BAB 1
PENDAHULUAN
infertilitas dari data sekunder yang dikumpulkan dan mewakili beberapa data
demografis negara-negara seperti data dari WFS (World Fertility Survey) dan
dengan ketiadaan anak selama kurang lebih tujuh tahun setelah pernikahan.
wanita.
dia tidak pernah hamil selama lima tahun sebelum dilaksanakan pendataan,
namun oleh budaya wanita tersebut masih dianggap fertil. Wanita yang tidak
pernah hamil pada saat usia a1 atau yang nantinya didefinisikan sebagai
index dari proporsi kemandulan pada usia a, dibagi oleh jumlah total
wanita yang diteliti pada usia tersebut. Kemerataan, trend, dan diferensial
dari infertilitas di 29 negara sub sahara Afrika dengan satu atau lebih
1
Usia subur
1
berdasarkan metode yang dibuat. Infertilitas primer ada antara 1 sampai 6 %
penurunan yang signifikan dari tahun 1970 sampai 1990 di negara tertentu
Infertilitas secara umum lebih tinggi dialami oleh para wanita yang
melakukan hubungan seks pada awal masa remaja mereka., wanita menikah
lebih dari satu kali dan untuk penduduk kota dimana mereka, sementara itu
tentang infertilitas yang ada di negara Afrika, yaitu yang dinamakan dengan
2
1.3. Tujuan Penelitian
(Davis & Blake). Dalam suatu struktur budaya masyarakat yang kompleks
terdapat suatu kebudayaan yang khas pada masyarakat tersebut, begitu juga
tertata rapi, masyarakat yang ”sakit”, dan terjadinya dampak lingkungan dan
3
bersangkutan. Kebudayaan didefinisikan oleh koentjaraningrat (1981)
dengan belajar. Selain itu E.B Tylor (1871, dalam Soekanto, 2003)
seorang manusia.
karya manusia.
4
Selain dari wujud kebudayaan juga terdapat unsur-unsur pokok
budaya sebagaimana yang dikatakan oleh Soekanto (2003), yaitu (1) alat-alat
teknologi (2) sistem ekonomi (3) keluarga dan (4) kekuasaan politik. Artinya
Disamping itu perubahan kebudayaan dapat juga terjadi pada bentuk, fungsi
menentukan batasan tentang apa yang baik dan harus dilkukan, serta yang
jelek yang harus ditinggalkan, dan (4) sebgai jalan untuk mengatasi
2
Penggantian unsur yang lama oleh unsur yang baru
3
Kebudayaan lama bercampur dengan kebudayaan baru tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan
lama (Koentjaraningrat, 2003)
4
Sebuah kebudayaan juga dapat berubah karena adanya unsur-unsur kebudayaan dari luar yang
diterima
5
persoalan hidup. Dengan melihat fungsi kebudayaan tersebut, terjadinya
fenomena infertility belt yang ada di negara Afrika berkaitan erat dengan
masalah tigginya angka fertilitas. Selain itu dengan adanya norma-norma dan
kaidah budaya yang berlaku dalam masyarakat tertentu juga memiliki andil
mempengaruhi fertilitas adalah (1) biaya hidup tinggi, (2) perbaikan status
dan kedudukan perempuan, (3) norma, adat-istiadat, mitos, dan tabu, (4)
tingkat mortalitas menurun, dan (5) sikap sekuler dan rasional. Dari semua
2003) membedakan antara ”pola bagi” (pattern for) dengan ”pola dari”
(pattern of). Pengertian dari pola bagi dapat dikatakan sebagai aturan-aturan,
budaya, sedangkan ”pola dari” adalah pola-pola berupa hasil perilaku atas
berbagai macam kegiatan yang selalu berulang kembali dalam bentuk yang
hampir sama dalam jangka waktu tertentu dan dapat diwujudkan dalam
6
bentuk penjelasan yang sistematis atau gambar, seperti kegiatan
perkawinan, fertilitas, dan lain sebagainya.. Pola yang akan dicari dalam
peceraian, menjanda
8. Penggunaan kontrasepsi
7
10. Keguguran yang tidak disengaja
1. Perkawinan
3. Laktasi, dan
8
Diagram 1
Kerangka Konsep Tentang infertility belt
Budaya/kebudayaan
Stuktur sosial
Infertilitas rendah
4 variabel John
Pola hidup Bongartas
Keterangan
= Hubungan Langsung
9
1.5. Metode Penelitian
maka penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka. Data diambil
sumber inforamasi lainnya yang relevan dengan judul penelitian ini. Dengan
teknik tersebut dapat menghasilkan data ilmiah yang autentik dan dapat
dipertanggung jawabkan.
10
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
salah satu pengelompokan dari kumpulan yang disusun atas dasar pikiran,
berkaitan, (2) untuk pemeriksaan keabsahan data, dan (3) menjaga agar
belt.
11
BAB 2
Pantai Gading
Pantai gading berbatasan dengan liberia dan guinea barat, mali dan burkina
faso di utara, ghana di barat, dan teluk guienea selatan. Pantai gading adalah
sebuah republik dengan kekuasaan eksklusif yang kuat dan dipimpin oleh
mengandalkan pertanian dengan dominasi produksi dan lahan milik para tuan
Demografi
satu yang paling umum adalah bahsa djoula, yang berfungsi sebagai bahsa
12
bahsa resmi, diajarkan di sekolah-sekolah dan berfungsi sebagai lingua
menetpkan diri sebagai salah satu negara asia barat yang paling sukses,
sekitar 20% populasi poantai gading terdiri atas para pekerja yang datang
Ghana
Ghana pada tahun 1995 adalah 21.029.853 jiwa. Suku-suku besar di Ghana
adalah Akan 44%, Moshi/Dagomba 16%, Ewe 13%, Gha 8%, orang-orang
Eropa dan lain-lain 0,25%. Agama Kristen 63%, kepercayaan Asli 21%, Islam
Republik kenya
Barat, Sudan di barat laut, samudrahindia disebelah timur laut. Kenya adalah
kelompok etnik ini menjadi masalah utama di Kena. Selama awal tahun 90an
perseteruan etnik yang berlatar belakag politik telah membunuh ribuan jiwa.
13
Lesotho
Mauritania
negara di Afrika Barat Laut yang dibatasi dengan Lautan Atlantik di sebelah
Barat, Senegal disebelah Barat Daya, Mali di Timur, Aljeria di Timur Laut,
Nigeria
Rwanda
14
BAB 3
ANALISA DATA
Pandemik HIV AIDS adalah salah satu problem ksehatan dan populasi
memperkirakan bahwa 25 dari 28 juta orang hidup dengan virus HIV AIDS
pada tahun 2003 dan dari 2,2 sampai 2,4 juta orang telah mati karena
sub sahara Afrika memiliki pertumbuhan populasi berkala rata-rata 2,5 sampa
menekankan kesuburan.
Konsep dari ”sabuk infertilitas Afrika Tengah” sudah ada sejak tahun
1960 dan pada awal 1970 dengan baik didokumentasikan bahwa fertilitas
15
keluar dari sub-sahara Africa tidk diketahui ( Brass et al. 1968 ; Page and
menyimpulkan bahwa infertilitas yang berasal dari infeksi sudah merata pada
beberapa populasi di selatan Sahel ( WHO 1975 ; Belsey 1976 ). Dari 1979
dengan yang ada di Amerika Selatan, Timur tengah, dan Asia ( Cates, Farley
protokol untuk uji klinis dari pasangan infertil dan mendapatkan perhatian dari
seluruh dunia ( Cates, Farley and Rowe 1985 ; WHO 1987 ; Rowe, Comhaire,
Untuk contohnya pada tahun 1988 the XXII Conference of the Council
fisiologik, psikologik dan sosial stigma dari infertilitas biasanya sring berperan
16
pembangunan dan populasi yang diselenggarakan di Kairo. Berdasarkan
1993,p.211)sebagai berikut:
”untuk menciptakan kondisi sosial ekonomi yang kondusif dan kestabilan politik
dan keluarga berencana , ditujukan untuk semua orang pada usia produktif dan
dengan resiko yang relatif tinggi dari penelitian infertilitas sekarang sudah
komunitas.
17
” untuk pasangan yang pada masa reproduksi yang melakukan hubungan
telah ditemukan bahwa banyak pasangan tidak hamil dalam periode dalam
yang aktif melakukan hubungan seks tanpa kontrasepsi untuk hamil (Presat
and Wilson 1985). Para ahli demografi telah mengganti tujuan dari konsepsi
18
infertilitas biasanya berdasarkan dari data sekunder yang didapat dari survei
demografi yang mengandung sejarah kelahiran yang lengkap, tapi tidak ada
Etiologi5
dan distribusi faktor wanita, faktor dari pria dan infertilitas yang tidak dapat
50% dari infertilitas adalah hak dari wanita, sedangkan 20-26% adalah laki-
laki dan 26-30% tidak dijelaskan, tapi temuan ini berasal dari populasi non-
berkisar antara 37% dari sub-Sahara Africa sampai 25-34% sampai Asia,
berkisar antara 35-38% dan yang tidak dapat dijelaskan berkisar dari 5-13%.
Inflammatory Disease (PID) hasil dari sebuah infeksi baik dari penyakit
5
etiologi adalah ilmu tentang asal usul suau penyakit
19
menular seksual seperti contohnya, gonorrhea dan chlamydia, atau
komplikasi dari beberapa aborsi atau prosedur medis yang salah gangguan
diungkapkan Mayaud (2001), dan lebih dari 50% laki-laki memiliki sedikit atau
clamydia. Sejauh ini idak ada studi yang menyelidiki tentang faktor infertilitas
melahirkan dan survey demografi standart ( Larsen and Menken 1989, 1991).
Metode ini digunakan untuk semua informasi yang terseia bagi wanita dari
usia pada saat dia menikah atau tinggal bersama sampai pada usia saat dia
20
lima tahun diantara ini digunakan oleh mereka untuk mempertahankan
status sebagai seorang yang mandul atau subur saat lima tahun sesudah
mempunyai anak lagi selama lima tahun terakhir, disamping itu dia
berkelanjutan dibagi dengan jumlah total wanita yang diteliti dalam umur
tersebut.
menggunakan sample para wanita yang telah menikah, karena wanita yang
tidak subur kebanyakan ditemukan pada saat mereka terpisah dari pasangan
21
dengan populasi di Afrika dimana para wanitanya menikah pada awal masa
remaja mereka, beberapa pasangan tidak tinggal bersama pada masa awal
diketahui secara pasti, karena pada beberapa kasus, para responden tidak
1989,1991).
bisa saja menjadi bias karena sangatlah sulit untuk dilakukan, khususnya
Survey) dan DHS untuk membedakan wanita yang infertil secara patologis
atau wanita yang sengaja menjaga tubuhnya agar tidak hamil selama lima
mereka ingin memiliki anak lagi harus dipertimbangkan untuk masuk kategori
22
infertil, lalu batas bawah dari infertilitas akan didapatkan karena beberapa
pada periode waktu lima tahun atau lebih. Jarak antara batas bawah dan
Data
survei wanita WFS dan DHS, termasuk survei tentang kehamilan, survey
anak satu dan seterusnya dan ditambah lagi survei WFS dan DHS
negara sub sahara (Benin, Cameroon, Cote d’Ivoire, Ghana, Kenya, Lesotho,
1983. Penelitian WFS selanjutnya pada rentang waktu 1986 sampai 2000
6
Tinggal dalam satu rumah
23
Rwanda, Senegal, Sudan, Tanzania, Togo, Uganda, Zambia,
24
Sudan 1978 5 2,365
Sudan 1989/90 3 3,262
Tanzania 1991/92 2 4,624
Tanzania 1996 2 3,888
Togo 1988 2 1,229
Uganda 1988/89 3 1,728
Uganda 1995 3 3,182
Zambia 1992 2 3,489
Zimbabwe 1988 1 1,691
Zimbabwe 1994 2 2,974
_________________________________________________________________________________
1
Unweighted sample size
2
Incomplete data set
3
Based on at least five years since first marriage
Sumber: Larsen, U. and H. Raggers. 2001. Levels and Trends in infertility in sub-
Sahara Africa. In Boerma, J.T. and Z. Mgalla (eds.) Women and infertility in
sub-Sahara Africa: a Multi-disciplinary Perspective. KIT Publishers, Royal
Tropical Institute: Amsterdam. Pp. 37-39.
Larsen, U. 2003a. Infertility in Central Africa. Tropical Medicine and
International Health 8:354-367.P. 359.
dan Rwanda pada tahun 1981 dan 1996 lalu Republik Afrika tengah pada
Rwanda dari data yang telah dikoleksi tidaklah tersedia, jadi tidaklah terlalu
% wanita tidak mempunyai anak dan 3 % wanita yang pernah menikah dan
anak dari Benin dan Rwanda sangatlah rendah karena banyak kasus yang
tidak terlaporkan, tapi presentase infertilitas lanjutan pada usia 20-24 juga
25
rendah (2-3%), diperkirakan bahwa infertilitas sangat jarang ditemukan di
Table 2. Secondary infertility by age based on the percentage subsequently infertile among parous women in
selected sub-Saharan African countries: modified estimates not accounting for current use contraception
are shown in parentheses
________________________________________________________________________________________
Country & survey date Age _____
_
20-24 5-29 30-34 35-39 40-44 20-44 Sample size
1
_____________________________________________________________________________________________________________________________________
Benin 1982 4 ( 4) 11 (11) 24 (25) 42 (42) 70 (70) 15 (15) 1,138
Benin 1996 3 ( 3) 7 ( 7) 17 (17) 38 (39) 63 (65) 12 (12) 3,056
Burkina Faso 1993 3 ( 3) 7 ( 7) 13 (14) 32 (33) 65 (66) 10 (10) 3,329
Burundi 1987 3 ( 3) 4 ( 5) 9 ( 9) 22 (23) 40 (40) 6 ( 6) 1,471
Cameroon 1978 10 (10) 20 (20) 34 (34) 47 (47) 63 (63) 22 (22) 3,749
Cameroon 1991 9 (10) 17 (18) 28 (30) 46 (49) 69 (72) 19 (20) 1,803
Cameroon 1998 10 (11) 17 (19) 32 (33) 50 (51) 73 (74) 23 (24) 2,927
Comoros 1996 7 ( 8) 13 (14) 22 (26) 38 (43) 62 (68) 16 (18) 1,305
Cote d'Ivoire 1980 6 ( 6) 12 (12) 21 (21) 37 (37) 59 (59) 15 (15) 2,661
Cote d'Ivoire 1994 6 ( 7) 13 (13) 23 (23) 39 (41) 63 (65) 16 (16) 3,848
Gabon 2000 14 (17) 20 (25) 33 (39) 51 (60) 73 (83) 24 (29) 3,134
Ghana 1979 5 ( 5) 9 (10) 18 (19) 35 (36) 61 (63) 13 (14) 3,142
Ghana 1988 4 ( 4) 7 ( 7) 13 (15) 27 (31) 45 (51) 9 (10) 1,612
Ghana 1993 5 ( 5) 10 (10) 18 (20) 36 (39) 58 (61) 13 (14) 2,594
Kenya 1977/78 4 ( 4) 8 ( 8) 14 (15) 27 (28) 52 (54) 11 (11) 4,040
Kenya 1989 4 ( 4) 7 ( 9) 12 (17) 23 (32) 54 (68) 8 (10) 2,459
Kenya 1993 4 ( 5) 8 (11) 15 (23) 31 (44) 51 (65) 11(15) 3,565
Lesotho 1977 9 ( 9) 19 (19) 32 (32) 50 (51) 74 (75) 23 (23) 2,046
Liberia 1986 7 ( 8) 13 (14) 23 (24) 33 (37) 47 (52) 15 (16) 2,154
Madagascar 1992 8 ( 8) 13 (15) 23 (25) 41 (44) 72 (75) 16 (17) 2,870
Malawi 1992 6 ( 7) 11 (12) 22 (23) 36 (39) 58 (60) 16 (16) 2,571
Mali 1987 5 ( 5) 11 (11) 17 (17) 32 (33) 52 (52) 11 (12)
1,382
Mali 1995/96 4 ( 4) 9 ( 9) 17 (18) 35 (37) 68 (69) 12 (12) 5,712
Mauretania 1982 7 ( 7) 16 (16) 31 (31) 51 (51) 67 (67) 19 (19) 2,027
Mozambique 1997 8 ( 8) 16 (17) 27 (30) 44 (48) 68 (72) 19 (20) 4,422
Namibia 1992 5 ( 6) 10 (14) 17 (25) 29 (42) 51 (67) 14 (20) 1,795
Niger 1992 5 ( 5) 12 (12) 22 (22) 40 (41) 62 (63) 14 (14) 3,540
Nigeria 1981 7 ( 7) 15 (16) 29 (29) 45 (45) 66 (67) 17 (17) 4,952
Nigeria 1990 5 ( 5) 10 (10) 22 (23) 38 (40) 61 (63) 13 (14) 4,688
Rwanda 1983 1 ( 1) 4 ( 4) 11 (11) 25 (25) 49 (49) 8 ( 8) 2,813
Rwanda 1992 2 ( 2) 4 ( 4) 8 ( 9) 20 (21) 46 (49) 6 ( 6) 3,178
Senegal 1978 7 (7) 12 (12) 23 (23) 39 (39) 64 (64) 16 (16) 2,076
Senegal 1986 5 ( 6) 10 (11) 19 (19) 35 (35) 61 (63) 13 (14) 2,297
Senegal 1992/93 4 ( 5) 9 (10) 18 (19) 35 (37) 61 (64) 12 (13) 3,224
Sudan 1978 6 ( 6) 14 (14) 28 (29) 48 (49) 70 (71) 16 (17) 2,089
Sudan 1989/90 5 ( 5) 12 (12) 24 (26) 46 (48) 73 (75) 15 (16) 2,988
Tanzania 1991/92 7 ( 7) 12 (13) 21 (22) 40 (43) 62 (66) 16 (17) 4,489
Tanzania 1996 6 ( 7) 11 (12) 19 (21) 34 (40) 60 (65) 14 (16) 3,808
Togo 1988 2 ( 2) 4 ( 4) 6 ( 7) 17 (18) 45 (46) 5 ( 5) 1,164
Uganda 1988/89 7 ( 7) 11 (12) 17 (19) 36 (37) 64 (66) 13 (13) 1,550
Uganda 1995 6 ( 6) 10 (11) 19 (21) 36 (39) 60 (64) 13 (14) 2,996
Zambia 1992 6 ( 6) 11 (12) 17 (20) 33 (36) 59 (63) 13 (15) 3,293
26
Zimbabwe 1988 5 ( 5) 8 (10) 16 (21) 30 (39) 53 (66) 11 (14) 1,653
Zimbabwe 1994 6 ( 8) 10 (14) 19 (25) 35 (46) 61 (72) 14 (18) 2,954
________________________________________________________________________________________
1
Unweighted sample size
2
Incomplete data set
Sumber: Larsen, U. and H. Raggers. 2001. Levels and Trends in infertility in sub-Sahara Africa.
In Boerma, J.T. and Z. Mgalla (eds.) Women and infertility in sub-Sahara Africa: a Multi-
disciplinary Perspective. KIT Publishers, Royal Tropical Institute: Amsterdam. Pp. 41-44.
Larsen, U. 2003a. Infertility in Central Africa. Tropical Medicine and International Health 8:354-
367. P. 361.
30-40 % pada tahun 1950 sampai 1960-an dan dikomparasikan dengan data
infertilitas primer tidaklah terlalu tinggi di area sub sahara Afrika bila
pengamatan WHO hampir semua wanita yang tidak mempunyai anak setelah
27
Infetilitas sekunder diukur dari proporsi infertil berkelanjutan dari
Togo dan tinggi sebanyak 24 di Gabon (lihat tabel 2). Sebagian besar
paling tidak selama 5 tahun dan karena itu mereka dianggap infertil). Di
dan lainnya relatif memilki level yang tinggi dalam infrtilitas primer dan
bahwa daerah Afrika Tengah infertility belt atau sabuk infertilitas masih
sangat merata.
naik 1 sampai 2% dan infertilitas sekunder naik 12-14% dari data yang
dioleksi pada tahun 1988/89 dan 1994 (lihat tabel 1 dan 2). Sebalknya
terdapat bukti penurunan baik dari infertilitas primer atau sekunder di Benin,
Sudan, Kamerun. Pada tahun 1980 sampai awal tahun 1990. disebagian
sekunder sedang terjadi pada sia 20-24 dan 30-34 dan cukup tinggi untuk
28
Table 3. Observed total fertility rates ages 20-44, and simulated total fertility rates under the Burundi
age-schedule of infertility for selected African countries
_____________________________________________________________
TFR
.
Country & survey date Observed Burundi
___________________________________________________________________________________________
Benin 1996 5.5 6.5
Burkina Faso 1993 5.9 6.6
Burundi 1987 6.3 6.3
Cameroon 1991 4.9 6.5
Central African 4.2 5.9
Republic 1994/95
Comoros 1996 4.6 5.5
Cote d’Ivoire 1994 4.8 5.8
Ghana 1993 4.8 5.4
Kenya 1993 4.6 4.9
Liberia 1986 5.4 6.0
Madagascar 1992 5.2 6.8
Malawi 1992 6.2 7.1
Mali 1995/96 5.7 6.6
Mozambique 1997 4.1 6.0
Namibia 1992 4.6 5.1
Niger 1992 6.0 7.1
Nigeria 1990 5.0 5.9
Rwanda 1992 5.7 5.6
Senegal 1992/93 5.2 5.9
Sudan 1989/90 4.5 5.8
Tanzania 1996 4.9 5.6
Togo 1988 5.6 5.5
Uganda 1995 5.7 6.5
Zambia 1992 5.2 5.8
Zimbabwe 1994 3.7 4.2
___________________________________________________________________________________________
Sumber: Larsen, U. and H. Raggers. 2001. Levels and Trends in infertility in sub-Sahara Africa.
In Boerma, J.T. and Z. Mgalla (eds.) Women and Infertility in sub-Sahara Africa: a Multi-
disciplinary Perspective. KIT Publishers, Royal Tropical Institute: Amsterdam. Pp. 45.
29