Anda di halaman 1dari 23

Mendorong Praktek Pengkayaan Tanaman Bulian (Eusideroxylon zwageri T.et B.

) di Sekitar
Kawasan Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin Melalui Inisiasi Pembangunan
Kebun Pembibitan Tanaman Bulian Secara Partisipatif Di Desa Singkawang
Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi
Dalam Rangka Mendorong Pengembangan Kota Lestari

Project Proposal
Diajukan Dalam Sayembara Prakarsa Kota Lestari

Nama Organisasi Pengusul : Aliansi Masyarakat Peduli Hutan dan Lahan (Amphal)
Kompleks Bulian Bisnis Center Blok B/11
Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batang Hari
Propinsi Jambi

Contact Person : 1. Adhietya Noegraha HP 08127408500


amphal_eksekutif@yahoo.co.id
2. Yudha Priana HP 08127407736
ypriana@yahoo.co.id

Durasi Proyek : 12 Bulan

Lokasi Proyek : Desa Singkawang Kecamatan Muara Bulian


Kabupaten Batanghari, Propinsi Jambi

Page 1 of 23
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pentingnya hutan dan manfaatnya dalam berbagai aspek kehidupan manusia merupakan hal yang
tak terbantahkan oleh alasan apapun karena telah ada hasil dari ratusan bahkan mungkin ribuan
penelitian yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk mendukung argumentasi ini. Namun
demikian banyak pihak tetap saja tidak dapat menerima itu dalam tindakan yang nyata, berbagai
ekspose menunjukkkan bahwa dalam dua dekade terakhir perubahan yang drastis terjadi terhadap
hutan di Indonesia. Hampir semua tipe hutan yang ada di Indonesia terutama hutan dataran rendah
mengalami kerusakan yang cukup serius. Begitu banyak ancaman terhadap kelangsungan sumber
daya hutan di Indonesia mulai dari berbagai kegiatan pembalakan skala besar sampai pembukaan
lahan skala kecil oleh para keluarga petani.

Sumber daya hutan sebagai salah satu asset bagi keseimbangan ekologis mengalami degradasi dan
kerusakan yang semakin parah akibat eksploitasi secara besar-besaran untuk mendatangkan devisa
Negara dari sektor non migas. Laporan World Bank (2002) menyebutkan bahwa rata-rata laju
penyusutan hutan di Indonesia adalah 1,6 juta hektar per tahun. Dengan laju penyusutan terparah di
kawasan hutan dataran rendah; yang justru merupakan lahan paling kaya akan keanekaragaman
hayati. Jika laju penyusutan hutan tersebut tidak dihambat, hutan dataran rendah di Sumatera
diperkirakan akan habis dalam waktu dekat.
Departemen Kehutanan (2000) melaporkan terdapat sekitar 30 juta penduduk Indonesia secara
langsung mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan. Sebagian besar masyarakat ini hidup
dengan berbagai strategi ekonomi portofolio tradisional, yakni menggabungkan perladangan padi
berpindah dan tanaman pangan lainnya dengan memancing, berburu, menebang dan menjual kayu
serta mengumpulkan hasil-hasil hutan non kayu (NTFP) seperti rotan, madu dan resin. Budidaya
tanaman perkebunan seperti kopi dan karet juga merupakan pendapatan yang sangat penting bagi
masyarakat desa sekitar kawasan hutan.

Sebagai bagian dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable), hutan merupakan salah
satu modal dasar pembangunan nasional yang perlu dimanfaatkan secara optimal agar tercapai

Page 2 of 23
kelestarian produksi, kelestarian sosial dan kelestarian ekonomi dan lingkungan. Berbagai
persoalan yang ada juga semakin menguatkan pemikiran tentang diperlukannya suatu kawasan
pelestarian alam, hutan lindung, suaka warga satwa, taman nasional, taman hutan raya dan lain
sebagainya.

Masalah berikutnya muncul ketika ada kebijakan yang dibangun dengan asumsi bahwa
pengelolaan kawasan pelestarian hutan (termasuk pengelolaan TAHURA) dapat “Berjalan Sendiri”
dan melindungi kawasan tersebut dari segala ancaman kerusakan yang tidak alami. Walaupun
kebijakan semacam ini hanya merupakan suatu cara melindungi kawasan dari sudut ekosistem
semata, kebijakan yang demikian adalah sesuatu yang mustahil akan memperoleh dukungan
masyarakat disekitarnya. Fakta-fakta dari pengalaman empiris menunjukkan bahwa tanpa dukungan
masyarakat, kawasan hutan tidak akan terjamin dalam jangka panjang. Karena itu pengelolaan
kawasan hutan haruslah berada dalam suatu Kerangka Sosial Ekonomi dan Budaya masyarakat
sekitarnya.

Permasalahan yang dihadapi saat ini terhadap pengelolaan kawasan pelestarian alam di Indonesia
pada umumnya dan Propinsi Jambi pada khususnya adalah semakin meningkatnya tekanan
masyarakat sekitar kawasan pelestarian. Tekanan tersebut dapat dikategorikan dua macam yaitu
tekanan terhadap hasil hutan dan tekanan terhadap penguasaan lahan. Tekanan terhadap hasil
hutan yaitu memanfaatkan hasil hutan seperti kayu, rotan dan satwa untuk memenuhi kebutuhan
keluarga maupun kebutuhan pasar. Sedangkan tekanan terhadap lahan berupa kegiatan menjadikan
lahan kawasan hutan untuk perkebunan atau menanam dengan jenis komoditi komersial ataupun
jenis tananam semusim/palawija.

Sebagai perbandingan, dari total luas Propinsi Jambi 5.100.000 ha (Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Jambi) maka 2.179.440 hektar ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Tetap berdasarkan SK
Gubernur Nomor 108 Tahun 1999. Dengan rincian yaitu: Hutan Produksi Terbatas 340.700 ha
(0,59%), Hutan Produksi Tetap 938.000 ha (18,39%), Hutan Lindung 181.130 ha (3,75%), Hutan
Suaka Alam 30.400 ha (0,59%), Hutan Pelestarian Alam 648.720 ha (12,72%), dan Hutan Produksi
Pola Partisipasi Masyarakat 30.490 ha (0,60%).

Page 3 of 23
Potret wilayah Kabupaten Batanghari, berdasarkan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Batanghari Tahun 2003, dari total wilayah Kabupaten Batanghari seluas ± 518.035 ha maka seluas
118.411,50 ha ditetapkan sebagai hutan produksi (HP). Rinciannya adalah Kecamatan Batin XXIV
seluas 22.747,50 ha, Kecamatan Muara Bulian seluas 8.713,00 ha, Kecamatan Mersam seluas
11.585,00 ha, Kecamatan Pemayung seluas 46.591,00 ha, dan Kecamatan Maro Sebo Ulu seluas
28.775,00 ha. Sedangkan kawasan hutan yang ditetapkan sebagai hutan produksi terbatas (HPT)
adalah seluas 82.395,15 ha yang letaknya tersebar di setiap 8 kecamatan.

Selain itu, untuk pelestarian Kayu Bulian telah ditetapkan Kawasan Hutan Senami dengan nama
Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin seluas 15.830 ha dan batas-batasnya telah ditanami
pohon pinang sepanjang 20 km. Pada kawasan ini juga telah dibangun pilot Proyek Hutan
Kemasyarakatan seluas 30 ha, dengan sumber dana OECF yang salah satu tujuannya adalah
perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan tersebut.

Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan
hutan yang ada di Propinsi Jambi masih cukup memprihatinkan, hal ini ditunjukan oleh kondisi
pendapatan masyarakat yang relatif masih kecil, tingkat pendidikan yang rendah serta kondisi
kesehatan yang memprihatinkan, hal ini harus diakui bahwa selama ini perencanaan pengelolaan
sumberdaya hutan kurang memperhatikan sosial ekonomi dan masyarakat sekitar hutan. Hampir
dapat dapat dipastikan kondisi itu ikut berkontribusi dengan cukup signifikan untuk dijadikan sebagai
“kambing hitam” yang menyebabkan tingginya laju deforestasi hutan.

Banyak cara dan pendekatan yang telah dikembangkan dan dapat ditempuh untuk menghambat laju
penyusutan hutan diantaranya mendorong upaya rehabilitasi kawasan dengan penanaman tanaman
hutan endemic kawasan. Upaya ini tentunya juga tidak terlepas dari adanya ketersediaan bibit untuk
tanaman yang dimaksud.

1.2. Profile Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin

Terbentuknya kawasan Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin di latar belakangi oleh Usulan
Gubernur Jambi agar kawasan Hutan Senami dikelola menjadi Taman Hutan Raya mendapat
sambutan baik dari Menteri Kehutanan dengan meneruskan usulan tersebut kepada Presiden

Page 4 of 23
Repubik Indonesia melalui surat No.1520/Menhut-II/1996. Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor: 94/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 maka Kawasan Hutan Produksi
Tetap Senami seluas 15.830 hektar telah ditetapkan menjadi Taman Hutan Raya Sultan Thaha
Syaifuddin.

Secara geografis wilayah Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin terletak antara 01040’44”-
2011’12” Lintang Selatan dan 103009’09”–103014’15” Bujur Timur. Secara administratif, kawasan
Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin termasuk di wilayah Kecamatan Muara Bulian,
Kecamatan Bajubang, Kecamatan Bathin XXIV dan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batang
Hari Propinsi Jambi.

Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin dikelilingi oleh beberapa desa yaitu: Desa Bungku,
Pompa Air, Mekar Jaya, Singkawang, Kelurahan Sridadi, Tenam, Jebak, Empelu, Muara Jangga,
Bulian Baru, dan Desa Senami Baru.

Bulian (Eusideroxylon zwageri T.et B.) merupakan tanaman endemik Indonesia yang hanya tumbuh
dipulau Sumatera dan sebagian Kalimantan. Di Sumatera, bulian (Eusideroxylon zwageri T.et B.)
hanya tumbuh di Jambi dan sebagian kecil di Palembang, Bengkulu, Siak dan Indragiri (Beekman,
1949). Di Jambi bulian tumbuh dan berkembang secara alami di Kabupaten Batanghari khususnya
di sepanjang sungai Bulian yang sekarang menjadi situs TAHURA Sultan Thaha Syaifudin dan
Cagar Alam Durian Luncuk II.

Karena kebutuhan masyarakat yang tinggi akan bulian terutama sebagai bahan pembuatan furniture,
rangka pintu dan jendela, serta untuk kebutuhan konstruksi termasuk jembatan karena bulian
memiliki tingkat ketahanan yang tinggi terhadap jamur dan air menjadikan bulian terancam
keberadaannya. Sebagai tumbuhan yang dilindungi oleh undang-undang, dan memiliki nilai
konservasi yang tinggi, selain perlindungan situs tumbuhnya bulian (Eusideroxylon zwageri T.et B.)
dibutuhkan juga upaya-upaya untuk memperbanyak tanaman ini melalui upaya pembibitan baik
secara generatif maupun vegetatif.

Jika dilihat dari luasan kebun karet yang ada di Kabupaten Batanghari menunjukkan angka yang
cukup luas yakni 95.025 ha, maka kontribusi terhadap PDRB mayoritas dari sektor pertanian,

Page 5 of 23
peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 28,67 % dirasa masih sangat kecil. Karena itu
mengembangkan intensifikasi pengelolahan lahan yang berisi kebun karet dengan tanaman sela
berupa tanaman kehutanan seperti bulian dll, sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka
meningkatkan ekonomi masyarakat.

Untuk itu upaya pengadaan kebun bibit bulian dapat menjadi sumber mata pencarian masyarakat
desa Jangga Baru sekaligus sebagai penyedia bibit bagi upaya rehabilitasi kawasan lindung di
Kabupaten Batanghari dan upaya intensifikasi kebun karet dengan tanaman sela berupa tanaman
kehutanan.

1.3. Profile Desa Singkawang

A. Sejarah Desa
Wilayah desa Singkawang saat ini awalnya merupakan pusat pemukiman dari desa Kilangan yang
telah ada sejak masa kolonial Belanda di sekitar tahun 1800-an. Sejalan dengan perkembangan
zaman dan jumlah penduduk, maka sekitar tahun 1980-an desa Kilangan dimekarkan menjadi
beberapa desa yang salah satunya adalah desa Singkawang.

Nama Singkawang sendiri diambil dari nama sejenis pohon yang banyak terdapat di sekitar daerah
itu di masa-masa awal terbentuknya pemukiman. Sedangkan penduduk asli yang menempati
wilayah desa ini adalah suku Batin IX yang menetap dan secara perlahan membuka diri untuk
menerima peradaban luar.

B. Letak, Luas, Batas, Bentang Alam dan Aksesibilitas Desa


Secara administratif desa Singkawang merupakan bagian dari kecamatan Muara Bulian Kabupaten
Batanghari. Desa ini berada pada ketinggian 84 m dpl yang menunjukkan daerah ini berada dataran
rendah dengan kondisi lahan yang cukup datar dan beberapa bagian yang sedikit bergelombang.

Page 6 of 23
Tabel 1. Letak, Luas dan Batas Desa Singkawang Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batanghari
Posisi Geografis:
X : 0306270
Y : 9804242
Luas Wilayah : ± 4.900 ha (informasi desa)
2.921 ha (BPS, 2006)
Tahun Definitif : Tidak Ada Data (terbentuk desa sekitar tahun 1700-an)
Jumlah dan Nama Dusun : 1. Dusun Lamo (X: 0306270 / Y: 9804242)
2. Dusun Baru (X: 0305679 / Y: 9802607)
Batas wilayah:
- Sebelah Utara : Desa Kilangan dan Pompa Air/Bajubang
- Sebelah Timur : Desa Mekar Jaya dan Desa Bungku
- Sebelah Selatan : Desa Jebak dan Kelurahan Sridadi
- Sebelah Barat : Desa Kilangan

Jarak ke Kawasan Hutan : ± 2 km (Berbatasan langsung dengan Tahura)

Nama/Status Kawasan Hutan : Tahura Sultan Thaha Syaifudin

Nama Kepala Desa : Aswir


Sumber : Survei Studi Data Dasar dan Review Kelembagaan Desa Sekitar Tahura Sultan Thaha
Syaifuddin, 2008 (Yudha Priana, Funded by Europe Commision-Indonesia FLEGT-SP)

Perjalanan menuju desa ini dapat ditempuh dengan kendaraan beroda dua maupun beroda empat
tanpa kendala berarti karena seluruh jalan yang dilewati mulai dari ibu kota kabupaten hingga ke
desa telah diaspal. Jalan masuk menuju desa ini terletak di km 5 pada sisi kanan badan jalan
Propinsi yang menghubungkan kota Muara Bulian–Palembang via Tempino.

Jarak dari Desa Singkawang dengan pusat-pusat pemerintahan adalah sebagai berikut :
™ Dengan Ibu kota Kecamatan dan Ibu Kota Kabupaten kebetulan letaknya berimpit di Muara
Bulian berjarak 7 Km dengan waktu tempuh lebih kurang 15 menit jalan darat.
™ Dengan Ibu Kota Provinsi Jambi berjarak 71 Km ditempuh sekitar 90 menit dari pusat desa.

Page 7 of 23
C. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Demografi/Kependudukan
Kepadatan penduduk yang mendiami desa ini menurut catatan dari BPS pada tahun 2006 adalah
27,18 jiwa tiap kilometer persegi. Jumlah penduduk sewaktu wawancara tercatat sebanyak 1117
jiwa yang terhimpun dalam 256 Kepala Keluarga. Perbandingan penduduk menurut jenis kelamin
menunjukkan bahwa jumlah laki-laki lebih banyak dari jumlah perempuan dengan sex ratio sebesar
97. Ini berarti bahwa dari setiap 100 jiwa penduduk laki-laki terdapat 97 jiwa penduduk perempuan.
Informasi selengkapnya tentang jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
dan grafik di bawah ini.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Grafik 1. Perbandingan Jumlah Penduduk Desa


Singkawang Menurut Jenis Kelamin. Singkawang Menurut Jenis Kelamin.

Komposisi Jumlah (jiwa) Kom posisi Penduduk Desa Singkaw ang Menurut
Jenis Kelam in
Laki-laki 568
Perempuan 549 1200
1117

Total 1117 1000

800
568
KK 256 600
549

Sumber : Wawancara, Maret 2008 400 256

200
(Yudha Priana, Funded by Europe 0
Komposisi
Commision-Indonesia FLEGT-SP Jambi)
Laki-laki Perempuan Jumlah Jiw a Jumlah Kepala Keluarga

Komponen kematian dan emigrasi menyebabkan pengurangan penduduk. Jumlah kelahiran yang
melebihi kematian disebut pertambahan alamiah (natural increase), dan perbedaan antara jumlah
imigrasi dan emigrasi disebut migrasi netto. Menurut catatan selama setahun terakhir telah terjadi
10 kelahiran, 6 orang meninggal dunia, 40 orang pendatang dengan tujuan untuk bekerja telah
tercatat menjadi penduduk dan 3 orang pindah ke daerah lain untuk mengikuti keluarga.

Page 8 of 23
Suku yang mendiami wilayah desa Singkawang tidaklah terlalu beragam, suku melayu (Batin IX)
sebagai penduduk asli masih merupakan suku mayoritas. Sedangkan komposisi penduduk Desa
Singkawang berdasarkan etnis dapat kita lihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Jumlah Etnis Pada Kepala Grafik 2. Komposisi Etnis Pada Kepala
Keluarga Desa Singkawang Keluarga Desa Singkawang.

Suku/Etnis ∑ KK Komposisi Kepala Keluarga Desa Singkawang


Menurut Etnis
Melayu 154
Jawa 102
Jumlah 256 40%

Sumber : Diolah dari wawancara, Maret


60%

2008 (Yudha Priana, funded by Europe


Commision-Indonesia FLEGT-SP)
Melayu Jaw a

Bahasa
Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat adalah bahasa daerah masing-masing untuk
berkomunikasi sesama etnis sedangkan untuk berkomunikasi antar etnis penduduk yang ada
menggunakan bahasa Melayu Jambi. Sementara itu Bahasa Indonesia juga digunakan oleh
sebagain masyarakat untuk berurusan dengan pemerintahan atau pihak luar yang datang.

Agama
Agama yang di anut oleh penduduk Desa
Singkawang adalah Islam. Ketaatan terhadap
agama yang dianut tergolong baik, yang ditandai
dengan tersedianya fasilitas tempat ibadah ritual
di setiap dusun yang dibangun secara swadaya.
Tempat-tempat ibadah ini juga menjadi media
belajar dan tempat menyebarnya berbagai
macam informasi. Gambar 1 : Mesjid Nur Iman Desa Singkawang

Page 9 of 23
Pertanahan dan Pemanfaatan Ruang
Klasifikasi lahan yang terdapat dalam ruang desa dapat dikelompokkan atas lahan kering dan lahan
basah (rawa-rawa). Lahan kering dimanfaatkan warga sebagai areal pemukiman dan areal budi daya
pertanian/perkebunan. Sebaran dari kebun karet warga terletak mengelilingi areal perkebunan sawit
milik perusahaan. Sebagian dari wilayah desa juga dikelola oleh perusahaan perkebunan sawit
yakni PT BSP (800 ha) yang pola kegiatannya tidak melibatkan masyarakat (HGU). Lahan yang
berupa belukar terdapat di belahan barat desa yang berbatasan dengan desa Pompa Air dan
Kilangan dan umumnya terletak disekitar rawa-rawa. Sedangkan kawasan hutan (tahura) berada di
belahan timur laut dari desa ini.

Terdapat perbedaan data tentang luas wilayah desa, informan desa menyebutkan bahwa desa ini
memiliki luas 4900 ha sedangkan BPS melalui kecamatan dalam angka tahun 2006 menuliskan
desa ini memiliki wilayah seluas 2991 hektar.

Pola dan sebaran pemanfaatan ruang oleh masyarakat desa Singkawang dapat disimak melalui
sketsa desa berikut ini

Gambar 2. : Sketsa Desa Singkawang

Page 10 of 23
Pola yang dianut dalam pewarisan tanah adalah bilateral dengan sistim kepemilikan pribadi yang
telah mulai disadari sebagai sumber daya bernilai yang membutuhkan pengakuan atas hak milik
dalam bentuk sertifikasi dari pemerintah.Trend ini dapat ditandai dengan dengan adanya tanah di
desa yang telah disertifikatkan oleh pemiliknya. Konflik seputar isu tenurial mulai mengemuka di
desa ini terutama terhadap PT BSP yang dianggap melanggar kesepakatan yang dibangun pada
tahap awal kemitraan dijalankan.

Lahan tidak hanya dipandang sebagai sebidang tanah namun juga sebagai sebidang sumber daya
yang telah diapresiasi secara ekonomis (dengan nilai uang). Variasi dari nilai/harga tanah dan
sumber daya (kebun) tergantung pada letak dari pusat pemukiman (jauh/dekat), jenis komoditas dan
produktifitas yang biasa dilihat dari umur tanaman. Perkiraan harga tanah/lahan kering dan kebun di
desa ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Rata-rata kepemilikan kebun oleh masyarakat desa Singkawang sekitar 3 ha, dengan distribusi
kepemilikan dapat dilihat pada Tabel 4. dan Grafik 3

Tabel 4. Distribusi Kepemilikan Lahan Pada Grafik 3. Komposisi Kepemilikan Lahan Pada
Kepala Keluarga di Desa Singkawang Kepala Keluarga di Desa Singkawang

Distribusi kepemilikan tanah ∑ KK Komposisi Kepemilikan Lahan Oleh Kepala Keluarga


di Desa Singkawang
Tidak memiliki lahan 50
0 – 1 ha 64 11%
5%
20%

1 – 2 ha 51
2 – 5 ha 51 20%
24%

5 – 10 ha 27 20%

> 10 ha 13
Tidak memiliki lahan 0 – 1 ha 1 – 2 ha

Sumber : Diolah dari wawancara, Maret 2008 2 – 5 ha 5 – 10 ha > 10 ha

(Yudha Priana, Funded by Europe Commision-


Indonesia FLEGT-SP Jambi)

Page 11 of 23
Tabel 5. Harga Tanah Menurut Letak dan Jenis Lahan di Desa Singkawang
Jenis Lahan Harga/ha (Rp)
Lahan Kering Dekat Desa 10 juta
Jauh dari desa 5 juta
Kebun Karet Umur 0-5 tahun 15 juta
Umur 6 -25 Tahun 25 juta
Umur > 25 Tahun 30 juta
Kebun Sawit Umur 0-6 tahun 8 juta
Umur 7- 19 tahun 25 juta
Umur > 20 -
Sumber : Wawancara , Maret 2008 (Yudha Priana, Funded by Europe Commision-Indonesia FLEGT-SP Jambi)

Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama masyarakat Desa Singkawang adalah berkebun yang didominasi oleh
kebun karet dan sebagian belukar serta sawit. Namun ada juga sebagian yang bertani, berdagang,
buruh perkebunan sawit, nelayan, wiraswasta dan mengambil hasil hutan serta bergerak dibidang
jasa (tukang). Di desa ini juga kita temukan tinggal beberapa pegawai swasta dan PNS karena
jaraknya relatif dekat dengan ibukota kabupaten sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi.

Tutupan lahan di desa ini didominasi oleh tegakan karet dan sebagian kecil semak belukar. Kebun
sawit telah mulai menjadi trend seiring dengan keberadaan PT BSP yang memiliki luasan kebun
sawit sekitar 800 ha. Ketika menghadapi kesulitan keuangan diatasi oleh sebagian warga desa
dengan cara meminjam ke warga lain yang lebih mampu, adapula yang mengajukan pinjaman ke
lembaga keuangan desa (koperasi simpan pinjam) bahkan ada yang mengajukan pinjaman ke
lembaga perbankan yang ada di ibu kota kabupaten.

Pendidikan
Pemerintah telah menyediakan 1 (satu) gedung SD untuk mendukung pelayanan pendidikan bagi
masyarakat di desa Singkawang. Menyadari pentingnya arti pendidikan masyarakat desa ini telah
pula berswadaya dan saat ini telah dibantu pemerintah untuk membangun gedung Madrasah
setingkat SD (MIS) yang saat ini memiliki 6 orang tenaga pengajar dan 79 orang murid. Untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi masyarakat desa ini menyekolahkan anak-

Page 12 of 23
anaknya keluar desa. Selain itu juga terdapat madrasah dan kelompok pengajian di mesjid atau
mushalla. Baik yang berkegiatan setelah magrib ataupun isya untuk masyarakat terutama anak-anak
desa tersebut. Kegiatan pendidikan informal ini memang lebih banyak membahas dan mendalami
tentang agama lslam dan pengamalannya tetapi juga membahas norma umum lainnya.

Gambar 3. Gedung MIS Desa Singkawang Gambar 4. Gedung SD Desa Singkawang

Mayoritas penduduk desa singkawang berpendidikan setingkat SD, komposisi penduduk


berdasarkan tingkat pendidikan secara lengkap dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini:

Tabel 6. Jumlah Penduduk Desa Singkawang Grafik 4. Komposisi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa
Menurut Tingkat Pendidikan Singkawang

Tingkat Pendidikan Jumlah Komposisi Penduduk Desa Singkawang Menurut


Buta Huruf 25 Tingkat Pendidikan

SD atau di bawah 1024


Tamat SMP/MTS 40 4% 2%
0%2%

Tamat SMU/MAN 25
Tamat D3 1
Tamat PT 2
92%

Total 1117
Sumber: Diolah dari wawancara, Maret 2008 Buta Huruf SD atau di baw ah Tamat SMP/MTS

(Yudha Priana, funded by Europe Commision- Tamat SMU/MAN Tamat D3 Tamat PT

Indonesia FLEGT-SP)

Page 13 of 23
Perumahan
Sebaran pemukiman penduduk di desa ini agak terkosentrasi mengikuti badan jalan yang membelah
desa. Sedangkan jumlah rumah yang ada di desa Singkawang tercatat sebanyak 235 rumah,
dengan demikian jika dibandingkan dengan jumlah kepala keluarga maka, masih ditemukan
beberapa rumah yang dihuni oleh lebih dari 1 (satu) kepala keluarga. Dijumpai pula beberapa kepala
keluarga yang tidak memiliki rumah tetap di desa dan bermukim di pondok yang dibuat di kebun.
Fasilitas penerangan di malam hari dimudahkan oleh adanya jaringan listrik milik PT PLN sehingga
aktifitas untuk bersantai dengan menonton televisi dan kegiatan belajar anak-anak dimalam hari tak
lagi menjadi sebuah persoalan.

Kondisi dan komposisi jenis rumah yang ada di desa Singkawang dapat dilihat pada tabel dan grafik
di bawah ini :

Tabel 7. Jumlah dan Jenis Rumah Penduduk Grafik 5. Komposisi Jenis Rumah Penduduk
Desa Singkawang Desa Singkawang

Jenis rumah Unit Kom posisi Rum ah di De sa Singk aw ang

Permanen 47
Semi Permanen/Panggung Bagus 106 20%
35%
Gubuk/pondok tanah/ pondok 82
panggung
45%
Sumber: Diolah dari wawancara, Maret 2008
(Yudha Priana, funded by Europe Commision-
Permanen
Indonesia FLEGT-SP) Semi Permanen/Panggung Bagus
Gubuk/pondok tanah/pondok panggung

Kesehatan
Sarana dan prasarana kesehatan yang dimiliki Desa Singkawang untuk melayani kesehatan
masyarakatnya diperoleh melalui Poliklinik desa yang didukung oleh seorang bidan yang telah ada
didesa sejak tahun 1993. Terhadap penyakit yang membutuhkan penanganan serius biasanya
masyarakat desa langsung mengakses Rumah Sakit yang berada di pusat kota kabupaten.

Page 14 of 23
Sementara untuk bantuan persalinan, selain melalui tenaga medis juga terdapat sekitar 3 (tiga)
orang dukun bayi. Umumnya dukun bayi ini mengambil obat atau ramuan dari tanaman yang berada
disekitar pekarangan rumah dan kebun sekitar. Tanaman obat yang biasa dipakai adalah tanaman
obat keluarga seperti kumis kucing, jahe, temulawak dan sebagainya. Selain itu masyarakat juga
bisa mendapatkan bantuan dari dua orang dukun kampung yang telah turun temurun menetap di
desa tersebut.

Secara umum kondisi sanitasi masyarakat relatif baik yang ditandai dengan penggunaan wc oleh
sekitar setengah dari jumlah kepala keluarga yang ada di desa dan pengunaan air bersih yang
bersumber dari sumur oleh sekitar 90 persen Kepala Keluarga.

Kayu bakar masih digunakan oleh sekitar 90 persen penduduk sebagai sumber energi yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masak memasak, sedangkan selebihnya menggunakan
minyak tanah.

Pasar
Kebutuhan harian akan bahan pokok relatif tersedia di warung-warung yang ada di desa namun
pada hari-hari tertentu masyarakat desa masih tetap ada yang mengunjungi pasar dengan alasan
memberikan lebih banyak pilihan, baik jenis maupun harga. Pasar yang dikenal masyarakat adalah
pasar Kramat Tinggi yang ada di Muara Bulian setiap hari Kamis. Pasar ini bisa diakses melalui
kendaraan umum atau sepeda motor selama 30 menit.

Informasi dan Komunikasi


Berita dan perkembangan daerah lain akan sampai ke desa ini dalam waktu yang tidak terlalu lama
karena disamping dukungan letak dan jalan yang strategis, berbagai sarana informasi dan
komunikasi telah dimiliki oleh warga desa seperti televisi (70 % KK), Parabola (25 % KK) dan Ponsel
(50 % KK).

Cara yang dianggap paling efisien untuk menyebar luaskan informasi di desa ini adalah dengan
membuat pengumuman dan menyebarkan undangan melalui para ketua RT untuk menghadiri
sebuah pertemuan. Sedangkan tempat dan waktu yang tepat untuk mengabarkan sebuah informasi
penting adalah melalui balai desa atau di mesjid saat usai sholat jumat.

Page 15 of 23
D. Pemerintahan dan Kelembagaan Desa.

Sesuai dengan undang-undang yang berlaku, lembaga pemerintahan formal yang ada di desa
Singkawang terdiri Pemerintah Desa (7 Orang Perangkat personalia) dan Badan Perwakilan
Desa/BPD (dengan 5 orang anggota). Fungsi kesekretariatan relatif telah dijalankan dengan baik di
kantor/balai desa meskipun beberapa tugas masih ada yang dikerjakan dari rumah masing-masing
perangkat desa

Gambar 5. Kantor Desa Singkawang

Personalia yang menduduki jabatan pada Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa di Desa
Singkawang adalah sebagai berikut :
Pemerintah Desa
Kepala Desa : Aswir
Sekretaris Desa : Syaiful Fikri
Kaur Umum : Junaida
Kaur Pemerintahan : Efendi
Kaur Pembangunan : A. Syahroni
Badan Perwakilan Desa/BPD
Ketua : Suleman
Wakil Ketua : Leni Marlina
Sekretaris : Solikin
Anggota : 1. Sukardi
2. Arnizom

Page 16 of 23
Sedangkan lembaga non formal yang ada di desa ini terdiri dari Kelompok Tani, Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat/LPM, Karang Taruna, Kelompok Pengajian, Lembaga Adat. Besarnya
peran masing-masing lembaga dan saling hubungan antar lembaga tersebut menurut beberapa
warga desa dapat tergambar dari diagram dibawah ini

Gambar 6. Peran, Hubungan dan Kedekatan Antar Lembaga Desa Singkawang

Ukuran dari diameter lingkaran pada gambar di atas di gunakan untuk merepresentasikan besarnya
peran dari masing-masing lembaga yang ada di desa terhadap masyarakat dalam menjalankan
fungsinya. Sedangkan susunan letaknya menunjukkan kedekatan hubungan lembaga dengan
masyarakat maupun antar lembaga yang ada.

Kelompok tani yang ada di desa Singkawang dianggap memiliki peran yang besar dan paling dekat
dengan masyarakat karena dinilai berdasarkan upaya-upaya yang telah dilakukannya secara nyata
akan berkontribusi langsung terhadap peningkatan ekonomi anggotanya yang nota bene adalah
masyarakat Desa Singkawang sendiri. Kegiatan dari karang taruna yang dianggap tidak dapat

Page 17 of 23
menjadi wadah pembinaan kaum muda menyebabkan lembaga ini dianggap memiliki peran yang
sangat kecil dan terkesan jauh dari masyarakat.

Besarnya peran dari Badan Perwakilan Desa dan Pemerintah Desa dianggap sama dalam
menganyomi masyarakat, namun pada kedua lembaga ini terkesan ada jarak yang diduga sebagai
dampak dari fungsinya masing-masing. Beberapa lembaga non formal yang ada di desa juga dinilai
oleh peserta disikusi lebih mendekat ke BPD ketimbang ke Pemerintah Desa.

Sebagian besar lembaga yang ada di desa selain institusi pemerintahan, umumnya bersifat cair
dengan aturan yang dibangun berdasarkan asas saling percaya sesama anggota. Hampir tidak ada
lembaga yang memiliki Akta Pendirian maupun Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yang
disusun sedemikian rupa, apa lagi hingga ketahap legalisasi oleh pejabat berwenang.

Pertemuan/rapat anggota hanya dilaksanakan pada kasus-kasus tertentu semisal ada


program/proyek dari pemerintah ataupun kegiatan-kegiatan yang bersifat insidentil, setelah kegiatan
itu selesai maka aktifitas lembaga itu kembali vakum. Kecuali pada kelompok pengajian yang
memiliki agenda rutin mingguan.

Selain Kelompok Tani “Karang Enau Mulyo” tidak ditemukan lembaga yang berhubungan dengan
pengelolaan sumber daya alam. Dari semua lembaga di desa Singkawang, hanya kelompok tani
yang berdiri tahun 1996 ini yang memiliki akta notaris, namun dari segi kegiatan masih sangat
tergantung dengan program dari pemerintah.

1.4. Interaksi Masyarakat ke Kawasan Tahura.

Sebagian besar masyarakat desa Singkawang mengetahui letak dan keberadaan Tahura Sultan
Thaha Syaifuddin di desanya. Namun demikian, ketergantungan sebagian warga desa Singkawang
pada kawasan tersebut tergolong cukup tinggi, baik terhadap sumber daya hasil hutan maupun
sumber daya lahannya. Kondisi ini di dukung oleh kedekatan jarak tahura dengan pusat desa yang
hanya memakan waktu tempuh sekitar 30 menit berjalan kaki atau sekitar 3 km.

Page 18 of 23
Ekstraksi kayu dari kawasan Tahura merupakan salah satu Interaksi dalam bentuk pemanfaatan
hasil hutan yang telah jauh menurun seiring dengan upaya penegakkan hukum yang dijalankan oleh
pemerintah. Saat ini untuk memenuhi kebutuhan kayu sebagai ramuan rumah diperoleh dengan cara
membeli atau memanfaatkan tanaman kayu yang terdapat di sekitar kebun atau di kawasan tahura
yang tentunya dilakukan secara diam-diam.

Pemanfaatan sumber daya lahan di kawasan tahura untuk keperluan usaha pertanian (kebun karet)
menjadi persoalan yang hingga saat ini belum ditemukan jalan keluarnya bahkan disinyalir telah ada
yang sampai pada tahap jual beli lahan kebun karet di kawasan itu dengan nilai berkisar antara Rp 7
– 20 juta /ha tergantung dengan umur dan produktifitas hasil kebun.

1.5. Program Pembangunan

Tidak banyak program pembangunan khusus yang telah berjalan selama lima tahun terakhir di desa
ini, Program Gerakan Rehabilitasi Hutan Lahan (Gerhan) pernah dijalankan di desa ini pada tahun
2006 yang melibatkan sekitar 50 kepala keluarga dalam bentuk reboisasi hutan dan dianggap
bermanfaat oleh masyarakat. Program pembangunan yang dijalankan oleh organisasi non
pemerintah (Ornop) di desa ini adalah bentuk fasilitasi dan pendampingan. Pendampingan
masyarakat desa yang dilaksanakan oleh (Aliansi Masyarakat Peduli Hutan dan Lahan) sejak tahun
2006 di desa dinilai cukup bermanfaat oleh masyarakat.

Page 19 of 23
II. DESKRIPSI PROYEK

2.1. Justifikasi Proyek

Bentuk usaha yang dikembangkan berupa pembuatan kebun bibit didasarkan pada potensi wilayah,
kemampuan dan pengalaman masyarakat dalam mengelola program, serta didukung oleh budaya
bertani masyarakat, sehingga tingkat keberhasilan dan keberlanjutannya akan lebih terjamin.

Pendekatan yang akan dilakukan dalam proyek ini adalah :

1. Memotret keadaan lingkungan desa secara utuh, inventarisir potensi, masalah dan
pengembangan komoditas andalan.
2. Penguatan kapasitas kelompok dampingan dalam pengelolaan kebun karet dan kebun
pembimbitan yang mencakup ketrampilan teknis dan kapasitas kelembagaan
3. Mendorong pelibatan pihak kabupatan dan stakeholder kunci untuk mendukung pemanfaatan
lahan kebun karet secara intensif dengan tanaman sela tanaman kehutanan untuk peningkatan
ekonomi masyarakat dan pelestarian kawasan lindung

2.2. Tujuan

A. Tujuan Jangka Panjang :


Pulihnya keanekaragaman hayati di kawasan Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin yang
menjadi Penyangga kehidupan di kota Muara Bulian sebagai Ibukota Kabupaten yang menjadi pusat
pengkoordinasian pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Batanghari.

B. Tujuan Jangka Pendek


Berkurangnya tekanan masyarakat desa Singkawang terhadap Kawasan Taman Hutan Raya Sultan
Thaha Syaifuddin melalui kegiatan pembibitan bulian (Eusideroxylon zwageri T.et B.) dan
pendistribusian bibit kepada masyarakat Desa Singkawang Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten
Batanghari untuk ditanam sela-sela tanaman karet rakyat.

Page 20 of 23
2.3. Manfaat Bagi Masyarakat dan Lingkungan

Proyek ini akan memberikan manfaat langsung bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat desa
Singkawang melalui terpeliharanya kawasan TAHURA sebagai penyangga kehidupan kota Muara
Bulian. Proyek ini juga akan mampu meningkatkan daya dukung lingkungan dan mencegah
berbagai bencana yang diakibatkan oleh deforestasi seperti ; banjir, kekeringan, tanah longsor
hingga merosotnya keanekaragaman hayati dan ekosistem.

2.4. Hasil dan Kegiatan (Rencana Kerja dan Strategi) :

Hasil 1. Terbentuk dan Menguatnya Kelembagaan kelompok tani sebagai wadah


pengorganisasian petani dan pembelajaran bersama (share learning) dalam upaya
mendukung Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin untuk melakukan
perencanaan dan pengelolaan kebun bibit bulian di desa Singkawang dengan
kegiatan :
a. Memfasilitasi terbentuknya kelompok tani yang terdiri dari pengurus dan anggotanya.
b. Memfasilitasi mekanisme kepengurusan dan aturan-aturan kelompok tani/pemuda.
c. Mendampingi organisasi kelompok tani/pemuda secara intensif.
d. Memfasilitasi pelatihan peningkatan kapasitas local dalam pengelolaan dan
pemanfaatan lahan untuk pembibitan tanaman kehutanan secara berkelanjutan
(Penanaman, pemeliharaan dan pemanenan hasil secara berkelanjutan).
e. Melakukan monitoring dan evaluasi partisipatif dengan mengundang pihak-pihak terkait.

Hasil 2. Terbangunnya kebun pembibitan bulian milik kelompok tani sebagai pilot
pengembangan kegiatan sejenis di desa lain dengan kegiatan:
a. Memfasilitasi pelatihan tekhnis terkait pengelolaan kebun pembibitan.
b. Memfasilitasi pelatihan tekhnis perbanyakan tanaman bulian secara vegetatif
c. Melakukan pendataan kebutuhan untuk terealisasinya kebun pembibitan oleh kelompok
tani
d. Menginisiasi terealisasinya kebun pembibitan oleh kelompok tani untuk memenuhi
kebutuhan rehabilitasi kawasan konservasi dan intensifikasi pengelolaan kebun karet
rakyat dengan tanaman sela bulian.

Page 21 of 23
Hasil 3. Ada dukungan keberlanjutan dari pemerintah daerah untuk mendukung program
pembangunan desa di sekitar Kawasan Lindung dengan kegiatan:
a. Mempromosikan dan mengkampanyekan program pembangunan kebun pembibitan
tanaman kehutanan untuk menarik minat para pihak dalam pengembangan kegiatan
sejenis di desa sekitar kawasan konservasi.
b. Membangun strategi kampanye bersama antara program dengan BKSDA/Dinas
Kehutanan Kabupaten atau lembaga lainnya tentang pentingnya kelestarian Tahura
Sultan Thaha Syaifuddin untuk dikampanyekan di tengah masyarakat desa Jangga
Baru.
c. Melakukan serangkaian lobi dan advokasi ke instansi terkait untuk dapatkan dukungan
akan pentingnya pemanfaatan lahan kebun karet secara intensif dengan tanaman sela
tanaman kehutanan untuk peningkatan ekonomi masyarakat dan pelestarian kawasan
lindung kepada pihak pemerintah daerah dan pihak lainnya.

2.5. Kelompok Sasaran

Adapun kelompok sasaran yang akan terlibat dalam proyek ini adalah anggota kelompok tani hutan
yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan masyarakat miskin di Desa Singkawang Kecamatan Muara
Bulian yang berprofesi sebagai buruh tani dan atau yang memiliki kebun karet tidak produktif..
Diperkirakan dengan dukungan dana yang diusulkan, jumlah anggotan kelompok sasaran yang
langsung didukung program adalah ini sekitar 30 KK. Kelompok sasaran sekunder adalah 12 Desa
yang memiliki interaksi dengan TAHURA Sultan Thaha Syaifudin

2.6. Durasi Proyek

Proyek akan dilaksanakan selama 12 bulan (1 tahun)

2.7. Manajemen Proyek

Proyek akan dilaksanakan oleh manajeman Aliansi Masyarakat Peduli Hutan dan Lahan (AMPHAL)
bersama kelompok tani hutan desa Singkawang. Dukungan tekhnis mengenai budidaya tanaman
bulian akan diperoleh dari Lembaga Penelitian Universitas Jambi.

Page 22 of 23
III. PENUTUP

3.1. Monitoring dan Evaluasi


Monev akan dilakukan melalui 2 pendekatan :
1. Pendekatan logframe; bersifat internal dalam manajemen Amphal dengan indicator-indikator
yang tertuang dalam logframe. Evaluasi terhadap kinerja pelaksana program mengacu pada
mekanisme evaluasi AMPHAL.
2. Monitoring partisipatif dengan pelibatan masyarakat dengan langkah-langkah pengembangan
pemantauan partisipatif :
- Menyebarluaskan informasi proyek dan perlunya melakukan pemantauan
- Memfasilitasi pertemuan untuk menyepakati hasil proyek, indicator yang mengkaji batasan hasil,
criteria spesifik untuk menilai indicator dan rencana mengenai informasi apa yang akan
dikumpulkan , oleh siapa dan kapan.
- Membahas rencana pemantauan dengan wakil seluruh lapisan masyarakat dan membuat
konsep akhir
- Memfasilitasi pertemuan akhir untuk menyepakati dan memformalisasi rencana tersebut,
menyetujui pembagian tugas, waktu dan biaya.

3.2. Keberlanjutan dan Memperluas Dampak Proyek


Proyek ini juga diarahkan untuk mendapatkan dukungan keberlanjutan proyek dari pemerintah
daerah atau instansi teknis mau mendukung program serupa di desa lain yang berbatasan dengan
kawasan konservasi yang menopang kehidupan di wilayah kota Muara Bulian Sedangkan
keberlanjutan bagi kelompok sasaran semakin meningkatnya jaminan ekonomi jangka panjang serta
dukungan terhadap kawasan konservasi khususnya Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin.

3.3. Anggaran
Total anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan ini sebesar : Rp.239.500.000,-(Dua
ratus tiga puluh sembilan juta lima ratus ribu rupiah) sedangkan yang diusulkan ke Panitia
Sayembara Prakarsa Masyarakat Dalam Penataan Ruang Untuk Kota Lestari adalah
Rp.196.000.000,- (Seratus sembilan puluh enam juta rupiah).

Page 23 of 23

Anda mungkin juga menyukai