Anda di halaman 1dari 2

Yang terhormat Kepala SMA Negeri 2 Pahandut Palangkaraya,

yang terhormat Dewan Pendidik beserta karyawan/karyawati SMA Negeri 2 Pahandut


Palangkaraya,
dan rekan-rekan pelajar yang saya kasihi.
Selamat pagi dan salam sejahtera!
Tidak terasa sudah genap 62 tahun usia negara kita Indonesia. Dimana enam puluh dua
tahun yang silam bangsa kita yang terdiri atas berbagai macam suku, kebudayaan, bahasa, dan
latar belakang, bersatu dan mengikrarkan janji, sehingga dapa berdirilah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, negara yang berbhineka tunggal ika, yang berbeda-beda, tetapi tetap satu
jua. Negara yang subur dan kaya akan potensi sumber daya alam, tanah air kita yang tercinta.
Enam puluh dua tahun yang silam, proklamasi telah diucapkan. Proklamasi yang diucapkan
sebagai tanda kemerdekaan bangsa Indonesia, yang sebelumnya telah berjuang selama ±350
tahun melawan penjajahan Belanda dan ±3,5 tahun melawan penjajahan Jepang.
Usia 62 tahun bagi bangsa dan negara Indonesia, itu berarti sudah 62 kali kita mengalami
tanggal 17 Agustus dan merayakannya sebagai hari kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Sudah
62 tahun bendera merah putih berkibar-kibar di langit Indonesia. Serta sudah 62 tahun kita
selalu mengalami kisah-kisah dari peristiwa-peristiwa sebagai sebuah bangsa dan negara
Indonesia.
Namun tahukah kita, bahwa dibalik segala tentang Indonesia itu, ada hal-hal yang
memprihatinkan. Saya terpikirkan hal ini mulai pada beberapa hari yang lalu. Saat itu rombongan
belajar saya, X-4 mendengarkan penjelasan mengenai ilmu sejarah dari Ibu Raya. Waktu itu ada
satu penjelasan dari Beliau yang sampai sekarang masih saya ingat. Beliau mengatakan bahwa
salah satu hal yang menyedihkan dari Indonesia adalah bahwa kita tidak menghargai sejarah kita
sendiri. Contohnya saja kasus yang baru-baru ini sering diberitakan baik di berita televisi maupun
di surat kabar, mengenai lagu kebangsaan “ Indonesia Raya”. Lagu kebangsaan yang selama ini
kita nyanyikan, ternyata terdiri dari 3 bait bukan hanya satu. Hal yang sekarang menjadi
kontroversi. Itu pun naskah dan rekamannya ditemukan bukan di negara kita, melainkan di
Belanda, negara yang notabene pernah menjajah bangsa kita.
Miris hati saya mendengarnya. Arsip yang memiliki arti yang sangat besar bagi negara kita,
bukannya disimpan di negara kita sendiri malah ditemukan di negara orang lain. Dan sungguh
disayangkan lagi bahwa bukan hanya arsip lagu kebangsaan saja yang disimpan di negeri lain,
tetapi juga penginggalan-peninggalan bersejarah milik negeri kita. Tahu akan hal tersebut
membuat saya menjadi ingat sebuah kalimat yang mengatakan bahwa, “Bangsa yang besar adalah
bangsa yang menghargai sejarahnya”. Hal ini berarti kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang
besar apabila kita tidak mau belajar dari sejarah kita.
Saya juga pernah membaca sebuah majalah yang kebetulan membahas tentang mencintai
bangsa kita Indonesia. Di majalah itu diceritakan bahwa betapa semangatnya orang-orang
Indonesia yang tinggal di negara lain pada saat merayakan kemerdekaan Indonesia. Betapa
terharunya hati mereka pada saat Bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya
dikumandangkan. Hati meluap oleh rasa kebangsaan yang mendidih. Hal ini disebabkan karena
rasa rindu mereka terhadap tanah kelahirannya.
Tapi rasa terharu dan kebanggaan itu akhirnya dicemari juga dengan keadaan bangsa kita
yang morat-marit dan susah untuk dikendalikan. Bahkan banyak orang yang sekarang cenderung
membicarakan hal-hal negatif dari Indonesia. Dan tidak jarang orang kita sendiri yang
membicarakannya. Apalagi dengan serentetan peristiwa, tragedi, bencana, dan krisis yang
melanda.
Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering merusak dan mencemari kemerdekaan bangsa
kita dengan hal-hal yang tidak baik dan tidak sesuai dengan budaya kita sebagai orang timur.
Contohnya saja malas mengikuti upacara bendera. Itu menunjukkan bahwa kita tidak memiliki
semangat kebangsaan dan rasa nasionalisme. Atau juga mengikuti trend mengecat rambut warna-
warni, yang menunjukkan bahwa kita tidak menghargai diri kita sebagai orang Indonesia.
Karena itulah saya ingin mengajak kita semua untuk mulai dari sekarang kita tumbuhkan rasa
cinta kepada tanah air, semangat kebangsaan kita, serta rasa nasionalisme dan patriotisme kita.
Tunjukkan bahwa negara kita adalah negara yang kuat, negara yang menghargai sejarah dan
kebudayaannya. Negara yang kita bangga-banggakan.
Kita tanyakan kepada diri kita, mengapa orang-orang asing saja sampai belajar ke Indonesia
untuk mempelajari kebudayaan kita? Mengapa lagu Bengawan Solo diminati sampai di Negara
Jepang? Mengapa orang-orang tersebut mencintai kebudayaan kita, walaupun kita sendiri kadang
tidak menghargainya? Padahal apabila kita telusuri lagi,kebudayaan negara kita sungguhlah unik
dan layak untuk terus kita pertahankan.
Oleh karena itu, marilah kita semua, mulai dari pribadi kita masing-masing tanamkan, lalu
tunjukkan bahwa kita adalah orang Indonesia yang sejati. Yang mengetahui bagaimana
kebudayaan kita dan mencintai kebudayaan itu. Kita tunjukkan lewat sikap dan perbuatan kita,
bagaimana orang Indonesia yang ramah, cerdas, dan berakhlak mulia. Jangan kita sia-siakan
kemerdekaan yang telah kita capai 62 tahun yang silam dan kita rayakan kembali pada hari ini.
Mungkin cukup sekian pidato saya. Saya memohon maaf apabila ada kekurangan ataupun
kesalahan pada saat saya berpidato. Semuanya tolong dimaklumi. Terima kasih, selamat pagi, jaya
smada, jaya Indonesia!

Anda mungkin juga menyukai