diambil v =
R2, maka sistem linear (3I F)v = 0:
b
1 4 0

1 4 0

1 4 0

0 0 0

Jadi vektor eigen yang bersesuaian dengan 1 = 3 yaitu


4b
4
.
v=
=b
b
1
Lebih lanjut, ruang eigen yang bersesuaian dengan 1 = 3 adalah semua vektor
4
4
4
yang direntang oleh
atau E3 = a
: a R . Dengan kata lain,
1
1
1
(ii)

adalah basis untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan 1.


c
Untuk 2 = 2, diambil v =
R2, maka sistem linear (2I F)v = 0:
d
4
4 0
1 1 0

1 1 0
.
0
0 0

Jadi vektor eigen yang bersesuaian dengan 2 = 2 yaitu


d
1
v=
=d .
d
1
Ruang eigen yang bersesuaian dengan 2 = 2 adalah E 2 = d
untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan 2 adalah

C **3

9 3)( - % &

1
1

1
: d R . Basis
1

D ())7

)*

"

80

# +!

*. )
(- Diberikan A Mn(F) yang mempunyai nilai eigen 1, 2, , n.
(i)
Spektrum (spectrum) dari A, dinotasikan (A), adalah himpunan nilai-nilai eigen
dari A, atau dengan kata lain
(A) = {1, 2, , n}.
(ii) Radius spektral (spectral radius), dinotasikan (A), adalah nilai mutlak (atau
modulus) terbesar dari nilai-nilai eigen, atau dengan kata lain
(A) = maks{|1|, |2|, , |n|}.
Diandaikan A Mn(F) dengan sebagai suatu nilai eigen. Kerangkapan
aljabar (algebraic multiplicity) dari , dinotasikan a, adalah banyaknya pengulangan
nilai eigen sebagai akar dari persamaan karakteristik. Kerangkapan geometris
(geometris multiplicity) dari , dinotasikan g, adalah banyaknya vektor eigen bebas
linear yang berkorespondensi dengan nilai eigen . Kerangkapan geometris didefinisikan
g = dim(NS(I A)) = dim(E)
dengan sifat 1 g a.

5
8 16
Diberikan matriks G = 4
1
8 M3(R).
4 4 11

/ )' $ (- -&

5
4
4

pA ( ) =

8
1
4

16
8 = ( 1)( + 3) 2 .
+ 11

Jadi (G) = {1 = 1, 2 = 3} dengan kerangkapan aljabar dari nilai-nilai eigennya


adalah a1 = 1 dan a2 = 2.
Vektor eigen v yang berkorespondensi untuk 1 = 1 harus memenuhi
4 8 16
0
a

4
4

0
4

8 v = 0 ,
12
0

dengan v = b R3,

atau ekuivalen dengan

1 0 2 0
0 1 1 0 .
0 0 0 0
Diperoleh vektor eigen yang bersesuaian dengan 1 = 1 yaitu
2c
2

v=

c = c 1 .
c
1

2
Ruang eigen yang berkorespondensi dengan 1 = 2 adalah E 2 = c 1 : c R

1
2
basisnya adalah

C **3

2
1

. Jadi kerangkapan geometris dari 1 yaitu g2 = 1.

9 3)( - % &

D ())7

dengan

)*

"

81

# +!

Selanjutnya, dengan jalan yang sama akan diperoleh vektor eigen yang
bersesuaian dengan 2 = 3 yang mempunyai bentuk
1
2

1 r +
1

0 s
1

dengan r, s R. Diperoleh ruang eigen yang berkorespondensi dengan suatu nilai eigen
1
2

2 = 3 yaitu E 3 =

1 r +
1

0 s : r , s R . Basis untuk ruang eigen yang


1
1

berkorespondensi dengan 2 = 3 adalah

1 ,
1

0
1

. Jadi kerangkapan geometris dari

2 adalah g3 = 2.
(1
"% "
%
'*
* 8 (- Jika A Mn(F) dan pA() = det(In A), maka
(a) pA() adalah suatu polinomial berderajat n dalam :
pA() = a0 + a1 + + ann;
(b) an = 1;
(c) an 1 = tr(A);
(d) a0 = (1)ndet(A).
Secara khusus, untuk matriks 22, misalnya
karakteristiknya mempunyai bentuk
pA() =
=

(- -

, polinomial

2 (a + d) + (ad bc)
2 tr(A). + det(A).

'*
* 8 (- Matriks-matriks
karakteristik yang sama.
*. )

A=

yang

serupa

mempunyai

polinomial

Polinomial p() dikatakan terpisah (split) jika terdapat skalar k,

1, 2, , n F sehingga

p() = k( 1)( n).

Definisi di atas dapat diartikan bahwa jika polinomial karakteristik dari suatu
matriks adalah terpisah, maka matriks mempunyai n nilai eigen. Perlu dicatat bahwa nilai
eigen tersebut tidak perlu berbeda.

'*
* 8 (- Diberikan matriks A Mn(F) dan diandaikan bahwa polinomial
karakteristik pA() = a0 + a1 + + ann adalah terpisah, dan 1, , n adalah nilainilai eigen dari A, maka
(a)

n
i =1

(b) dan

= tr ( A) = a n1 ;

C **3

9 3)( - % &

i =1

= a0 = (1) n det( A) .

D ())7

)*

"

82

# +!

8
8' (- Jika = 0 adalah suatu nilai eigen dari A Mn(F), maka A
adalah singular (tidak inversibel).
/ )' $ (- -

Diberikan A =

2 3
. Persamaan karakteristik dari A yaitu 2
1
1

3 11 i
.
2
3 + 11 i 3 11 i
.
tr ( A) = 2 + 1 = 3 = 1(a1 ) = 1 + 2 =
+
2
2
3 + 11 i 3 11 i
20
.
det( A) = 2 + 3 = 5 = ( 1) 2 a 0 = 1 2
=
2
2
4

3 + 5 = 0 yang mempunyai akar-akar

/ )' $ (- -

1, 2

3 2
7
Diberikan matriks B = 0 1 3 .
3 4
1

Persamaan karakteristik untuk B:

(3 )((

3
0
3

singular.

9 3)( - % &

2
1
4

7
3
1

1)2 + 12 + 3( 6 7( 1)) =

yang mempunyai penyelesaian 1 = 0,

C **3

2 ,3

5 2

5 33
. Oleh karena itu, A adalah matriks
2

D ())7

*
(

-E

'

= 00
0
#
H
:
= >
" !
>F
= 00
;
G *76*
/! & (
# +=
1#
>4 !
4
- ())'
/! &
$
0/
! 0
: &
: &
> ())( 4 '" ( ' '
/! &
$
0 #
#
/
! 0
9 $
. ! : ())3
/! &
"4 /
( ' 3
+"
!
>F
.
4 ())* / # &
" /
,
%
/
4
.$ # G
*787 5
+' " , '&
/! &
#2 > +=
>F
>
()), 3
/! &
$
0
#
! 0I
&
! :
()))
/
"/
"
/! &
1&
*757 /
"
/! &
# += 1 #
>4 !
4
:
&
()), /
"
/! &
# +=
1#
>4 !
;
: " ())( / 4 '" ( ' '
/! &
#
$
0
#
!
- ())'
/! &
$
0
# :
!
:
0
$
$
% *77) , !
/ #&
) ,'
, &
!
""
1- 2 F !
% *77( / # &
), '
, &
!
""
1- 2 F !
2 *788
/! &
"
( ' 3
= #
#
4
#

,
5
6
8
7
*)
**
*(
*3
*'
*,
*5
*6
*8
*7
()

4 *776
/! &
'
! (
$
; - ())' / 0
-'
/! &
#
: $
# #
! 0
/
: :
()), 1 !
! 2
>F
4 ())*
/! &
#
$
: #
- *78* 3
/! & 3
4

83

>F
$
"
/! &

0
"=

Anda mungkin juga menyukai