Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

MATRIKS

2.1 Pengertian matriks


Matriks pada medan bilangan F adalah susunan persegi panjang dari elemenelemen F, yang tersusun dalam baris dan kolom. Baris adalah susunan
mendatar dan kolom susunan tegak. Sunanan bilangan bilangan itu
ditempatkan dalam kurung ( ) atau [ ]. Matriks yang terdiri dari m baris dan n
kolom dikatakan matriks berukuran atau berordo m n . Biasanya matriks
disimbolkan dengan huruf besar A, B, C dan sebagainya. Elemen-elemen
yang menyusun matriks disebut sebagai entri dan disimbolkan dengan
dengan huruf kecil a, b, c, dan sebagainya. Matriks A yang berordo m n
Am n

ditulis sebagai

Contoh 2.1

A= 2 1 4
3 0 3

]
2 3

Adalah matriks berordo

karena matriks A terdiri dari 2 baris dan 3


A 2 3
kolom, sehinga A dapat juga ditulis sebagai
.

[ ]

a
d
B=
g
j

b c
e f
h i
k l

Berordo 4 3
Simbol

aij

ditulis

B 4 3

melambangkan entri matriks pada baris ke i dan kolom ke j,

sehingga matriks A sering dituliskan dalam bentuk


A= [ aij ]
Jika ordo matriks
j=1,2,3, , n .

adalah

m n ,

maka

i=1,2,3, , m

dan

Matriks A dapat juga ditulis dengan mendaftar semua entri-entrinya, sebagai


berikut:

26

a11 a 12 a 1n
A= a21 a 22 a 2n

am 1 am 2 amn

i=1,2,3, , m dan

dengan

(2.1)

j=1,2,3, , n .

Entri-entri matriks dapat juga ditulis dengan rumus


Contoh 2.2
A= [ aij ]
dengan

aij =i j

, untuk 1 i 4

dan

1 j 3 .

Matriks tersebut jika ditulis dengan mendaftar semua entri matriks adalah

[ ]

0 1 2
A= 1 0 1
2 1
0
3 2
1

Dua matriks A dan B dikatakan sama, yaitu A = B jika dan hanya jika ordonya
sama dan entri-entri yang bersesuaian (seletak) sama.
A= [ aij ]

Jika

A=B

maka
m n

dan

dan

B=[ b ij ]

dengan

i=1,2,3, , m

dan

j=1,2,3, , n ,

jika dan hanya jika ordo A dan ordo B adalah sama yaitu
aij =b ij
untuk setiap i=1,2,3, , m dan j=1,2,3, , n

Contoh 2.3

Jika

0 1 2
A= 1
0 1
3 2
1

A=B

, tetapi

] [
,

A C .

0 1 2
B= 1
0 1
3 2
1

] [

1
0 1
C=
0 1 2
,
3 2
1

, maka

27

Jika

maka

[ ]

a b
P= c d
e f

[ ]

0
2
Q= 1 1
3 1

dan

a=0, b=2, c=1, d=1, e=3, dan f =1

Dua matriks yang berordo sama A dan B dikatakan berlawanan jika dan hanya
A= [ aij ]
jika setiap entrinya saling berlawanan. Dengan kata lain jika
dan
B=[ b ij ]

i=1,2,3, , m

dengan

sebaliknya
m n

dan

j=1,2,3, , n , maka

A=B

atau

A=B
dan

jika dan hanya jika ordo A dan ordo B adalah sama yaitu
aij =bij
aij =bij
atau sebaliknya
untuk setiap

i=1,2,3, , m dan

j=1,2,3, , n .

Contoh 2.4

Jika

0 1 2
A= 1
0 1
3 2
1

] [
,

0
1 2
B= 1 0
1
3 2 1

, maka

A=B

2.3. Jenis-jenis matriks


Pada uraian berikut didefinisikan beberapa jenis matriks khusus, sebagai
berikut:
1. Matriks nol
Matriks nol biasanya dilambangkan dengan O adalah matrik yang semua
O=[ a ij ]
a =0
entrinya adalan 0, yaitu
dan ij
, untuk setiap i dan j
Contoh 2.5

0 0 0 0
O3 4 = 0 0 0 0
0 0 0 0

[ ]

0 0
, O3 2= 0 0
0 0

2. Matriks baris dan matriks kolom

adalah matrik nol

28

Matriks baris adalah matrik yang hanya terdiri dari satu baris, ordonya

1 n

dan matrik kolom adalah matriks yang hanya terdiri dari satu kolom, ordonya
m 1 .
Matriks baris, secara umum ditulis
Matriks kolom, secara umum ditulis

B=[ b 1 j ]
C=[ c i 1 ]

, dengan

j=1,2,3, , n
i=1,2,3, , m

, dengan

Contoh 2.6
Matriks baris

[2 1 4] ,

[ 3 4 0 1 2] , [ 1 3 ]

Matriks kolom

[]
3
2
1

[]
1
0

3. Matriks persegi
Matriks persegi atau matriks bujur sangkar adalah matriks yang banyaknya
baris sama dengan banyaknya kolom. Jika A berordo m n maka m=n .
Biasanya matriks A ordo

n n

ditulis sebagai

An

, sehingga bentuk

umumnya adalah:

a11 a12 a 1n
A n= a21 a22 a 2 n

an 1 an 2 ann
elemen

a11 , a22 , , ann

semua elemen diagonal,

disebut sebagai elemen diagonal dan jumlah dari


a11 + a22+ +a nn

disebut trace.

Beberapa contoh matriks persegi sebagai berikut:


Contoh 2.7

(2.2)

29

A 2= 2 1
3 4

2 0 1
B
=
3 4 5
3
,
0 2 2

[ ]

C3 = 5 0
0 5

[ ]

1 0 0
I3 = 0 1 0
0 0 1

Di antara matriks persegi ada yang mempunyai sifat-sifat khusus, seperti


diuraikan pada jenis jenis matrik berikut ini.

4. Matriks segitiga
Ada dua macam matriks segitiga, yaitu matriks segitiga atas dan matriks
segitiga bawah.
A= [ aij ]

Matriks persegi
aij =0

untuk setiap

hanya jika

aij =0

disebut matriks segitiga atas, jika dan hanya jika

i> j . Sebaliknya disebut segitiga bawah jika dan

untuk setiap

i< j .

Bentuk umum matriks segitiga adalah

a11 a12 a1 n
0 a22 a2 n

0
0 ann

adalah matriks segitiga atas

(2.3)

a 11 0 0
a 21 a22 0

an 1 a n2 a nn

adalah matriks segitiga bawah

(2.4)
Contoh matriks segitiga atas

2 1 5
0 3
1
0 0 4

3 0 4 5
0 2 1 2
0 0 0 2
0 0 0 6

Contoh-contoh matriks segitiga bawah sebagai berikut:


Contoh 2.8

30

2 0 0
6 1 0
1 2 4

3 0
0
6 2 0
2 3
1
5 4 1

0
0
0
6

5. Matriks diagonal
Matriks

D=[ aij ]

dinamakan matriks diagonal jika memenuhi sifat-sifat

matriks segitiga atas maupun segitiga bawah, yaitu

aij =0

untuk setiap

i j .

Bentuk umum matrik diagonal adalah

a11 0 0
D= 0 a22 0

0
0 ann

(2.5)

Contoh contoh matriks diagonal adalah sebagai berikut:


Contoh 2.9

2 0 0
0 1 0
0 0 4

3 0 0 0
0 2 0 0
0 0 1 0
0 0 0 6

[ ]
2 0 0
0 2 0
0 0 2

[ ]
1 0
0 1

6. Matriks skalar
Matriks diagonal
dengan skalar

D=[ aij ]

disebut matriks skalar jika seluruh diagonal sama

k 0 , yaitu

a11 =a22==a nn=k 0

Bentuk umum matrik skalar adalah

k 0 0
D= 0 k 0

0 0 k

, k 0

Contoh contoh matriks skalar adalah sebagai berikut:

(2.6)

31

Contoh 2.10

[ ]
2 0 0
0 2 0
0 0 2

3 0
0
0
0 3 0
0
0
0 3 0
0
0
0 3

[ ]
1 0
0 1

7. Matriks identitas
Matriks identitas dilambangkan dengan
k =1 , yaitu

I , adalah matriks skalar dengan

1 0 0
0 1 0
I n=

0 0 1

(2.7)

Matriks identitas ini mempunyai peran yang penting dalam matriks. Sifat-sifat
matriks identitas akan dibahas pada uraian selanjutnya tentang matriks invers.
Contoh contoh matriks identitas adalah sebagai berikut:
Contoh 2.11

[ ]

1 0 0
I3 = 0 1 0
0 0 1

[ ]

1
0
I 4=
0
0

0
1
0
0

0
0
1
0

0
0
0
1

[ ]

I2 = 1 0
0 1

2.3 Operasi matriks


Dalam aljabar matriks didefinisikan beberapa operasi yang dikenakan pada
matriks, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian dengan skalar, dan
perkalian matriks.

2.3.1 Penjumlahan matriks


Definisi 2.1:
Diberikan

32

a11 a12 a1 n
A= [ aij ] = a21 a22 a2 n

a m 1 am 2 amn

masing-masing berordo sama

dan

b11 b 12 b1 n
B=[ b ij ]= b 21 b 22 b 2n

bm 1 bm 2 bmn

m n .

A +B

Jumlah matriks A dengan matriks B yang ditulis


C=[ c ij ]

m n , demikian sehingga

yang berordo

i=1,2,3, , m dan

adalah matriks

c ij =aij +bij

, dengan

j=1,2,3, , n .

atau

][
[

a11 a12 a1 n
b11 b12 b1 n
A + B= a 21 a22 a2 n + b21 b22 b2 n

am1 am 2 amn b m1 bm 2 bmn

a11 +b 11 a12+ b12 a1 n +b1 n


a21+b 21 a22+ b22 a2 n +b2 n

a m 1+b m 1 a m 2+ bm 2 amn +bmn

(2.9)

Berdasarkan definisi tersebut bahwa ordo sama menjadi syarat perlu yang
harus dipenuhi agar sebarang dua matriks dapat dijumlahkan. Matriks matriks
yang dapat dijumlahkan dinamakan sebagai matriks yang cocok atau
conformable terhadap penjumlahan.
Di samping itu

C=A + B

A maupun B , yaitu
matriks dengan ordo

adalah matrik dengan ordo sama dengan ordo


m n . Jika M m n adalah himpunan matriks-

m n

berarti

C M m n

. Hal demikian dikatakan

bahwa penjumlahan matriks bersifat tertutup (closure)


Contoh 2.13

Jika

2 4 3 1
A= 3 1 5 2
1 0 7 6

1 2 2 7
dan B= 0 2 4 1
2 1 3
3

33

][

2+ 1 4 +2 32 1+7
3 6 1 6
A + B= 3+ 0 1+ 2 5+ 4 21 = 3 3 9 1
12 0+1 7 +3 6+3
3 1 10 9

Maka

P= 2 4 3 1
1 0 7 6

Jika

P+Q

2 4 3
1 5
dan Q= 3
0 1 7

tidak didefinisikan karena ordonya tidak sama, atau

P danQ

tidak

dapat dijumlahkan.

2.3.2 Pengurangan matriks


Pengurangan matriks didefinisikan sebagai penjumlahan matriks dengan
lawannya.
Definisi 2.2:
Jika diberikan

a11 a12 a1 n
A= [ aij ] = a21 a22 a2 n

a m 1 am 2 amn
A

dikurangi

dan

b11 b 12 b1 n
B=[ b ij ]= b 21 b 22 b 2n

bm 1 bm 2 bmn

didefinisikan

AB=A + (B )=[ aij ] + ([ bij ] )= [ aij ]+ [b ij ] =[ aij bij ]


sehingga

][
[

a11 a12 a1 n
b11 b12 b 1 n
AB= a21 a22 a2 n b21 b 22 b 2 n

a m 1 am 2 amn
b m 1 bm 2 bmn

a11 b11 a12b 12 a1 nb 1n


a21b21 a22b 22 a2 nb 2n

a m 1bm 1 am 2b m 2 amnb mn

(2.10)

34

Contoh 2.14

2 4 3 1
A= 3 1 5 2
1 0 7 6

Jika

1 2 2 7
B=
0 2 4 1
dan
2 1 3
3

][

21 42 3+2 17
1 2 5 8
AB= 30 12 54 2+1 = 3 1 1 3
1+ 2 01 73 63
1 1 4 3

Maka

2.3.3 Perkalian matriks dengan skalar


Perhatikan contoh berikut:
Jika

A= 1 2
2 3

A + A+ A=

3 A=

, maka

][

][

][

1 2 1 2 1 2
3+3+ 3 222
+
+
=
2 3
2 3
2 3
2+ 2+ 2 3+3+ 3

3(3) 3(2)
= A .3
3(2) 3(3)

Berdasarkan contoh tersebut,

3 A= A .3

diperoleh dari mengalikan 3 setiap

entri dari A. Oleh karena itu perkalian matriks dengan skalar dapat
didefinisikan sebagai perkalian setiap entri matriks dengan skalar, yaitu:
Definisi 2.3:

Jika

a11 a12 a1 n
A= [ aij ] = a21 a22 a2 n

a m 1 am 2 amn

, maka perkalian matriks A dengan skalar

adalah

ka11 k a12 k a1 n
kA= Ak=k [ aij ]=[ k aij ]= ka 21 k a22 ka2 n

kam 1 ka m 2 k amn

(2.11)

35

kA
A , yaitu
m n , maka
Karena ordo
sama dengan ordo
kA M m n
. Ini berarti bahwa perkalaian dengan skalar juga bersifat tertutup
(closure).
Contoh 2.15

2 4 3 1
A= 3 1 5 2
1 0 7 6

, maka

][

4.2 4.4 4.3 4 (1)


8 16 12
4
4 A= 4.3
4.1 4.5
4.2 = 12 4 20 8
4
0
28 24
4 (1) 4.0 4.7
4.6
A=(1 ) A

Secara khusus lawan A atau

yaitu diperoleh dengan

mengalikan setiap elemen A dengan skalar -1.


Sifat-sifat operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar
Dengan asumsi bahwa A, B, dan C dapat dijumlahkan (conformable terhadap
penjumlahan) dengan ordo sama, maka berdasarkan definisi operasi seperti
didefinisikan di atas maka dapat dibuktikan beberapa sifat seperti dinyatakan
dalam teorema sebagai berikut:
Teorema 2.2:
(1)

A + B=B+ A

(2)

A + ( B+C )=( A + B ) +C

(3)

A +O=O+ A= A
O

(4)

(komutatip)
(assosiatif)
(identitas)

adalah matriks no yang ordonya sama dengan

A + (A )= A+ A=O
Untuk sebarang skalar

(invers jumlah atau lawan)


k ,l

(5) k ( lA )=( kl ) A

(assosiatif perkalian dengan skalar)

(6) k ( A+B )=kA+kB

(distributif)

(7) ( k +l ) A=kA+lA

(distributif)

(8) 1 A= A

dan 0 A=O

(identitas perkalaian dengan skalar)

Bukti:
(1) Misalkan

A= [ aij ]

dan

B=[ b ij ]

, maka

36

A + B=[ aij ]+ [ b ij ]=[ aij + bij ] =[ bij +a ij ]= [ bij ] + [ aij ] =B+ A


Jadi terbukti bersifat komutatip.

(7)

( k +l ) A=( k +l ) [ aij ] =[ ( k +l ) aij ]=[ k a ij +l aij ]


[ k aij ] + [ l aij ]=k [ aij ] +l [ a ij ] =kA+ lA

(terbukti)

Sifat-sifat yang lain diserahkan pembaca untuk membuktikannya.

2.3.4 Perkalian matriks


Persoalan perkalian matriks dengan matriks lebih rumit dibandingkan dengan
penjumlahan dan perkalian dengan skalar. Agar memperoleh gambaran kita
ilustrasikan pada sistem persamaan linier seperti diuraikan berikut ini.
Jika diberikan suatu sistem persamaan linier
a11 x 1+ a12 x 2 +a13 x3 + + a1 n x n =b1
a21 x 1 +a 22 x2 + a23 x 3 ++a 2 n x n=b 2
.............................................................
am 1 x 1+ am 2 x 2 +am 3 x 3+ +a mn x n=b m
Pada bab satu telah diuraian bahwa sistem tersebut dapat direpresentasikan
ke dalam matriks yang diperbesar yaitu

a11 a12 a1 n b 1
a 21 a22 a2 n b 2

am 1 a m 2 a mn b n

Selain itu masih ada cara lain untuk merepresentasikan sistem ke dalam
matriks.

Jika

variabel

a11 a 12 a 1n
A= a21 a 22 a 2n

am 1 am 2 amn
x1 , x2 , x3 , , xn

merepresentasikan matriks koefisien dari

37

Matriks kolom

j=1,2,3, , n

[]

x1
x= x 2

xn

xj

merepresentasikan variabel

, dengan

dan

[]

b1
b= b 2
Matriks kolom

bm

bi

merepresentasikan konstanta

, dengan

i=1,2,3, , m

Maka sistem dapat direpresentasikan dalam persamaan matriks

A x=b ,

yaitu

][ ] [ ]

a11 a12 a1 n x 1
b1
a 21 a22 a2 n x 2 = b2

am 1 a m 2 a mn x n b m

(2.12)

Persamaan matriks 2.12 tersebut identik dengan

][ ]

a11 x1 a12 x2 a 1n x n
b1
a 21 x 1 a22 x2 a 2 n x n = b 2

am 1 x 1 am2 x 2 amn xn
bm

Karena

][ ] [

a11 a12 a1 n x 1
a11 x 1 a12 x 2 a1 n x n
A x= a21 a22 a2 n x 2 = a21 x 1 a22 x 2 a2 n x n

a m 1 am2 amn x n
am 1 x 1 am 2 x 2 a mn x n
Berarti kita harus mendefinisikan perkalian matrik A
dengan matriks x yang berordo n 1 .

yang berordo

m n

38

[ a11

a12 a 1n ]

[ a21

a22 a2 n ]

[]
[]

x1
x 2 = a x + a x + +a x
[ 11 1 12 2
1n n]

xn
x1
x 2 = a x + a x + +a x
[ 21 1 22 2
2n n]

xn

........................................................................................

[ am 1

am 2 a mn ]

[]

x1
x 2 = a x + a x ++ a x
[ m1 1 m2 2
mn n ]

xn

Sekarang kita definisikan secara formal tentang perkalian mamtriks.

Definisi 2.4:
Jika diberikan

] [
[ ]

a11 a 12 a 1n
A= a21 a 22 a 2n

am1 am 2 amn

b 11 b12 b1 p
B= b21 b22 b2 p
dan

b n 1 bn 2 bnp

, maka

c 11 c 12 c 1 p
AB=C= c 21 c 22 c 2 p

c m 1 cm 2 c mp
dengan
n

c ij = aik bk j =ai 1 b1 j +a i2 b2 j+ +a bnj


k=1

Untuk
(2.13)

setiap

i=1,2,3, , m

dan

j=1,2,3, , p .

39

Perhatikan ordo matriks

dan matriks

Am n

B , yaitu

dan

Bnp

Agar perkalian matriks terdefinisikan maka harus terpenuhi syarat ordonya,


A
yaitu banyak kolom matriks kiri ( m n ) harus sama dengan banyaknya baris
matriks kanan (

Bnp

). Matriks yang demikian disebut dapat dikalikan atau

cocok (conformable) terhadap perkalian. Hasilnya

berordo

m p ,

dengan m banyak baris matriks A dan p banyak kolom matriks B. Karena ordo
hasil kali tidak sama dengan ordo matrik asal, berarti perkalian matriks tidak
tertutup.

Contoh 2.16
(a) Jika diberikan
a
a
A= 11 12
a21 a 22

dan

B=

b11 b12 b 13
b 21 b22 b 23

maka

AB=

][

a11 a12 b11 b 12 b13


a 21 a22 b21 b 22 b23

a 11 b11 +a 12 b21 a11 b12 +a 12 b22 a11 b13 +a12 b23


a 21 b11 + a22 b 21 a21 b 12+a 22 b22 a21 b 13+a 12 b23

(b) Jika diberikan

2 4 3 1
A= 3 1 5 2
1 0 7 6

Karena

A3 4

dan

[ ]

1 4
2 3
B=
0 2
3 1

dan

B 4 2

][

, berarti

1 4
2 4 3 1
AB= 3 1 5 2 2 3
0 2
1 0 7 6
3 1

dan

dapat dikalikan.

40

[
[ ]

2.1+ 4.2+3.01.3
2.4+ 4.3+3.21.1
3.1+1.2+5.0+2.3
3.4 +1.3+5.2+2.1
1.1+ 0.2+7.0+6.3 1.4+ 0.3+7.2+6.1

7
13
11
7
17 12

Perhatikan ordo hasil adalah

3 2 , dengan 3 adalah banyak baris matrik

pertama dan 2 adalah banyak kolom matriks kedua. Sehingga secara umum
A m n Bn p =Cm p
jika matriks
.
Dari contoh tersebut, BA tidak dapat dikalikan karena ordonya tidak cocok,
B n p A m n
yaitu
, banyaknya kolom matriks kiri tidak sama dengan
banyaknya baris matriks kanan. Jadi secara umum perkalian matriks tidak
bersifat komutatip. Dari sini perlu dicatat, bahwa syarat cocok (conformable)
pada perkalian matriks tidak hanya sekedar melihat ordo matriksnya, tetapi
harus juga dilihat posisi perkaliannya, dalam arti dua matriks cocok untuk
suatu perkalian tetapi tidak cocok jika posisinya diubah.
Jika A dan B adalah matriks bujur sangkar yang ordonya sama, amaka ada
kemungkinan bahwa perkalian mereka bersifat komutatip, AB=BA , karena
dari segi ordo keduanya cocok walaupun posisinya ditukar.
Beberapa sifat dari perkalian matriks dinyatakan dalam teorema berikut:
Teorema 2.3
(1) ( AB ) C= A ( BC )
(2)

A ( B+C )= AB + AC

(3) ( B+ C ) A=BA+CA

(sifat assosiatif)
(sifat distributif kiri)
(sifat distributif kanan)

(4) k ( AB )=( kA ) B=A ( kB ) , dengan k sebarang skalar.


Kita asumsikan bahwa matrik-matriks di atas dapat dikalikan.
Bukti:
Di sini hanya diberi contoh pembuktian salah satu teorema, misalkan teorema.
Teorema yang lain dipersilahkan pembaca membuktikan sendiri.
Teorema (2)
Bukti:

A ( B+C )= AB+ AC

(sifat distributif kiri)

41

A= [ aij ]

Misalkan

B=[ b jk ]

, dan

C=[ c jk ]

demikian juga

D=B+C=[ d jk ]
E= AB= [ eik ]
Jika

Am n

dan

F=AC =[ f ik ] .

Bnp

dan

i=1,2,3, , m ,

Cn p

j=1,2,3, , n

, maka

Dn p

Em p

, dan

Fm p

, k =1,2,3, , p

d jk =b jk +c jk
n

e ik = aij b jk =a i 1 b1 k +a i 2 b2 k + + a b nk
j=1

f ik = aij c jk =ai 1 c1 k +a i2 c 2 k ++a c nk


j=1

b jk +c
( jk)
n

e ik + f ik = aij b jk + a ij c jk = aij
j=1

j=1

Ruas kanan adalah


AD =A ( B+C) yaitu:

j=1

elemen

dari

baris

ke-i

kolom

ke-k

matriks

b jk +c
( jk)
n

ai 1 d 1 k + ai 2 d 2 k ++ a d nk = aij d jk = aij
j=1

Sehingga terbukti bahwa

j =1

A ( B+C )= AB+ AC

bersesuaian (seletak) adalah sama.

2.3.5 Transpos matriks

karena elemen-elemen yang

42

m n , yang dinotasikan dengan

Transpos matrik A ordo

, adalah

matriks yang diperoleh dengan menukar baris A dengan kolom A. Sehingga


t
ordo A adalah n m
Definisi 2.5:

a11 a12 a 1n
A= a21 a22 a 2 n

an 1 an 2 ann

Jika

a11 a 21 an 1
A t = a12 a 22 an 2

a 1n a2 n a nn

maka

(2.8)

Contoh 2.12

1 2 3
A=
4 5 6

jika

maka

[ ]

1 4
A=2 5
3 6
t

Sifat-sifat transpose matriks seperti diberikan dalam teorema berikut:


Teorema 2.4
t
t
t
(1) ( A+ B) = A + B
t t
(2) ( A ) =A

kA

(3)

t
t
t
(4) ( AB) =B A

Bukti:
Berikut hanya diberikan contoh pembuktian dari teorema (1)
t
t
t
(1) ( A+ B) = A + B

Misalkan

A= [ aij ]

dan

B=[ b ij ]

maka

A + B=[ aij ]+ [ b ij ]=[ aij + bij ]


t

( A + B )t =[ aij + bij ] = [ a ji +b ji ]=[ a ji ] + [ b ji ] =A t + Bt

A =[ a ji ]

dan

B = [ b ji ]

43

2.4 Ivers matriks


Telah diuraikan sebelum ini, bahwa matriks persegi mempunyai sifat-sifat
khusus yang penting. Jika secara umum perkalian matriks tidak bersifat
komutatip, beberapa matriks persegi bersifat komutatip.

Mislanya

[ ]

1 0 0
I3 = 0 1 0
0 0 1

sebarang matriks persegi


I
dengan 3 , yaitu

adalah matriks persegi ordo 3, maka untuk


A

berordo 3 akan komutatip terhadap perkalian

A I 3 =A I 3
Contoh 2.17

[ ]
[ ][ ] [ ]

Diketahui

1 2 3
A= 4 5 6
7 8 9

, maka

1 2 3 1 0 0
1 2 3
AI = 4 5 6 0 1 0 = 4 5 6
7 8 9 0 0 1
7 8 9
Demikian juga

[ ][ ] [ ]

1 0 0 1 2 3
1 2 3
IA= 0 1 0 4 5 6 = 4 5 6
0 0 1 7 8 9
7 8 9

Dari contoh tersebut bukan hanya keberlakuan sifat komutatip saja, tetapi
tampak bahwa matriks A dikalikan dengan matriks identitas I yang
ordonya sama akan menghasilkan matriks itu sendiri. Ini tidak tidak hanya
berlaku pada matriks persegi ordo tiga saja tetap juga berlaku umum untuk
sebarang matriks bujur sangkar A dan sebarang matriks identitas I .

44

Definisi 2.6:

Matriks bujur sangkar

a11 a12 a1 n
I n= a21 a 22 a2 n

a n1 an 2 a nn

1 jikai= j
dengan aij ={ 0 jika i j

disebut matriks identitas.


Jika ditulis lengkap bentuknya adalah

1 0 0
0 1 0
I n=

0 0 1

yaitu matriks yang elemen diagonal utamanya adalah 1.


Proposisi 2.1
Untuk setiap matriks bujur sangkar

dan matriks identitas

I , maka

berlaku
AI =IA= A
Karena sifatnya yang demikian maka matriks

dinamakan matrik identitas.

Pertanyaan berikutnya adalah untuk sebarang matriks persegi

yang

ordonya n, mungkinkah kita dapat menemukan matriks persegi

yang

berordo n?
Untuk menjawab pertanyaan di atas kita perlu untuk mendefinisikan
keberadaan matriks B yang memenuhi sifat seperti yang ditanyakan tersebut.
Sedangkan untuk mencari matriks B tersebut akan dibahas pada uraian
selanjutnya.

Definisi 2.7
Suatu matriks persegi

yang berordo n disebut invertibel (mempunyai

invers) jika ada matriks persegi B berordo n demikian sehingga

45

AB=BA=I n
dengan

In

(2.9)

adalah matriks identitas ordo n.

Jika ada, maka B disebut sebagai invers perkalian matrik A atau lebih singkat
1
disebut sebagai invers A, dan ditulis B= A , atau sebalikanya A invers B
atau

A=B1 .

Dengan demikian, persamaan (2.9) dapat juga ditulis


A A1= A1 A=I n

(2.10)

Untuk sebarang matrik persegi A ordo n, belum tentu invertibel atau


mempunyai invers. Namun jika inversnya ada matrik A disebut sebagai matrik
non singular, Sebaliknya jika A tidak mempunyai invers dikatakan A singular.

Teorema 2.5
Sifat-sifat invers matrik (dengan syarat masing-masing inversnya ada)
(1) Invers matrik jika ada adalah tunggal.
1
1 1
(2) ( AB ) =B A
A
1
(3) (1) = A

Bukti:
Seperti biasanya di sini hanya diberikan bukti salah satu teorema saja,
sedangkan yang lain diserahkan kepada pembaca.
(1) Invers matriks jika ada adalah tunggal.
Untuk membuktikan pernyataan ini kita misalkan inversnya ada dan tidak
tunggal, misalkan matriks A mempunyai invers B dan C. Berdasarkan definisi
AB=BA=I
AC =CA=I . Dari pernyataan
2.7 maka diperoleh
dan
AB=I

dikalikan dengan C diperoleh


C( AB)=CI
(CA) B=C

IB=C
B=C

46

Karena B=C

adalah matriks yang sama berarti invers matriks A adalah

tunggal.
1
1 1
(2) ( AB ) =B A

Untuk membuktikan teorema (2) ini kita kalikan

AB

dengan B

AB ( B1 A1 )= A ( B ( B1 A1 ) ) = A ( B B1 ) A1= ( AI ) A1= A A1=I

( B1 A1 ) AB=B1 ( A1 ( AB ) )=B1 ( A1 A ) B=B1 ( IB ) =B1 B=I


Karena dikalikan kiri dan kanan menghasilkan I maberarti terpenuhi bahwa

( AB )1=B1 A1
Contoh 2.18 :
1. Jika

A=

2 5
1
3

3 5
dan B= 1
2

Tunjukkan bahwa B invers dari

A.

][

][ ]

][

][ ]

AB= 2 5 3 5 = 1 0 =I
1
3
1
2
0 1

BA=

dan

3 5 2 5
1 0
=
= I , maka
1
2
1
3
0 1

B= A1

2. Pikirkan cara menentukan invers sebarang matriks

[ ]

A= a b
c d

, dan

syarat yang harus dipenuhi agar invertibel.

2.5 Menentukan invers matriks dengan operasi baris elementer


2.5.1 Ekivalensi matriks
Untuk memahami sifat-sifat matriks non singular dan singular yang dapat
digunakan untuk mengembangkan teknik mencari invers, digunakan sifatsafat ekivalensi suatu matrik. Dua matriks yang berordo sama, misalnya A dan
B yang berordo n, dikatakan ekivalen baris, ditulis A B jika dan hanya jika
salah satu diantaranya dapat diubah menjadi yang lainnya dengan

47

menggunakan operasi baris elementer (OBE), seperti yang telah diuraikan


pada baba sebelumnya, yaitu:
1. Menukar sebarang dua baris yang berbeda, dinotasikan dengan
bi b j
bij
atau lebih singkat
dibaca baris ke i ditukar letaknya
dengan baris ke j.

2. Mengalikan sebarang baris dengan sekalar k 0 , dinotasikan


k pi
dengan
atau pi (k ) , dibaca baris ke i dikalikan dengan
skalar

k0 .

3. Menambahkan sebarang baris dengan kelipatan baris yang lain,


pi+ k p j
dinotasikan dengan
atau lebih singkat pij (k ) , dibaca
baris ke i ditambah kelipatan k baris ke j.
Contoh 2.19:

[ ][ ][
3 4
1 2

1 2
3 4

1 2
0 2

][ ]
1 2
0 1

dengan prosedur OBE secara berurutan b12, b21(-3), b2(-1/2) dari matrik
sebelumnya.
Matrik yang diperoleh dengan proses OBE dari matriks

In

(matrik identitas

ordo-n) disebut sebagai matrik elementer baris atau lebih singkat matrik
E In
elementer dan disimbolkan dengan E, dengan demikian
.
Contoh 2.20:

[ ]
[ ]

1 0 0
I3 = 0 1 0
0 0 1

maka

[ ]

0 1 0
E 1= 1 0 0
0 0 1

diperoleh

dari

b12

dan

0 1 0
E 2= 1 0 0
2 0 1

diperoleh dari b32(-2). Di sini indeks dari

hanya sebatas menunjukkan

matriks elementer yang berbeda, tidak berkaitan dengan ordo maupun


elemen matriknya.
Jika A adalah sebarang matriks, maka mengalikan sebelah kiri A dengan E
yang cocok (conformable), yaitu EA , akan menghasilkan matrik yang sama
jika A diperlakukan dengan OBE yang bersesuaian dengan E dimaksud.

48

In

Jelasnya, jika E diperoleh dari


bij (k )

perlakuan OBE dengan

dengan OBE, misal

bij (k ) , maka

pada A akan menghasilkan EA.

Contoh 2.21:

[ ]

1 2 3
A= 4 5 6
7 8 9

[ ]

1 0 0
I3 = 0 1 0
0 0 1

, dan

1 0 0
E= 0 1 0
2 0 1

dengan

b31 (2) ,

maka

][ ] [ ]

1 0 0 1 2 3
1 2 3
EA= 0 1 0 4 5 6 = 4 5 6
2 0 1 7 8 9
5 4 3

[ ]

1 2 3
A= 4 5 6
7 8 9

dengan OBE

, sedangkan

b31 (2)

menjadi

[ ]

1 2 3
4 5 6 =EA .
5 4 3

Silahkan coba kalikan sebelah kiri A dengan E yang lainnya, kemudian


hasilnya bandingkan dengan memperlakuakan A dengan OBE yang
bersesuaian dengan E.

2.5.2 Invers operasi baris elementer


Invers OBE adalah suatu operasi baris elementer yang menghasilkan kembali
matriks asal yang telah berubah karena perlakuan OBE tertentu. Misalnya
suatu matrik A diperlakukan dengna OBE b31 (2) menjadi matrik B, maka
dengan OBE b31(2) akan mengubah B menjadi A. Ini berarti bahwa
merupakan invers dari

b31 (2)

b31 (2) .

Contoh 2.22:

Dari contoh di atas jika

[ ]

1 2 3
4 5 6 =B .
5 4 3

[ ]

1 2 3
A= 4 5 6
7 8 9

, dengan OBE

b31 (2)

menjadi

49

Jika B diperlakukan dengan

b31 (2)

maka akan diperoleh

[ ]

1 2 3
A= 4 5 6
7 8 9

kembali.
Jika

b31 (2)

bersesuaian dengan matrik elementer E dan operasi

inversnya bersesuaian dengan invers


bahwa

EA=B

E1 B=A ,

dan

( E1 E ) A= A , berarti

atau

E1 , ini mengindikasikan

sehingga

E1 ( EA )= A

atau

E E=I . Dengan demikian mudah kita pahami

bahwa setiap matrik elementer adalah non-singular (kenapa?).


Secara umum OBE dan inversnya disajikan pada tabel berikut :
OBE yang dilakukan pada
menghasilkan E

OBE invers yang dilakukan pada


E akan menghasilkan I

baris ke i ditukar dengan baris ke j:


bij

baris ke i ditukar dengan baris ke j:


bij

baris ke i dikalikan dengan skalar k:


bi ( k)

baris ke i dikalikan dengan skalar


1
b( )
1/k: i k

baris ke i ditambah kelipatan k baris


ke j:
bij (k )

baris ke i ditambah kelipatan -k baris


ke j:
bij (k )

2.5.3 Teknik mencari invers matriks


Sekarang kita pikirkan bagaimana menentukan invers dari sebarang matriks
persegi A ordo-n yang ivertibel. Telah diuraikan sebelumnya, jika matrik A
dioperasikan baris elementer yang bersesuaian dengan matrik elementer E
sehingga menjadi B, maka kita bisa menulisnya dalam bentuk perkalian
matrik, yaitu B = EA. Oleh karena itu jika dengan serangkaian OBE yang
1, 2, 3 , 4 , , k
berurutan, misalnya
yang bersesuaian dengan matriks
elementer secara berurutan
sehingga menjadi

E 1 , E 2 , E3 , E4 , , Ek

, kita lakukan pada A

I , maka dapat kita tulis dalam bentuk perkalian matrik

elementer
I =Ek E4 E3 E2 E1 A

(2.11)

50

Dengan mengalikan sebelah kiri secara berurutan dengan invers matrik


1
1
1
1
1
elementer , yaitu E1 E 2 E3 E 4 E k
diperoleh:

(1 E2 E
E

E1
1
E k ) ( Ek E4 E3 E2 E 1 A )

1
1
3
4
1
1
1
1
2
3

E41 Ek 1 I =

E11 E21 E31 E 41 ( Ek1 E k ) E4 E3 E2 E1 A


E11 E21 E31 E 41 ( I ) E 4 E3 E2 E 1 A
.................................................................
( E11 E1 ) A=IA= A
Sehingga
1

E 1 E 2 E3 E 4 E k I = A
atau
1

E 1 E 2 E3 E 4 E k = A

(2.12)

Dengan demikian, menggunakan sifat invers diperoleh:


1

A1=( E11 E21 E31 E 41 E k1 ) =Ek E4 E3 E2 E1=E k E 4 E 3 E2 E1 I


atau
A1=E k E 4 E 3 E 2 E1 I

(2.13)

Hal ini berarti, dengan serangkaian OBE yang sama ketika mengubah A
1
menjadi I, kita akan dapat mengubah I menjadi A
. Cara ini dapat
digunakan untuk menentukan invers matrik bujur sangkar A yang invertibel.
Langkah-langkah operasinya dapat digambarkan dalam diagram berikut:

( A|I ) 1 ( E1 A| E1 I )

51

2 ( E 2 E1 A|E2 E1 I )

2 ( E3 E2 E1 A|E3 E 2 E 1 I )

................................
k ( E k E 3 E 2 E1 A|Ek E3 E2 E 1 I )=( I | A1 )

Untuk mengubah matriks A menjadi

prosedurnya sama dengan

mengubah A menjadi menjadi matrik eselon baris tereduksi, seperti diuraikan


bab sebelumnya.
Contoh 2.23:

Tentukan invers matrik

1 1 2
A= 3 0 3
2 3 0

| ) (

1 21 0 0
1
1
2 1 0 0
0 3 0 1 0 b 21 (3) 0 3 3 3 1 0

2 3 0 0 0 1
2 3
0 0 0 1

( A|I 3 )= 3

) ( |

1 1
2 1 0 0
0
0
1 1 1 2 1
b31 (2) 0 3 3 3 1 0 b 2 ( ) 0 1 1 1 1/3 0
3

0 5
4 2 0 1
0 5 42
0
1

( | ) ( | )

1
1 1 2 1
b32 (5) 0 1 1

0 0 1
3

0
1
3
5
3

1 0
0
1
1
1
2
0
1
0
b3 (1) 0 1 1
3

0 0 1
5
1
3
1
3

( |

) ( |

( |

1 1 2 1
0
0
1 1 0 5 10 /3 2
b23 (1) 0 1 0 2 4 /3
1 b13 (2) 0 1 0 2 4 /3
1

0 0 1 3 5 /3 1
0 0 1 3 5 /3 1
1 0 0 3
2
1
1
b12 (1) 0 1 0 2 4 /3
1 =( I 3| A )

0 0 1 3 5 /3 1

52

Dengan demikian diperoleh

3
2
1
A1= 2 4/3
1
3 5 /3 1

2.5.4 Menyelesaiakan sistem linier dengan matriks invers


Dengan menggunakan invers matriks kita dapat mencari selesaian suatu
sistem persamaan linier yang telah direpresentasikan dengan persamaan
matriks seperti ditunjukkan pada persmaan (2.12).

][ ] [ ]

a11 a12 a1 n x 1
b1
a 21 a22 a2 n x 2 = b2

am 1 a m 2 a mn x n b m

atau
A x=b

Dengan

a11 a 12 a 1n
A= a21 a 22 a 2n

am1 am 2 amn

] [] []
,

x1
x= x 2

xn

dan

b1
b= b 2

bm

Menentukan selesaian sistem dari persmaan matriks tersebut adalah mencari


xi
pengganti matriks x sebagai representasi dari variabel
. Namun cara
ini tidak dapat berlaku umum, karena invers matriks hanya berlaku pada
matrik persegi. Oleh karena itu agar dapat menggunakan cara ini, matriks
koefisien A harus matriks persegi ( m=n , atau banyaknya persamaan
sama dengan banyaknya variabel. Selain itu A haruslah matriks invertibel.
Sebelum menguraikan lebih lanjut tentang penggunaan invers untuk
menyelesaiakan sistem linier, berikut diberikan teorema yang mendasarinya,
seperti ditunjukkan dalam teorema berikut:
Teorema 2.6:
Jika A adalah matrik persegi beordo-n, maka pernyataan berikut ekivalen:
1. Matriks A invertibel (mempunyai invers), non singular
2. Sistem persamaan Ax=O hanya mempunyai selesaian trivial

53

3. A ekivalen baris dengan


4. Sistem persamaan
berordo n 1

In

A x=b , selalu punya selesaian untuk setiap b

Buktinya diserahkan kepada pembaca.


Dari persamaan matriks
A x=b
Jika A invertibel berarti

A1

ada. Dengan mengalikan

masing-masing ruas persamaan

A x=b

A1

di sebelah kiri

diperoleh

A1 A x= A1 b
I x= A1 b
x= A1 b
Dengan demikian prsamaan matriks selesaiannya adalah
x= A1 b

(2.14)

Disamping itu dengan menggunakan teorema tersebut dapat digunakan untuk


menyelesaikan sistem persamaan linier homogen yang dinyatakan dalam
persamaan matriks A x=O . Ada dua kemungkinan, jika A invertibel maka
hanya mempunyai satu selesaian, yaitu selesaian trivial saja. Karena A
1
invertibel berarti A
ada, sehingga untuk persamaan matriks A x=O
dengan berdasarkan persamaan (2.14) selesaiannya dapat dinyatakan dalam
x=O , dan ini merupakan selesaian trivial.
x= A1 O
bentuk
atau
Sebaliknya jika A tidak invertibel, sistem homogen selain selesaian trivial ia
mempunyai selesaian tak trivial. Kita perlu hati-hati, untuk menyimpulkan
bagimana selesaian sistem jika A tidak invertible. Karena invers A tidak ada,
kita tidak bisa menggunakan cara ini untuk menyelesaikannya.
Contoh 2.24
Coba selesaikan sistem berikut dengan terlebih dulu menentukan invers
matrik koeffisiennya, jika ada.

54

x 12 x 2 + x 3=1

(1)

2 x 15 x 2 + x3 =1
3 x1 7 x 2 +2 x3 =0
Kita tentukan persamaan matriksnya

][ ] [ ]

1 2 1 x 1
1
2 5 1 x 2 = 1
3 7 2 x 3
0

Kita cari invers matriks koefisiennya

| ) (

1 2 1 1 0 0
1 2 1 1 0 0
b21 (2 )
A
I
=
( | 3 ) 2 5 1 0 1 0
0 1 1 2 1 0
3 7 2 0 0 1 b 31 (3)
0 1 1 3 0 1

) (

1 2 1 1
0 0
1 2 1 1
0 0
b2 (1) 0 1
b
(1)
1 2 1 0 32
0 1 1 2 1 0

0 1 1 3 0 1 0 0 0 1 1 1

Ternyata matriks koefisiennya tidak invertibel, karena matrik koefisien tidak


dapat diubah menjadi matriks identitas (hanya dua 1 utama). Sehingga
selesaiannya harus dicari dengan metode eliminasi Gauss-Jordan.
(2)

x 1+3 x 2 +3 x3 =2
x 1+ 4 x 2+ 3 x 3=1
x 1+3 x 2 +4 x 3=3

Persamaan matriksnya
1 3 3 x1
2
1 4 3 x 2 = 1
1 3 4 x3
3

[ ][ ] [ ]

Mencari invers matriks koefisiennya

55

( | ) ( |
1 3 31 0 0

1 3 3 1

0 0

( )
( A|I 3 )= 1 4 3 0 1 0 b21 1 0 1 0 1 1 0
1 3 4 0 0 1 b31 (1)
0 0 1 1 0 1

( |

) ( |

1 3 0 4 0 3
1 0 0 7 3 3
b213 (3) 0 1 0 1 1 0 b 12(3) 0 1 0 1 1
0

0 0 1 1 0 1
0 0 1 1 0
1

7 3 3
A = 1 1
0
1 0
1
1

Sehingga selesaiannya
7 3 3 2
8
x= A1 b= 1 1
0 1 = 3
1 0
1
3
1

[][ ]
x1
8
x 2 = 3
1
x3

Jadi

H s= { ( 8,3,1 ) }

][ ] [ ]

Anda mungkin juga menyukai